close

jantho

Flora FaunaHutan

Irmelin dan Agan Akhirnya kembali ke Habitatnya

Banda Aceh – Pada hari Selasa (08/05/2018), Program Konservasi Orangutan Sumatra (SOCP) kembali mengirim dua Orangutan Sumatra ke Pusat Reintroduksi Orangutan di Jantho, Aceh. Mereka adalah Irmelin dan Agan.

Irmelin merupakan orangutan betina muda berusia sekitar 5 tahun, dan Agan orangutan jantan muda berumur sekitar 7 tahun. Keduanya dulu dipelihara sebagai satwa peliharaan ilegal sebelum disita pada tahun 2016. Mereka kemudian dirawat di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan SOCP di Batu Mbelin, Sibolangit, Sumatera Utara.
Hari ini mereka akan memulai fase baru dalam proses rehabilitasi dan reintroduksi, dan nanti akan dilepaskan sepenuhnya ke alam liar.

“Ini selalu merupakan momen yang sangat istimewa ketika orangutan ini lulus dari Pusat Karantina dan Rehabilitasi kami, kemudian melanjutkan ke tahap berikutnya untuk proses reintroduksi,” ungkap Dr. Ian Singleton, Direktur Program Konservasi Orangutan Sumatera.

“Sangat menyenangkan melihat perkembangan mereka sejauh ini, apalagi mengingat beberapa dari mereka tiba pertama kali dalam kondisi yang menyedihkan. Kini kita akan melihat mereka kembali hidup bebas di hutan,” tambah Ian.

Kedua orangutan ini akan bergabung dengan banyak orangutan lainnya yang telah direintroduksi sebelumnya ke Cagar Alam Hutan Pinus Jantho, Aceh. Hingga saat ini, 105 individu orangutan telah dilepasliarkan di sana. Hal ini sesuai dengan misi SOCP yang secara bertahap ingin membentuk populasi baru orangutan yang hidup liar dan mandiri.

“Sebelum kami memulai kegiatan reintroduksi di Jantho, tidak ada populasi orangutan liar disana. Dengan melepaskan orangutan seperti Irmelin dan Agan, ini akan mendorong terciptanya populasi liar yang benar-benar baru dan mandiri dari spesies terancam punah ini,” Ujar Drh Citrakasih, Supervisor Pusat Karantina dan Reintroduksi Orangutan YEL-SOCP.

Bukti nyata bahwa keinginan menciptakan populasi baru dan mandiri orangutan ini berjalan dengan baik adalah dengan telah lahirnya dua bayi orangutan di hutan Jantho pada tahun 2017, dari induk orangutan yang sebelumnya dilepasliarkan di sana pada tahun 2011 lalu.

Pada September 2017, tim pemantauan orangutan pasca-pelepasliaran SOCP bertemu dengan satu orangutan betina dewasa bernama Marconi, membawa satu bayi jantan berusia sekitar 11 bulan, yang diberi nama Masen. Lalu hanya dalam beberapa minggu kemudian, pada November 2017, Orangutan Mongki juga terlihat sedang bersama bayi orangutan yang baru berumur beberapa minggu, yang kemudian diberi nama Mameh. Kedua induk baru ini telah dilepasliarkan di Jantho tahun 2012. “Kami sangat senang melihat dua bayi baru ini karena terlahir di alam liar, di habitat aslinya,” kata Mukhlisin, Manajer Stasiun Reintroduksi Orangutan SOCP di Jantho.

Sementara itu, Irmelin dan Agan akan terlebihi dahulu menjalani fase adaptasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru mereka, pengasuh baru mereka, serta jenis-jenis makanan baru yang mereka akan ketemu setelah lepas di dalam hutan. Ketika kemudian nanti dilepasliarkan sepenuhnya, mereka akan tetap dimonitor secara ketat oleh tim pemantau pasca pelepasliaran SOCP. Apabila semuanya berjalan dengan baik, dan mereka dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan di alam liar, dalam beberapa tahun kedepan mereka akan menghasilkan bayi mereka sendiri, dan akan menjadi bagian ‘pendiri’ populasi baru orangutan di Hutan Jantho.

Irmelin saat dipelihara illegal oleh masyarakat, sebelum disita oleh KSDA Aceh dan SOCP | Foto: Nanang Sujaya

“Sangat senang mengetahui bahwa orangutan yang sering dijadikan sebagai hewan peliharaan ilegal, yang tak jarang dalam kondisi menyedihkan, dapat pulih dari traumanya dan belajar menjadi orangutan liar lagi, bahkan dapat berkontribusi dalam jangka panjang untuk kelangsungan generasi spesies mereka berikutnya,“ menambah Dr Singleton.

