close

kambing

Hutan

Bertemu Pujangga ‘Penjaga Hutan’ Laman Satong

Namanya Yohanes Terang, berusia sekitar 60 tahun dengan perawakan yang tambun namun cukup kekar. Ia merupakan tokoh desa setempat, berasal dari suku Dayak namun beristrikan seorang putri Ambarawa, Jawa Tengah. Maklum saja, sejak usia muda ia telah merantau ke tanah Jawa menempuh Sekolah Pertanian hingga akhirnya ditugaskan kembali ke tanah kelahirannya hingga kini.

Yohanes sudah sejak tahun 1987 memegang jabatan Kepala Desa Laman Satong, Kabupaten Ketapang Propinsi Kalimantan Barat. Namun sejak tahun 2004 lalu ia mengundurkan diri dari jabatan tersebut. Ia merupakan alumni Kursus Pengembangan Masyarakat Desa di  Bogor, yang oleh Frans Seda, tokoh nasional, ditugaskan kembali ke kampung halaman membangun desanya.

Suatu hari di bulan Juni yang panas, kami berkesempatan bertemu dengannya di lokasi wisata ziarah Gua Maria yang terletak di Dusun Manjau, masih di desanya. Kami bertiga merupakan pemenang lomba menulis dengan tema “Menyelamatkan Biodiversity, Menyelamatkan Hutan,” yang diselenggarakan oleh Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ), organisasi jurnalis lingkungan berkedudukan di Jakarta. Sebagai hadiahnya, panitia membawa kami mengunjungi Taman Nasional Gunung Palung (TNGP) yang memiliki luas 90.000 hektar dan bersinggungan dengan dua kabupaten yaitu Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara.

Ikut juga bersama kami Sapto HP yang mewakili SIEJ, Daeng Rizal jurnalis Mongabay yang berdomisili di Pontianak serta paniita dari USAID. Obrolan berlangsung hangat setelah sebelumnya makan siang bersama.

Gua Maria ini merupakan lokasi wisata yang dialiri oleh alur kecil berair jernih, terletak di pinggiran hutan yang bersisian dengan kawasan TNGP. Objek wisata ini lumayan ramai dikunjungi bahkan terdapat areal seluas lapangan volley untuk melakukan misa bagi umat kristen.  Kami duduk-duduk di bawah rimbunnya pohon, beralaskan terpal atau duduk di atas batu.

TNGP merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang memiliki keaneka-ragaman hayati bernilai tinggi, dan berbagai tipe ekosistem antara lain hutan mangrove, hutan rawa, rawa gambut, hutan rawa air tawar, hutan pamah tropika, dan hutan pegunungan yang selalu ditutupi kabut.

Taman nasional ini merupakan satu-satunya kawasan hutan tropika Dipterocarpus yang terbaik dan terluas di Kalimantan. Sekitar 65 persen kawasan, masih berupa hutan primer yang tidak terganggu aktivitas manusia dan memiliki banyak komunitas tumbuhan dan satwa liar.

Kawasan ini ditumbuhi oleh jelutung (Dyera costulata), ramin (Gonystylus bancanus), damar (Agathis borneensis), pulai (Alstonia scholaris), rengas (Gluta renghas), kayu ulin (Eusideroxylon zwageri), Bruguiera sp., Lumnitzera sp., Rhizophora sp., Sonneratia sp., ara si pencekik, dan tumbuhan obat.

Tumbuhan yang tergolong unik di taman nasional ini adalah anggrek hitam (Coelogyne pandurata), yang mudah dilihat di Sungai Matan terutama pada bulan Februari-April. Daya tarik anggrek hitam terlihat pada bentuk bunga yang bertanda dengan warna hijau dengan kombinasi bercak hitam pada bagian tengah bunga, dan lama mekar antara 5-6 hari.

Tercatat ada 190 jenis burung dan 35 jenis mamalia yang berperan sebagai pemencar biji tumbuhan di hutan. Semua keluarga burung dan kemungkinan besar dari seluruh jenis burung yang ada di Kalimantan, terdapat di dalam hutan taman nasional ini.

