close

satwa

Ragam

Ecofruit: Pertanian Buah-buahan Maksimal dengan Pestisida Minimal

Dalam sebuah studi tahun 2005 yang dilakukan oleh Program Data Pestisida (di bawah Departemen Pertanian AS), dari 774 apel yang dianalisis di Amerika Serikat, 727 sampel terdeteksi residu pestisida – itu mencapai 98 % ! Selain itu, apel menempati peringkat 1 dalam daftar ” Dirty Dozen ” yang dikeluarkan oleh Environmental Working Group , dianta buah-buahan dan sayuran dalam tingkat pemakaian pestisida.

Mengapa buah-buahan berwarna-warni dicampur dengan begitu banyak pestisida ? Agar petani untuk memiliki musim tanam yang sukses , mereka sering menggunakan pestisida dan insektisida, yang memiliki efek positif bagi hasil panen, tetapi juga memiliki dampak negatif yang berbahaya terhadap lingkungan dan bagi konsumen.

Masalah mereka ada dua hal, petani apel ingin menggunakan teknik terbaik untuk menanam tanaman dan ilmuwan pertanian ingin mengurangi penggunaan pestisida .

Dalam upaya untuk mengatasi masalah ini untuk menghasilkan apel di Wisconsin, sebuah kolaborasi bersama antara University of Wisconsin – Madison Pusat Sistem Pertanian Terpadu ( CIAS ) dan beberapa petani apel telah mendirikan Program Ecofruit.

Fokus utama The Ecofruit adalah mengurangi ketergantungan pestisida yang berbahaya bagi petani, konsumen dan lingkungan, sementara juga mendukung petani dalam menemukan praktek pertanian terbaik.

” Sepuluh tahun yang lalu kami benar-benar bergantung pada fenologi pohon dan kalender, tapi sekarang kita
mengandalkan data, ” kata Tom Ferguson , pemilik kebun Wisconsin . Dia mencatat bahwa teknik menanam apel dan berry telah berubah secara dramatis dalam dekade terakhir.

Kemitraan dengan Program Ecofruit telah meningkatkan penggunaan peralatan pertanian dan kesempatan untuk belajar tentang cara-cara terbaru dan paling efektif untuk mengurangi serangan hama pada tanaman. Teknik-teknik baru dikenal sebagai ” pengelolaan hama terpadu (PHT)”.

PHT termasuk menggunakan data cuaca untuk memprediksi di mana penyakit dapat muncul dan mengantisipasi kondisi di mana serangga mungkin mulai merongrong tanaman. Petani juga menganalisis data dari perangkap serangga untuk memutuskan kapan mengelola hama. Strategi manajemen hama menggunakan PHT bervariasi dari mengganggu kawin serangga, penanaman pohon tahan penyakit , atau mengelola komunitas serangga untuk mendorong spesies-spesies yang secara alami memakan hama.

Menurut statistik terbaru, Proyek Ecofruit telah berhasil dalam mengurangi resiko pestisida terhadap kesehatan manusia
dan dampak lingkungan sebesar 46 persen sementara juga meningkatkan strategi pengelolaan hama terpadu sebesar 54 persen. Sejak program ini dipelopori pada tahun 2000, telah melayani hampir 100 petani apel dan berry lebih dari 20 negara.

Sumber: enn.com

read more
Green Style

Ekosistem Rumput Laut Dunia Terancam Hilang

Setiap tahun, sebanyak 7% hamparan rumput laut dunia hilang akibat ulah manusia. Tingkat kerusakan ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global.

Hal ini terungkap dalam laporan terbaru yang diterbitkan dalam jurnal “Global Change Biology” yang disusun oleh Dr. Megan Saunders, peneliti dari Global Change Institute, milik University of Queensland. Ia dan tim bekerja sama dengan Centre of Excellence for Environmental Decisions (CEED) meneliti ekosistem rumput laut dunia.

