close

satwa.luwak

Hutan

Tim Survey Harimau Sumatera Meninggal di Lauser

Seorang tim survey Harimau Sumatera di hutan Lauser yang terletak Gelombang, kecamatan Sultan Daulat, kota Sublussalam, meninggal saat melakukan survey bersama 17 rekannya, Selasa (29/10/2013) lalu.

Korban meninggal bernama Tambrin (52) warga desa Jambo Dalem kecamatan Trumom Timur.  Menurut keterangan, korban meninggal setelah makan siang, “Tiba-tiba sesak nafas dan langsung meninggal,” ujar Mayfendri, Ketua SAR Aceh selatan, meneruskan keterangan teman korban. Jumat, (1/11) saat duhubungi oleh wartawan dari Tapaktuan.

Korban meninggal saat survey Harimau Sumatera di hutan Lauser bersama turis dari Belanda. Saat ini korban sedang dievakuasi tim SAR dari Aceh selatan, SAR Subulussalam dan Basarnas Aceh Tenggara.

Lokasi Survey yang jauh di tengah hutan menyulitkan tim evakuasi. “Medannya sangat berat, kita haru melintasi sungai gelombang 3 jam perjalanan menggunakan speed karet, dan dari pinggir sungai para tim juga harus berjalan 3 jam ketengah hutan,” ujar Mayfendri.

Lebih lanjut, Ia berharap kedepan agar pihak yang melakukan ekspedisi melibatkan unsur-unsur terkait agar lebih aman,

Tim Lauser bersama turis Belanda berangkat hari Minggu tanggal 26 Oktober,  melakukan survey harimau Sumatera di hutan belantara lauser, Korban yang meninggal pada hari Selasa ditinggalkan dalam hutan oleh anggota tim karena ketakutan dan mencari bantuan ke luar hutan. (red/iy)

Sumber: acehselatan.com

read more
Ragam

Penjualan Kopi Luwak di Eropa Merosot

Penjualan kopi luwak yang terkenal akan cita rasa dan harganya selangit di Eropa mengalami trend penurunan. Kopi luwak yang berasal dari kotoran binatang ini mengalami kemerosotan penjualan di beberapa tempat bukan karena rasa atau warga eropa tidak mampu membeli melainkan dampak kampanye perlindungan hewan.

Organisasi yang intens mengkampanyekan perlakuan etis terhadap kesejahteraan binatang, People for The Ethical Treatments of Animals (PETA) Asia, telah mengedarkan video investigasi rahasia yang menampilkan satwa luwak yang di tangkap dan ditempatkan dalam kandang kecil dan kotor. Binatang kecil ini tidak henti-hentinya mondar-mandir, berputar-putar, menggigit tiang-tiang kurungan, dan menggelengkan atau menganggukan kepala mereka. Semua ini adalah indikasi luwak liar yang dikandangkan ini mengalami gangguan psikis akibat kebosanan dan depresi.

Sekitar lebih dari 50.000 konsumen dari berbagai negara telah melakukan perjanjian dengan PETA untuk tidak membeli produk luwak ini. Beberapa jaringan hotel besar dan  penjual terbesar pun telah berhenti menmperjualkan kopi luwak, diantaranya Grand Hyatt di Singapura, InterContinental, Hotel Langham dan Mandarin Oriental di Hong Kong serta cabang department store ikonik Harrods di U.K.

“Membeli suatu produk yang berasal dari hasil penyiksaan binatang justru menunjukkan bentuk dukungan terhadap penyiksaan tersebut, itulah sebabnya banyak konsumen dan perusahaan besar di seluruh dunia menolak segala hal yang berkaitan dengan kopi luwak,” kata Wakil Presiden Operasi Internasional Jason Baker.

Walaupun sebagian peternakan mengiklankan biji-bijiannya sebagai produk yang berasal dari “sumber liar”, banyak kontak yang memberitahukan pada investigator PETA bahwa dalam memproduksi kopi berjumlah banyak secara eksklusif dari sumber liar adalah bukan hal yang memungkinkan.

Di alam liar, luwak sering memanjat pohon untuk meraih dan memakan buah kopi matang, tetapi didalam kandang, mereka diberi makan buah kopi dalam jumlah lebih banyak dari yang biasanya mereka konsumsi secara alamiah.

Seorang peternak menjelaskan bahwa luwak-luwak pada umumnya tetap dikurung selama maksimal tiga tahun sebelum dilepaskan kembali ke alam habitatnya. Merka mengalami stress yang akibat pengukungan, serta kurangnya nutrisi yang diperlukan satwa ini mengakibatkan timbulnya kerontokan bulu. Peternak lain pun memberitahukan pada investigator bahwa beberapa luwak bahkan ada yang tidak bisa bertahan hidup setelah mereka dilepaskan kembali ke alam habitat.

Sumber: suaranews.com

read more