close

13/11/2013

Sains

Dampak Kerusakan Topan Haiyan Setara Tsunami Aceh

Banyak yang menyebut kedahsyatan topan Haiyan setara dengan tsunami Aceh. Apa alasannya? Mengapa dua bencana yang sebabnya jelas berbeda itu dibandingkan?

Sebab pertama ialah kerugian yang diakibatkan. Topan Filipina menewaskan paling tidak 10.000 jiwa. Pemandangan di Tacloban City yang terdampak topan sangat mirip dengan pemandangan di Aceh setelah terempas gelombang tsunami. Rumah rata dengan tanah dan pohon bertumbangan.

Tsunami Aceh dipicu oleh gempa bermagnitudo 9,1 yang terjadi di zona subduksi sebelah barat lepas pantai Sumatera. Gempa memicu gelombang tsunami yang dilaporkan mencapai ketinggian 30 meter.

Di sisi lain, bencana di Filipina dipicu oleh topan Haiyan yang kecepatan geraknya mencapai 310 km/jam. Badai memicu gelombang laut yang tak biasa dengan ketinggian mencapai 2 meter. Di beberapa tempat, ketinggian gelombang bisa 6 meter.

Topan Haiyan dan tsunami Aceh disetarakan karena besarannya. Gempa yang memicu tsunami Aceh merupakan salah satu yang terbesar dalam seabad terakhir. Topan Haiyan tercatat sebagai topan terkuat dan paling mematikan tahun ini.

Diberitakan BBC, Senin (11/11/2013), topan Haiyan memang memicu “tsunami”.

Zona bertekanan rendah pada badai memungkinkan air laut untuk naik. Akibat kenaikan air laut sebenarnya biasa jika ketinggiannya maksimum 1 meter.

Namun, karena topan Haiyan bergerak sangat cepat, kenaikan air laut yang terjadi lebih besar. Gelombang laut yang tinggi kemudian menerjang daratan.

Kondisi geografis Pulau Samar dan Leyte membuat gelombang laut berdampak besar. Air menghantam permukiman warga di sekitar pantai dan menumbangkan pohon. Topan Haiyan memicu “tsunami” yang merugikan sama seperti gempa 26 Desember 2004 yang memicu tsunami mematikan.

Sumber: kompas.com

read more
Ragam

Pengacara Keberatan PT Kallista Alam Didakwa Pidana

Pengacara PT. Kalista Alam (KA) Luhut Pangaribuan SH kembali menegaskan surat dakwaan pidana terhadap PT. KA dianggap keliru, tidak lengkap dan tidak cermat. Dalam persidangan perkara pidana di PN Meulaboh, Selasa (12/11/2013) tadi, Luhut Pangaribuan mengatakan sudah mengajukan nota keberatan terhadap surat dakwaan tersebut kepada hakim majelis.

Dalam nota keberatan tersebut dikatakan bahwa surat pidana yang diajukan oleh jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak jelas dan harus dibatalkan demi hukum.

“Alasannya karena dakwaan tidak menguraikan perbuatan terdakwa. Kemudian dakwaan juga banyak mengambil keterangan dari saksi ahli yang tidak melihat secara fakta,” kata Luhut Pangaribuan.

“JPU sangat mengendalikan keterangan dari ahli, misalnya keterangan dari ahli Bambang Heru” kata Luhut lagi.

Kemudian dakwaan juga dianggap tidak cermat karena ada uraian luasan lahan yang terbakar berbeda-beda. Dakwaan pidana ini terdaftar di PN Meulaboh nomor perkara 131/pid.B/2013/PN MBO. Kemudian nomor 132/pid.B/2013/PN MBO dan nomor perkara 133/pid.B/2013/PN MBO.

Hakim yang memimpin perkara tersebut adalah Arman Surya Putra SH bersama hakim anggota Rahma Novatiana dan Juanda Wijaya. Hadir juga pengacara PT. KA yang lain, Firman Lubis, Irianto, Rebecca dan Agus.

