close

pemerintah

HutanKebijakan Lingkungan

Wagub Aceh Pastikan Tak Ada Pembangunan Infrastruktur di TNGL

BANDA ACEH – Pemerintah Aceh berkomitmen untuk melestarikan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Salah satu komitmennya adalah selama kepemimpinan Gubernur-Wakil Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah tidak ada pembangunan insfrastruktur apapun dalam kawasan tersebut.

Penegasan itu disampaikan Nova Iriansyah saat menerima kunjungan para pemangku kebijakan Tropical Rainforest Heritage dari Reactive Monitoring Mission (RMM) Tim International Union for Conservation of Nature and Natural Resource (IUCN) Unesco. Hadir juga Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, di ruang rapat Meuligoe Wakil Gubernur Aceh, Jum’at (7/4/2018).

Pada kesempatan itu, Nova menyebutkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh selama 5 tahun ini tidak ada pembangunan apapun, demi menjaga dan merawat warisan dunia yang sudah ditetapkan oleh Unesco.

“Tidak ada pembangunan infrastruktur Aceh di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Tidak ada suatu upaya sistemik dari Pemerintah Aceh untuk merusak TNGL dan Kawasan Ekosistem Leuser. Silahkan Tim RMM IUCN Unesco melihat lebih dekat,” kata Nova Iriansyah.

Nova berharap pertemuan hari ini dapat merumuskan suatu keputusan yang baik, terutama dalam mengembalikan status Tropical Reinforest Heritage Sumatera, yang saat ini masuk kategori warisan alam dalam keadaan bahaya.

“Sebagai Kepala Pemerintahan Aceh, saya tentu menyambut antusias pertemuan ini, mengingat TNGL merupakan Tropical Reinforest Heritage Sumatera yang telah mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai warisan alam dunia. Mudah-mudahan melalui pertemuan ini, upaya pelestarian dapat kita tingkatkan, sehingga TNGL tidak lagi dikategorikan sebagai warisan alam dalam keadaan bahaya atau World Heritage in Dangered,” sebutnya.

Rencana pemerintah sebelumnya berencana membangunan geothermal di kawasan Gayo Lues, Nova menyebutkan rencana sudah dibatalkan. “Dapat saya konfirmasi bahwa rencana tersebut telah dibatalkan, saya sudah berbicara dengan Pak Gubernur. Namun geothermal di Jaboy, Seulawah dan Burni Telong tetap berjalan,” jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Wagub juga mengimbau komunitas internasional untuk terus berkomitmen melestarikan Leuser. Lebih dari itu, komunitas internasional diharapkan mampu memberikan perhatian khusus kepada masyarakat yang dalam aktivitas kesehariannya bersinggungan langsung dengan KEL dan TNGL.

“Kelestarian KEL dan TNGL sangat penting, namun keberlangsungan hidup masyarakat yang selama ini aktivitasnya bersinggungan langsung dengan wilayah tersebut juga harus mendapatkan perhatian serius dari semua pihak,” tambah Nova.

Kepala Badan Perencanan Pembangunan Aceh, Azhari yang turut hadir dalam pertemuan tersebut mengungkapkan, tidak ada jalan baru yang dibangun oleh Pemerintah Aceh di areal TNGL. Akan tetapi yang ada dilakukan oleh pemerintah dari jalan berbatu hanya ditingkatkan menjadi aspal.

“Peningkatan jalan yang kita lakukan adalah untuk membuka akses masyarakat yang selama ini terisolasi karena buruknya kualitas jalan, sehingga berbagai produk pertanian mereka yang memiliki potensi ekonomi dapat tersalur dengan baik,” jelasnya.

Sementara itu Koordinator Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) Aceh, TM Zulfikar mendukung komitmen Pemerintah Aceh dalam melestarikan dan melindungi Kawasan Eksosistem Leuser, termasuk Taman Nasional yang ada di dalamnya. Namun tentunya komitmen tersebut harus benar-benar diwujudkan dalam aksi nyata di lapangan.

“Janji-janji dan komitmen juga pernah disampaikan oleh Pemerintah Aceh terdahulu, namun kenyataannya janji tinggal janji, sedangkan kerusakan di KEL terus saja terjadi,” ungkap TM Zulfikar.

Untuk itu, sebut TM Zulfikar, pihaknya menunggu program dan kegiatan konkrit di lapangan. Segera efektifkan berbagai kebijakan yang saat ini sedang berlaku, seperti kebijakan Moratorium Logging, kebijakan Moratorium Izin Pertambangan serta kebijakan Moratorium Izin Kelapa Sawit. Karena berbagai kebijakan yang ada tersebut sebagian besar masih belum dijalankan secara baik.

“Selain itu jika memang benar berkomitmen melestarikan kawasan KEL, maka sudah selayaknya Eksekutif bersama Legislatif melakukan revisi Qanun RTRW Aceh dan memasukkan nomenklatur KEL ke dalam Qanun tersebut,” tegas Pakar Konservasi Lingkungan tersebut.

Bila dilihat dalam beberapa tahun terakhir, TM Zulfikar melihat kerusakan hutan dan lahan di Aceh masih terus berlangsung. Sehingga dengan kerusakan hutan Aceh (termasuk KEL) telah menyebabkan berbagai kejadian bencana di Aceh, seperti banjir, kekeringan dan tanah longsor, serta meningkatnya konflik satwa dan manusia di Aceh.

“Untuk itu mari segera efektifkan dan jalankan program Aceh Green di Aceh dengan melibatkan semua elemen yang ada, termasuk LSM dan masyarakat setempat,” tutupnya.[acl]

read more
Kebijakan Lingkungan

Anggaran Lingkungan Hidup Pemerintah Minim

Anggaran untuk lingkungan hidup masih minim. Tahun ini saja, pemerintah pusat hanya mampu mengalokasikan 0,07 persen dari total APBN untuk lingkungan hidup. Padahal, untuk memerbaiki kerusakan lingkungan ini dibutuhkan anggaran yang cukup besar.

Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup RI Bidang Budaya dan Kesehatan Lingkungan, Inar Ichsana Ishak, mengatakan, dengan anggaran yang minim ini, pemerintah jelas tak mampu bila harus menangani kerusakan lingkungan dengan sendirinya. Karena itu, perlu kerja sama dengan swasta.

Menurut Inar, pihaknya telah menerapkan prinsip polluter pays principles. Dalam prinsip ini, mekanisme pengelolaan lingkungan hidup turut dibebankan kepada perusahaan-perusahaan. Atau mereka yang mengeluarkan polutan.

“Karena pihak-pihak tersebutlah yang telah memanfaatkan lingkungan hidup secara gratis,” ujarnya, di Karawang, Jawa Barat, Rabu (26/3/2014).

Karena itu, bila ada perusahaan yang tidak memerhatikan lingkungan, bisa dikenakan sanksi tegas. Sebab, mereka merupakan salah satu penyumbang kerusakan tersebut.

Sumber: republika.co.id

read more