close

January 2014

Energi

Sampah, Bahan Bakar Masa Depan

Apakah bahan bakar bisa dihasilkan dari kulit buah, biji-bijian, jerami atau limbah kayu? Harapannya, produk limbah pertanian dan kehutanan yang berlimpah, di masa depan dapat menggantikan minyak bumi.

Biomassa sebenarnya tersedia di setiap sudut jalan. Potongan dahan bisa diolah menjadi ‘pelet’ bahan bakar. Dedaunan yang gugur diproses menjadi pupuk. Tapi di seluruh dunia berton-ton sampah organik dibuang begitu saja. Contohnya ampas kelapa sawit setelah minyaknya dipress keluar.

“Hanya bijinya yang dimanfaatkan. Lainnya dibuang. Dan setiap 5 tahun seluruh pohon kelapa sawit dibuang,” ujar Stefan Schöll, manajer pabrik perusahaan termokimia PYTEC di Hamburg.

“Sungguh disayangkan,” lanjutnya. Limbah produk pertanian dan kehutanan itu padahal dapat dipress melalui proses khusus. Hasilnya minyak pirolisis, yang dapat diproses lebih lanjut menjadi bahan bakar.

Pengembangan kemampuan mesin
Kini perusahaan di Hamburg itu tengah menyempurnakan cara untuk menggunakan minyak pirolisis secara langsung di instalasi pembangkit listrik dan energi panas, atau di lokasi yang tak memiliki biomassa.

Bersama pabrik mesin Amerika, Caterpillar, para peneliti mengembangkan mesin berbahan bakar minyak pirolisis tadi.

“Kami baru mampu mengembangkan mesin berdaya kerja 1000 jam. Dalam satu tahun, sistem injeksi bahan bakar harus diganti 8 kali. Kami ingin menemukan materi baru yang tahan lama seperti pada operasi mesin diesel normal,” ungkap Schöll.

Pengolahan berskala besar
Dari sampah menjadi bahan bakar masa depan. Ini juga yang menjadi salah satu fokus penelitian Universitas Ilmu Terapan HAW Hamburg.

Jelantah, plastik, minyak berat – semua diproses jadi bahan bakar minyak di laboratorium. Banyak bahan, yang dapat menggantikan minyak bumi sebagai bahan bakar berkelanjutan untuk jangka panjang.

“Secara global, kebutuhan bahan bakar mencapai 100 Exajoule,” ujar Thomas Willner, dosen HAW Hamburg. “Kalau angka ini bisa dipertahankan dan tidak meningkat di negara-negara seperti India dan Cina, kita punya kesempatan dengan biomassa berkelanjutan, untuk memenuhi kebutuhan ini.”

Masih diperlukan solusi untuk mengatasi membengkaknya permintaan negara berkembang. Metode baru sebenarnya punya potensi besar. Tinggal menunggu pengembangan instalasi yang bisa mengolah biomassa secara efisien dalam skala besar.[]

Sumber: dw.de

 

read more
Hutan

Turis Kepulauan Seribu Wajib Tanam Mangrove

Hamparan laut luas yang indah, pasir halus serta deburan ombak yang memecah pantai di salah satu gugusan pulau seribu memang terasa menenangkan pikiran dan membuat tubuh jadi santai. Tak bisa dimungkiri kalau kepulauan seribu memang eksotis dan indah.

Dan kini, semakin banyak orang yang mulai terpikat dengan pesonanya. Jika dikelola dengan tepat, bukan tak mungkin kalau pesona pulau seribu akan lebih banyak memikat wisatawan domestik dan internasional.

“Kepulauan Seribu itu seksi, namun sampai saat ini masalah infrastrukturnya dan fasilitasnya yang diinginkan wisatawan internasional belum semuanya bisa dipenuhi,” ungkap H. Asep Syaripudin, Bupati Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu di Pulau Untung Jawa, Jakarta Utara.

Sejak tahun lalu Asep sudah menerapkan dua sistem wisata, yaitu wisata bahari dan wisata edukasi. Wisata edukasi ini dilakukan pada hari Senin sampai Kamis, sedangkan wisata bahari dilakukan pada hari Jumat sampai Minggu.

“Di wisata bahari, program yang dilakukan adalah mengenalkan berbagai biota laut dan keindahan laut di sini. Sedangkan untuk wisata edukasi, program wisatanya berupa ikut serta dalam program penanaman pohon atau berkunjung ke penangkaran burung di pulau Rambut,” paparnya.