Menanggapi nota keberatan itu, Jaksa Penuntut Umum, Rahmat akan menyampaikan secara tertulis pada sidang perkara pidana berikutnya Selasa, 26 November 2013.[]

Sumber: acehterkini.com

read more
Perubahan Iklim

Indonesia Minta Komitmen Negara Maju Tangani Perubahan Iklim

Konferensi Perubahan Iklim atau Conference of the Parties (COP) ke-19 dari Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) di Warsawa, Polandia, secara resmi telah dibuka pada hari Senin kemarin (11/11/2013) waktu setempat.

Perundingan COP19 ini juga akan merupakan perundingan yang ke-9 dari Protokol Kyoto (CMP9). Di dalam pertemuan Warsawa pembahasan akan dilakukan dalam dua kerangka waktu penanganan perubahan iklim, yaitu implementasi hingga 2020 dan kesepakatan multilateral baru yang melibatkan semua negara Pihak (applicable to all parties) serta mengikat (legaly binding agreement) pasca 2020.

Kebutuhan adanya kesepakatan global yang mengikat untuk penanganan perubahan iklim makin mendesak, karena dampak dari perubahan iklim makin nyata, merujuk pada laporan berkala kelima dari Panel Antar Pemerintah (Fifth Assesment Report IPCCC) yang telah dikeluarkan beberapa minggu yang lalu.

Dalam pidato pembukaannya, Sekretaris Eksekutif UNFCCC, Christian Figueres mengharapkan adanya hasil yang positif dari COP19, antara lain dengan kejelasan arah dan elemen bagi kesepakatan perubahan iklim yang berlaku secara universal pasca 2020 dan memberikan arah yang efektif untuk pencapaian target pra-2020.

Dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya, para Negara Pihak UNFCCC telah menyepakati bahwa pada COP20 di Peru di akhir tahun 2014 akan dihasilkan draft teks kesepakatan untuk dapat difinalkan di pertengahan 2015. Selanjutnya kesepakatan ini dapat diadopsi pada akhir 2015 dalam COP21 di Paris, Perancis.

“Menurut timetable dari UNFCCC, perundingan di Warsawa dianggap sebagai dimulainya akhir dari perjalanan panjang negosiasi yang telah berjalan alot untuk memastikan keberlanjutan pengendalian perubahan iklim global. Dalam COP19 ini ditargetkan dapat disepakati elemen-elemen dari kesepakatan di tahun 2015 yang akan dinegosiasikan hingga pertengahan 2015,” kata Rachmat Witoelar, Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim yang juga adalah Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) selaku Ketua Delegasi RI (Delri) dalam pertemuan Warsawa ini.

Delri menekankan pentingnya peningkatan komitmen dan aksi negara maju untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) di bawah Protokol Kyoto dalam periode komitmen kedua, maupun negara maju yang tidak berada di bawah Protokol Koto untuk memastikan pencapaian target global, yaitu kenaikan suhu rata-rata global yang tidak melebihi 2 derajat Celcius pada tahun 2020 dibandingkan dari suhu rata-rata global sebelum Revolusi Industri.

Salah satu tindakan nyata yang diperlukan adalah ratifikasi segera Doha Amendement untuk kekuatan hukum implementasi Protokol Kyoto periode komitmen kedua.

Dalam COP19 Warsawa, Delri menuntut negara-negara maju untuk memenuhi tanggung jawabnya untuk secara bersama-sama menurunkan emisi GRK. Mengingat sebagian negara maju tidak berada di bawah Protokol Kyoto, maka Delri menuntut negara-negara tersebut untuk dapat menunjukkan komitmen dan aksi nyata mitigasi yang dapat disetarakan dengan komitmen dan aksi dari negara maju yang berada di bawah Protokol Kyoto dan melakukannya selama periode komitmen kedua.

UNFCCC sendiri telah meminta seluruh Negara Pihak untuk mempersiapkan dan menetapkan target mitigasi pasca 2020 pada COP20 di Peru tahun 2014.

