close

polusi

Green Style

Mengerikan, Seperempat Kematian Global Akibat Polusi

Hampir satu dari empat total kematian global tahunan, berkaitan dengan lingkungan, menurut pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 15 Maret 2016 lalu. Laporan tersebut menyatakan bahwa 12,6 juta kematian setiap tahunnya merupakan konsekuensi dari tinggal atau bekerja di lingkungan yang tidak sehat.

Menurut WHO, faktor risiko lingkungan seperti udara, air, dan polusi tanah, paparan bahan kimia, perubahan iklim, dan radiasi ultraviolet, berkontribusi terhadap lebih dari 100 penyakit dan cedera.

Penyakit non-menular seperti penyakit jantung dan kanker yang berhubungan dengan paparan polusi, bertanggungjawab terhadap 8,2 juta kematian di seluruh dunia setiap tahun, hampir dua pertiga dari total kematian.

Laporan itu juga mengatakan bahwa penyakit seperti infeksi malaria dan diare, yang terkait dengan kualitas air yang buruk, sanitasi dan pengelolaan limbah, terus menurun, meskipun mereka masih menghasilkan satu sepertiga dari total korban.

WHO mengungkapkan bahwa akses terhadap air, sanitasi, imunisasi, kelambu yang bebas insektisida, dan obat-obatan esensial adalah alasan mengapa jenis penyakit ini telah menurun.

Stroke adalah penyebab nomor satu kematian terkait polusi lingkungan, yang telah “membunuh” 2,5 juta orang setiap tahunnya. Penyebab lain yang mengakibatkan kematian adalah penyakit jantung iskemik, insiden kecelakaan lalu lintas yang berakibat kematian, kanker, penyakit pernapasan kronis, penyakit diare, dan infeksi saluran pernapasan.

“Ada kebutuhan mendesak untuk investasi dalam strategi untuk mengurangi risiko lingkungan di perkotaan, rumah, dan tempat kerja kita,” ujar Dr. Maria Neira, Direktur Departemen Kesehatan Masyarakat, Lingkungan, dan Penentu Kesehatan Sosial di WHO.

“Investasi tersebut dapat secara signifikan mengurangi beban di seluruh dunia terhadap peningkatan penyakit jantung dan pernapasan, luka, serta kanker. Selain itu juga menghasilkan penghematan langsung dalam biaya kesehatan,” lanjutnya.

Dunia Timur telah menyaksikan banyak kematian terkait lingkungan, khususnya di Asia dan Afrika. Laporan menunjukkan bahwa terdapat 3,8 juta kematian setiap tahunnya di Asia Tenggara, diikuti oleh 3,5 juta orang di kawasan Pasifi k Barat, dan 2,2 juta orang di Afrika. Kawasan Eropa melaporkan 1,4 juta kematian akibat pencemaran lingkungan setiap tahun, dan 854.000 orang di Mediterania Timur.

Sementara di Amerika, WHO memperkirakan dampak terendah, dengan 847.000 kematian setiap tahunnya. Anak balita dan orangtua usia 50 sampai 75 tahun adalah yang paling terpengaruh.

“Lingkungan yang sehat mendasari populasi yang sehat,” kata Direktur Jenderal WHO, Dr. Margaret Chan.

“Jika negara tidak mengambil tindakan untuk membuat lingkungan dimana orang hidup dan bekerja secara sehat, jutaan orang akan terus menjadi sakit dan mati dalam usia muda,” tambahnya.

WHO mengatakan dalam laporan itu bahwa pada Majelis Kesehatan Dunia pada Mei 2016 ini, mereka akan mengusulkan pemetaan secara menyeluruh guna meningkatkan respon global terhadap sector kesehatan untuk mengurangi efek dari polusiudara. ()

Sumber: Epochtimes/Osc/Yant

read more
Kebijakan Lingkungan

Benarkah Perusahaan Rugi Jika Memasukan Biaya Lingkungan?

Mungkin Anda tak percaya fakta ini setelah banyak melihat perusahaan berusaha keras memoles citra mereka dan menampilkan diri sebagai progresif dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. Ini mereka lakukan walaupun mereka telah mengubah daratan menjadi gurun dan lautan menjadi zona mati. Sayangnya, seperti tokoh terkenal Mark Twain pernah berkata, “Lebih mudah membodohi orang daripada meyakinkan mereka bahwa mereka telah tertipu “.

