close

November 2013

Flora Fauna

Ikan Lele Bisa Membersihkan Sungai

Warga di bantaran Kali Cikapundung, yakni di Kelurahan Braga, Kecamatan Sumur Bandung, Jawa Barat, mengusulkan Sungai Cikapundung ditebarkan ikan lele. “Setidaknya dengan ditanam lele bisa membantu membersihkan air sungai,” kata salah satu warga, Bono (30), kepada, Jumat (29/11/2013).

Bono mengatakan tidak masalah sungai ditanami lele dalam jumlah yang banyak. “Lelenya, minimal 10 truklah, nanti juga jadi bertambah banyak,” katanya.

Pada era wali kota Bandung sebelumnya, yakni Dada Rosada dan Ayi Vivananda, Sungai Cikapundung ditanami ikan emas. “Ikan emas tidak bisa apa-apa. Ikan emas cenderung banyak dipancing orang. Selain itu, ikan emas gampang banget matinya. Kalau lele setidaknya bisa membersihkan lumut-lumut kotor di pinggiran sungai. Selain itu, lele lebih tahan banting dibandingkan ikan mas,” jelasnya.

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengapresiasi positif keinginan warga yang ingin menanam ikan lele di Sungai Cikapundung. Ridwan pun berpendapat sama. “Lele? Enggak ada masalah, silakan saja. Kan airnya juga masih kotor, jadi bisa membantu,” kata Ridwan singkat di Bandung, Jumat, (29/11/2013).

Ridwan menambahkan, saat ini, dia pun fokus terhadap program Cikapundung bersih. “Kita terus berupaya untuk menjadikan Cikapundung bersih,” katanya.

Untuk program Cikapundung yang sedang digarap saat ini, kata Ridwan, pihaknya sedang menggarap ruang terbuka hijau untuk publik yang letaknya di bawah Jalan Siliwangi. Nantinya ruang terbuka hijau itu bisa dinikmati warga untuk bersantai, menikmati musik, rekreasi, dan sebagainya.

Untuk perombakan Sungai Cikapundung menjadi sungai yang serbaguna itu, ada anggaran dari BBWS Citarum Rp 3,5 miliar untuk gebrakan pertama. Ada tiga kali gebrakan yang dananya masing-masing Rp 3,5 miliar.

Sumber: NatGeo Indonesia/kompas.com

read more
Perubahan Iklim

Menggabungkan Adaptasi & Mitigasi: Win-win Solution

Meski bentang alam pedesaan dapat dikelola untuk mengoptimalkan baik itu mitigasi perubahan iklim maupun adaptasi, banyak proyek-proyek pembangunan berorientasi iklim yang gagal memanfaatkan keuntungan-keuntungan tersebut, menurut ilmuwan dari Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) dan Agricultural Research for Development (CIRAD), Bruno Locatelli.

Dengan perencanaan yang sungguh-sungguh, bentang alam dapat dikelola dengan menitikberatkan keseimbangan sinergi adaptasi dan mitigasi –trade-off–, ujarnya dalam konferensi Tropical Agriculture Research and Higher Education Center (Centro Agronómico Tropical de Investigación y Enseñanza, CATIE) di Kosta Rika pada bulan Oktober.

“Terdapat potensi besar untuk mengintegrasikan adaptasi dan mitigasi dalam 235 proyek yang kami tinjau di seluruh penjuru dunia, namun dokumen-dokumen proyek tersebut kerap tidak menuliskan alasan untuk melakukannya,” ungkap Locatelli di hadapan peserta dalam Konferensi ke-7 Henry A. Wallace Inter-American Scientific, menandai 40 tahun berdirinya CATIE.

Mitigasi, yang melibatkan pula pengurangan atau offsetting emisi GRK dan adaptasi, yang merujuk pada upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim, kerap dipisahkan dalam kotak, lanjutnya.

Namun bentang alam pedesaan berkontribusi baik terhadap adaptasi maupun mitigasi, menyerap dan menyimpan karbon ketika menahan efek perubahan iklim dan memampukan petani untuk mendiversifikasi penghidupan mereka.

Proyek-proyek pembangunan pedesaan yang berfokus pada adaptasi dapat dengan mudah menggabungkan strategi mitigasi, lanjut Locatelli.

Sebagai contoh, sebuah proyek yang dirancang untuk membantu petani meningkatkan resiliensi terhadap perubahan iklim dan diversifikasi pendapatan mereka memungkinkan memasukkan restorasi DAS untuk perlindungan dari banjir. Karena setiap pohon yang ditanam sebagai semacam restorasi akan menambahkan manfaat mitigasi emisi GRK dengan menyimpan karbon, maka sebuah strategi mitigasi dapat ditambahkan dalam rencana adaptasi.