Satwa yang sering terlihat di TNGP yaitu bekantan (Nasalis larvatus), orangutan (Pongo satyrus), bajing tanah bergaris empat (Lariscus hosei), kijang (Muntiacus muntjak pleiharicus), beruang madu (Helarctos malayanus euryspilus), beruk (Macaca nemestrina nemestrina), klampiau (Hylobates muelleri), kukang (Nyticebus coucang borneanus), rangkong badak (Buceros rhinoceros borneoensis), kancil (Tragulus napu borneanus), ayam hutan (Gallus gallus), enggang gading (Rhinoplax vigil), buaya siam (Crocodylus siamensis), kura-kura gading (Orlitia borneensis), dan penyu tempayan (Caretta caretta). Tidak kalah menariknya keberadaan tupai kenari (Rheithrosciurus macrotis) yang sangat langka, dan sulit untuk dilihat (Dishut.go.id).

Perjalanan menuju TNGP kami tempuh dari Pontianak, Ibu kota Propinsi Kalimantan Barat dengan menggunakan pesawat berukuran sedang dan mendarat di Bandara Rahadi Usman, di Ketapang. Ada yang menarik melihat pemandangan di Bandara Supadio Pontianak, penumpang berjejalan di pintu masuk, bagaikan suasana di terminal bus saja layaknya. Ragam penampilan penumpang sangat bervariasi, dari model penampilan orang desa hingga tampang pengusaha. Rupanya menurut Daeng Rizal, transportasi darat di Kalimantan sangat buruk sehingga banyak masyarakat memilih pesawat untuk bepergian antar satu daerah.

Mungkin karena terpengaruh masih dalam suasana kampanye calon presiden Indonesia, Yohanes membuka percakapan dengan mengutip sebuah pernyataan yang sangat relevan dengan pembangunan. Ia berkata seorang pemimpin adalah orang yang dapat membuat “jembatan”, baik secara fisik maupun sosial. Secara fisik berarti pemimpin harus dapat membuat infrastruktur seperti jalan, jembatan dan sebagainya. Sedangkan secara sosial berarti pemimpin harus mampu menjembatani berbagai kepentingan masyarakat yang sangat beragam. Kami tersenyum mendengarnya.

Desa tempatnya tinggal kini boleh dikatakan satu-satunya daerah yang masih selamat dari pembukaan kebun sawit. Selain itu desa ini dikepung oleh kegiatan ilegal logging namun syukurnya hutan desanya masih selamat. Masyarakat berhasil menghalau para logger liar tersebut.

Selain dikelilingi oleh perkebunan sawit, ada juga pertambangan Bauksit dalam daerah Laman Satong. Banyak juga warga desa yang bekerja di perusahaan tambang tersebut, selain bekerja di kebun sawit, sesuatu yang bertentangan dengan prinsip Yohanes Terang. Lahan sawit dan lahan pertambangan pun tumpang tindih satu sama lain.

Akibat ketidaksetujuannya dengan tambang, Yohanes sempat beberapa kali didatangi perwakilan perusahaan dan ditawarkan sejumlah duit. “Alasan mereka kasih duit karena saya orang tua di kampung. Tapi saya tolak,” kata Yohanes.

Dampak pembukaan kebun sawit dan tambang mulai terasa. Dulu saat mereka membuka daerah ini secara manual, tidak pernah terjadi banjir dan hujan debu. Sekarang banjir sudah menjadi langganan dan debu menjadi ‘santapan’ sehari-hari.

Ketika Yohanes ditempatkan ke desa Laman Satong, ia menerima pesan singkat saja. “ Tolong bawa perubahan di Dusun Manjau,” ujarnya menirukan pesan tersebut.

Yohanes bersama warga terus bekerja keras melestarikan hutan yang tersisa. Masih ada sedikit hutan lagi yang kini sedang diusahakan statusnya menjadi Hutan Desa. Hutan Desa sangat dibutuhkan untuk menyimpan air sehingga dimusim kemarau persediaan air masih ada.

Di hutan desa ini masyarakat menanam kopi, durian, pohon gaharu dan berbagai tanaman lainnya. Ada sekitar 1.070 Hektar Hutan Desa yang diusulkan. Sekitar 25 persennya akan dijadikan lokasi pembibitan pohon hutan.

Bagaimana pembagian lahan hutan desa? Lahan dibagi-bagi kepada masyarakat untuk dikelola. Ada dibentuk Lembaga Pengelola Hutan Desa berdasarkan peraturan desa nantinya. Organisasi ini akan mengatur pengelolaan hutan desa termasuk memberikan sanksi yang memakai hukum adat. Sanksi adat misalnya tidak boleh membuka ladang. Atau dengan kata lain boleh mengambil apa yang bisa dimanfaatkan asal tidak merusak hutan.

