close

perubahan iklim

Green Style

Urban Farming dan Parktivist Awali Rangkaian HiddenPark 2013

Kegiatan Urban Farming dan Parktivist yang digelar pada Jumat (18/10/2013) dan Minggu (20/10/2013) lalu telah mengawali rangkaian acara HiddenPark 2013 yang akan berlangsung mulai 26 Oktober hingga 17 November 2013 di kawasan Taman Tebet Jakarta Selatan.

Urban Farming dilangsungkan di Taman Honda Tebet melibatkan siswa dari sejumlah sekolah di kawasan Tebet, diantaranya siswa dari SMPN 73 Jakarta, SMP Muhammadiyah 10 Tebet dan SMP Muhammadiyah 36 Tebet. Masing sekolah tersebut membawa 25 orang siswa dan didampingi oleh para guru selain juga diikuti oleh anggota masyarakat lain seperti mahasiswa dan masyarakat umum.

Dalam kegiatan Urban Farming yang juga didukung oleh Yayasan Usaha Mulia, sebuah organisasi yang fokus pada sosial work ini, para peserta melakukan penanaman sejumlah tumbuhan seperti selada hijau, selada merah, mint, cai sim, pakcoy, basel dan kangkung. Semua tumbuhan ini ditanam pada wadah berupa botol mineral bekas dan tong minyak bekas dengan diberikan pupuk organik seperti kotoran ayam, kambing, dedaunan serta potongan kayu bekas.

“Kami memang memilih tanaman yang waktu tanamnya sekitar satu bulan saja. Sehingga pada akhir penyelenggaraan HiddenPark 2013 pada 17 November mendatang, tanaman – tanaman tersebut sudah bisa dipanen dan kami juga memberikan kesempatan serta memfasilitasi para pengunjung acara ini untuk melakukan penanaman di lokasi acara,”dikatakan oleh Public Relations Leaf Plus, konsultan sekaligus pelaksana HiddenPark 2013 Rahma Nurdina.

Sementara pada hari Minggu (20/10/2013) di Taman Bibit Tebet telah diselenggarakan kegiatan Parktivist, yaitu sebuah pelatihan bagi para relawan yang nantinya akan menjadi cikal bakal komunitas HiddenPark serta mengajak masyarakat luas khususnya warga DKI Jakarta untuk peduli terhadap taman yang ada di sekeliling mereka serta memanfaatkan fungsi taman secara maksimal.

Puluhan peserta Parktivist pada hari Minggu itu juga melakukan kegiatan lain seperti park cleaning up, pembuatan lubang biopori dan pemupukan tanaman yang ditanam pada acara Urban Farming. Para aktivis ini juga akan terlibat langsung selama acara HiddenPark berlangsung.

“Kami ingin masyarakat, khususnya di DKI Jakarta memiliki sense of belonging terhadap taman – taman yang ada. Seiring dengan tumbuhnya kesadaran akan pentingnya hidup sehat belakangan ini, taman – taman yang ada bisa menjadi pilihan untuk melakukan kegiatan kreatif,” tambah Dina.[rel]

read more
Perubahan Iklim

UKP4 Tetap Bekerja Sampai Badan Pengelola REDD+ Terbentuk

Kepala Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Kuntoro Mangkusubroto, hari Selasa di Jakarta memastikan bahwa kerja Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+ (Satgas REDD+) yang habis masa tugasnya akhir Juni lalu, tetap dilaksanakan oleh UKP4 sampai Badan Pengelola REDD+ (1) terbentuk.

“Selama Badan Pengelola REDD+ belum terbentuk, maka fungsi dan tugas dari Badan ini dijalankan oleh UKP4, sesuai ketentuan dalam Perpres 62 nomor 2013,” tegas Kuntoro. “Semua kerja yang telah mulai dibangun oleh Satgas REDD+ penting untuk terus dijaga momentumnya, termasuk good governance, transparansi dan akuntabilitas, partisipasi dalam mengelola REDD+ dalam konteks multi-sektor,” lanjutnya.