Menurut Dr. Saunders, ancaman terbesar bagi ekosistem rumput laut dunia adalah hilangnya akses terhadap cahaya matahari. Saat kondisi perairan semakin keruh dan dalam akibat ulah manusia serta kenaikan air laut, hamparan rumput laut semakin sulit mendapatkan akses terhadap sinar matahari yang penting bagi pertumbuhannya.

Dalam penelitian ini, tim peneliti memanfaatkan lahan basah di wilayah Moreton Bay, Australia, sebagai laboratorium alam guna meneliti reaksi ekosistem rumput laut menghadapi ancaman kenaikan permukaan air laut yang diperkirakan mencapai 1,1 meter pada akhir abad ini.

Menurut Dr. Saunders – tidak seperti terumbu karang – rumput laut adalah ekosistem laut yang “terlupakan”. “Rumput laut tidak banyak mendapatkan perhatian dari media maupun pemangku kebijakan sebagaimana terumbu karang,” tuturnya. Padahal fungsi dari terumbu karang sangat penting bagi samudra dan masyarakat.

Ekosistem rumput laut adalah lokasi perkembangbiakan ikan dan kerang yang mendukung ketersediaan pangan bagi manusia. Rumput laut juga menyerap emisi karbon dalam jumlah yang sangat besar. Sehingga peran rumput laut dalam mengurangi dampak pemanasan global dan perubahan iklim juga besar. Rumput laut menyerap 48-112 juta ton karbon setiap tahun. Saat rumput laut rusak karbon-karbon ini akan terlepas kembali ke atmosfer memicu pemanasan global.

“Jika kita bisa menjaga luas wilayah rumput laut, kita bisa memerlambat pemanasan global sekaligus mengembalikan potensi perikanan dunia,” ujar Dr. Saunders. Rumput laut juga membersihkan lautan dengan cara menangkap sedimen dan nutrisi yang masuk ke laut.

Tim peneliti memerkirakan, saat air laut naik sebesar 1,1 meter pada akhir abad ini, luas ekosistem rumput laut di Moreton bay akan berkurang hingga 17% hanya karena hilangnya akses terhadap sinar matahari. Nilai kerusakan yang sama bisa terjadi di seluruh dunia, walau angka persisnya tergantung pada lokasi ekosistem rumput laut.

Menurut Dr. Saunders kunci menyelamatkan ekosistem rumput laut bergantung pada kemampuan kita mengendalikan erosi dan pembuangan limbah dari sungai atau saluran air setempat. Cara ini bisa diwujudkan dengan menghijaukan kembali kawasan pesisir pantai dan pinggiran sungai, serta mengelola limbah cair masyarakat agar tidak terbuang ke laut tanpa pengolahan.

Untuk itu, peran pemerintah lokal penting dalam menciptakan kebijakan laut dan wilayah pesisir yang lestari guna menjaga agar ekosistem rumput laut mampu bertahan di tengah ancaman kenaikan permukaan air laut. “Pemerintah diharapkan bisa mencegah pembangunan bangunan penahan gelombang, jalan dan perumahan di sekitar wilayah pesisir pantai,” ujar Dr. Saunders. Alih-alih pemerintah harus menanam mangroves dan vegetasi pesisir lain agar ekosistem rumput laut bisa berkembang.

Penelitian di Moreton Bay menunjukkan, aksi hijau di wilayah pantai itu akan bisa mengurangi kerusakan ekosistem rumput laut dari 17% ke 5%, tergantung pada kemampuan menciptakan pasokan cahaya matahari yang cukup bagi ekosistem rumput laut. “Informasi ini penting bagi perencana wilayah pesisir guna mengantisipasi perubahan akibat kenaikan permukaan air laut dan perubahan iklim,” ujar Dr. Saunders.

Sumber: Hijauku.com

read more
Flora Fauna

KSDA Sita Ratusan Kukang dari Pedagang

Seksi Konservasi Wilayah I Serang Balai Besar KSDA Jawa Barat menggagalkan perdagangan dan menyita sebanyak 238 ekor kukang Sumatera (Nycticebus coucang) dari tangan pedagang kemarin, Rabu (6/11/2013). Kukang sitaan yang dijadikan sebagai barang bukti ini, dititiprawatkan di Pusat Rehabilitasi Satwa Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (Yayasan IAR Indonesia/YIARI) di Ciapus, Bogor.