Dengan sistem sekarang ini, memungkinkan hampir setiap perusahaan untuk mengeksternalisasi biaya baik lingkungan dan sosial. Pada artikel ini, kita bahkan tidak membahas biaya sosial. Perumpamaan biaya eksternalisasi adalah seperti membuat orang lain membayar sebagian atau seluruh biaya Anda. Misalnya, perusahaan BP mengeksternalisasi biaya lingkungan ketika bencana Deepwater Horizon dengan mengambil semua keuntungan tetapi membuat pemerintah membayar upaya perbaikan secara buruk dalam menghentikan krisis lingkungan tersebut.

Trucost atas nama Program The Economics of Ecosystems and Biodiversity (TEEB) yang disponsori oleh Program Lingkungan PBB telah mengeluarkan sebuah laporan. Laporan ini merupakan hasil penelitian bagaimana uang yang diperoleh oleh industri-industri terbesar di planet ini, dan kemudian membandingkan pengeluaran mereka dengan 100 jenis biaya lingkungan. Untuk membuatnya lebih mudah, Trucost memperkecil 100 kategori ini menjadi 6 kategori saja: penggunaan air, penggunaan lahan, emisi gas rumah kaca, polusi limbah, polusi tanah, dan polusi air.

Laporan ini membeberkan fakta bahwa dengan memasukan biaya-biaya eksternal dalam perusahaan, pada dasarnya tak membuat industri itu benar-benar mendapat laba. Industri-industri pencetak laba besar seperti industri minyak, daging, tembakau, pertambangan, elektronik, telah membayar demi masa depan dengan melakukan perdagangan berkelanjutan untuk kepentingan bersama. Faktanya, kadang-kadang biaya lingkungan jauh melebihi pendapatan, yang berarti bahwa industri ini akan merugi jika mereka membayar kerusakan ekologis (eksternalitas) yang ditimbulkan.
tabel teratas

Sebagai contoh, dalam hal penggunaan lahan dan air malah hampir tidak ada perusahaan yang benar-benar membayar setara dengan apa yang mereka ambil dari ekosistem. Misalnya saja perusahaan raksasa Nestle yang menyedot air dalam tanah tanpa batas sehingga menyebabkan kekeringan di California tapi membayar eksternalitas dengan harga yang murah.  Kemudian Nestle menjual produk yang telah diolah dengan air tanah tersebut kembali ke masyarakat yang terkena dampak kekeringan dan mendapat keuntungan sekitar  $ 4 miliar per tahun (berdasarkan data 2012).

Bahkan fakta yang lebih menakutkan dalam semua ini adalah bahwa biaya tidak langsung dari industri “hilir” sebenarnya lebih besar. Berikut adalah 5 sektor teratas dengan biaya sangat besar.
5 sektor trbesar

Industri daging dan batubara mungkin adalah pelanggar terbesar. Jika Anda melihat tabel 2 di atas, Anda dapat melihat bahwa peternakan di Amerika Selatan menimbulkan biaya lingkungan yang lebih tinggi 18 kali dari semua pendapatan yang hasilkan. Fakta yang tak kurang mengejutkan adalah sekitar 91% kerusakan hutan hujan Amazon didorong oleh pengembangan sektor peternakan.

Berapa banyak uang perusahaan harus dikeluarkan,  jika mereka benar-benar  memperbaiki kerusakan lingkungan atau membayar untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan?  Jadi, sangat jelas bahwa sistem saat ini sangat koruptif/lemah.

Apa yang dapat kita lakukan terhadap hal itu? Yah, kita harus meminta perusahaan berhenti berpura-pura “bertanggung jawab terhadap lingkungan” ketika mereka berperilaku lebih buruk daripada anak nakal yang pernah anda temui. Bayangkan jika seseorang datang dan menghancurkan dapur anda untuk membuatkan anda sepotong roti dengan mentega, kemudian meminta uang untuk roti tersebut? Bukankah ini omong kosong dan konyol jika ia mengatakan bahwa ia adalah juru masak yang bertanggung jawab.

Stop omong kosong ini, kita perlu mencari dan mendukung solusi yang sebenarnya. Kita harus bersedia untuk memboikot dan melakukan kampanye melawan produk “murah” yang sebenanya “mahal” karena merusak lingkungan,  serta menekan pemerintah untuk mengubah peraturan. Apakah kita harus mengharapkan perusahaan untuk berubah jika tidak konsumen atau pemerintah yang memaksa mereka?