Sapto Aji Prabowo, M. Si, Kepala Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, juga menjelaskan, “Hingga saat ini, kegiatan reintroduksi dan menciptakan populasi baru orangutan yang mandiri di Jantho sangat berhasil. Akan tetapi kami masih perlu menangani akar masalah di lapangan, fakta bahwa orangutan seperti Irmelin, Agan dan banyak yang orangutan lain yang masih ditangkap dan dipelihara secara ilegal sebagai hewan peliharaan.”

“Masyarakat harus mengetahui bahwa menangkap, membunuh, memperdagangkan, memiliki orangutan di Indonesia adalah perbuatan illegal dan masuk dalam tindakan kriminal, yang tentu akan ada sanksi hukum berupa denda hingga penjara,” tegas Sapto.

Sejak tahun 2001, SOCP telah menerima lebih dari 360 orangutan di pusat karantina dan rehabilitasi orangutan di dekat Medan, Sumatera Utara. Lebih dari 170 diantaranya telah dilepasliarkan ke pusat reintroduksi SOCP di Provinsi Jambi, dan 105 orangutan lainnya dilepaskan ke hutan Jantho, provinsi Aceh. [rel]

 

 

read more
Flora Fauna

YEL-SOCP Telah Lepaskan 105 Orangutan di Hutan Jantho

BANDA ACEH – Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Senin (30/4/2018) melaksanakan kegiatan Focus Group Disscussion (FGD) tentang upaya pengamanan di Kawasan Konservasi Hutan Pinus Jantho.

Dalam FGD itu, YEL, Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh telah melepasliarkan 105 orangutan ke kawasan konservasi hutan pinus Jantho sejak tahun 2011.

“Dilepasliarkan dengan tujuan untuk membangun satu populasi baru spesies kera besar yang sangat terancam punah ini,” kata Koordinator Program YEL-SOCP Wilayah Aceh, TM Zulfikar, Selasa (1/5/2018).

Zulfikar mengatakan, sebagian kerja YEL-SOCP di Jantho adalah melakukan pemantauan Orangutan pasca pelepasliaran. Untuk mencapai target ini telah dibentuk tim khusus pemantauan yang melakukan penjagaan dan patroli di seluruh Kawasan Konservasi Hutan Pinus Jantho. Ini untuk memantau sebaran orangutan dan juga pemantauan ancaman terhadap kawasan dan keanekaragaman hayatinya.

Hasil dari kegiatan selama dua tahun terakhir, YEL-SOCP membuktikan bahwa masih terdapat berbagai ancaman di dalam kawasan konservasi Jantho, antara lain penebangan liar (illegal logging), perburuan satwa (rusa, rangkong beruang, dll), penangkapan satwa seperti burung hias, pembakaran lahan skala besar, serta beberapa bentuk kejahatan hutan dan lingkungan lainnya.

Untuk itulah YEL bersama BKSDA Aceh melaksanakan sebuah FGD tentang upaya pengamanan di Kawasan Konservasi Hutan Pinus Jantho. “Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan dan menguatkan keamanan serta proses penegakan hukum terhadap pelanggar di Kawasan Hutan Konservasi Jantho,” kata Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo.

Dari kegiatan FGD tersebut, semua pihak sepakat untuk melakukan aktivitas pengamanan bersama di Kawasan Konservasi Hutan Pinus Jantho. Adapun bentuk-bentuk kegiatan yang akan dilakukan antara lain yang bersifat Prevemtif, seperti upaya penciptaan kondisi yang kondusif dengan tujuan menentukan peran aktif masyarakat dalam pengamanan kawasan hutan dalam bentuk kegiatan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya menjaga kawasan hutan konservasi.

Aktifitas lainnya yang akan dilakukan adalah langkah-langkah preventif, yakni kegiatan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya gangguan keamanan, antara lain dengan membangun pos penjagaan, patroli secara rutin di kawasan konservasi.

Selain itu juga diharapkan proses penegakan hukum dapat dilaksanakan segera terutama untuk para pelaku kejahatan hutan dan lingkungan di kawasan Konservasi Hutan Jantho. Untuk itu peran aktif dan ketegasan pihak Kepolisian dan Kejaksaan sangat diharapkan.

Kegiatan FGD dihadiri oleh para pemangku kepentingan dan pelaku penegakan hukum seperti Pimpinan dan Staf BKSDA Aceh, Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Dinas LHK Aceh, KPH Wilayah I, Perwakilan Polda Aceh, Kodim 0101/AB, Polres Pidie dan Polres Aceh Besar, Polsek dan Koramil Jantho, Jantho Rangers, serta beberapa unsur NGO/LSM konservasi seperti FKL, FFI, HAkA dan YEL-SOCP.[acl]

read more