Plh. Bidang Wilayah I KSDA Bogor, Ari Wibawanto, S.Hut., M.Sc., menjelaskan bahwa langkah tegas ini diambil sebagai salah satu manifestasi penegakkan hukum dan diharapkan dapat memberikan efek jera kepada pelaku perdagangan satwa liar dilindungi ini. Perdagangan ini bertentangan dan melanggar UU-RI Nomor 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Lebih lanjut Ari Wibawanto menambahkan, bahwa pelaku penjual satwa ini akan dijerat dalam perkara tindak pidana dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara atau denda subsider sebesar Rp100,000,000,-. Proses pemberkasan akan segera dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan dan diputuskan hukumannya.

Direktur Eksekutif Yayasan IAR Indonesia, Agustinus W. Taufik, Ph.D., menyampaikan bahwa Yayasan memiliki komitmen penuh dan akan mendukung pemerintah dalam upaya penyelamatan dan konservasi satwa dilindungi serta penegakkan hukum, karena upaya ini sejalan dengan visi dan misi Yayasan.

Kukang adalah salah satu satwa dilindungi yang menjadi fokus Yayasan IAR Indonesia untuk program penyelamatan, rehabilitasi dan pelepasliaran satwa. Agustinus juga menerangkan bahwa Yayasan saat ini memiliki kapasitas tampung yang terbatas dan perlu memperhatikan aspek animal welfare, sehingga kesejahteraan satwa tetap terjaga. Hal ini mengingat, bahwa satwa kukang yang sudah siap dilepasliarkan saat ini masih berada di pusat rehabilitasi Ciapus dan masih menunggu izin dan lokasi pelepasliaran.

Program pelepasliaran ini tidak akan dapat berjalan dengan sesuai tanpa adanya dukungan dari pihak-pihak terkait. Badan konservasi dunia IUCN (International Union for Conservation of Nature), memasukkan kukang dalam kategori rentan (Vulnerable) dan terancam punah (Endangered), dan masuk dalam Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) yang melarang semua perdagangan satwa ini.

Hasil pemeriksaan medis kukang sitaan mengindikasikan, bahwa satwa ini mengalami beberapa masalah kesehatan, antara lain: dehidrasi, malnutrisi dan stres tinggi. Dengan dukungan pemerintah diharapkan satwa kukang ini dapat segera dilepasliarkan kembali ke habitat alamnya. Pada hakekatnya upaya pelestarian adalah ketika satwa liar dapat hidup di habitatnya dengan layak dan menjalankan fungsi ekologisnya secara alamiah, dan bukan di dalam kadang/kurungan.  [rel]

read more
Flora Fauna

Cerita Orangutan yang Jadi Santapan Keluarga

Nama Ignasius Mandor tiba-tiba melejit lantaran peristiwa kematian orangutan di sekitar kampung Batu Layang, Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar).  Ia memasak orangutan yang mati itu dan menyantapnya bersama keluarga.

“Saya tahu ini satwa dilindungi. Tapi sudah mati. Daripada membusuk mending kita makan saja,” katanya, Rabu (6/11/13). Dia memerlihatkan bagian-bagian organ tubuh orangutan seperti tangan, lidah, dan tulang kaki yang masih tersisa di dapur rumah.

Pria 50 tahun ini sangat terbuka. Dia menjelaskan ikhwal penemuan orangutan yang tewas tertembak pemburu pada Minggu (3/11/13). “Pak Hanafi, tetangga saya yang menemukan ini di kebun sawit warga, sekitar satu kilometer dari kampung. Tengkorak kepala orangutan masih ada di sana.”

