close

greenpeace

Energi

Industri Batubara Memperburuk Kemiskinan

Lembaga pemerhati lingkungan Greenpeace menilai industri ekstraktif batubara tidak hanya mengakibatkan kerusakan, tapi juga telah melukai ekonomi nasional, memperburuk kemiskinan, dan mengancam penghidupan masyarakat yang tinggal di sekitar operasi pertambangan batubara.

Menurut Arif Fiyanto, Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, industri ekstraktif seperti pertambangan batubara mengguncang perekonomian Indonesia dan menyebabkan fluktuasi besar dalam neraca pembayaran dan nilai tukar.

Dampak dari fluktuasi ini juga menghambat pembangunan jangka panjang industri dengan nilai tambah yang lebih tinggi karena mengalihkan dan menghalau investasi modal awal.

“Pengembangan batubara tidak membantu masyarakat miskin pedesaan, karena pertambangan batubara justru membawa dampak yang sangat negatif pada pertanian, perikanan dan sektor lain dimana jauh lebih banyak orang bergantung untuk penghidupannya,” kata Arif dalam siaran pers yang berkaitan dengan laporan terbarunya berjudul Batubara Melukai Perekonomian Indonesia.

Selain itu, terdapat kelemahan sistemik di pasar batubara global, sehingga tidak bijaksana bila Indonesia terus berinvestasi dalam meningkatkan kapasitas ekspor batubara. Permintaan impor batubara Cina cenderung melemah, dengan berbagai faktor yang mendorong turunnya permintaan. Salah satu faktornya adalah bahwa selama dua tahun terakhir,  tingkat polusi di Cina telah mencapai mencapai rekor dengan tingkat PM 2,5 (polusi partikulat kecil berukuran diameter 2,5 mikrometer) pada Januari 2013. Ini adalah lebih dari 30 kali tingkat yang aman menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 25 mikrogram per meter kubik.

Selain itu, kebijakan baru di 26 provinsi di China untuk memangkas produksi dan konsumsi batubara akan mengurangi permintaan batubara China secara signifikan.

“Pemerintah harus segera menghentikan pembangunan ekonomi yang berbasis pada energi kotor batubara, seperti dampaknya yang merusak lingkungan dan mengganggu kesehatan warga. Apabila Indonesia masih terus melanjutkan pembangunan ekonomi yang bertopang pada batubara, maka dalam jangka panjang batubara dapat melukai perekonomian Indonesia, dan menjauhkan negara ini dari jalur pembangunan ekonomi rendah karbon,”pungkas Arif.

Sumber: okezone.com

read more
Hutan

Produsen Ternama Ikut Merusak Hutan Hujan Indonesia

Procter & Gamble, produsen Head & Shoulders , menggunakan sumber minyak kelapa sawit dari perusahaan yang terkait perusakan habitat orangutan di Indonesia, membuat mereka menjadi bagian dari skandal perusakan hutan hujan. Hal tersebut terungkap dalam temuan sebuah penyelidikan panjang yang dilakukan oleh Greenpeace. Dalam temuan tersebut, diungkapkan bahwa kebijakan pembelian yang dimiliki P&G saat ini, juga menunjukkan bahwa rantai pasokan mereka juga terkait kebakaran hutan dan perusakan habitat satwa seperti harimau sumatera yang mendorong spesies langka ini menuju kepunahan .

Minyak kelapa sawit adalah bahan yang umum untuk membuat deterjen, shampoo, kosmetik dan barang-barang rumah tangga lain yang diproduksi oleh P & G.

“Produsen Head & Shoulders harus berhenti membawa kehancuran hutan hujan ke dalam produk perawatan tubuh kita. Mereka harus membersihkan tindakan mereka dan menjamin pelanggan bahwa produk ini ramah. Procter & Gamble harus mengikuti jejak perusahaan pengguna minyak sawit lainnya seperti Unilever, Nestle dan L’ Oréal, yang telah berjanji untuk membersihkan rantai pasokan mereka , ” kata Kepala Kampanye Hutan Indonesia, Bustar Maitar, dari Greenpeace Internasional.