Dalam masa transisi ini, UKP4 menggelar serangkaian lokakarya implementasi REDD+ di Indonesia dengan mengundang para pihak untuk mendiskusikan berbagai situasi persoalan lapangan dan sejumlah tantangan dan peluang bagi implementasi REDD+ dan kelanjutannya.

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan yang membuka lokakarya ini bersama Kepala UKP4 menyambut baik Badan Pengelola REDD+ yang susunan organisasinya akan segera dilengkapi ini.

“Kami berharap kemitraan yang produktif dapat dijalin dengan Badan yang baru ini terutama untuk MRV-nya. Begitu luas tugas Kemenhut, maka semakin banyak mitra semakin bagus. Tantangannya ke depannya adalah bagaimana melaksanakan MRV ini, karena instrumen ini dapat sangat membantu kita dalam melaksanakan berbagai tugas dari mulai restorasi ekosistem sampai memantau adanya pelanggaran,” kata Menhut pada pembukaan lokakarya.

Lokakarya ini adalah seri pertama dari serangkaian Seri Lokakarya Implementasi REDD+ yang diselenggarakan dalam kurun waktu antara Oktober sampai Desember 2013. Fokus lokakarya kali ini adalah seputar implementasi REDD+ di Indonesia dan transisi operasionalisasi ke Badan Pengelola REDD+ di Indonesia.

Pemateri dan peserta adalah staf kunci dari berbagai Kementerian dan Lembaga terkait dan dari kelompok-kelompok kerja eks-Satgas REDD+. Paparan dan diskusi dalam akan terfokus pada strategi dan rencana aksi REDD+ baik di tingkat nasional maupun sub-nasional, upaya pengarus-utamaan kepada para pihak, termasuk Kementerian dan Lembaga, dan Kelembagaan REDD+ termasuk di dalamnya MRV dan Instrumen Pendanaan. [rel]

read more
Perubahan Iklim

Penginderaan Jarak Jauh untuk Mengukur Emisi Lahan Gambut

Indonesia Climate Change Center (ICCC), sebuah lembaga di bawah kemitraan Indonesia-Amerika Serikat, saat ini sedang mengembangkan metode untuk mengukur dan memperkirakan jumlah emisi karbon dari kebakaran gambut.

Untuk langkah awal inisiasi ini, ICCC telah melakukan lokakarya tentang pengembangan metodologi perkiraan Gas Rumah Kaca (GRK) dari kebakaran lahan gambut pada 3 Oktober 2013 lalu. Lokakarya ini dihadiri oleh para pakar gambut internasional dan nasional, para perwakilan dari kementrian dan lembaga pemerintah terkait, LSM dan institusi terkait. Lokakarya ini memfasilitasi masing-masing lembaga pemerintah, non-pemerintah dan ahli gambut untuk dapat mengetahui kesenjangannya dan bisa saling melengkapi sehingga salah satu target Rencana Aksi Nasional GRK yaitu pengurangan emisi dari kebakaran lahan gambut tercapai.

Communications Officer ICCC Arfiana Khairunnisa, dalam rilisnya mengungkapkan, hingga saat ini data tentang laporan emisi gas rumah kaca kebakaran lahan gambut, baik dari segi kualitas maupun kuantitas masih sangat terbatas. Sehingga mengarah ke mis informasi yang tidak dapat dipercaya.

“Apa yang dibutuhkan segera adalah penyediaan data yang diperlukan oleh sistem tersebut, terutama untuk perkiraan jumlah emisinya, serta sinkronisasi dengan lembaga pemerintah, non-pemerintah, dan para ahli gambut,”kata Farhan Helmy, Sekretaris Kelompok Kerja Mitigasi, Dewan Nasional Perubahan Iklim.