Implementasi komitmen penurunan emisi GRK dalam bentuk aksi nyata mitigasi negara-negara maju menjadi semakin penting bagi keadilan dalam upaya global pengendalian perubahan iklim, apalagi telah semakin banyak negara berkembang termasuk Indonesia yang telah menunjukkan komitmen secara sukarela untuk menurunkan emisi GRK. Di sisi lain, negara-negara dunia ketiga dan negara kepulauan kecil memerlukan bantuan bukan hanya dalam bentuk pendanaan melainkan juga dalam pengembangan dan alih teknologi serta pengembangan kapasitas untuk menangani dampak perubahan iklim yang semakin nyata dirasakan.

Catatan :
1. Amerika Serikat menjadi satu-satunya negara maju yang sejak awal tidak menjadi Negara Pihak Protokol Kyoto
2. Kanada terhitung sejak 15 Desember 2012 telah menyatakan diri keluar dari Protokol Kyoto.
3. Tiga negara maju lainnya yaitu Rusia, Jepang dan Selandia Baru tetap menjadi Negara Pihak Protokol Kyoto tetapi tidak mengambil komitmen penurunan emisi GRK di bawah Protokol Kyoto. Selandia Baru telah menyampaikan komitmen penurunan emisi GRK di bawah konvensi UNFCCC sebagai pengganti dari komitmennya di bawah Protokol Kyoto.

[rel]

read more
Tajuk Lingkungan

Duka Cita Pilipina

Topan Haiyan menghantam kota Tacloban, Propinsi Leyte, Pilipina pada hari Minggu (10/11/2013) meluluhlantakan segala bangunan yang berada di atas bumi. Pemandangan yang tersisa mengerikan, puing-puing kayu berserakan di tanah, tidak banyak bangunan yang sanggup bertahan dari hempasan topan. Kapal-kapal terhempas ke daratan, mengingatkan kita akan bencana gempa bumi dan tsunami yang pernah menghantam Aceh pada 26 Desember 2004 lalu. Diperkirakan tak kurang dari 10.000 jiwa melayang. Selain itu kelaparan juga membayangi korban yang selamat mengingat tak banyak makanan yang bisa diperoleh ditengah bencana dahsyat ini.

Sebelumnya sebulan lalu, pada Selasa (15/10/2013), gempa berkekuatan 7,2 skala Richter (SR) mengguncang Pulau Bohol dan Cebu, Filipina Tengah. Bencana dahsyat ini merobohkan banyak bangunan termasuk bangunan bersejarah, merobek jalan-jalan serta menimbulkan korban jiwa. Pemerintah setempat pontang-panting berusaha menyelamatkan penduduk. Kini bencana baru kembali datang.

Walaupun terjadi di dua daerah terpisah namun bencana ini masih dalam satu negara yang berarti satu komando penanggulangan. Tentu saja pemerintah Pilipina harus bekerja ekstra keras membantu rakyatnya yang tertimpa musibah. Saya sendiri tidak tahu persis bagaimana pemerintah dibawah Presiden Benigno Aquino mengatasi dua bencana dahsyat ini. Cuma sebagai orang yang pernah mengalami bencana tsunami di Aceh, saya bisa membayangkan perlu koordinasi yang kuat dalam penanganan pasca bencana.

Dua bencana yang terjadi dalam waktu berdekatan ini memberikan kita pelajaran, paling tidak dua hal. Pertama bahwa bencana bisa datang kapan saja, bisa diprediksi dan tidak bisa diprediksi. Persiapan menghadapi bencana harus terus dilakukan. Saat tidak terjadi bencana, masyarakat harus disadarkan akan bahaya bencana yang mengancam tempat tinggal mereka.

Penyadaran bisa dilakukan melalui kampanye ataupun latihan menghadapi bencana (drill). Sementara pemerintah juga bisa mulai memetakan daerah rawan bencana dan menginventarisir sumber daya yang dimilikinya.