Dengan adanya program ini, peningkatan wisatawan lokal dan internasional pun makin dirasakan. Selama tahun 2013, program kerja ini ditargetkan mampu menambah kunjungan sampai satu juta wisatawan. Namun tak disangka, sampai di bulan September 2013 lalu saja wisatawan yang datang sudah mencapai 1,3 juta.

Rencana tahun 2014
Di tahun 2014 ini, segudang rencana untuk meningkatkan pariwisata ke Kepulauan Seribu sudah dibuat oleh Asep. Mulai menambah berbagai fasilitas, akomodasi, serta memperindah pulau-pulau ini.

Hanya saja, ada berbagai tantangan yang dihadapi untuk mengembangkan pariwisatanya. “Sampai saat ini masalah yang cukup berat dihadapi adalah kurangnya kesadaran untuk menjaga serta kurangnya rasa memiliki terhadap pulau-pulau ini dari semua orang baik penduduk maupun pengunjung. Hal inilah yang akan dibenahi terlebih dulu,” paparnya.

Salah satu programnya yang sedianya dicanangkan untuk meningkatkan hal ini sekaligus meningkatkan promosi wisata kepulauan seribu adalah bekerja sama dengan berbagai biro perjalanan, pemilik homestay dan pemilik kapal penyebrangan untuk mewajibkan setiap wisatawan ikut menanam pohon mangrove.

“Kepastian pelaksanaannya masih akan dibicarakan lagi. Inginnya sih dengan cara menambah Rp 750 – Rp 1.000 dari harga paket perjalanan per orang. Dengan ini mereka akan mendapatkan satu bibit mangrove yang bisa mereka tanam di pulau ini. Dengan demikian mereka akan merasa memiliki pulau ini karena mereka sudah pernah menanam pohonnya di sini,” jelasnya.

Selain meningkatkan rasa saling memiliki, penanaman mangrove ini juga akan membantu menjaga kelestarian lingkungan. Seperti diketahui, penanaman mangrove juga akan membantu mencegah abrasi air laut. Sayangnya, dari 100 persen pohon mangrove yang ditanam, hanya 70 persen yang hidup sedangkan 30 persen lainnya akan mati atau hilang terbawa air laut.

Sumber: NGI/kompas.com

read more
Ragam

Warga Aceh Barat Tewas Diinjak Gajah Dalam Gubuk

Warga Kabupaten Aceh Barat, Yusmani (59 tahun) tewas diinjak seekor gajah sumatera (elephas maximus sumatranus) di kawasan jalan lintas Desa Buloh, Kecamatan Meureubo. Tak hanya itu, anaknya, Referendi (13), saat ini tengah kritis dan mengalami patah tulang karena ikut dihempas gajah.

Kapolsek Meureubo Ipda Jhon Darwin mengatakan, gajah menyerang ayah dan anak tersebut ketika keduanya tertidur, Sabtu (4/1/2013), sekitar pukul 05.00 WIB dalam sebuah gubuk dalam lokasi perkebunan.

“Tiba-tiba gajah menyerang gubuk mereka, Yusmani bersama anaknya tidur agak di samping pintu. Sehingga dapat dengan mudah gajah menginjaknya dia terlebih dahulu,” katanya.

Kedua korban merupakan warga Desa Ujong Tanoh Darat, Meureubo. Mereka merupakan petani yang bekerja membersihkan kebun milik saudaranya Abdullah Sani, sejak Jumat (3/1/2013).

“Kedua korban dibawa ke RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh. Korban meninggal diotopsi dan diserahkan ke kepada keluarga,” jelasnya.

Puskesmas Pembantu Desa Bukit Jaya yang awal menangani korban menyebutkan kondisi korban Yusmani tidak dapat diselamatkan karena tewas di tempat kejadian. Sedangkan anaknya mendapat perawatan dan tertolong setelah dibawa ke RSUD Cut Nyak Dhien di Meulaboh.

“Korban meninggal badannya masih utuh, namun semuanya sudah patah-patah dan remuk. Sedangkan anaknya mengalami patah tulang di beberapa bagian tubuh. Seperti paha dan masih dapat diselamatkan,” kata petugas medis Puskesmas Pembantu Desa Bukit Jaya.