Greenpeace menemukan bahwa habitat orangutan sedang dihancurkan di konsesi perkebunan kelapa sawit yang menjadi bagian dari rantai pasokan P&G. Lahan yang digunakan untuk kelapa sawit adalah milik BW Plantation Group, sebuah perusahaan yang terhubung rantai pasokan P&G, yang juga berhubungan dengan kematian dan kuburan orangutan di dekat Taman Nasional Tanjung Puting. Dalam kasus lain, Greenpeace mendokumentasikan pembukaan hutan yang sedang berlangsung dalam konsesi dari dua produsen yang diketahui langsung memasok ke P&G.

“Kami sudah berhadapan dengan P&G selama delapan bulan terakhir dengan isu bagaimana mereka mengekspos konsumen untuk perusakan hutan. Alih-alih segera mengambil tindakan, perusahaan ini malah hanya melakukan pencitraan hijau (greenwashing). Saatnya P & G berkomitmen 100% untuk perlindungan hutan dan berhenti membuat pelanggan menjadi bagian dari kepunahan harimau sumatera,”kata Wirendro Sumargo, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia.

Perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki kebijakan yang kuat untuk memutus deforestasi dari produk mereka dapat terkait dengan praktek ilegal di wilayah berisiko tinggi, seperti Provinsi Riau di Sumatra . Contohnya adalah konsesi PT Rokan Adi Raya, yang merupakan bagian dari habitat harimau ditambah lahan gambut yang dalam, serta terkait dalam pembukaan hutan skala besar dan kebakaran yang tidak terkendali tahun lalu. Pada Juni 2013, lebih dari 150 titik api tercatat dalam konsesi ini. Banyak dari pemasok kelapa sawit P&G berasal dari Dumai, pelabuhan utama provinsi Riau.

“Greenpeace percaya kelapa sawit harus membuat kontribusi nyata terhadap pembangunan Indonesia. Produsen minyak sawit progresif yang tergabung dalam Palm Oil Inovasi Group, membuat komitmen ambisius seperti pemain minyak sawit besar lainnya seperti GAR dan Wilmar, membuktikan bahwa ada bisnis kelapa sawit yang lebih bertanggung jawab. Tidak ada alasan bagi perusahaan seperti P&G, Reckitt Benckiser dan Colgate Palmolive untuk segera mengatasi tindakannya terhadap deforestasi,” kata Bustar Maitar.

Hutan Indonesia menghilang setara dengan luas sembilan kolam renang Olimpiade setiap menitnya, dengan minyak sawit menjadi pendorong terbesar dari kerusakan hutan. Melalui kampanye global yang diluncurkan hari ini, Greenpeace menuntut Procter & Gamble agar mengakhiri perannya dalam perusakan hutan.

Sumber: hijauku.com

read more
Kebijakan Lingkungan

Rusia Tahan Aktivis Lingkungan di Olimpiade Sochi

Demonstran tersebut, David Khakim memrotes vonis tiga tahun penjara yang dijatuhkan minggu lalu terhadap aktivis lingkungan Yevgeny Vitishko terkait sebuah insiden tahun 2012.

Vitishko dan seorang aktivis lainnya dituduh mencoret-coretkan celaan dengan menggunakan cat semprot di pagar sebuah bangunan yang diduga milik Alexander Tkachev, gubernur kawasan Krasnodar. Corat-coret itu, di antaranya, menuduh Tkachev sebagai “seorang pencuri.”

Para aktivis lingkungan mengatakan Tkachev memiliki sebuah rumah mewah yang dibangun dalam hutan lindung yang mengitari Sochi.

Khakim ditahan karena memajang poster yang bertuliskan: “Kebebasan Bagi Yevgeny Vitishko! Tahanan Lingkungan.” Polisi mengatakan ia tidak memiliki izin melakukan demonstrasi.

Rusia melarang demonstrasi kecuali di dalam sebuah zona khusus yang ditetapkan selama pelaksanaan Olimpiade di Sochi. Hakim memerintahkan Khakim melakukan kerja layanan komunitas selama 30 jam.