Namun adaptasi dan mitigasi tidak selalu selaras satu sama lain, terang Locatelli.

Jika pepohonan yang ditanam terdapat dalam perkebunan, ada kemungkinan akan timbul konsekuensi tak diharapkan. Contohnya, menurunnya ketersediaan air, peningkatan limpasan selama banjir atau penggunaan zat kimia untuk pertanian yang dapat memapar mereka yang tinggal di daerah hulu.

Dan meski melindungi hutan mungkin memampukan masyarakat lokal untuk menerima kompensasi untuk mengurangi deforestasi di bawah skema REDD+ ((pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan) yang didukung PBB, ini mungkin juga termasuk peraturan yang akan membatasi akses orang-orang terhadap produk hutan yang penting bagi penghidupan mereka dan untuk menghadapi variasi iklim, jelas Locatelli.

Masalah kompleks yang muncul adalah kekurangan data di waktu sebenarnya untuk memandu rancangan proyek dan pengambilan kebijakan. Saat Locatelli meninjau 139 tulisan mengenai perubahan iklim dan mitigasi, dia menemukan bahwa 64 diantaranya menyatakan alasan untuk mengintegrasikan mitigasi dan adaptasi ke dalam proyek, namun hanya 11 tulisan yang sungguh-sungguh mempelajari proyek-proyek perubahan iklim yang ada.

Ini berarti banyak proyek yang mungkin dirancang dan diluncurkan tanpa dukungan bukti ilmiah yang kuat, ujarnya. Celah pengetahuan ini dapat dipenuhi jika pemimpin proyek memiliki sistem umum untuk mengumpulkan data di lapangan yang kemudian dibagikan, tambahnya.

Beberapa langkah telah diambil menuju arah tersebut. Climate, Community and Biodiversity Standards “mengidentifikasi proyek yang secara simultan menangani perubahan iklim, membantu masyarakat lokal dan melindungi keanekaragaman hayati,” berdasar organisasi tersebut.

Masyarakat lokal khususnya, memilih untuk mengambil manfaat dari kombinasi upaya-upaya adaptasi dan mitigasi, ujar Locatelli.

“Jika Anda menambahkan langkah adaptasi dalam proyek-proyek REDD+, Anda dapat mengarahkannya pada kesetaraan, meningkatkan partisipasi pemangku kepentingan dan membuat proyek lebih diterima masyarakat lokal. Menggabungkan adaptasi dan mitigasi menangani keberlanjutannya secara holistik.”

Langkah-langkah mitigasi dan adaptasi ada dalam agenda pembicaraan iklim PBB di Warsawa. Manfaat potensial mengkombinasikan strategi adaptasi dengan mitigasi juga akan didiskusikan pada Forum Bentang Alam Global pada 16-17 November, yang  juga ada dalam pertemuan iklim PBB.

Sumber: blog.cifor.org

read more
Kebijakan Lingkungan

Cina di Persimpangan: Pertumbuhan Ekonomi dan Lingkungan

Tiga puluh lima tahun yang lalu, sebuah sidang pleno Partai Komunis China memprakarsai reformasi struktural yang mendorong perekonomian negara berorientasi eskpor, mengubah China menjadi kekuatan dagang baru dunia dan munculnya berbagai persoalan lingkungan.

Sekarang, sebuah pleno kunci lain berakhir minggu ini di Beijing, Presiden baru China, Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Keqiang menemukan negara mereka di persimpangan yang kritis . Ekonomi melambat dan China menghadapi banyak konsekuensi hasil ekspansi ekonomi tiga dekade dengan sedikit perhatian untuk biaya ekologi dan sosial.

Dampak dari reformasi China muncul dan jelas apakah reformasi ini akan melakukan sesuatu yang signifikan untuk mengatasi masalah lingkungan yang parah di negara itu – mulai dari udara busuk, pasokan air yang tercemar dan makanan tercemar .

Satu hal yang pasti kepemimpinan China sekarang menghadapi tekanan publik untuk melakukan sesuatu tentang lingkungan. Penduduk Cina kini mencapai 1,35 miliar orang – kelas menengah berkembang pesat – sudah muak dengan kelambanan pemerintah pada isu-isu lingkungan. Januari lalu, kemarahan warga atas kualitas udara kotor Beijing memaksa pemerintah pusat untuk bertindak dan sejak saat itu diambil langkah-langkah menggantikan sebagai sumber energi di kota-kota besar dan mengurangi jumlah mobil baru di Beijing dan wilayah metropolitan lainnya.