Sumber: www.exposingtruth.com

read more
Ragam

India Luncurkan Indeks Kualitas Udara

Berdasarkan Indeks Preferensi Lingkungan tahun lalu, dalam hal kualitas udara India menempati peringkat 174 dari 178 negara. Selain itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mencatat, 13 kota di India merupakan bagian dari 20 kota paling tercemar di dunia. Dengan New Delhi menempati urutan pertama yang menjadi kota paling tercemar di dunia. Kondisi mengkhawatirkan yang diakibatkan polusi udara ini menjadi penyebab utama kematian dini di India. Dari data yang diperoleh WHO terkait polusi udara, sekitar 620 ribu orang di India meninggal setiap tahunnya.

Dilansir dari BBC News Senin (6/4/2015), Perdana Menteri India Narendra Modi mengatakan, terkait peningkatan polusi ini limbah dan industri adalah dua faktor utama yang menyebabkan polusi kota-kota di India semakin tercemar.

“India harus memimpin dalam membimbing dunia memikirkan cara-cara untuk memerangi perubahan iklim”, kata Narendra.

Narendra mengutarakan, bahwa dunia berpikir India tak peduli lingkungan. Oleh karena itu, Ia ingin mengubah anggapan itu, bahwa India selalu menghormati lingkungan. Dengan upaya mengajak masyarakat India mengubah gaya hidup untuk mengurangi polusi. Dan beberapa waktu lalu, India telah meluncurkan indeks kualitas udara pertama, yang memberikan informasi real time terkait tingkat polusi. Indeks tersebut untuk awal akan memantau kualitas udara di 10 kota di India.

Terkait hal ini, Menteri Lingkungan Hidup India Prakash Javadekar mengatakan, indeks kualitas udara terbukti menjadi pendorong utama meningkatkan kualitas udara di perkotaan. Dengan adanya ini diharapkan akan meningkatkan kesadaran masyarakat kota untuk mengambil langkah-langkah mitigasi polusi udara. Indeks baru awalnya akan mencakup 10 kota antara lain Delhi, Agra, Kanpur, Lucknow, Varanasi, Faridabad, Ahmedabad, Chennai, Bangalore dan Hyderabad. Rencananya akan diperluas hingga lebih ke 60 kota. []

Sumber: pewartaekbis.com

read more
Kebijakan Lingkungan

Lawan Polusi, Beijing Target Pedagang Kaki Lima

Prihatin atas polusi yang melanda ibukota Cina, pemerintah kota Beijing mulai 1 Mei akan menindak keras pedagang kaki lima yang memasak di udara bebas. Jongko-jongko sate diperkirakan paling merugi.

Sepanjang musim panas yang membakar di Beijing, banyak warga yang berkumpul di meja-meja yang terletak di pinggir jalan, minum bir dan menyantap makanan yang dimasak di tengah udara bebas, dan larangan yang mulai berlaku 1 Mei 2014 tadi tentunya akan berdampak besar.

Aturan baru yang dikeluarkan pemerintah kota Beijing, yang juga menarget tempat makan yang menyajikan hidangan dingin, dimaksudkan untuk menjaga keamanan pangan dan mengontrol smog atau asap kabut, demikian dilaporkan kantor berita pemerintah China News Service melalui situs mereka.

Cemilan populer seperti salad mentimun bawang putih dan kulit tahu segar kemungkinan besar tidak akan lagi dijajakan di pinggir jalan, kembali menurut laporan. Panggangan yang digunakan untuk memasak bertusuk-tusuk sate daging kambing, sapi, sayap ayam dan sayuran harus dipindahkan ke dalam ruangan.

Aturan konyol?
Bertahun-tahun pertumbuhan ekonomi tanpa aturan ketat telah berdampak buruk bagi lingkungan negeri tirai bambu, dan polusi menjadi penyebab terbesar keresahan dan ketidakpuasan warga. Pemerintah di Beijing kini menyatakan bahwa mengatasi polusi menjadi salah satu prioritas utama.

Kekhawatiran akan keselamatan pangan, mulai dari nasi yang tercemar kadmium hingga pemakaian minyak jelantah, juga telah mencoreng Cina dan mempengaruhi kepercayaan konsumen.