Sumber: voaindonesia

read more
Ragam

Rusia Batalkan Tuntutan terhadap Aktivis Greenpeace

Rusia secara resmi membatalkan tuntutan pidana terhadap pegiat Greenpeace, yang ditangkap dalam unjukrasa terhadap pemboran minyak Arktik, dan diharapkan segera melakukan hal sama kepada seluruh 30 pegiat, demikian pengumuman Greenpeace.

Greenpeace mengetahui pembatalan tuntutan terhadap 19 anggota kelompok itu, yang masih berada di Rusia dengan jaminan, pada Rabu (25/12/2013). Langkah itu diambil menyusul pengumuman ampunan dari Kremlin.

Aktivis itu akan bebas meninggalkan Rusia dan pulang ke keluarga mereka, tentunya setelah mereka memperoleh visa keluar.

Perlakuan Rusia pada para pegiat itu –yang berada dalam tahanan selama dua bulan dan telah menghadapi tuntutan melakukan hooliganisme dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara– telah memicu kritik keras dari negara barat dan selebriti.

Greenpeace menilai, pemberian amnesti kepada mereka akan menghilangkan gangguan dalam hubungan yang disebut oleh para kritikus Kremlin sebagai langkah yang diambil untuk meningkatkan citra Rusia menjelang Olimpiade Sochi.

“Ini adalah hari yang kami tunggu sejak kapal yang kami tumpangi dihentikan oleh pasukan bersenjata hampir tiga bulan lalu,” kata Peter Willcox, kapten kapal Greenpeace yang digunakan dalam aksi protes itu, Arctic Sunrise, dalam sebuah pernyataan.

“Saya senang dan lega tuntutan itu telah dibatalkan, namun kami seharusnya bahkan tidak dituntut sama sekali,” katanya.

Presiden Vladimir Putin mengatakan, reaksi Rusia terhadap aksi protes Greenpeace seharusnya menjadi pelajaran, dan Moskow akan menguatkan langkah-langkah untuk menghindarkan diri dari gangguan pembangunan di daerahnya.

Rusia mengumumkan para pegiat itu membahayakan kehidupan dan properti dalam aksi protes di kawasan yang dikuasai oleh perusahaan energi raksasa negara Gazprom, Prirazlomnaya, di laut Pechora, yang merupakan elemen kunci dari rencana Rusia untuk mengembangkan Arktik.

Greenpeace mengatakan, penghentian kapal pemecah es-nya oleh otoritas Rusia adalah ilegal dan para pegiatnya melakukan aksi protes secara damai.[]

Sumber: antaranews.com

read more
Ragam

Pejuang Lingkungan Marandus Sirait Raih Anugerah UGM

Sepuluh tahun merantau dengan menjadi seniman musik rohani, tidak lantas menjadikan Marandus Sirait (46 tahun) lupa akan kampung halamannya, Lunban Rang, Toba Samosir, Sumatera Utara. Setelah kembali ke kampung halamannya sejak 2009 lalu, melalui media musik ini pula ia gunakan sebagai cara  untuk mengajak warga kampungnya peduli pada lingkungan di sekitar Danau Toba yang dianggapnya sudah mengalami kerusakan cukup parah.

“Saya hanya ingin mengajak warga ikut peduli dan memperhatikan lingkungannya,” kata Sirait usai mendapatkan penghargaan Anugerah UGM atas kiprahnya di bidang lingkungan, Kamis (19/12/2013).

Sirait menceritakan usaha konservasi lingkungan dilakukannya lewat aktivitas menanam ribuan pohon di sekitar lahan seluas 40 hektar yang ia namakan Taman Eden. Area konservasi ini diakui Sirait untuk dijadikan percontohan konservasi lingkungan di sekitar kawasan danau toba.

Namun tidak mudah bagi Sirait melaksanakan niat baiknya tersebut. Bahkan dirinya sempat diteror oleh teman sendiri, karena selalu menolak dan menyuarakan protes keras setiap ada aksi kegiatan penebangan pohon yang merusak habitat ekosistem di hutan danau toba.