Musim panas ini, Departemen Perlindungan Lingkungan merilis hasil penelitian kualitas udara dari 74 kota menunjukkan bahwa daerah-daerah perkotaan memiliki tingkat polusi yang berbahaya. Beberapa minggu yang lalu kota Harbin, dengan populasi 11 juta, terpaksa ditutup karena polusi udara yang menyisakan pandangan mata hingga beberapa meter saja. Transportasi dihentikan, sekolah ditutup dan warga China bertanya-tanya apakah lebih ini akan mendefinisikan Cina pada abad ke-21.

Dua hal yang pasti : Tidak seperti tahun 1978, ketika semua yang penting adalah ekonomi, saat ini reformasi ekonomi, ekologi dan sosial saling mencari perhatian. Kepemimpinan Xi dan Li mengharapkan hasil besar pada tahun 2020. Pertanyaannya adalah, dapat mereka menetapkan agenda yang menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan kebutuhan untuk memperbaiki lingkungan yang hancur negara itu ?

Masalah lingkungan China pasti tidak akan pulih segera. Meskipun negara telah menghabiskan lebih banyak uang daripada negara manapun di tanah air dan pemulihan lingkungan, hanya sekitar 11 persen dari hutan China memiliki fungsi ekologis yang sehat. The Chinese Academy of Sciences melaporkan bahwa 43 persen dari air permukaan terlalu tercemar untuk digunakan dan 57 persen air tanah perkotaan – sumber utama air minum bagi ratusan juta orang – juga tercemar. Polusi tanah begitu luas sementara pemerintah menganggap hal itu adalah rahasia negara.

Swasembada pangan, tradisi budaya di Cina, tidak lagi memegang peranan dalam supply-demand, negara akan mengimpor sejumlah gandum pada 2013-2014 . Jumlah permintaan energi di Cina terus meroket . Batubara – sumber polusi udara di negara itu – tetap penting , selama dua dekade berikutnya, diproyeksikan akan meningkat sebesar 70 persen dari level saat ini.

Semua masalah ini terkait dengan transformasi perkotaan China yang sedang berlangsung . Dalam 17 tahun ke depan , diperkirakan 300-400 juta orang diproyeksikan pindah dari pedesaan ke kota-kota. Tetapi tidak ada aturan di tingkat nasional yang mengatur urbanisasi ini. Menjamurnya kota-kota besar di China memberikan contoh yang paling jelas tentang bagaimana sistem ekologi dan sosial terhubung.

Fakta bahwa makanan, energi, air dan urbanisasi merupakan pekerjaan rumah China mendatang, bersamaan menciptakan tantangan besar bagi kepemimpinan baru negara itu. Bagaimanapun langkah ke depan dan Xi dan Li telah mengambil langkah pertama turun dengan membuat pernyataan yang kuat dalam mendukung reformasi lingkungan dan sosial. Seperti Amerika Serikat, sistem politik China berkembang bukan pada revolusi tetapi pada perubahan inkremental.

Xi dan Li telah memutuskan untuk meningkatkan pendanaan guna melawan degradasi ekosistem. Yang juga dibutuhkan adalah komitmen untuk menggunakan ilmu pengetahuan untuk memantau upaya ini. Implementasi kuat undang-undang perlindungan lingkungan China juga penting.Selain itu, pemerintah harus mengganti target kampanye lingkungan kuantitas berorientasi dengan menekankan ekosistem yang sehat.

Sejauh ini di Cina, pemerintah tidak pernah mengizinkan harga pasar energi dan air. Tapi sebagai bagian dari Pleno Ketiga efisiensi pasar, ada perubahan dalam kebijakan harga energi untuk masa mendatang. Apa yang dibutuhkan ? Mengikat reformasi harga aturan baru yang menyebarluaskan insentif bagi pejabat pemerintah yang memenuhi energi dan target efisiensi penyaluran air dan memperkuat pelaksanaan green code bangunan perkotaan yang sudah ada. China juga harus merangkul pergeseran paradigma dalam kebijakan air dari fokus pada solusi engineering, seperti proyek kanal dan bendungan besar , dengan pendekatan berbasis ekosistem yang mendorong koordinasi antara lembaga-lembaga pemerintah .