Kepala urusan luar negeri Beijing mengundang cemoohan dari kalangan mikroblogger bulan Oktober 2013 ketika ia mengklaim bahwa menumis saat masak sebagai salah satu penyebab terbesar polusi udara. Skeptisisme yang serupa juga datang dari para aktivis mikroblog Cina hari Rabu (30/4/2014) sebagai tanggapan atas aturan baru.

“Seluruh lingkungan Cina sudah hancur, dan polusi industri serta penggunaan kendaraan bermotor secara berlebihan adalah alasan-alasan utama,” tulis seorang mikroblogger. “Apa gunanya melarang warga Beijing makan salad timun di udara terbuka?”[]

Sumber: dw.de

read more
Ragam

Lingkungan dapat Membalas Perlakuan Manusia

Eddy S Soedjono, akademisi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, mengharapkan pemerintah tak sekadar fokus mengurangi banjir. Menjaga kualitas air juga penting. Realitanya, selama ini kualitas air buruk. Banjir yang mendera warga pun memberi ancaman serius bagi manusia.

Ketua Jurusan Teknik Lingkungan ITS ini mengatakan, menjaga kualitas air maupun lingkungan dapat dilakukan dengan melibatkan warga. Limbah dapat diolah agar lingkungan tetap terjaga. Asal, masyarakat punya pemimpin inovatif. Pemimpin bukan berarti kepala daerah seperti wali kota atau gubernur. Guru hingga ketua RT juga punya peran besar dalam gerakan ini.

Namun demikian, pemerintah seakan pikir panjang menyiapkan anggaran untuk kegiatan serupa. Berbeda dengan alokasi bagi pembangunan infrastruktur, terlebih yang sifatnya investasi. Selama ini pun tersaji pembangunan fisik masif tapi pengelolaan buruk. “Bukan uang enggak cukup tapi dalam pengelolaan kesempatan korupsi kecil. Masuk ke ranah yang uangnya enggak bisa diambil, itu kurang seksi,” ungkap Eddy di Samarinda, awal April lalu.

Eddy mengingatkan, perhatian minim terhadap lingkungan memberi banyak risiko. Salah satunya bahkan bisa bikin pria berperilaku feminin. “Dulu pada masa Orde Baru, pemerintah sangat bagus mengendalikan penduduk dengan mengelola jumlah anak. Bisa dilakukan dengan program KB (Keluarga Berencana) lewat pil oleh ibu. Tapi, pil yang terserap itu sedikit. Sisanya keluar lewat kencing,” terang dia.

Ternyata limbah dari kandungan pil KB bisa bikin perubahan sikap jadi feminin karena terdapat banyak hormon estrogen untuk perempuan. Dan, kondisi ini bukan hanya terjadi kepada manusia. Hewan seperti ikan dan ayam juga kena dampaknya. Ikan maupun ayam bisa bertelur tanpa memiliki pejantan. “Ini semua terjadi karena pencemaran lingkungan,” sebut doktor lulusan The University of Birmingham, Inggris, tersebut.

Perubahan sifat menjadi feminin merupakan salah satu dampak dari Etinil Estradiol. Selain itu, bisa juga menurunkan jumlah sperma, kanker payudara, indung telur, testis, dan prostat. Termasuk mengganggu hormon fetus.

Ini menegaskan bahwa pencemaran lingkungan bukan hanya mengancam alam. Bagi manusia, generasi penerus lebih terancam lagi. Lingkungan rusak mesti dibayar mahal. Manusia bisa mati lebih cepat. Berbeda dengan manusia puluhan tahun lalu yang disebut lebih nyaman karena punya lingkungan bagus. “Anak-cucu kita bisa lebih cepat mati, bahkan dalam kondisi cacat. Lingkungan jahat sekali membalas kita,” tutur pria kelahiran Bandung, 8 Maret 1960 silam.

Sementara, cemaran limbah pabrik yang mengandung logam berat juga memberi dampak besar buat manusia. Pasangan muda yang kena cemaran logam berat, berpotensi besar memiliki anak pengidap autisme. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa anak pengidap autisme, sebagian besar terdapat kandungan logam.

Adapun kandungan logam berat dalam manusia, merusak jaringan saraf dan otak. Kondisi ini bisa tak terhindarkan mengingat logam berat dapat masuk tubuh lewat air mineral konsumsi.

Selain dari limbah pabrik, kandungan logam berat juga terdapat dalam emisi bahan bakar minyak (BBM) premium. Kampanye pemerintah agar publik beralih memakai pertamax dinilai tepat. Kebijakan tersebut bukan hanya demi kepentingan anggaran dalam menekan subsidi, tapi juga atas kelangsungan hidup.