Mandor pun sukarela mengantar ke kediaman Hanafi yang hanya berjarak sekitar 50 meter. Di sana masih ada sejumlah organ tubuh orangutan yang sedang disalai (diasapi), termasuk tengkorak.

Menurut Hanafi, orangutan itu ditemukan di dalam semak. “Pemburu itu masih kawan juga. Namanya Pak Lau Man. Dia pemburu babi hutan. Di sekitar kampung ini memang masih ada rusa. Mungkin disangka rusa karena warna bulu yang kemerahan, akhirnya dia tembak dan mati. Kalau dia tahu orangutan, tak mungkin dia tembak.”

Sadar yang ditembak orangutan, pemburu tidak membawa pulang. Dia hanya mengabarkan kepada teman-temannya di Jalan Panca Bhakti soal buruan itu. “Saya ke sana dan membawa orangutan itu balik dan kami masak. Dagingnya kita bagi ke warga yang mau makan.”

Kini, seluruh alat bukti itu sudah disita oleh Penyidik Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (Sporc), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar. Tim penyidik juga mendatangi para pihak terkait untuk menggali informasi lebih dalam soal kematian orangutan yang berakhir tragis di meja makan.

Berdasarkan pantauan di atas Bukit Rel, sekitar 200 meter dari permukiman warga, diduga orangutan terdesak karena hutan yang menjadi habitat mulai tergerus perkebunan sawit. Di sekitar kampung, ada dua perusahaan perkebunan sawit beroperasi, yakni PT Mas (Jarum Group) dan PT BPK (Wilmar Group). Bahkan, jarak PT Mas hanya berkisar empat kilometer dari permukiman.

Kehadiran perusahaan ini memancing warga membuka lahan di sekitar kampung guna ditanami sawit. Ini terjadi sejak tahun 2000. Hasilnya, buah tandan segar milik warga dijual ke pengumpul dengan harga Rp700 per kilogram. Pengumpul menjual kembali buah sawit itu ke PT BPK seharga Rp900 per kilogram.

Berbahaya bagi Kesehatan
Mayoritas warga yang menkonsumsi daging orangutan di Jalan Panca Bhakti mengakui daging satwa itu enak. Namun, sejumlah kajian ilmiah menyebut, mengkonsumsi daging orangutan bisa berbahaya bagi kesehatan.

Dwi Suprapti dari WWF-Indonesia Program Kalbar mengatakan, secara umum genetika orangutan dan manusia 97 persen hampir sama. “Artinya, peluang berpindahnya penyakit yang diderita oleh orangutan kepada manusia (zoonosi) cukup tinggi. Jadi, mengkonsumsi daging orangutan dapat membahayakan kesehatan manusia.”[]

Sumber: mongabay.co.id

read more
Flora Fauna

Macan Tutul Jawa, Riwayatmu Kini

Dulu macan tutul jawa (Panthera pardus melas) dianggap simbol kemakmuran. Keberadaannya membuat sawah masyarakat bebas hama babi hutan. Kini, nasibnya seperti pesakitan. Terkurung di Pulau Jawa, masa depannya suram di ambang kepunahan.

Sorot kedua matanya tajam mengamati siapa saja yang mendekat. Di dalam kandang besi berukuran 2 meter x 1,5 meter, ia tidak mengubah posisi siaga, mengeram dengan posisi tubuhnya merunduk. Hanya sesekali ia memamerkan gigi taring tumpul termakan usia.

Berbeda dengan saudara-saudaranya, macan tutul ini sangat tenang. Hanya beberapa kali ia menubrukkan badan dan kepala besarnya mencoba menerobos kandang. Tinggal hanya 100 meter dari jalan setapak membuatnya terbiasa melihat manusia.

Itulah Jampang, macan tutul jawa yang baru ditangkap di hutan gundul Cijengkol, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Jampang tidak diterima warga setempat. Ia dibenci karena sebagai pelaku pencurian sapi, kambing, hingga anjing milik warga setempat.