Sementara itu, Raja (34) warga Desa Pulo Teugoh, mengatakan, kawasan tersebut dulunya merupakan lintasan kawanan gajah yang telah berubah menjadi area pertambangan batu bara.

“Hutan di kawasan itu sudah gundul. Apalagi jalan lintas gajah itu sudah menjadi lintasan mobil dan truk mengangkut batu bara dan lokasinya hanya sekitar 2,5 kilometer dari pemukiman warga,” papar Raja.

Sumber: republika.co.id

read more
Perubahan Iklim

Hari Bebas Kendaraan Bermotor Kurangi Polusi

Upaya penghematan bahan bakar minyak dan pengurangan polusi melalui penerapan Hari Bebas Kendaraan Bermotor telah menunjukkan hasil positif karena itu pelaksanaannya perlu diperbanyak.

“Kalau bisa jangan hanya one day (satu hari), bisa ditingkatkan menjadi two days (dua hari), three days (tiga hari) dan seterusnya,” kata Penasihat Perubahan Iklim Asia Pasifik untuk UNESCO Faisal Yusuf di Jakarta, Sabtu (4/1/2013).

Ia menjelaskan, Hari Bebas Kendaraan Bermotor sudah dilaksanakan sejak tahun 2008 dan setiap pelaksanaan Hari Bebas Kendaraan Bermotor bisa mengurangi sampai 20 persen polusi di Ibu Kota.

Dampak pelaksanaan Hari Bebas Kendaraan Bermotor terhadap pengurangan polusi akan semakin besar kalau kegiatan itu lebih banyak dilaksanakan.

Daerah-daerah lain di seluruh Indonesia, kata dia, bisa segera menyusul pemerintah DKI Jakarta, Kota Depok, dan Kota Bandung menerapkan kebijakan tersebut untuk mengurangi polusi dan menyehatkan lingkungan.

Mantan Ketua DPRD Jawa Barat Eka Santosa mengatakan keefektifan program tersebut harus terus ditingkatkan supaya dampaknya terhadap kesehatan lingkungan dan masyarakat makin besar.

“Masyarakat harus menyayangi alam sebagai ayahnya dan bumi sebagai ibundanya. Kita harus banyak belajar dari alam dan kita berhutang budi pada bumi dan alam semesta,” katanya.

“Kesadaran untuk menjaga kesehatan lingkungan harus dimunculkan, dan pastinya harus didukung oleh pemerintah setempat,” ujar dia.

Sumber: antaranews.com

read more
Flora Fauna

Ternyata Lumba-lumba Hobi Mabuk-mabukan

Lumba-lumba punya sekian kemiripan dengan manusia, mulai kecerdasan, humor, kecemburuan, hingga kemampuan berbahasa. Namun, siapa yang tahu lumba-lumba juga sama dengan manusia karena suka mengonsumsi senyawa yang punya efek mirip narkotika?

Program BBC1 bertajuk Dolphin: Spy in the Pod yang akan ditayangkan Kamis (2/1/2013) lalu mengungkap bagaimana mamalia tersebut “ngobat”. Rekaman lumba-lumba “ngobat” dibuat oleh pembuat film tentang alam liar, John Downer.

Dalam rekaman BBC, lumba-lumba “ngobat” dengan memanfaatkan racun dari puffer fish. Puffer fish diketahui melepaskan senyawa racun jika sedang dalam kondisi terancam. Senyawa racun inilah yang dimanfaatkan lumba-lumba untuk “fly”.

Lumba-lumba tampak berenang di sekitar puffer fish. Kemudian, ia menyentuhkan moncongnya ke tubuh puffer fish dan setelah berenang beberapa lama, satwa itu tampak mengambang di bawah permukaan.

Perilaku lumba-lumba berenang di sekitar puffer fish bisa berlangsung selama 20 – 30 menit. Lumba-lumba memainkan puffer fish dengan lembut, tidak tampak seperti mamalia besar yang akan memangsanya.

Pakar hewan Rob Pilley menuturkan, perilaku lumba-lumba itu baru dijumpai pertama kali. “Kami melihat lumba-lumba memegang puffer fish dengan glove, sangat lembut seakan mau menyusuinya, bukan untuk menyakiti atau membunuh,” katanya seperti dikutip Daily Mail.