China telah membuktikan bahwa membangun kekuatan ekonomi dan menarik ratusan juta orang keluar dari kemiskinan. Sekarang muncul tantangan besar – membangun sebuah negara yang adaptif dalam kondisi abad ke-21 dengan sumber daya berkurang, ketimpangan sosial yang lebih besar dan ketidakpastian iklim. Tugas-tugas yang menakutkan : China harus mengendalikan pertumbuhan ekonomi, merubah kebijakan lingkungan untuk membalikkan dekade penurunan , dan menghidupkan kembali kontrak sosial warga dalam menghadapi urbanisasi belum pernah terjadi sebelumnya.

Sumber: e360.yale.edu

read more
Ragam

Ini 5 Hal Penting Diperhatikan Saat Mendaki Gunung

Anggapan mendaki gunung adalah “gagah” hebat dan perkasa adalah sebuah kekeliruan. Apa tujuan seorang pendaki mendaki gunung? akankah pendakian tersebut berdasar pada cinta akan gunung atau hanya sekedar penikmat gunung atau bahkan tanpa disadari bisa menjadi perusak gunung?

Beberapa hal yang perlu kita ketahui agar pendakian gunung yang kita lakukan tidak dianggap merusak lingkungan :

1. Pendakian Massal

Mendaki gunung dengan kelompok adalah hal yang menyenangkan, namun sebaiknya sebelum mendaki gunung tersebut dilakukan survey tentang kapasitas dan daya tampung gunung, agar program pendakian yang kita lakukan tidak merusak lingkungan akibat lokasi yang kita pakai menjadi terganggu.

2. Hindari pendakian yang di sponsori oleh perusahaan yang mencari untung.

Pendakian oleh sekelompok orang yang disponsori biasanya akan mengumpulkan pendaki sebanyak banyaknya, karena semakin banyak peserta semakin banyak untung dan penjualan produk, hal ini perlu dipertimbangkan dalam memilih kegiatan pendakian yang akan dilakukan.

3. Bersikap Peduli Lingkungan

Sebagai penikmat alam, selayaknya kita memperhatikan alam dan lingkungan yang kita lalui, menjaga kelestarian lingkungan bukanlah hanya tanggung jawab petugas penjaga taman atau LSM lingkungan

4. Hindari mengubah situasi

Mengambil bunga atau pohon dari gunung bisa mengakibatkan perubahan bentuk dan keberlangsungan flora dan fauna di lokasi tersebut, bisa sobat bayangkan jika setiap orang melakukan hal yang sama, al hasil terjadi perubahan drastis pada lokasi tersebut

5 Jadilah Pendaki yang konservatif

Keputusan mendaki gunung biasanya didasari atas keingintahuan bagaimana perasaan mendaki dan ditambah keinginan menikmati suasana lingkungan yang berbeda dari kehidupan sehari hari. Sebagai pendaki yang konservatif jadilah menjadi panutan dengan memberitahukan hal hal yang berguna dan tidak berguna, agar para sobat pendaki lainnya mengetahui aturan menjadi seorang pendaki yang baik dan peduli terhadap lingkungan.

Gunung adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia, selayaknya kita merawat dan melestarikannya untuk anak cucu dan generasi penerus kita.

sumber : beritalingkungan.com

read more
Flora Fauna

Kebun Binatang Indonesia Dinilai Tempat Pembunuhan Satwa

Beberapa hari lalu, komodo di Kebun Binatang Surabaya, tewas. Bukan itu saja, puluhan kematian serupa menimpa satwa-satwa di kebun binatang negeri ini. Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP), dan organisasi perlindungan satwa liar di Sumatera Utara, menilai, kondisi ini karena pengelolaan kebun binatang di Indonesia sangat buruk.

Ia Singleton, Direktur Konservasi SOCP, mengatakan, pengelolaan yang buruk membuat mayoritas kebun binatang di Indonesia menjadi tempat pembunuhan satwa.

Dia mencontohkan, kematian jerapah di Kebun Binatang Surabaya (KBS), setelah pemeriksaan, ditemukan 20 kilogram plastik dalam perut jerapah itu. Pemberian makanan dan minuman satwa juga jauh dari standar.

“Harusnya konsep kebun binatang itu konservasi, konservasi dan konservasi. Setelah itu baru diikuti penelitian dan pendidikan,” katanya di sela pembukaan Musyawarah Nasional Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) XII, di Medan, Kamis (28/11/13). Singleton, berharap pengelolaan kebun binatang mengacu kepada standar yang ditetapkan. “Ini harus berpulang dari kita semua.”

