close

27/06/2018

HutanKebijakan Lingkungan

Greenpeace: Raksasa Minyak Sawit Terlibat Deforestasi Hutan Indonesia

Singapura – Perusahaan-perusahaan raksasa minyak kelapa sawit di dunia masih terkait erat dengan deforestasi di Indonesia meskipun lima tahun lalu berjanji menghentikan penebangan hutan yang luas di hutan, demikian laporan Greenpeace, Senin (25/6/2018).

Wilmar International yang terdaftar di Singapura memiliki hubungan dekat dengan Gama, sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit besar Indonesia yang dikatakan oleh kelompok lingkungan telah menghancurkan area hutan hujan seukuran dua kali kota Paris.

Gama didirikan oleh pendiri Wilmar dan saudaranya pada tahun 2011 dan konsesi lahannya dimiliki dan dikelola oleh kerabat pasangan itu, menurut Greenpeace.

Greenpeace mengklaim hasil pemetaan dan analisis satelit menunjukkan bahwa Gama telah menghancurkan 21.500 hektar (53.000 hektar) hutan hujan atau lahan gambut sejak Wilmar berkomitmen menghentikan penebangan di Indonesia.

“Selama bertahun-tahun, Wilmar dan Gama telah bekerja sama, dengan Gama melakukan pekerjaan kotor sehingga tangan Wilmar tetap bersih,” kata kepala kampanye global hutan Indonesia Greenpeace Asia Tenggara, Kiki Taufik.

“Wilmar harus segera memutus semua pemasok minyak sawit yang tidak dapat membuktikan bahwa mereka tidak merusak hutan hujan.”

Wilmar menolak untuk berkomentar atas laporan Greepeace ini. Greenpeace mengatakan bahwa Wilmar menyangkal memiliki pengaruh terhadap Gama.

Minyak sawit adalah bahan utama dalam banyak barang sehari-hari, mulai dari biskuit hingga sampo dan make-up.

Peningkatan permintaan minyak sawit untuk komoditas telah menyebabkan ledakan industri di Indonesia, yang merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Kelompok-kelompok hijau telah lama menuduh perusahaan-perusahaan kelapa sawit merusak lingkungan hidup.

Banyak perusahaan telah membuat janji “no deforestasi” setelah berada di bawah tekanan, tetapi para aktivis mengatakan bahwa komitmen semacam itu sulit untuk dipantau dan seringkali dilanggar oleh perusahaan.

Perusakan hutan hujan, pembukaan lahan gambut – penumpukan vegetasi yang membusuk – untuk membuat jalan bagi perkebunan kelapa sawit menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat besar. Sejumlah besar karbon dilepaskan ketika gambut dikeringkan atau dibakar, memperburuk perubahan iklim, menurut ahli lingkungan.

Kebakaran gambut juga sulit untuk dipadamkan dan faktor kunci dalam wabah kabut asap beracun yang meracuni Asia Tenggara hampir setiap tahun.[]

Sumber: www.thejakartapost.com 

 

 

read more
HutanKebijakan Lingkungan

Kejari Nagan Raya Eksekusi Kepala Kebun PT SPS II

NAGAN RAYA – Kejaksaan Negeri (Kejari) Nagan Raya mengeksekusi seorang terpidana kasus pembakaran lahan perkebunan sawit PT Surya Panen Subur II (SPS II), dari tiga terpidana yang telah diputuskan bersalah oleh Mahkamah Agung (MA), Senin (25/6/2018) lalu.

Terpidana yang dieksekusi itu sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kebun Seunaan PT SPS II, Anas Muda Siregar. Dia terbukti bersalah melalui keputusan MA kasus pembakaran lahan dalam rentang waktu Maret hingga Juli 2012 lalu seluas 1.200 hektar.

Sedangkan dua terpidana lainnya, Eddy Sutjahyo Busin (Presiden Direktur PT SPS), Marjan Nasution (Administrator PT SPS), gagal dieksekusi karena alasan dalam kondisi sakit saat ini. Pihak Kejadi Nagan mengaku akan terus memantau perkembangan kesehatan kedua terpidana yang belum dieksekusi tersebut.

“Terpidana dieksekusi ke Lembaga Permasyarakatan Kelas II B Meulaboh, Aceh Barat,” kata Kepala Kejari Nagan Raya, Sri Kuncoro.

Anas Muda Siregar dihukum penjara selama dua tahun penjara oleh MA. Selain itu, MA juga menghukum pidana denda sebesar Rp 3 miliar dengan subsidair 3 bulan penjara. Putusan hukuman yang sama juga diberikan kepada kedua terpidana yang belum dieksekusi pihak Kejari Nagan Raya.

Ketiga petinggi PT SPS dipidanakan karena telah membuka lahan untuk perkebunan sawit dengan cara membakar seluas 1.200 hektar di lahan gambut. Lalu pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menggugat perusahaan tersebut hingga persidangan bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh.

Seperti dikutip dari mongabay.co.id, persidangan yang berlangsung Kamis (28/1/2016) di Meulaboh, Hakim Rahma Novatiana, menjatuhkan denda untuk perusahaan ini sebesar Rp 3 miliar dan hukuman penjara 3 tahun, subsider 1 bulan, kepada Anas Muda Siregar (kepala kebun) dan Marjan Nasution (kepala proyek). Namun, Presiden Direktur PT. SPS II Edi Sutjahyo Busiri yang ikut menjadi pesakitan dinyatakan bebas.

Hukuman ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum Rahmat Nur Hidayat yang menuntut hukuman 3,5 tahun penjara kepada terdakwa dan denda Rp 4 miliar ke perusahaan. Persidangan PT. SPS II telah berlangsung sejak 2013.

Hakim menjerat terdakwa dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menurut majelis hakim, PT. SPS II terbukti bersalah membuka lahan dengan cara membakar secara berlanjut. “Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa ini menyebabkan perubahan karakteristik pada lahan gambut. Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pelestarian lingkungan di lahan gambut.”

Majelis hakim juga memberi pertimbangan lain yang meringankan PT. SPS II yang dianggap telah memiliki manajemen kesigapan tanggap darurat terhadap kebakaran dan telah melakukan upaya maksimal memadamkan kebakaran lahan sehingga kebakaran tidak meluas dan dapat dilakukan secara cepat tanpa bantuan pemerintah.

Kebakaran terjadi di areal konsesi PT. SPS II di Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. PT. SPS II memiliki konsesi hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit seluas 12.957 hektar di Tripa dan beroperasi atas izin budidaya Gubernur Aceh tahun 2012 setelah membeli HGU itu dari PT. Agra Para Citra. Hasil pemeriksaan lapangan menunjukkan bahwa areal yang terbakar merupakan lahan yang sudah ditanami sawit dan sebagian merupakan lahan yang sudah dibuka sebelum kebakaran terjadi.

Atas vonis hakim ini, para terpidana menyatakan banding. Menurut pengacara PT. SPS II, Trimulya, ada hal yang kontradiktif dalam putusan majelis hakim. “Dalam pertimbangan majelis hakim disebutkan para terdakwa telah menerapkan metode pembukaan lahan tanpa bakar.”

Kejari Nagan Raya tinggal mengeksekusi dua terpidana lainnya yang dinyatakan masih sakit, sehingga tidak bisa dieksekusi. Atas putusan ini menjadi pelajaran semua pihak bahwa begitu penting penyelamatan dan pelestarian lahan gambut di  kawasan Rawa Tripa dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).

read more