Dari laporan pertama Indonesia ke lembaga dunia yang konsen pada isu perubahan iklim, UNFCCC, disebutkan bahwa kebakaran lahan gambut berkontribusi pada GRK sebesar 20-40 persen. Sedangkan studi terbaru menyatakan, lahan gambut yang terbakar berkontribusi sekitar 13 persen dari total inventori GRK nasional pada 2000. Selain itu, beberapa hasil studi yang ada menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Situasi ini diperburuk dengan belum adanya panduan yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) untuk metodologi perkiraan jumlah emisi GRK dari kebakaran gambut.

Farhan melanjukan, walaupun sebagian data yang dibutuhkan sudah tersedia, namun belum tentu semuanya mudah diakses atau kualitasnya tidak memadai sehingga tidak layak dan kredibel. Sehingga, dibutuhkan institusi yang bertanggung jawab atau memiliki tugas pokok khusus memperkirakan emisi GRK dari kebakaran gambut.

Pakar kebakaran gambut, Dr. Kevin Ryan, dalam lokakarya tersebut menambahkan, memang yang dibutuhkan adalah kerjasama interdisipliner, sebab mempekirakan jumlah emisi dari kebakaran gambut berbeda dengan memperkirakan jumlah emisi dari kebakaran lain. Banyak faktor yang harus diperhitungkan dalam hal ini, termasuk biomassa di atas permukaan tanah, biomassa di bawah permukaan tanah, kondisi cuaca dulu dan sekarang, kondisi hidrologi, apakah kebakaran berada di atas permukaan atau bara api di bawah permukaan. Jadi, tidak ada “perbaikan cepat” yang dapat dilakukan untuk kajian perkiraan jumlah emisinya.

Ada beberapa metode untuk penilaian perkiraan jumlah emisi. Dr. Mark Cochrane, pakar penginderaan jauh, dalam workshop mendiskusikan tentang potensi penginderaan jarak jauh dalam mendeteksi kebakaran lahan gambut. Mark memberi contoh penggunaan satelit MODIS yang mendeteksi titik api. “Tetapi satelit ini masih terbatas pada titik api pada permukaan saja, sehingga tidak bisa mendeteksi banyak api dan tidak menyediakan luas area yang terbakar.”ujarnya.

Memahami situasi seperti ini, ICCC berinisiatif untuk terlibat dalam pengembangan metodologi perkiraan jumlah emisi GRK dari kebakaran gambut. Apalagi Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan gambut luas di dunia yaitu 14,9 juta hektar, yaitu diperkirakan luas lahan gambut di Indonesia lebih dari 10% luas total daerahnya. (Marwan Azis).

read more
Perubahan Iklim

Kematian Akibat Cuaca Ekstrim Naik Tiga Kali Lipat

Para ahli memperkirakan jumlah kematian akibat panas ekstrim akan meningkat tiga kali lipat di Sidney-Australia pada akhir abad ini. Bocoran draft laporan lembaga Intergovernmental Panel on Climate Change (Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim/IPCC) memperingatkan hal tersebut.

Sementara itu setiap tahunnya 800.000 orang akan jatuh sakit akibat makanan dan air yang terkontaminasi – sementara lebih dari 270.000 rumah beresiko amblas ke laut akibat kenaikan permukaan laut .

Laporan kedua IPCC yang belum pernah dirilis ini juga memperingatkan bahwa aset di pesisir termasuk rumah, kereta api dan infrastruktur jalan senilai $ 226 miliar beresiko dengan adanya kenaikan permukaan air laut setinggi 1,1 meter.

Laporan mengungkapkan Australia bagian tenggara terkena dampak perubahan iklim global ” hotspot ” dengan pemanasan laut lebih cepat daripada di tempat lain di planet ini dan akan meningkat sebesar 10 persen lebih dari rata-rata global .

Prediksi gelombang panas lebih ekstrim menerpa Sydney Oktober minggu lalu dicatat sebagai salah satu hari terpanas dalam catatan .