Ada cerita menarik dari Yohanes tentang tanaman hutan. Bagi masyarakat Dayak, pohon durian adalah salah satu pohon yang dikeramatkan. Menebang pohon durian sama saja dengan membunuh Demong (tokoh adat). Pohon durian hanya boleh ditebang untuk dibuat keranda jika ada yang meninggal.

Namun proses penetapan Hutan Desa oleh Kementerian Kehutanan penuh liku. Masyarakat dibantu oleh berbagai lembaga konservasi sudah mengusulkan Hutan Desa ke Gubernur Kalimantan Barat agar diberikan rekomendasi.
Yohanes adalah seorang yang sangat humoris. Beberapa kali ia menceritakan humor dari berbagai daerah. Dan ternyata Yohanes Terang juga adalah seorang pujangga yang telah menciptakan puluhan puisi. DI tengah ketenangan Desa Laman Satong, dari jemarinya telah lahir berbagai puisi, terutama bertemakan alam. Akibatnya, ia pun sering diminta membacakan puisinya di berbagai acara yang dihadirinya, bahkan di acara tingkat desa sekalipun. Inilah salah satu puisinya:

Kata Uang

Aku uang
Aku raja di atas segala raja
Aku kuasa di atas segala penguasa
Aku segalanya bagi manusia
Aku hadir disetiap bentuk dan rupa
Aku tinggi, panjang, dalam dan seluas alam raya
Aku racun, obat, hina juga mulia  
Aku gagah, megah, indah, luka, duka, merana

Lihat karena akulah,  pejabat agung mulia jatuh ke lembah duka dan hina
Karena akulah bumi dilobang, gunung terpangkas, hutan terpanggang, asap mendera
Karena akulah sumber bencana yang tidak berujung sampai berakhirnya cerita

Jangan lupa pada saatnya menghadap Sang Pencipta aku tidak ada disana
Karena bagi-Nya aku tidak punya guna []

read more
Flora Fauna

Kambing Gunung Sumatera yang Langka Akhirnya Mati

Kambing gunung sumatera (Capricornis sumatraensis) langka dari Gunung Sinabung yang ditangkap warga akhirnya mati setelah berada di Medan, Sumatera Utara (Sumut). Hasil pemeriksaan, paru-parunya penuh dengan abu vulkanik.

Dalam keterangannya kepada wartawan, Sabtu (18/1/2014), Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut, Ristanto menyatakan kambing itu mati sekitar pukul 20.00 WIB di Medan Zoo, pada Jumat 17 Januari kemarin. Sudah sempat dilakukan penanganan, namun kondisi kesehatannya sudah memburuk.

“Sebelumnya, sejak dibawa dari Karo memang kondisinya sudah lemas. Tidak mau makan. Setelah sampai di Medan, sudah dikasih macam-macam, tetapi tak bisa juga bertahan. Akhirnya mati,” kata Ristanto.

Setelah dipastikan kematiannya, petugas kemudian melakukan autopsi. Ternyata di paru-parunya ditemukan banyak abu vulkanik yang bersumber dari letusan Gunung Sinabung. Kondisi inilah yang paling utama menyebabkan kematiannya.

“Kondisinya seperti terkena TBC begitu. Jadi memang sudah parah, karena terpapar abu vulkanik sudah cukup lama,” kata Ristanto.

Kambing gunung sumatera yang biasa disebut warga setempat dengan sebutan beidar ini, ditemukan Jumat siang di lahan pertanian warga di Desa Beras Tepu, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Diduga hewan ini turun gunung karena sumber makanan maupun sumber air minumnya di hutan sudah tidak ada sebab tertimbun abu vulkanik Gunung Sinabung yang meletus sejak September 2013 hingga hari ini.

BBKSDA Sumut segera membawa binatang itu ke Medan untuk kepentingan pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan itu merupakan prosedur tetap yang harus dilakukan, sebelum melepasliarkan binatang itu kembali.

“Tempat yang memungkinkan untuk memeriksakan hewan itu di Medan Zoo, maka kita bawa ke sana,” kata Ristanto.

Setelah kematiannya, saat ini satwa endemik di Pulau Sumatera yang tergolong dalam kelompok Appendix 1 itu, dalam proses pengawetan. Nantinya akan menjadi bahan pelajaran, penyuluhan. []

Sumber: tgj/detik.com

read more
Flora Fauna

Kambing Hutan Sumatera Langka Turun Gunung

Erupsi Gunungapi Sinabung terletak di Kabupaten Karo, Sumatera Utara (Sumut) masih berlanjut, dan belum menunjukkan penurunan dengan mengeluarkan debu vulkanik dan lava awan panas, serta batu-batu krikil kecil. Tak hanya masyarakat yang tinggal di radius dua hingga tujuh kilometer keluar dari desa mereka. Belum lama ini, masyarakat di kaki gunung melihat jejak kaki beruang, dan harimau Sumatera.