Senada diungkapkan Armen Maulana, Tim kampanye Komunitas Perlindungan dan Pembebasan Satwa Liar. Dia menyatakan, kurun waktu enam bulan terakhir, setidaknya ada 141 satwa mati di kebun binatang di Indonesia. “Ini akibat tidak beres dan tidak serius pengelolaan pada satwa.”

Di KBS, bukan hanya jerapah. Beberapa waktu lalu, orangutan, tiga harimau, 18 komodo, dan enam penyu juga burung mati, karena tak mendapatkan perawatan maksimal.

Di Kebun Binatang Jambi, satwa juga mengalami nasib sama. Kasus terakhir, ditemukan dua singa Afrika dan harimau Sumatera mati. Dari penelusuran, satwa-satwa itu mati, diracun. Dari pemeriksaan medis, di dalam tubuh singa dan harimau itu, ditemukan striknin. “Racun itu sengaja diberikan untuk membunuh singa dan harimau, setelah itu, baru mereka jual apa yang laku di seluruh tubuh mereka.”

Di Medan, kata Maulana, ada puluhan satwa mati di Taman Margasatwa Medan (TMM). Satwa mati karena tak terurus baik, dan perawatan tidak layak. Ada gajah, siamang, orangutan Sumatera, kera Jepang betina, dan burung merpati yang mati sepanjang 2008, 2010 dan 2011.

“Kami setuju kalau Kebun Binatang disebut sebagai tempat pembunuhan satwa. Mereka mati, 98 persen akibat tak diurus, mengakibatkan terserang penyakit, hingga sengaja dibunuh. Kembalikan satwa-satwa ini ke alam liar.”

Evaluasi Menyeluruh

Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan, yang hadir dalam acara itu menegaskan, akan mengevaluasi menyeluruh kebun binatang di Indonesia. Seluruh pengurus PKBSI dan 56 lermbaga konservasi di Indonesia, harus memperbaiki sistem yang kurang benar ini.

Dia mengatakan, semua pihak wajib mengikuti standar kebun binatang agar konsep konservasi bisa berjalan. “Kehidupan satwa mendapat perhatian serius pemerintah, terutama satwa langka. Jika mati, pengelola dapat dikenakan sanksi.” Ketika ditanya upaya mengembalikan satwa-satwa itu ke alam liar, kata Zulkifli hal itu sudah dilakukan dan terus berjalan.

Menjawab kerusakan hutan menyebabkan satwa kehilangan habitat, katanya, kedepan tak akan ada izin penebangan hutan yang mengakibatkan penggundulan.”Percayalah, saya serius. Kita semua harus menjaga alam agar ada keberlangsungan hidup makhluk di dalamnya.”

sumber : mongabay.co.id

read more
Hutan

Manfaatkan Hutan Aceh Sebesar-besarnya untuk Masyarakat

Hutan merupakan karunia Allah SWT kepada umat manusia untuk dikelola demi kesejahteraan mereka dan anak cucunya. Sudah sepantasnya pemerintah dan rakyat Aceh memiliki kepentingan untuk melindungi hutan sebagai infrastruktur ekologi, yang menyediakan jasa lingkungan bagi masyarakat berupa air untuk kebutuhan domestik dan pertanian, pencegahan bencana, perlindungan keaneka ragaman hayati dan potensi energi yang luar biasa, disamping fungsi hutan produksi sebagai penghasil kayu.

Untuk melaksanakan hal tersebut, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf pada tanggal  6 Juni 2007 yang lalu menyatakan pemberlakuan “Moratorium Logging” atau penghentian sementara penebangan hutan dalam wilayah Provinsi Aceh. Moratorium Logging terdiri dari tiga tahap (1) Evaluasi Peruntukan Lahan Perizinan (Redesign), (2) meningkatkan upaya rehabilitaasi hutan dan lahan (Reforestasi), (3) pencegahan laju kerusakan hutan (Reduksi laju deforestasi) untuk mewujudkan “Hutan Lestari” rakyat Aceh sejahtera. Ini harus dilakukan mengingat musibah bencana alam, banjir, tanah longsor dan konflik satwa terindikasi akibat eksploitasi hutan yang tidak terkendali. Sekalipun demikian dalam menetapkan suatu kebijakan harus dikaji nilai positif dan negatif yang akan dituai dari kebijakan tersebut. Satu sisi tak bisa dipungkiri bahwa kerusakan ekologi terjadi karena rusaknya hutan. Sisi lain Moratorium Logging tidak hanya mengharamkan illegal logging, tetapi juga aktifitas logging.