“Bukan mau sok lingkungan, kita mesti pakai pertamax kalau sayang istri. Emisi Pb (timbal) lebih kecil sehingga kandungan timah hitam berkurang. Itu yang bikin banyak terjadi kelainan pada manusia karena logam berat,” urainya.

Eddy menyebut, belakangan banyak muncul pencemaran model baru. Dan, ini banyak disikapi negara-negara maju. Lingkungan dapat pengawasan ketat. Namun demikian, di Indonesia belum demikian. Padahal, peraturan hukum soal lingkungan sudah bagus. Jika Malaysia menetapkan lima parameter baku mutu air limbah, Indonesia bahkan 30 parameter. “Malaysia sampai kagum lihat parameter kita ada 30,” ujar dia.

Namun demikian, perbedaannya adalah Malaysia mematuhi lima parameter yang sudah ditetapkan. Sementara Indonesia, punya 30 parameter tapi tak berjalan. “Kalau disebut kita enggak punya hukum itu tidak benar. Peraturan sudah sangat baik tapi penegakkannya yang buruk,” keluhnya.

Sumber: kaltimpost.co

read more
Kebijakan Lingkungan

Danau Erie yang Hancur Akibat Pencemaran

Danau Erie merupakan danau terbesar keempat dari lima danau terbaik dan populer di Amerika Utara. Dengan luas permukaannya, danau ini menjadi yang terbesar ke-11 di dunia.

Seperti yang dilansir dari Amusingplanet, selain untuk sumber kehidupan penduduk setempat, danau ini merupakan tujuan favorit wisatawan lokal. Bukan hanya itu, air dari danau ini sering dimanfaatkan manufaktur bagi keperluan mereka. Serta dari danau ini, mengalirlah listrik tenaga air ke Kanada dan Amerika Serikat.

Sayang, keindahan danau ini harus dilunturkan oleh pencemaran lingkungan yang terjadi selama puluhan tahun lalu. Tak hanya itu, isu penangkapan ikan secara berlebihan pun mulai ramai, serta kematian ganggang akibat polusi membuat danau ini berubah menjadi serbahijau karena limbah.

Ganggang hidup biasanya akan mengambang di permukaan air, serta dapat berkembang biak secara cepat. Ketika mati, mereka akan tenggelam ke dasar danau, di mana mereka akan membusuk dan menyerap oksigen yang ada dalam air dan menciptakan zona mati dan semua hewan akhirnya tidak dapat bertahan hidup. Pada 2011, ratusan ikan mati di danau ini akibat pencemaran tersebut.

Akibatnya, muncul pula ganggang beracun yang dapat mematikan semua hewan yang ada di danau. Bahkan, seekor anjing akan mati jika berenang dalam air dengan populasi gangang Microcystis aeruginosa tersebut. Kini, Erie tak lebih dari sebuah danau biasa yang sudah tercemar. Bahkan, danau ini mulai ditinggalkan wisatawan sejak danau mulai tak aman.[]

read more
Ragam

Polusi Lingkungan Bisa Sebabkan Autisme

Penyebab pasti autisme memang belum ditemukan meski. Banyak ahli kesehatan percaya genetika, faktor lingkungan, atau kombinasi keduanya bisa saja berperan. Baru-baru ini, sebuah meta-analisis baru menemukan bahwa racun yang berasal dari polusi lingkungan sekitar berperan cukup besar dalam gangguan perkembangan saraf daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Dalam studi baru yang diterbitakan dalam jurnal PLoS Computational Biology, peneliti dari University of Chicago memeriksa catatan medis lebih dari 100 juta orang yang tinggal di Amerika. Analisis mereka menunjukkan bahwa autisme dan tingkat cacat intelektual berhubungan dengan jumlah insiden malformasi genital bayi laki-laki yang baru lahir.

Menurut para peneliti, hubungan ini bisa jadi indikator paparan lingkungan yang berbahaya dan bisa mengakibatkan kelainan bawaan. Menurut Andrey Rzhetsky selaku profesor genetic medicine and human genetics at the University of Chicago, kehamilan adalah periode sensitif di mana janin rentan terpapar berbagai molekul kecil seperti plastik, pestisida, obat resep, dan lain-lain.

