close

November 2018

Flora FaunaHutan

YEL dan DLHK Bentuk Task Force Rencana Pengelolaan Gambut Aceh

Hutan Aceh yang sangat kaya dengan beragam biodiversity harus selalu dikelola dengan baik karena hutan memberikan manfaat kepada makhluk hidup sekitarnya. Tak terkecuali hutan gambut, dimana hutan ini sangat rentan mengalami degradasi akibat ulaat manusia. Pemerintah Aceh memasukan kawasan hutan gambut seluas 11.359 Ha menjadi kawasan gambut lindung yang dimasukkan dalam Qanun RTRW Aceh.

Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Propinsi Aceh pada Senin malam (1/11/2018) di Banda Aceh melakukan Kick off Meeting Rencana Pembentukan Tim Task Force dalam Rangka Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Kawasan Ekosistem Gambut (RPPEG) Aceh dan Proses Kelembagaannya. Keberadaan RPPEG ini dianggap penting untuk penyelamatan hutan gambut Aceh. Turut hadir Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Propinsi Aceh, Ir. Syahrial.

Perwakilan YEL, T.Muhammad Zulfikar menyampaikan bahwa rencana pengelolaan gambut bisa benar-benar menjadi perhatian pemerintah Aceh. RPPEG diharapkan bisa jadi hingga terbentuk juga kelembagaan yang mengelolanya. “Bentuknya bagaimana akan kita diskusikan bersama,”ujarnya. RPPEG sebagai payung pelaksanaan pengelolaan gambut dan menjadi dokumen milik pemerintah Aceh

Konsultan penyusunan RPPEG, Yakob Ishadamy menambahkan lingkup kegiatan ini adalah mengumpulkan peraturan perundangan yang terkait pengelolaan gambut, kajian evaluatif terhadap beberapa kebijakan paralel dengan RPJP dan RPJM, baik propinsi dan kabupaten/kota. Harapan kita semua aturan ini bisa diintegrasikan dalam sebuah dokumen dan bisa dioperasional sebaik mungkin.

“RPPEG ini masa berlakunya 20 tahun, dapat dilaksanakan oleh pemerintah Aceh,”kata Yacob.

Paling akhir diharapkan ada rekomendasi mengenai bentuk kelembagaan untuk mengelola gambut. Diharapkan nanti RPPEG ini dapat disahkan menjadi peraturan Gubernur Aceh, kata Yacob.

Sebuah tim penyusunan dokumen RPPEG yang terdiri dari sejumlah ahli dari LSM, akademisi dan pemerintah akan dibentuk agar proses penyusunan dokumen bisa berjalan dengan baik.

 

 

 

read more
Perubahan IklimSains

Sadar Bencana Mengancam, Masyarakat Tolak Bendungan Tampur

Para perwakilan desa, datok dan geuchik di Kecamatan Simpang Jernih, Kabupaten Aceh Tamiang setuju menolak proyek Bendungan Tampur. Pernyaataan ini disampaikan dalam acara diskusi dan pemutaran film lingkungan yang diadakan di Kuala Simpang Jumat (26/10/2018) lalu.

Selama diskusi, TM. Zulfikar dari Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) mempresentasikan dampak ekologi dan sosial dari pembangunan pembangkit listrik Tampur sesuai studi yang dilakukan dengan melakukan analisis spasial melapisi wilayah bendungan. Analisis menunjukkan dampak ekologi dan sosial dari proyek bendungan yang meluas ke lebih dari 300 kilometer persegi kawasan hutan yang dua pertiga nya belum terjamah aktivitas manusia. Proyek bendungan ini akan memotong Ekosistem Leuser, lanskap hutan hujan purba yang utuh di Sumatra di mana spesies yang terancam punah seperti orangutan, gajah, badak dan harimau Sumatra hidup bersama di alam liar.

Hasanuddin dari Desa Pantai Jempa, setuju menolak proyek ini karena dia melihat lebih banyak dampak negatif dari pembangunan pembangkit listrik tenaga air. Selain itu, ketua komunitas dari Kecamatan Simpang Jernih Andika menyadari bahwa setelah mengetahui informasi tentang dampak negatif yang disajikan dalam diskusi, mereka sekarang menolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Tampur. “Kami hanya diberitahu oleh perusahaan tentang dampak positif sejauh ini, tetapi kami tidak menyadari dampak negatifnya. Sekarang kami tahu dan kami akan menentang proyek ini,”tegasnya.

Aktivis perempuan setempat, Iep Halimatussadiyah juga menyampaikan keprihatinannya tentang dampak pembangunan bendungan pada konflik manusia dan satwa liar di sekitar daerah tersebut. “Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) tidak secara jelas menyatakan bagaimana mekanisme perpindahan satwa liar dari daerah banjir, ini akan berpotensi meningkatkan jumlah konflik antara gajah liar dan manusia di sekitar desa. Sejauh ini konflik satwa liar terutama gajah liar masih sulit untuk dihadapi, jadi kami tidak dapat bergantung pada perusahaan bendungan untuk menyelesaikan masalah ini, ”kata Iep.

Perwakilan masyarakat yang hadir dalam diskusi sepakat untuk secara tegas menolak pembangunan bendungan Tampur demi menyelamatkan nyawa ribuan orang yang tinggal di hilir Sungai Tamiang dari bencana buatan manusia. Mereka memberikan dukungan dengan menandatangani tanda tangan dan bergabung dengan petisi online www.change.org/tolakpltatampur yang saat ini telah menerima 75.000 tanda tangan. (Leoni)

 

 

read more
1 2
Page 2 of 2