Sejauh ini kebijakan tersebut masih berlaku dan kita berharap agar Pemerintah Aceh saat ini tetap mempertahankannya dan segera mengimplementasikannya secara benar di lapangan. Pengelolaan hutan dan sumberdaya alam di Indonesia termasuk Aceh saat ini merupakan sebuah cerita yang beragam. Di sepanjang jutaan hektar, masyarakat setempat menanami hutan dengan berbagai jenis buah-buahan, kopi dan coklat (kakao) dan sering ditanam bersama dengan pohon kayu-kayuan yang membentuk wilayah yang disebut wanatani (agroforest). Wilayah wanatani ini menyediakan jasa lingkungan yang sama seperti hutan alam, dengan pengecualian pada perbedaan keanekaragaman hayati yang lebih rendah. Banyak masyarakat setempat yang melindungi hutan alam, dan kadang bekerjasama dengan petugas Dinas Kehutanan setempat.

Namun, secara keseluruhan keadaan hutan alam dapat dikategorikan sebagai salah satu krisis yang dihadapi bangsa ini. Laju deforestasi per tahun yang mencapai satu juta hektar tetap bertahan sepanjang sepuluh tahun terakhir serta kemampuan terpasang industri pengolahan kayu terus berkembang melampaui tingkat pemanfaatan lestari per-tahun (Badan Planologi Kehutanan RI)).  Pada akhir dasawarsa ini dan Kawasan Hutan konservasi akan mengalami kerusakan serius atau bahkan lenyap sama sekali.

Ketiadaan transparansi dalam pengambilan keputusan memfasilitasi meluasnya kegiatan-kegiatan ilegal dan korupsi di sektor kehutanan. Para pemegang konsesi yang memiliki kedekatan dengan kekuasaan secara teratur terus melanggar ketentuan-ketentuan konsesi tanpa pernah dituntut secara hukum. Hukum dan peraturan diabaikan tanpa khawatir menghadapi sanksi hukum oleh pemerintah.

Deforestasi dalam skala besar menyebabkan penyusutan keanekaragaman hayati dan di banyak tempat menyebabkan erosi tanah, sedimentasi dan penghancuran fungsi hidrologis hutan, sehingga memperburuk keamanan pangan dan mengancam potensi manfaat ekonomi dan lingkungan dari hutan untuk masa depan.

Berbagai aksi perambahan dan perusakan hutan dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang terjadi di Provinsi Aceh maupun Provinsi Sumatera Utara semakin keprihatinan dan kekhawatiran banuak pihak, baik lokal, nasional maupun internasional. Ancaman deforestasi KEL sepanjang tahun semakin meningkat.

Catatan terakhir yang kita peroleh dari Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) beberapa waktu lalu sebelum lembaga ini dibubarkan. Kerusakan hutan di Kawasan Ekosistem Leuser dalam lima tahun sebelumnya (2005-2009) mencapai 36.000 hektar. Data yang diambil melalui metode penginderaan jarak jauh, yaitu interpretasi citra satelit, yakni LANDSAT (USGS/NASA) tersebut menunjukkan pada awal tahun 2005 luas tutupan hutan di KEL sebesar 1.982.000 hektar, dan akhir tahun 2009 mengalami deforestasi sehingga luasnya berkurang menjadi 1.946.000 hektar. Proses deforestasi ini diyakini akan terus terjadi hingga saat ini, apalagi jika tidak ada penanganan yang serius oleh institusi terkait terutama yang bertanggungjawab atas perlindungan dan pengelolaan hutan di Aceh termasuk KEL.

“Leuser telah ditetapkan sebagai ‘paru-paru’ dunia, oleh karenanya upaya penyelamatan Kawasan Ekosistem Leuser sebagai paru-paru dunia seharusnya tidak hanya menjadi tanggungjawab rakyat Aceh, tapi juga menjadi masyarakat internasional memiliki tanggungjawab yang sama dalam melestarikan kawasan tersebut”.

Jika kita tinjau kembali berbagai kebijakan pengelolaan hutan dan lingkungan telah diintegrasikan ke dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dijabarkan dalam berbagai kebjakan perencanaan pembangunan. Masing-masing peraturan perundangan ini memiliki bagian khusus yang berbicara tentang lingkungan hidup, termasuk di dalamnya kebijakan tentang konservasi lingkungan. Namun dalam pelaksanaannya berbagai kebijakan tersebut meletakkan pertumbuhan ekonomi diatas segala-galanya.