Selain pada lumba-lumba, perilaku mabuk atau sengaja ingin mengalami kondisi “trance” juga dilakukan oleh simpanse dan beberapa mamalia lain. Film ini menunjukkan betapa perilaku itu tidak spesial milik manusia.

Sumber: Kompas.com

read more
Ragam

Cegah Abrasi, Warga Tambakrejo Tanam Mangrove

Abrasi yang terjadi di wilayah Desa Tambakrejo Kelurahan Tanjung Mas menurut Bappeda Kota Semarang, telah menggerus lahan tambak sejauh 652,7 meter. Banjir Rob yang terjadi hampir setiap hari ini merupakan hal yang biasa bagi penduduk desa tersebut. Melihat hal itu, Penghijauan kawasan pesisir menjadi salah satu alternatif pilihan untuk menanggulangi permasalahan rob dan abrasi tersebut.

Beruntung, kesadaran masyarakat nelayan terhadap pentingnya penghijauan masih tinggi. Juraimi contohnya, pria yang lahir di Tambakrejo ini merupakan salah satu penggiat penghijauan. Dia sudah melakukan penanaman mangrove di Tambakrejo sejak 2011 bersama Kelompok Cinta Lingkungan Camar.

Kelompok binaan Pertamina ini beranggotakan 11 orang nelayan tulen yang bertanggung jawab menjadikan lahan konservasi menjadi hijau seperti sedia kala. Walaupun bibit mangrove yang ditanam mempunyai peluang kecil untuk hidup karena kondisi wilayah serta terpaan gelombang besar air laut.

Namun, kepedulian penduduk Desa Tambakrejo dalam merawat dan menanam bibit mangrove yang konsisten, mencapai keberhasilan hidup bibit mangrove hingga 60 persen, dengan modal awal 2.000 bibit, hingga meningkat menjadi 81.000 bibit.

“Apa yang kami lakukan bertujuan untuk mengembalikan lingkungan Tambakrejo menjadi lebih hijau. Ini juga merupakan dukungan terhadap program “Pertamina menabung 100 Juta Pohon,” kata dia.

“Dengan adanya penanaman ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas Wilayah Tambakrejo yang semakin terkikis abrasi,” Tutup Juraimi, dengan wajah ramah. []

Sumber: okezone.com

read more
Ragam

Masyarakat Berdaya, Rawa Tripa pun Lestari

Hutan gambut Rawa Tripa, sebuah kawasan yang terletak bersilangan antara Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh. Hutan ini masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang membentang mulai dari wilayah tengah Aceh, Pantai Timur, Pantai Barat dan sebagian wilayah Sumatera Utara. Memiliki luas sekitar ± 61.803 hektar.

Rawa Tripa adalah salah satu dari 3 kawasan gambut pantai yang sangat penting yang ada di Aceh, yang dua lainnya adalah Rawa Kluet (18.000 ha), dan Rawa Singkil (100.000 ha). Ketiga lokasi hutan gambut dataran rendah ini  telah lama mengalami kerusakan karena dirambah oleh berbagai perusahaan perkebunan kelapa sawit sejak puluhan tahun lalu.

Hampir 50 persen daerah Rawa Tripa  telah mengalami deforestasi karena pembukaan perkebunan dan pembuatan kanal untuk mengeringkan rawa gambut. Kerusakan ini menyebabkan berbagai satwa langka seperti Orangutan kehilangan habitat yang paling ideal dan terancam punah. Karena pembukaan lahan rawa Tripa ini penduduk yang tinggal di sekitarnya yang sering tertimpa bencana banjir di musim hujan dan mengalami kekeringan yang parah dimusim kemarau.

Ancaman terbesar yang dihadapi oleh Kawasan Rawa Gambut Tripa adalah terjadinya penurunan permukaan gambut secara perlahan-lahan menurun dan akan semakin tenggelam dimasa mendatang. Dapat dipastikan nasib hutan gambut Rawa Tripa akan punah tanpa ada tindakan nyata oleh semua pemangku kepentingan khususnya pemerintah Aceh untuk mencegah dan membatalkan konsesi yang telah diberikan kepada perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit.

Penyelamatan hutan gambut Rawa Tripa memasuki babak baru tahun 2012. Dari segi advokasi,  kampanye penyelamatan Rawa Tripa dilakukan secara intensif oleh Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa (TKPRT) yang dipimpin oleh WALHI Aceh. Kampanye ini mendapat dukungan internasional secara luas. TKPRT telah berkali-kali mendesak pemerintah, baik pusat maupun provinsi Aceh, untuk menyelesaikan permasalahan rawa gambut Tripa dan masalah lingkungan yang semakin memburuk di kawasan ini.