Awalnya tidak banyak warga yang mau mengikuti jejaknya. Namun, Sirait tidak pernah putus asa. Apapun tetap dilakoninya dengan berbagai cara. Para seniman pun dia ajak untuk ikut kampanye. Kesenian, kata Sirait, merupakan cara yang paling efektif mengedukasi warga untuk peduli lingkungan. “Saya juga pelajari musik dan tarian tor-tor untuk kampanye menanam pohon. Bahkan ada grup tunanetra saya ajak untuk menanam pohon,” tandasnya.

Atas kiprahnya membuka Taman Eden, ia pun banyak mendapat penghargaan dari Gubernur, Menteri Kehutanan, hingga penghargaan dari Presiden. Namun dua penghargaan dari Gubernur dan satu penghargaan dari Menteri Kehutanan ia kembalikan. Sirait mengaggap, pemberi penghargaan tidak serius terhadap perbaikan kondisi hutan di sekitar Danau Toba. “Bagi saya piala tidak berharga jika hutan di danau toba tidak ikut dilestarikan,” kata pria yang tamat SMA ini.

Penghargaan yang diberikan UGM padanya, bagi Sirait, penghargaan tersebut menunjukkan keberpihakan UGM terhadap kiprah bagi mereka yang berkecimpung di daerah terpencil. “UGM ternyata memperhatikan kami yang tinggal di sudut-sudut desa,” ungkapnya.

Selain Sirait, Anugerah UGM diberikan kepada tokoh-tokoh lainnya, seperti dr. Nafsiah Mboi, Sp.A., MPH untuk penghargaan bidang kesehatan; Prof. Dr. Daoed Joesoef di bidang pendidikan; dan Nobertus Riantiarno di bidang kebudayaan. Penghargaan tersebut diserahkan pada upacara Dies Natalis UGM ke-64 oleh Rektor UGM, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc. []

Sumber: ugm.ac.id

read more
Green Style

Resolusi Hijau untuk Tahun Baru 2014

Sebentar lagi kita akan memasuki tahun baru 2014. Apakah kamu telah punya sebuah resolusi tahun baru untuk bumi kita? Delapan tips di bawah ini mungkin bisa memberikan kamu ide sebuah resolusi yang ingin kamu jalankan mulai tahun depan.

1. Kurangi membeli produk, pilih dengan bijak dan gunakan selama mungkin.
Bahan-bahan kimia hadir di hampir semua produk yang kita beli atau konsumsi sehari-hari, mulai dari pakaian, televisi dan mainan anak, dan banyak diantaranya berbahaya dan beracun. Bahan-Bahan kimia digunakan dalam proses produksi dan berpotensi terlepas ke dalam lingkungan kita, baik itu ke perairan, udara, dan ke tanah atau berpotensi terpapar kepada manusia baik itu secara langsung dan tidak langsung selama proses produksi, konsumsi dan pembuangan. Dengan mengurangi pembelian, memilih dengan bijak dan menggunakan produk yang kita beli selama mungkin, kita dapat meminimalkan potensi bahaya dari bahan kimia berbahaya beracun tersebut.

2. Perkaya pengetahuan seputar bahan kimia berbahaya beracun dalam produk dan jadilah konsumen yang bijak serta kritis.
Kita dapat memilih dengan lebih bijak dan menjadi konsumen yang kritis! Selain mengurangi potensi bahayanya kita juga bahkan dapat menekan produsen untuk mengeliminasi bahan kimia berbahaya tersebut dari proses produksinya.Berikut adalah beberapa situs yang bisa kita cermati, sebelum memutuskan untuk membeli suatu produk:

Untuk produk pakaian:
http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/toxics/Detox-Catwalk/

Untuk produk elektronik:
http://www.greenpeace.org/international/en/campaigns/toxics/electronics/Guide-to-Greener-Electronics/

Untuk produk-produk lain:
http://www.epa.gov/kidshometour/http://mindthestore.saferchemicals.org/hazardous100+

3.  Ikut dalam menjaga kelestarian laut.
Pilih produsen yang hanya menyediakan pilihan produk ikan terpercaya dan bersumber dari kegiatan perikanan bertanggungjawab.

4. Jadilah pembela laut dengan bergabung bersama Ocean Defender.
Laut Indonesia yang sehat dan terlindungi adalah tanggung jawab kita bersama, dengan bergabung bersama Ocean Defender, Anda telah berkomitmen untuk beraksi bagi laut Indonesia.