Sektor-sektor lain seperti keamanan, sosial, teknologi, pemdidikan, budaya dan lingkungan hidup diarahkan dan harus mendukung pertumbuhan ekonomi tersebut.  Pengembangan ekonomi selama ini dilakukan dengan pendekatan modal besar, terpusat pada beberapa konglomerat dan hasil-hasilnya lebih banyak mengalir ke pusat kekuasaan. Sementara ekonomi masyarakat yang berada di wilayah-wilayah yang kaya dengan sumber daya alam justru merana. Di sisi lain kondisi lingkungan hidup dan sumber daya alam semakin mengkhawatirkan.

Proses moratorium hutan harus berbasiskan hasil capaian, transparansi dalam proses dan pelibatan publik secara lebih luas dan efektif menjadi satu keharusan, sehingga pencapaian komitmen dan penurunan emisi gas rumah kaca dan penyelamatan hutan alam secara umum di Indonesia dan khususnya di Aceh dapat dilaksanakan dengan baik.

Disamping itu juga seluruh kegiatan pengelolaan hutan di Aceh, seharusnya mampu meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Aceh. Untuk itu mari kita berikan waktu kepada hutan kita untuk bisa bernafas lebih lama dari tekanan dan jangkauan tangan-tangan jahil perusak hutan, serta berikan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk juga dapat ikutserta menikmatinya.[]

* Penulis adalah Staf Pengajar Konservasi Lingkungan, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh, Aceh Communications Officer Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), Banda Aceh dan mantan Direktur Eksekutif WALHI Aceh, Periode 2010-2013.

read more
Flora Fauna

14 Kanguru Mati, Hashim Mau Jadikan Ragunan Bonbin Kelas Dunia?

Sebanyak 14 Kanguru ditemukan tewas di Taman Margasatwa Ragunan (TMR), Jakarta Selatan pada hari Rabu (27/11) kemarin. Kanguru berjenis Wallaby abu-abu dari Papua tersebut mati mengenaskan karena digigit oleh anjing liar yang berhasil menyelinap masuk ke kandang mereka.

Diketahui hanya empat ekor kanguru saja yang berhasil selamat dari serangan anjing liar tersebut. Empat ekor itu terdiri dari satu betina dan tiga jantan dalam kondisi mengenaskan, tubuh binatang Australia tersebut sudah terlihat sangat ringkih. Alhasil, hanya 4 kanguru saja yang selamat dari total 18 koleksi yang dimiliki oleh Ragunan.

“Hasil pemeriksaan post mortem para dokter hewan di sini (Taman Margasatwa Ragunan) kematian kanguru disebabkan adanya sejumlah luka gigitan di sekitar leher, kaki dan perut sehingga terjadi pendarahan serius hingga kematian,” kata Kepala Badan Layanan Umum Daerah Taman Margasatwa Ragunan, Bambang Triyono, Kamis (28/11).

Bambang menjelaskan, para anjing pembunuh tersebut diduga milik warga sekitar. “Diduga anjing itu lepas dan menerobos masuk ke kawasan TMR,” ujarnya.

Mendapati belasan kanguru tersebut mati, tambah Bambang, petugas langsung menyisir ke seluruh kawasan dan berhasil menangkap 3 ekor anjing. “Ketiga anjing itu sekarang berada di Balai Kesehatan Hewan dan Ikan (BKHI) untuk dilakukan observasi selama 14 hari,” paparnya.

Mencermati kasus tersebut, apa bisa jika Ragunan dijadikan kebun binatang yang berkualitas? Sebab, belum lama ini Ketua Dewan Pengawas Taman Margasatwa Ragunan, Hashim Djojohadikusumo berangan-angan tinggi ingin merombak Ragunan menjadi bonbin yang bertaraf dunia. Dia pun berjanji akan membenahi Ragunan hingga lebih baik dari kebun binatang di luar negeri, bahkan mengalahkan kebun binatang Singapura.

Hashim diketahui juga telah melakukan pertemuan dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo beberapa waktu yang lalu. Dalam pertemuan tersebut, keduanya membahas nasib Ragunan ke depannya. Hashim dan Jokowi pun akhirnya sepakat memiliki mimpi menjadikan Ragunan sebagai kebun binatang bertaraf internasional. Jokowi berjanji akan menindaklanjuti permintaan Hashim untuk memperbarui Ragunan, sebab dia juga mengakui karena Ragunan masih banyak kekurangan.