”Warga di sini menamakannya Selang. Nama itu diberikan sebagai rasa hormat dan takut. Sekarang karena terlalu sering memakan hewan peliharaan, Selang tidak diinginkan,” kata Peni, warga Girimukti.

Bersaing hidup di lahan tandus membuat hubungan baik itu kini renggang. Jangankan macan tutul, manusia saja sulit hidup di tempat seperti itu. Meski belum ada laporan macan tutul jawa menyerang manusia, warga khawatir sapi dan kambing yang jadi sumber penghasilan utama habis digondol macan.

”Kami ingin empat macan tutul yang masih tersisa dibawa pergi dari sini. Kalau semua sapi dan kambing habis, kami khawatir manusia dimangsa juga,” ujar Suryana, petani Girimukti.

Konflik macan tutul jawa dan manusia di Jawa Barat seperti mewakili ironi lingkungan tidak berkesudahan. Meski ditetapkan sebagai lambang Jawa Barat, habitat macan tutul jawa di Jabar diperkirakan mayoritas hancur berantakan. Bahkan, jumlahnya tidak lebih dari 200 ekor.

Konflik dengan manusia
Data Walhi Jabar tahun 2010-2011 menyebutkan, hutan di Jabar tidak lebih dari 816.603 hektar. Jumlah itu hanya sekitar 18,2 persen dari total luas wilayah Jabar sekitar 4,4 juta hektar. Keadaan itu membuat konflik manusia dan satwa liar sangat mudah terjadi.

Kasus Jampang menjadi contoh. Punya habitat asli di hutan primer dengan daya jelajah hingga 16 kilometer persegi per ekor, Jampang tinggal di hutan sekunder dan produksi, di antara alang-alang yang terbakar dan kebun karet serta teh.

Hendra, anggota Tim Penyelamatan Satwa Liar Taman Safari, mengatakan, kondisi ini rentan memicu babi hutan turun gunung mencari makanan. Permukiman masyarakat dengan padi tadah hujan jadi incaran utama. Jika itu terjadi, macan tutul jawa akan mudah ditemui di permukiman masyarakat.

”Bukan hanya perlindungan habitat macan tutul, zonasi makan babi hutan juga harus diperhatikan. Perambahan hutan demi alasan ekonomi kerap menyebabkan babi hutan masuk permukiman dan pasti diikuti macan tutul jawa,” ujarnya.

Pemerintah Indonesia jelas belum mendukung keberadaan macan tutul ini hidup di Pulau Jawa. Terkesan bukan satwa prioritas dilindungi meski jumlahnya menurut International Union for Conservation of Nature tidak lebih dari 250 ekor pada tahun 2008.

Kejadian konflik dengan manusia pun sangat tinggi. Dalam setahun, terjadi 4-5 kali konflik di Pulau Jawa. Beberapa di antaranya berujung pembunuhan. Dua kasus kematian terjadi di Kabupaten Ciamis, Jabar, dan Gunung Semeru, Jatim. Kematian macan di Banjarnegara yang terjadi pada Sabtu (19/10/2013) menambah kisah kelam. Luka parah di leher akibat tali jerat babi hutan jadi penyebabnya.

Prihatin dengan kondisi ini, sekitar 20 pemerhati kucing besar Indonesia membuat protokol perlindungan macan tutul jawa. Executive Officer Forum Harimau Kita Wahyudi mengatakan, protokol itu akan mengatur mitigasi dan penanganan pasca-perlindungan macan tutul jawa. Protokol ditargetkan rampung dan diserahkan pada Kementerian Kehutanan tahun ini.

”Membunyikan meriam karbit hingga menyimpan kotoran kucing yang lebih besar seperti di sekitar perlintasan macan tutul jawa juga digagas. Tujuannya, mencegah macan tutul masuk permukiman,” katanya.

Nyaris kehilangan nyawanya, Kuray dan Jagur kini jadi madu di Taman Satwa Cikembulan, Garut. Sejoli itu tak pernah mau dipisahkan. Setiap waktu nyaris dihabiskan berdua.