5.  Kurangi jejak karbon Anda.
Bulan September ini es di Arktik berada pada titik terendahnya. Selama 30 tahun terakhir bumi telah kehilangan 3/4 dari lapisan es yang ada. Masing-masing dari kita telah menyumbang emisi karbon yang berasal dari aktifitas setiap hari, mulai dari penggunaan transportasi hingga kebutuhan listrik. Pembakaran bahan bakar fosil yang terus menerus dan semakin bertambah jumlahnya merupakan salah satu penyebab perubahan iklim terbesar. 95% dari total pemenuhan kebutuhan energi Indonesia masih berasal dari energi fosil. Mari kurangi jejak karbon (carbon footprint) kita mulai dari sekarang.

6. Cegah Indonesia menjadi pengekspor perubahan iklim.
Saat ini Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor batubara terbesar di dunia. Batubara sebagai salah satu energi fosil terkotor terbukti banyak meninggalkan dampak negatif dalam proses ekploitasinya. Mulai dari hutan yang digunduli untuk pembukaan lahan tambang, terkontaminasinya sumber air masyarakat lokal, konflik sosial antar masyarakat dan perusahaan hingga pembakaran batubara di PLTU – PLTU yang tersebar di seluruh Indonesia yang merenggut banyak mata pencaharian nelayan.  Anda bisa ikut bergabung bersama kami untuk mendesak pemerintah menghentikan perluasan industri batu bara baik pertambangan maupun pembangunan PLTU yang tersebar di seluruh Indonesia.

7. Hemat pemakaian kertas dan tisu, mulailah beralih ke kertas daur ulang.
Bahan baku utama kertas dan tisu adalah kayu-kayu berkualitas serat tinggi dari hutan termasuk hutan tropis yang berada di Indonesia. Permintaan akan kertas dan tisu meningkat di pasar dunia dan pasar domestik seiring dengan peningkatan jumah penduduk dunia. Jadikan kantormu tanpa kertas (paperless office) dan kurangi secara drastis penggunaan kertasmu.

8. Jangan gunakan minyak sawit kotor!
Salah satu penyebab terbesar deforestasi di Indonesia adalah perkebunan kelapa sawit. Permintaan yang mingkat akan minyak sawit mentah (CPO) dan biofuel di pasar global memicu ekspansi perkebunan kelapa sawit ke dalam wilayah-wilayah hutan, terutama di Sumatera dan Kalimantan yang menyebabkan hilangnya nilai keanekaragaman hayati, nilai fungsi hutan dan konflik sosial yang berkepanjangan.

Cermati produk-produk yang kita beli dan pakai sehari-hari karena kandungan minyak sawit yang ada di dalamnya dapat berasal dari sumber yang tak bertanggung jawab. Dengan kekuatan besar sebagai konsumen kita dapat mendukung upaya penyelamatan hutan yang tersisa di Indonesia dari kehancuran akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit.
Sumber: greenpeace.org

read more
Ragam

Pemimpin Suku Ini Tewas di Bendungan yang Ditentangnya

Seorang pemimpin suku Indian Mapuche yang juga tokoh gerakan lingkungan hidup Chile, ditemukan tewas di bendungan yang satu dekade terakhir dia tentang pembangunannya.

Otoritas keamanan setempat, Rabu (25/12/2013), mengatakan sedang menunggu hasil otopsi dari Nicolesa Quintreman (73), tokoh Indian Mapuche itu. Belum dapat dipastikan penyebab kematian Quintreman. Saat ditemukan tak ada luka yang mengaitkan upaya pembunuhan.

“Ia tampaknya terpeleset, jatuh ke danau, dan meninggal,” kata Jaksa Carlos Diaz. “Polisi memberitahu saya bahwa dari pandangan pertama dan berdasarkan keahlian mereka, mayat tidak menunjukkan tanda-tanda cedera disebabkan orang ketiga, ” ujar Diaz kepada Radio Bio Bio.

Jasad Quintreman ditemukan Selasa (24/12/2013), sehari setelah dia dinyatakan hilang. Jasadnya dikembalikan kepada keluarga, Rabu, untuk persiapan pemakaman pada Jumat (27/12/2013). Hari berkabung diumumkan di komunitas Alto Biobio.