Saat kebakaran hutan berkobar di seluruh negara kemarin, laporan ini memperingatkan bahaya kebakaran ekstrim akan meningkat hingga 30 persen pada 2020 – dan hingga 100 persen pada tahun 2050 .

” Ada keyakinan tinggi bahwa peningkatan kejadian kebakaran di selatan Australia akan meningkatkan ancaman kepada orang-orang , properti dan infrastruktur seperti jaringan transmisi listrik , ” laporan tersebut mengatakan.

Ilustrasi cuaca | Foto: News Limited
Ilustrasi cuaca | Foto: News Limited

Laporan memperingatkan suhu global naik antara 2C dan 4C pada tahun 2100 jika tanpa tindakan yang signifikant dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Pemanasan di atas 2C dianggap berbahaya, sementara 4C dianggap bencana .

Draft Kelompok Kerja II AR5 – yang diperoleh oleh The Daily Telegraph – meneliti sejauh mana dampak perubahan iklim di berbagai wilayah dunia .

Pada bagian tentang Australasia , yang ditulis oleh 45 ilmuwan dari Australia , New Zealand dan Amerika Serikat, lebih dari 100 halaman mengungkapkan dampak perubahan ini terjadi di sektor ekonomi seperti industri, kesehatan manusia dan ekosistem.

Proyeksi untuk Australia termasuk peringatan bahwa kematian akibat gelombang panas di Sydney akan tiga kali lipat selama 70 tahun ke depan dari 2,5 per 100.000 menjadi 7,4 per 100.000 di bawah skenario emisi tinggi.

Dan jumlah hari yang melebihi 40C sepanjang bagian pantai New South Wales, termasuk Sydney akan meningkat menjadi antara 10 dan 20 hari.

” Proyeksi kenaikan gelombang panas akan meningkatkan kematian dan pasien yang berhubungan dengan panas, terutama orang tua, ditambah dengan pertumbuhan penduduk dan penuaan, ” kata laporan itu.

” Peningkatan yang substansial kematian terkait panas diperkirakan untuk Sydney tanpa adaptasi. Kematian tahunan terkait panas per 100.000 orang yang diperkirakan akan naik tiga kali lipat dari hampir 2,5 di 1961-1990 menjadi 7,4 pada 2070-2099″ .

Untuk pertama kalinya, kerusakan infrastruktur juga dinilai, dengan laporan menemukan bahwa kenaikan permukaan laut 1,1 meter akan mempengaruhi lebih dari $ 226 miliar aset di Australia , termasuk sampai dengan 274.000 bangunan perumahan dan 8000 bangunan komersil.

” Sedangkan besarnya kenaikan permukaan air laut selama abad ke-21 masih belum jelas, penelitian selama berabad-abad menunjukkan bahwa realisasi risiko ini hanya masalah waktu. ”

Sumber: dailytelegraph.com.au

read more
Ragam

Fotografer Aceh, Fahreza Ahmad, Juarai Lomba Foto Lingkungan ASEAN

Badan ASEAN Centre for Biodiversity ( ACB ) dan GIZ mengumumkan pemenang lomba foto lingkungan ASEAN yang bertemakan ” Zooming in on Biodiversity and Climate Change”, dalam acara pertemuan ke-IV ASEAN Konferensi Heritage Parks,  1 Oktober 2013 lalu di Tagaytay City, Filipina . Hal yang membanggakan, fotografer dari Aceh, Fahreza Ahmad, berhasil meraih juara III dalam lomba ini dengan fotonya yang berjudul “Flood”. Fahreza adalah fotografer yang aktif memotret isu-isu lingkungan di Aceh.

Acara penyerahan penghargaan dipimpin oleh Direktur Eksekutif ACB , Atty . Roberto V. Oliva dan Direktur Proyek Keanekaragaman ACB – GIZ dan Proyek Perubahan Iklim ( BCCP ), Dr Berthold Seibert.