Manajer Taman Satwa Cikembulan Rudi Arifin mengatakan, perjodohan ini sangat menggembirakan karena macan tutul jawa terkenal selektif memilih pasangannya. Ia berharap perjodohan diikuti kehamilan dan kelahiran bayi macan.

Keberhasilan menjaga keberadaan macan tutul jawa di penangkaran sejatinya harus disyukuri. Hasil ini bisa menjadi indikator penting. Hutan di Pulau Jawa sudah tidak ramah lagi karena digerus manusia.

Sumber: NatGeo Indonesia

read more
Flora Fauna

Orangutan Mane Dievakuasi ke Sumut untuk Rehabilitasi

Orangutan yang dua hari lalu ditemukan (26/10/2013) lalu diamankan masyarakat Desa Mane telah dievakuasi ke Sumatera Utara untuk menjalani program rehabilitasi. Orangutan tersebut ditemukan oleh seorang warga desa yang akan pergi berkebun, sekitar 50 meter dari rumah warga setempat.

Oran utan direlokasi ke tempat terbuka sebelum pemeriksaan medis | Foto: Ratno Sugito
Orangutan direlokasi ke tempat terbuka sebelum pemeriksaan medis | Foto: Ratno Sugito

Evakuasi orangutan dilakukan sekitar pukul 10.00 WIB, oleh  BKSDA, Polsek Mane, SOCP, OIC, FORA, Bath #3 COP School serta dibantu oleh warga Mane. Evakuasi tidak memakan waktu lama, karena lokasi orangutan yang mudah dijangkau.

Orangutan dalam keadaan lemas dengan luka disekitar pinggang serta lembam di lengan kiri namun tidak ada lembam di bagian wajah. Cedera yang dialami diduga akibat proses penangkapan sebelumnya. Sebelum dievakuasi, dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh tim medis.

Pemberian cairan infus untuk orangutan | Foto: Ratno Sugito
Pemberian cairan infus untuk orangutan | Foto: Ratno Sugito

Aktivis Forum Orangutan Aceh (FORA) Ratno Sugito yang ikut dalam proses evakuasi memperkirakan cidera yang dialami oleh orangutan diduga berasal dari proses penangkapan orangutan di prosedur. Saat menangkap orangutan, masyarakat memotong pohon berduri yang ditempati orangutan tersebut sehingga hewan ini terjatuh.  Masyarakat terpaksa memotong pohon karena pohon tersebut sulit dipanjat.

Penangkapan dilakukan karena letak pohon yang didiami orangutan tersebut tepat di belakang rumah seorang warga desa, yang juga menjadi lintasan penduduk pergi ke kebun. Keberadaan orangutan dewasa di atas pohon membuat takut ibu-ibu.

Kondisi orangutan yang dikurung dalam  kandang sapi | Foto: Ratno Sugito
Kondisi orangutan yang dikurung dalam kandang sapi | Foto: Ratno Sugito

Masyarakat Mane berharap agar orangutan tersebut dapat dikembalikan ke hutan Desa Mane walau orangutan tersebut dibawa ke Sumatera Utara untuk rehabilitasi. Seorang tokoh pemuda setempat, Mukhlis menuturkan dirinya berharap setelah orangutan pulih dapat dilepaskan kembali di wilayah sekitar desanya.

” Saya yakin selain orangutan yang ditangkap tersebut masih ada orangutan lainnya di sekitar kampung kami,” ujarnya.

Warga desa merasa bangga dengan keberadaan orangutan yang merupakan salah satu satwa dilindungi oleh Negara.

Mukim (pemuka adat-red) Mane, Sulaiman bercerita bahwa orangutan pernah dijumpai beberapa waktu lalu, walau sebelumnya sudah lama tidak dijumpai. Awalnya dilaporkan terdapat sepasang orangutan (jantan dan betina). Tapi beberapa tahun yang lalu seorang masyarakat menjumpai salah satunya mati di dalam hutan.[rel]

read more
1 8 9 10
Page 10 of 10