Bersama saudara perempuannya, Berta, Quintreman merupakan tokoh nasional di Chile yang menentang pembangunan bendungan untuk pembangkit listrik tenaga air di tanah milik suku mereka di pegunungan berhutan di selatan Chile.

Mereka berdua memimpin perlawanan publik berhadapan dengan perusahaan listrik dari Eropa, Endesa. “Saya akan mengatakan seperti itu. Saudaraku jatuh ke danau, dia tidak akan pernah kembali,” kata Berta Quintreman dengan suara pecah dalam wawancara radio.

“Perusahaan ini harus pergi dan membatalkan rencana pembangunan waduk itu. (Perlawanan) ini akan terus berlanjut karena kakak saya adalah seorang pejuang yang tak kenal lelah dan sekarang aku sendirian,” lanjut Berta.

Semula perlawanan terhadap pembangunan waduk itu mendapat dukungan dari ratusan keluarga lain. Namun, bertahap dukungan itu melemah seiring tekanan dan tawaran atas properti mereka yang berada di luar zona genangan.

Quintreman pun bahkan sempat menjual sepetak kecil lahannya pada 2002 dengan harga yang tak diungkapkan. Menyusul kemudian dia menjual pula properti yang berjarak 15 kilometer dari lokasi pembangunan bendungan.

Proyek pembangkit listrik ini mendapat persetujuan dari pemerintah kiri moderat Presiden Eduardo Frei Ruiz-Tagble. Lembah Mapuches ditenggelamkan untuk pembangunan pembangkit ini untuk menyediakan pasokan listrik yang dibutuhkan Chile untuk menggerakkan perekonomian.

Quintreman bersaudara dikenal sebagai pendiri gerakan lingkungan di selatan Chile. Mereka belakangan mengandalkan dukungan internasional untuk memperkarakan pembangunan bendungan itu ke pengadilan.

Tentangan muncul karena proyek bendungan HydroAysen ini akan memblokir aliran beberapa sungai beraliran bebas terakhir dunia. Proyek tersebut juga akan membuka hutan untuk pembangunan jalan dan jaringan listrik tegangan tinggi sepanjang ribuan kilometer.

Sumber: kompas.com

read more
Ragam

Penangkapan Aktivis Greenpeace Merupakan Pembungkaman Gerakan Lingkungan

Awal bulan November ini menandai 18 tahun peringatan pembunuhan tragis penulis vokal dan aktivis lingkungan Ken Saro Wiwa dan delapan rekannya oleh pemerintah Nigeria. Saro-Wiwa dan kawan-kawannya melancarkan kampanye panjang untuk menghentikan perusahaan minyak multinasional Royal Dutch Shell dari pengeboran di tanah milik masyarakat Ogoni di kawasan Delta Niger.

Kelompok militer Nigeria menekan dan mengintimidasi penduduk Ogoni selama bertahun-tahun karena mereka menentang program pengeboran minyak Shell. Saro-Wiwa dan kawan-kawannya membela komunitas mereka dan lingkungan alam setempat dari industri ekstraktif yang menghancurkan.

Bulan November 1995, pengadilan khusus yang dibentuk oleh pemerintah militer secara ilegal menahan dan mencoba menjatuhkan dakwaan atas dasar tuduhan palsu. Dinyatakan bersalah tanpa proses hukum, mereka dijatuhi hukuman mati 10 hari kemudian, meskipun mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Sayangnya, ini bukan peristiwa yang pertama dan terakhir.

Sebuah laporan terbaru oleh organisasi HAM Global Witness mendokumentasikan pembunuhan lebih dari 700 aktivis lingkungan dan pejuang hak masyarakat adat selama lebih dari satu dekade terakhir, kira-kira lebih dari satu pembunuhan per minggu.

Mereka meninjau database, studi akademis dan berita serta berkonsultasi dengan PBB dan lembaga internasional lainnya. Mereka menemukan penduduk yang sering ditekan, diintimidasi, dipukuli, dilecehkan dan tak jarang yang akhirnya dibunuh karena menentang perburuan satwa liar, pembalakan liar, pembangunan bendungan, kegiatan perusahaan pertambangan asing – termasuk beberapa perusahaan Kanada.