“Sebab beberapa molekul kecil pada dasarnya mengubah perkembangan normal terutama bagi anak laki-laki terkait sistem reproduksi mereka,”kata Rzhetsky, seperti dilansir laman Fox News, Jumat (28/3/2014).

Rzhetsky dan timnya menganalisis data sepertiga penduduk AS dan mereka membandingkan tingkat autisme dan kasus cacat bawaan sistem reproduksi laki-laki seperti mikropenis, hipospadia (utertra di bagian bawah penis),dan testis yang tidak menggantung. Cacat bawaan juga ditemukan pada wanita.

Hasilnya, ditemukan bahwa tingkat autisme meningkat 283 persen dan tingkat cacat intelektual juga meningkat 94 persen untuk setiap kenaikan satu persen malformasi kongenital.

Meski faktor lingkungan tidak secara langsung terlibat dalam kasus autisme, Rzhetsky yakin ada pengaruh kuat dari lingkungan terhadap kejadian autisme sebab malformasi kongenital sebagian besar disebabkan oleh lingkungan. Menurut Centers for Disease Control and Prevention, sekitar satu dari 88 anak mengalami autism spectrum disorder (ASD) dan jumlahnya lebih banyak laki-laki.

“Saya berharap studi ini bisa memacu bahwa selain faktor genetik, ada faktor lingkungan yang perlu diteliti lebih lanjut yang berpengaruh besar pada risiko kejadian autisme terutama pada anak laki-laki,” pungkas Rzhetsky.

Sumber: JPPN.com

read more
Green Style

Orang Indonesia Boros Pakai Air

Diperkirakan sekitar 321 juta jiwa penduduk Indonesia akan mengalami kelangkaan air bersih pada tahun 2025. Pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan ketersediaan air dan perilaku masyarakat yang boros air menjadi penyebab utamanya.

Berdasarkan data dari Indonesia Water Institute, pada tahun 2013, pemakaian air per hari rata-rata rumah tangga di perkotaan di Indonesia untuk golongan ekonomi menengah ke bawah adalah 169,11 liter/orang, sedangkan untuk golongan ekonomi menengah ke atas adalah 247,36 liter/orang untuk kegiatan sehari-hari seperti mencuci tangan, menggosok gigi, mandi, toilet, mencuci baju, mencuci piring, memasak, menyiraam tanaman, dan mencuci kendaraan.

Firdaus Ali, Pendiri dan Ketua Indonesia Water Institute memaparkan tentang kondisi air bersih di Indonesia, “Sebenarnya, sejak tahun 2000 telah terjadi kelangkaan air bersih di beberapa kawasan di Indonesia. Data memperlihatkan bahwa Pulau Jawa telah mengalami defisit air sebesar 2,809 miliar meter kubik, Sulawesi 9,232 miliar meter kubik, Bali 7,531 miliar meter kubik dan NTT 1,343 miliar meter kubik”.

“Di Jakarta sendiri, sampai tahun 2013, cakupan layanan air bersih baru mampu menjangkau sekitar 38 persen dari total jumlah populasi (10,1 juta jiwa). Jika sepersepuluh dari warga Jakarta dapat mengubah perilakunya untuk menghemat air, maka dapat bantu memperlambat laju krisis air.”

Untuk mengajarkan perilaku penggunaan air secara optimal, peran ibu dalam rumah tangga sangat besar. Ibu dapat mulai mengubah perilaku keluarga dalam penggunaan air bersih dari sekarang secara optimal melalui 3P: Pengurangan, Penggunaan kembali, dan Pelestarian air.

“Melestarikan air untuk kehidupan anak di masa depan dapat dimulai perlahan dalam keseharian. Ibu sebagai penggerak rumah tangga dituntut untuk menjadi panutan keluarga agar langkah kecilnya dalam menghemat air mudah ditiru dan diikuti oleh anggota keluarga yang lain.

“Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menghemat air melalui 3P. Di rumah, saya membiasakan menggunakan hanya satu gayung dan waslap saat mandi untuk mengurangi penggunaan air, menampung air hujan agar dapat kembali untuk menyiram tanaman, serta membuat lubang resapan biopori atau menanam tanaman yang mampu menyimpan banyak air,” jelas Riyani Djangkaru, Ibu dari satu orang putra sekaligus pecinta lingkungan, dalam puncak acara “Molto Save Our Water for the Next Generation”, Sabtu (22/3/2014) di Taman Banteng, Jakarta.

Sumber: beritasatu.com

read more
1 2 3
Page 1 of 3