close

OIC

Flora Fauna

Ahli Orangutan Sumatra Kampanye Lingkungan di Australia

Ahli konservasi Orangutan Sumatera, Panut Hadisiswoyo akan berbicara di Mullumbimby Minggu (18/8/2019) dari jam 5 sore sampai jam 8 malam. Panitia mengatakan Pendiri dan direktur Orangutan Information Centre (OIC) tersebut akan menyampaikan pengalamannya selama melakukan kegiatan penyelamatan Orangutan. Panut didampingi staf komunikasi OIC Nayla Azmi dalam sesi interaktif khusus di Byron Community College, Mullumbimby, Australia.

Kunjungan ini didukung oleh lembaga Rainforest 4 Foundation yang berbasis di Mullum, dimana pendirinya, Kelvin Davies memiliki hubungan dekat dengan OIC.

Davies mengatakan dirinya bertemu Panut tahun 2008 dan semenjak itu mereka mulai membangun hubungan antara orang-orang Sumatera Utara dan Byron Shire. “(Hubungan) Ini membuahkan hasil yang fantastis seperti penanaman 1,7 juta pohon di Sumatra untuk memulihkan habitat satwa liar,”ujar Davies.

“Panut dan Nayla akan menjelaskan bagaimana organisasi mereka mendapatkan kembali dan memulihkan hutan hujan, dan akan berbagi pengalaman mereka menyelamatkan orangutan, mengatasi kejahatan terhadap satwa liar, dan bekerja dengan masyarakat lokal untuk mengubah lingkungan dan ekonomi mereka. Yang paling penting dari semuanya, mereka akan melibatkan dan memberdayakan warga Australia dengan pengetahuan dan sarana untuk menjadi pembela hutan hujan dalam hak mereka sendiri,”kata Davies.

Pada malam harinya, Panut dan Nayla akan berbagi cerita tentang pusat-pusat permakultur yang mereka bina di seluruh Sumatera bagian utara.

OIC atau Pusat Informasi Orangutan, adala organisasi nirlaba Indonesia, membuat perbedaan besar di Sumatera utara melalui upaya konservasi dan pengembangan masyarakat di dan sekitar Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), salah satu ekosistem yang paling kaya keanekaragaman hayati nya.
Dalam empat tahun terakhir OIC telah menyelamatkan dan memindahkan lebih dari 160 orangutan, memulihkan 2.000 hektar hutan hujan, membawa 37 kasus kejahatan terhadap satwa liar ke pihak berwenang, memberikan 1.130 sesi pelatihan kepada masyarakat, dan memberikan beasiswa Orangutan Peduli kepada lebih dari 120 mahasiswa.

KEL juga dikenal sebagai” Tempat Terakhir di Bumi “, karena merupakan satu-satunya tempat yang tersisa di mana orangutan, gajah, harimau, badak, dan beruang madu Sumatera hidup di habitat yang sama.[]

Sumber: echo.net.au

read more
Green Style

Populasi Orangutan Sumatera Turun 10 Kali Lipat dalam Satu Abad

Medan – Berdasarkan hasil Population and Habitat Viability Assesment (PHVA) orangutan 2016, orangutan sumatera (Pongo abelii) tercatat sebanyak 14.470 individu tersebar di 52 meta populasi (kelompok terpisah/kantong populasi) dan 38 persen di antaranya diprediksi lestari dalam 100 -150 tahun mendatang. Namun,100 tahun yang lalu jumlahnya orangutan sumatera 10 kali lipat atau sekitar 140.000 ekor.

Hal tersebut dikatakan Panut Hadisiswoyo, pendiri Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre (YOSL-OIC), saat konferensi pers dan rilis program NOWUC3 (Sekarang Anda Melihat Saya-red), Senin (13/5/2019) malam.

Ia menjelaskan, banyak faktor yang menyebabkan penurunan populasi orangutan yaitu mulai dari deforestasi (penebangan hutan) hingga ekspansi perkebunan, pertambangan, dan pembangunan lainnya. “Atau misalnya pembangunan hidro dam, PLTA. Ini akan jadi ancaman terhadap orangutan. Artinnya kita perlu berusaha untuk mempertahankan habitatnya yang tidak banyak lagi tersisa,” katanya. Menurutnya, jumlah populasi tersebut adalah angka yang tersisa dan harus dipertahankan.

Namun secara umum, kepedulian masyarakat terdahap orangutan sangat rendah karena dianggap tidak ada keterkaitan dengan hidup orang banyak. Padahal, menurut Panut, berbicara penyelamatan orangutan sama halnya berbicara tentang upaya penyelamatan habitatnya. “Habitat orangutan itu memberi banyak manfaat. Menjaga kelangsungan jasa ekosistem yang sangat penting,” katanya.

Menurut Panut, pihaknya akan terus berjuang meningkatkan kesadaran masyarakat, mengedukasi, mengajak untuk berbuat nyata dengan tidak merusak hutan, tidak menembaki orangutan, dan tak menganggapnya hama. “Kolaborasi semua pihak menyelamatkan spesies ini sangat penting. Kita harus bisa berbagi ruang dengan mereka,” ujarnya.

Dia mengaku heran ketika ada beberapa pihak yang menyebut kelompok yang menyuarakan penyelamatan hutan dianggap menghambat pembangunan. “Itu tudingan kekanakan. Ketika menyuarakan kepentingan orangutan dianggap sebagai pembawa pesan pihak lain yang tak punya kepentingan. Toh pembangunan PLTA itu juga didorong oleh kepentingan perusahaan yang bukan dari Indonesia. Ketika menyuarakan orangutan kita, hutan kita, lalu dianggap menyuarakan kepentingan orang luar. Itu sama sekali tidak relevan,” katanya.

Sementara itu, General Manager Hotel Santika Medan, Ariestra Prasetio mengatakan, program NOWUC3 adalah sebuah ajakan bersama YOSL-OIC dan Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), untuk memperkaya informasi dan pengetahuan tentang orangutan. “Jadi hari ini kita launching NOWUC3, artinya anda bisa melihat saya, tidak hanya ketika ada kabar penganiayaan atau kematian orangutan,” katanya.

Santika Premiere Dyandra Hotel & convention Medan akan menggunakan seluruh sumber dan jaringan yang cukup besar tersebut untuk mendukung jerih payah YOSL-OIC dan YEL untuk menyokong kehidupan orangutan. “Dalam hal ini Santika Dyandra Medan menginisiasi agar jaringan Santika Indonesia untuk peduli kepada orangutan,” katanya.

Sumber: kompas.com

read more