Pada Jumat siang (18/1/2014), masyarakat menemukan kambing hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis sumatraensis), yang keluar dari dalam hutan. Salah satu dugaan awal kambing hutan keluar karena aktivitas gunungapi terus meningkat. Dugaan lain, ketersediaan makanan sudah tidak ada, hingga harus turun gunung. Sebab menurut orang tua yang sudah tinggal turun temurun di desa itu, mereka sama sekali tak pernah melihat kambing hutan.

Kambing hutan Sumatera itu ditemukan sejumlah warga yang tinggal di  Desa Beras Tepu, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, pada Jumat siang. Kondisi sangat memprihatinkan. Tubuh tampak kurus, dan bagian wajah dan mata sayu. Hewan ini, ditemukan tengah terduduk lemah di belakang rumah warga yang tinggal tidak jauh dari perkebunan.

Jonris Karokaro, seorang warga, awalnya menduga satwa bertanduk ini rusa. Karena kondisi desa mereka sangat sepi ditinggal mengungsi ke Kota Kabanjahe dan Berastagi, ditambah aktivitas perdagangan nyaris tidak ada, membuat sejumlah pemuda yang menjaga desa mereka ingin menyembelih. Namun, sejumlah orang tua melarang, dan memerintahkan satwa ini dibawa ke Kabanjahe.

Menggunakan truk terbuka, kambing berbulu hitam ini dibawa ke kota. Tampak mata begitu tajam dan liar, saat sampai di Kabanjahe, ratusan orang ramai melihat.

Petugas dari Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA), Sumut, yang mendapatkan kabar mengenai temuan satwa ini langsung turun ke Kabupaten Karo bersama tim ahli.  Saat melihat kambing ini, petugas BKSDA terkejut, ternyata kambing hutan Sumatera, yang dianggap sangat langka dan sudah jarang ditemukan.

Istanto, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumut menjelaskan, dari pemeriksaan tubuh menyeluruh,  satwa ini benar Capricornis sumatraensis sumatraensis.

Menurut dia, satwa ini endemik Sumatera, masuk daftar Appendices I, atau sangat langka dan tidak boleh diburu. Satwa ini hanya di hutan tropis Sumatera, dan sangat jarang sekali terlihat. Ia diperkirakan hidup di sekitat Hutan Tahura, di kawasan hutan Kabupaten Langkat, Sumut. “Ketika kita tahu satwa ini sangat langka dan tak boleh dibunuh, langsung kita bawa ke Medan. Kita ambil darah untuk dites memperkuat dugaan kami.”

Sementara waktu kambing dititipkan di Kebun Binatang Medan dan dengan perawatan maksimal. Istanto, menyebutkan satwa ini akan mendapatkan makanan layak dan dirawat sebaik mungkin. “Nanti akan ada serangkaian penelitian mengenai satwa ini.”

Namun dia belum berani memutuskan, apakah akan dilepasliarkan ke hutan atau menjadi penghuni tetap kebun binatang. Satwa ini sangat langka karena penebangan dan perusakan hutan. Kelompok penyelamat dan perlindungan satwa liar menyebutkan, di Sumut, 1990 jumlah kambing ini ditaksir ada 32 ekor, dan hidup di hutan Bukit Barisan, serta kawasan hutan lindung Bukit Batabuh, Riau.

Aktivitas Sinabung
Hingga saat ini, aktivitas Sinabung masih tinggi. Catatan tim pemantau, sejak Sabtu dinihari (18/1/14), terjadi 18 kali  erupsi dengan ketinggian 2.000 meter. Luncuran awan panas masih terjadi dengan daya jangkau 4,5 km ke arah selatan. Windi, tim pengamat pos pemantau Gunung Sinabung, di Tanah Karo, mengatakan, kegempaan masih tinggi terpantau kekuatan gempa 80 Magnitudo.

Tingginya aktivitas Sinabung menyebabkan pengungsi terus bertambah. Hingga saat ini, lebih dari 26 ribu jiwa. Mereka mengungsi di 36 titik pengungsian tersebar di radius 10  kilometer hingga 15 kilometer dari kaki gunung.

Sumber: mongabay.co.id

read more