Saya mengalami sendiri realita ini di tahun 1988 ketika mewawancarai penyadap karet Chico Mendes tentang perjuangannya menyelamatkan hutan Amazon di Brazil untuk The Nature Things. Ia tewas dibunuh dua minggu kemudian. Tahun berikutnya, Ketua Suku Paiakan, Kaiapo meminta saya menghentikan pembangunan bendungan di Altamira, Brazil. Bersama istri saya, Tara kami mengumpulkan uang sebesar $70,000 untuk demo dan Bank Dunia diyakinkan menarik pinjaman proyek. Paiakan diancam akan dibunuh setelah itu. Kami membawanya dan seluruh keluarga ke Vancouver sampai bahaya surut.

Banyak contoh penganiayaan dan pembunuhan terjadi di negara-negara dengan catatan buruk pelanggaran HAM, seperti Sri Lanka, Guatemala dan Republik Demokratik Kongo. Namun yang mengejutkan, kebanyakan serangan terhadap aktivis lingkungan telah terjadi di negara-negara seperti Brazil, Meksiko dan Filipina dengan pemerintah yang terpilih secara demokratis, peradilan yang independen, serta lembaga lain yang dimaksudkan untuk melindungi hak penduduk mereka untuk menyuarakan keprihatinan terhadap lingkungan tanpa menghadapi tekanan, intimidasi dan kekerasan.

Negara-negara ini juga telah menanda tangani perjanjian internasional untuk melindungi HAM, seperti Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Adat. Seperti penahanan yang terjadi baru-baru ini terhadap 28 aktivis Greenpeace dan dua orang jurnalis lepas oleh pemerintah Rusia dengan jelas menunjukan HAM menjadi sangat rentan ketika pemerintah secara agresif mengedepankan kepentingan perusahaan dibandingkan lingkungan yang sehat, dan siap menggunakan taktik tangan besi untuk menyingkirkan orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka.

Dalam kasus yang terbaru ini, pasukan khusus Rusia menangkap aktivis Greenpeace termasuk dua orang Kanada, Alexandre Paul dan Paul Ruzycki, yang mencoba menggantung spanduk di sisi sebuah anjungan minyak di perairan Arktik. Mereka melakukan aksi protes damai menentang Gazprom, sebuah perusahaan minyak Rusia untuk menghentikan pengeboran minyak di kawasan yang secara ekologis paling rentan di dunia serta di saat yang bersamaan mereka mencoba mengingatkan kembali konsekuensi perubahan iklim.

Karena telah bersuara untuk menjaga Arktik, mereka dipenjara selama dua bulan dengan kondisi yang sulit dan semuanya baru-baru ini dibebaskan bersyarat. Sekarang mereka berhadapan dengan kemungkinan pemenjaraan yang panjang jika terbukti bersalah atas tuduhan pembuat keonaran (hooliganism).

Meskipun pemimpin dari Negeri Belanda, Brazil dan Jerman telah menyerukan pembebasan untuk warga mereka dan anggota Arktik 30, Perdana Menteri Kanada Stephen Harper dan Menteri Luar Negeri John Baird sejauh ini masih tetap bungkam. Anda bisa ikut mengirimkan surat ke Kedutaan Rusia untuk mendesak pemerintah membatalkan tuntutan.

Terlalu sering, pemerintah terlalu cepat menggunakan kekuatan yang berlebihan dan bahkan memutar balik keadilan untuk terus menjaga aliran minyak dan gas, kayu, membendung sungai-sungai dan ekstraksi mineral. Seperti yang diungkapkan dalam penelitian Global Witness, penduduk sering dibunuh, apalagi penduduk asli yang miskin.

Kita harus terus mengingat pengorbanan Ken Saro-Wiwa, Chico Mendes dan ratusan orang lainnya yang membela hak-hak rakyat untuk bersuara bagi lingkungan, tanpa rasa takut akan intimidasi, penangkapan dan kekerasan.

Sumber: greenpeace.co.id

read more
1 2 3
Page 2 of 3