Lomba foto ini dimulai sejak 1 Desember 2012 hingga 31 Juli 2013, dengan tujuan menarik perhatian publik terhadap isu-isu keanekaragaman hayati yang bersinggungan dengan isu perubahan iklim dan perlunya tindakan global dan lokal untuk mengatasi kedua masalah ini .

Panitia dari ACB dan GIZ menerima 798 foto dari peserta Kamboja , Indonesia, Malaysia , Myanmar, Filipina , Singapura, Thailand dan Viet Nam.  Pemenang dibagi dalam beberapa kategori yaitu pemuda, amatir dan kategori profesional. Fahreza memenangkan juara untuk kategori profesional. Ia memotret situasi banjir yang terjadi di Padang Tiji-Pidie, beberapa waktu lalu. Ini merupakan kemenangan keduanya di pentas international setelah sebelumnya sempat meraih juara dalam lomba foto yang diadakan oleh UNESCO Republik Rakyat China.

Ketiga pemenang Hadiah Pertama adalah: Kategori Pemuda – Dimas Dwi Adiansyah (Indonesia) untuk fotonya berjudul “Working together for the future “; Kategori Amatir – Jose Melencio ” Bimbo ” M. Brillo (Filipina) untuk fotonya berjudul ” No Fly Zone “; Kategori profesional – Kyaw Kyaw Winn (Myanmar) untuk fotonya berjudul ” Harapan ” .

“Working Together for the Future” oleh Dimas Dwi Adiansyah (Indonesia)

Para pemenang lainnya : Kategori Pemuda, pemenang kedua – Jan Brendan Singlador ( Filipina ) untuk fotonya berjudul ” Mangrove Planting”, Kategori Amatir, pemenang kedua, – Aldrin Cuadra ( Filipina ) untuk fotonya berjudul ” Hope”; Kategori Amatir, pemenang ketiga – Aditya Nugraha ( Indonesia ) untuk fotonya ” Mudskipper Fight”, Kategori Profesional, pemenang kedua – Nikki Sandino Victoriano (Filipina) dengan fotonya berjudul ” Man-made Forest “dan pemenang ketiga untuk kategori profesional – Fahreza Ahmad (Indonesia) untuk foto berjudul “Flood. ”

Mudskipper Fight oleh Aditya Nugrah (Indonesia)

Sementara itu Wilfredo Leonado memenangkan foto pilihan pembaca dengan potretnya yang berjudul “Surviving Drought, ” yang mengantongi jumlah like tertinggi di Facebook .

Total hadiah sebesar US $ 4000 diterima oleh pemenang di semua kategori. Foto para pemenang akan diterbitkan dalam  ASEAN Biodiversity Magazine dan publikasi internasional lainnya dan ditampilkan dalam pameran yang akan di negara-negara ASEAN .

Surviving Drought oleh Wilfredo Leonado

” Kehilangan keanekaragaman hayati dan perubahan iklim merupakan tantangan yang mengkhawatirkan untuk kawasan ASEAN dan seluruh dunia . Untuk mengatasi masalah ini, kita perlu bantuan semua pihak. Lomba foto ini telah memberi kita kesempatan untuk melibatkan profesional, fotografer amatir dan siswa dalam menghasilkan kesadaran untuk keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. Foto mereka akan digunakan sebagai alat pendidikan sehingga orang dapat belajar tentang isu-isu kunci , ” kata Atty . Oliva.

Menurut Dr Berthold Seibert, hubungan antara keanekaragaman hayati dan iklim merupakan salah satu paling sedikit dipahami , namun salah satu hal yang paling penting . ” Minimnya pengetahuan sering diterjemahkan menjadi ketidakpedulian dan kurangnya tindakan.  Selamat kepada semua pemenang, gambar mereka telah menangkap kebutuhan mendesak untuk mengatasi hilangnya keanekaragaman hayati dan perubahan iklim , ” jelasnya .[]

Sumber: aseanbiodiversity.org

read more
1 6 7 8
Page 8 of 8