Salah satu pencapaian TKPRT adalah dicabutnya Izin Usaha Perkebunan Budidaya PT. Kallista Alam di  Desa Pulo Kruet Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya Provinsi Aceh dengan luas areal +1.605 Ha. Izin perkebunan yang terletak di hutan gambut Rawa Tripa ini dicabut oleh Gubernur Aceh, dr. Zaini Abdullah setelah sebelumnya TKPRT memasukan gugatan di Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara Banda Aceh. Pencabutan izin tersebut diikuti dengan gugatan hukum perdata dan pidana oleh Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia terhadap perusahaan terkait kerusakan lingkungan yang mereka timbulkan akibat pembakaran lahan.

Pemberdayaan Masyarakat
Selain melaksanakan advokasi, pemberdayaan masyarakat sekitar Rawa Tripa dan konservasi hutan harus tetap dilaksanakan. Salah satu lembaga yaitu Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) melakukan pendampingan terhadap masyarakat di hutan gambut Rawa Tripa sejak tahun 2008 melalui program-program pemberdayaan masyarakat dan konservasi hutan. YEL yang berdiri awal tahun 2000, merupakan lembaga yang fokus pada isu-isu lingkungan dan pengembangan masyarakat, terutama mereka yang tinggal di sekitar daerah konservasi. YEL memiliki kantor utama di Medan dan kantor-kantor lapangan dimana proyek mereka sedang berjalan dewasa ini.

Aceh Communications Officer Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), T. Muhammad Zulfikar kepada Greenjournalist menyampaikan, pada tahun 2012, YEL dengan dukungan program Tropical Forest Conservation Action (TFCA) Sumatera melaksanakan program pemberdayaan masyarakat di hutan gambut Rawa Tripa.  “ Tahap awal program ini mengembangkan bibit secara partisipatif bersama masyarakat setempat untuk rehabilitasi kawasan rawa yang terdegradasi,” kata T. Muhammad Zulfikar.
**
TFCA adalah proyek pengalihan utang untuk lingkungan (debt for nature swap) Pemerintah Amerika Serikat yang ditujukan kepada negara yang memiliki hutan hujan tropis dan utang kepada Amerika Serikat. Hutan hujan tropis dipilih dikarenakan hutan ini mampu menampung bermacam-macam makhluk hidup didalamnya baik berupa tumbuhan maupun hewan serta mengurangi gas karbon dan mengatur siklus hidrologi. Penggunaan dana ini untuk rehabilitasi Rawa Gambut Tripa akan sangat menguntungkan.

Pemerintah Amerika Serikat (AS) sepakat untuk menghapus hutang luar negeri Indonesia, sebesar hampir 30 juta dolar AS selama 8 tahun. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menyalurkan dana pembayaran hutangnya bukan ke Pemerintah Amerika Serikat namun dialihkan untuk mendukung penyediaan dana hibah bagi perlindungan dan pebaikan hutan tropis Indonesia.
**

YEL sedang mengimplementasikan kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat di kawasan Rawa Tripa, yang merupakan bagian dari program besar untuk merehabilitasi dan melindungi kawasan tersebut. Belajar dari pengalaman panjang, banyak proyek-proyek konservasi yang sangat strategis dari bantuan asing yang tidak berkelanjutan karena kurangnya koordinasi dan kerjasama dengan berbagai elemen masyarakat lokal.

Masyarakat yang merupakan aktor utama dalam pelestarian hutan harus diberdayakan agar mereka tidak melakukan kegiatan mencari nafkah yang merusak hutan, kata T. Muhammad Zulfikar. Selama ada kecenderungan lembaga-lembaga konservasi hanya fokus pada flora dan fauna saja, sehingga masyarakat sekitar hutan terabaikan, sambung alumni Pascasarjana Konservasi dan Sumber Daya Lahan Unsyiah ini.