“Kita mau adakan temu publik, dengan masyarakat, LSM, kita diskusi. Masyarakat DKI ini maunya apa dengan Ragunan? Kita mau bikin yang berkelas Internasional seperti di Singapura, San Diego, atau seperti di Washington? Terus kita akan buka masukan dari masyarakat,” kata Hashim di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (22/8).

Menanggapi hal itu, Jokowi berjanji akan memperhatikan seluruh hewan yang ada di dalam Ragunan. Menurutnya, seluruh hewan tersebut harus sejahtera dan gemuk. “Itu yang akan kita perbaiki semuanya harus gemuk-gemuk. Jangan sampai kayak gubernurnya,” kata Jokowi.

Tak hanya berjanji untuk membuat hewan-hewannya menjadi gemuk, Hashim juga berjanji akan menaikkan tarif tiket masuk guna meningkatkan fasilitas Ragunan. Selain itu pihak manajemen bonbin juga akan meningkatkan kesejahteraan karyawan yang selama ini dirasa masih kurang.

“Lalu fasilitas-fasilitas kesejahteraan pegawai juga harus ditingkatkan. Harga tiket 4 ribu sejak 2003, sudah hampir 10 tahun. Kita sudah tahu kenaikan inflasi berapa, kenaikan BBM sudah berapa kali, tapi harga tiket tetap sama,” ujarnya lagi.

Kini dengan adanya kejadian belasan kanguru yang mati tersebut, bisakah Hashim tetap mewujudkan impiannya menjadikan Ragunan menjadi bonbin bertaraf dunia?

sumber : merdeka.com

read more
Flora Fauna

Memasak Orangutan karena Ketidaktahuan

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Barat menyayangkan atas penangkapan dan penahanan Hanapi dan Ignasius Mandur. Kedua orang ini ditangkap karena membunuh dan mengkonsumsi orangutan (Pongo Pygmaeus). Meskipun, keduanya tidak mengaku tak sengaja membunuh oranguta di Bukit Rel, Jalan Panca Bhakti, Kelurahan Batulayang, Potianak Utara.

Kepala Biro Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan (OKK) AMAN, Glorio Sanen menilai, seharusnya penyelesaiaan sengketa litigasi merupakan sarana akhir (ultimum remidium). Karena alternatif penyelesaiaan sengketa lain tidak membuahkan hasil.

Kasus ini harus dijadikan terobosan oleh Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar. Keputusan hakim sebelumnya harusnya bisa dipergunakan sebagai bahan pertimbangan oleh hakim berikutnya dalam mengambil keputusan.

“Jangankan masyarakat desa, orang kota pun masih banyak yang belum mengetahui tumbuhan dan hewan yang dilindungi,” kata Glorio.

Untuk itu, Glorio mendesak agar BKSDA dan kepolisiaan tidak menempuh jalur hukum pidana. Hal itu karena sangat tidak adil dan akan berdampak sistemik dalam proses penegakan hukum di Kalimantan Barat.

“Upaya hukum yang dilakukan BKSDA saat ini bisa kita umpamakan, kita ingin membunuh serangga yang ada di pohon mangga dengan cara menebang pohonnya. Ini jelas solusi yang tepat dalam menyelesaikan kasus ini,” lanjut Glorio dalam rilis yang diterima Sayangi.com, Jumat (29/11).

Karenanya, Glorio menyarankan agar Hanapi dan Ignasius Mandur diberikan peringatan untuk tidak mengulang tindakan ini dan jika diulangi lagi baru diberi sanksi hukum pidana.

“Karena Hanapi dan Ignasius Mandur tidak melakukan perbuatan itu dengan senagaja,” tegasnya.

Gloria beranggapan, kasus ini seharusnya harus menjadi kajian multi pihak terutama pemerintah yang memiliki kewenangan dalam membuat aturan dan mengambil kebijakan. Pemerintah harusnya lebih konsern terhadap izin-izin penggunaan lahan, baik sawit, hutan tanaman industri, maupun tambang yang jelas-jelas merusak habitat orangutan.

“Secara logika saja, Bagaimana orangutan bisa dilindungi jika rumahnya tidak dilindungi,” pungkas Glorio.

Sebelumnya diberitakan seekor orangutan menjadi korban salah tembak pada Minggu (3/11). Peristiwa salah tembak terjadi tak jauh dari Jalan Panca Bhakti, Pontianak Utara.

Ignasius Mandor dan Hanafi, warga Jalan Panca Bhakti, mengungkapkan bahwa setelah tertembak, orangutan itu justru dimakan.

Sumber : sayangi.com

read more
1 2 3 18
Page 1 of 18