Jika hal persiapan sebelum bencana bisa terlaksana, Insya Allah saat bencana itu benar-benar datang, dampaknya bisa dikurangi. Warga sudah tahu apa yang dilakukan saat bencana datang, kemana harus mengungsi dan yang tak kalah penting adalah bersikap tenang, tidak panik.

Hal kedua mengingatkan kita bahwa dunia kita sudah semakin rentan terhadap bencana. Frekuensi kejadian bencana sudah semakin tinggi. Buktinya saja yang terjadi di Pilipina tadi, hanya berselang sebulan bencana dahsyat datang menimpa. Terlebih bencana yang disebabkan oleh iklim, yang banyak disinyalir oleh ilmuan berkaitan erat dengan perubahan iklim. Penyebab perubahan iklim sendiri diduga akibat aktivitas manusia yang menghasilkan Gas Rumah Kaca (GRK).

Namun sayangnya masih saja banyak negara yang kurang peduli dengan emisi yang mereka hasilkan. Demi menjaga pertumbuhan ekonomi, mereka menolak untuk mengurangi emisi GRK dan mencoba membeli karbon (trade off) dari negara berkembang. Ini berarti emisi akibat ulah manusia (anthropogenic) tidak berkurang. Padahal dibutuhkan usaha yang sangat besar untuk menurunkan iklim bumi sebesar 1 derajat celcius saja, agar bumi tidak bertambang panas dan menyebabkan es di kutub mencair. Kalau es sudah mencair maka dipastikan akan banyak kota-kota di pinggir pantai yang lenyap.

Bencana seharusnya bisa menjadi pengingat yang paling bagus bagi manusia untuk bersiap menghadapi bencana. Jangan seperti pemadam kebakaran, datang saat terjadi kebakaran saja. Jangan sampai pula teringat bencana hanya ketika bencana menimpa. Kalau ini wataknya, maka kita butuh banyak sekali bencana untuk bisa sadar. [m.nizar abdurrani]

read more
Kebijakan Lingkungan

Arman Surya Putra Dianugerahkan Sertifikasi Hakim Lingkungan

Seorang hakim di Aceh mendapatkan sertifikasi hakim lingkungan dari Mahkamah Agung tahap pertama tahun 2013. Sebelumnya, Arman Surya Putra sering dipercayakan memimpin perkara pidana dan kasus menyangkut dengan lingkungan. Diantaranya kasus pembukaan lahan tanpa izin dan juga kasus kebakaran.

Sebagaimana dilansir oleh acehterkini.com, Arman mengaku baru saja selesai menerima sertifikasi hakim lingkungan dari Mahkamah Agung di Jakarta. “Saya baru saja lulus sertifikasi hakim lingkungan tahap pertama tahun 2013 yang diberikan oleh Mahkamah Agung,” kata Arman Surya Darma, Selasa (12/11/2013).

Pria kelahiran Bandarwijaya, 18 November 1974 saat ini adalah Kepala Pengadilan Negeri Blangkerejen, Kabupaten Gayo Lues. Kini ia dipercayakan memimpin sidang perkara pidana PT.Kalista Alam.

“Saya datang ke Meulaboh setiap dua minggu sekali untuk bersidang perkara pidana PT.Kalista Alam,” ujar alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini.

Dengan diberikannya sertifikasi hakim lingkungan, tentu ini membuktikan komitmen Pemerintah Pusat dalam melestarikan lingkungan hidup. Kata Arman, Pemerintah Pusat menaruh harapan besar terhadap penyelamatan lingkungan, khususnya di Aceh dengan memberikan sertifikasi hakim lingkungan bagi sejumlah hakim di Aceh.

Arman tidak sendiri memimpin persidangan perkara pidana PT.Kalista Alam. Bersama dia juga ada hakim Rahma Nobatiana dan juga Juanda Wijaya. “Kita akan selesaikan perkara ini dalam waktu paling cepat 4 sampai 5 bulan kedepan,” kata Arman singkat.[]

read more