T. Muhammad Zulfikar mengatakan rehabilitasi kembali kawasan Rawa Tripa yang rusak perlu segera dilakukan. “ Jikapun nantinya wilayah ini menjadi wilayah lindung maupun konservasi, tentunya akses masyarakat untuk mengelolanya tentunya tetap terbuka,” ujarnya. Namun kegiatan ekonomi untuk daerah tertentu yang secara ekologi sangat sensitif di kawasan Rawa Tripa sebaiknya diterapkan prinsip kehati-hatian. Itulah sebabnya studi yang lebih komprehensif sangat perlu dilakukan di kawasan ini.

Hal ini sejalan dengan niat Pemerintah untuk mengurangi dampak perubahan iklim, maka selayaknya hutan Gambut Rawa Tripa dikembalikan seperti fungsi semula. “ Untuk itu mari kita tunggu langkah konkrit Pemerintah melalui lembaga yang menangani isu perubahan iklim dan juga Pemerintah Daerah baik di Provinsi Aceh maupun di Kabupaten Nagan Raya dan Abdya, ucap T. Muhammad Zulfikar. **

Koordinator Program Pengembangan Ekonomi Masyarakat, TFCA, Rahmadani, kepada Greenjournalist bercerita banyak tentang program pemberdayaan yang dilaksanakannya bersama masyarakat.

Rahmadani yang biasa dipanggil Dani menjelaskan ada tiga program utama YEL di Rawa Tripa, sejak pertengahan April 2012. “ Tiga program itu yang pertama kampanye Lingkungan, kemudian pengembangan ekonomi masyarakat sekitar hutan gambut Rawa Tripa dan yang terakhir survey Biodiversity hutan gambut Rawa Tripa,” ujar Dani.

Penelitian tentang biodiversity hutan gambut Rawa Tripa mencakup survey kedalaman gambut, menghitung stok karbon, vegetasi tanaman, pencemaran dan sebagainya. Juga dilakukan survey populasi Orangutan yang rencananya akan dilakukan awal tahun 2014. Hasil penelitian ini akan dimasukan ke dalam jurnal internasional sehingga bisa dibaca banyak pihak terutama komunitas internasional.

Namun tantangan penelitian ini juga sangat besar. Banyak titik-titik survey yang berada dalam lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan perkebunan sehingga untuk masuk ke dalamnya wajib mendapatkan izin terlebih dahulu. Perusahaan-perusahaan yang lahannya menjadi lokasi penelitian biasanya enggan memberikan izin masuk kepada peneliti.

Dalam melakukan pengembangan ekonomi masyarakat, mereka membuat program pembibitan dengan mengembangkan berbagai bibit tanaman lokal, meliputi tanaman kayu dan buah buahan yang biasa dijumpai di kawasan rawa. Masyarakat tidak diberikan bibit yang sudah jadi tetapi mereka diajarkan cara melakukan pembibitan sendiri seperti cara melakukan okulasi, pencangkokan, stek dan sebagainya. Ini merupakan proses alih pengetahuan.

Pembibitan yang sudah berhasil antara lain pembibitan tanaman seperti Jabon, Sengon dan pohon-pohon lain untuk rehabilitasi hutan. Selain itu juga dilakukan pembibitan tanaman yang bernilai ekonomis seperti pohon rambutan, durian dan sebagainya. “ Lebih kurang 9000 bibit sudah disebarkan kepada masyarakat,” kata Dani.

Setelah bibit-bibit ini siap tanam maka bibit segera didistribusikan ke masyarakat. Untuk tanaman hutan seperti jabon dilakukan penanaman pada lahan kritis. Sedangkan pohon rambutan dan durian ditanam dalam kebun milik masyarakat.

Jika pohon-pohon tersebut tumbuh dengan baik maka dalam jangka waktu lima tahun diharapkan masyarakat sudah dapat memetik hasilnya. Pemberian bibit tanaman pohon dilaksanakan di daerah Kecamatan Babah Rot, Kabupaten Aceh Barat Daya.

Warga dan Pendamping dari YEL sedang memeriksa kondisi kolam pemijahan lele | Foto: YEL
Warga dan Pendamping dari YEL sedang memeriksa kondisi kolam pemijahan lele | Foto: YEL

Selain pemberian bantuan bibit, Dani mengatakan program TFCA di Rawa Tripa juga membantu masyarakat melakukan budidaya ikan lele. Pada awalnya sekitar 15 kolam yang masing-masing berukuran 3 x 6 meter dengan kedalaman 1,2 meter, diberikan kepada masyarakat yang membentuk kelompok-kelompok yang beranggotakan 8 orang. Kini jumlah kolam sudah berkembang menjadi 27 kolam setelah berhasil melaksanakan panen beberapa kali.

Setiap kolam ditaburkan 3000 benih ikan yang merupakan bantuan dari Balai Benih Ikan setempat. Masyarakat juga diajarkan cara pemijahan ikan atau membuat benih ikan. Bantuan benih ikan diberikan kepada masyarakat di Kecamatan Babah Rot Kabupaten Aceh Barat Daya dan Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya.

Demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat pinggir hutan Rawa Tripa melalui pemberdayaan ekonomi, selain dua program bantuan di atas juga dibagikan bantuan kambing, bebek petelur dan ayam potong. Warga dari dua kecamatan di atas mendapat bantuan tersebut.

Siapa yang layak menerima bantuan ini ? Dani menjawab penerima bantuan adalah masyarakat yang telah menjadi kader lingkungan dan dibina oleh YEL. Kader ini diharapkan turut menjaga kelestarian lingkungan hidup hutan gambut Rawa Tripa.  Program ini berjalan bukannya tanpa tantangan. Keterbatasan alokasi dana dan jumlah masyarakat pinggir hutan membutuhkan bantuan jauh lebih banyak dari jumlah bantuan tersedia menjadi tantangan utama pelaksanaan program. Banyak penduduk yang bertanya-tanya, “Mengapa kami tidak dapat bantuan sedangkan yang lain dapat?”, Dani menceritakan.

Menurut Dani tidak semua bantuan pemberdayaan ekonomi yang diterima masyarakat berjalan sukses. Misalnya saja ada panen ikan lele yang gagal dan ada juga sistem pengelolaan yang kurang terbuka membuat munculnya rasa tidak percaya dalam anggota kelompok. Namun Dani memperkirakan sekitar 80 persen bantuan yang mereka berikan berkembang baik.

Sementara ini YEL masih berperan  menjadi penggerak dan pemberi semangat namun realisasinya semuanya terletak di pundak masyarakat yang melanjutkan program. Program yang akan berakhir pada April 2015 ini selalu dimonitor dan dievaluasi oleh donor setiap enam bulan sekali untuk mengecek dan membandingkan antara laporan dan fakta lapangan. Namun donor berjanji akan memperpanjang program ini untuk beberapa daerah selama dua tahun jika hasilnya memuaskan.**

Salah satu peneriman bantuan yang sempat dihubungi GreenJournalist adalah Nurdin, warga kampung Blang Luah Kecamatan Darul Makmur. Saat diwawancarai, ia hendak menjual ikan lele hasil panen dari kolam bantuan. Lele yang mereka pelihara adalah lele jenis Sangkuriang. Ia juga mendapat bantuan itik yang baru berusia 1,5 bulan.

Nurdin menceritakan kelompoknya mengelola lima kolam ikan dan mendapatkan bantuan itik sebanyak 100 ekor. Selama ini mereka telah tiga kali melakukan panen ikan dan hasil yang diperoleh terus meningkat dari tahun ke tahun. Saat panen pertama, mereka meraup sekitar 97 kg ikan lele dari satu kolam. Pada panen kedua  hasilnya sedikit menurun, diperoleh 184 kg ikan lele dari satu kolam dan ketika panen ketiga diperoleh hasil yang memuaskan yaitu sekitar 150 kg/kolam.

“ Untung dari penjualan ikan kami bagai ke anggota kelompok setelah dipotong modal untuk usaha lagi,” kata Nurdin. Nurdin juga mendapat bantuan bibit pohon seperti pohon mahoni, jabon, durian dan rambutan. Semua bibit ini sudah ditanamnya di kebun dan ia pun rutin melakukan perawatan di tanamannya. Nurdin menyampaikan program bantuan yang dilakukan YEL berjalan dengan transparan. “ Tidak ada istilah balas budi atau apa-apa dibelakangnya,” ujar Nurdin. Namun ia tidak menampik bisa saja ada oknum yang membonceng program ini untuk popularitas.

Sudah dua tahun program ini berjalan dan dirasakan manfaatnya. Nurdin mengakui bantuan-bantuan pemberdayaan ekonomi yang ia dan warga desa terima telah memberikan kemajuan ekonomi walaupun belum begitu banyak. Ia berharap, YEL dapat terus membantu masyarakat ke depannya.

Rahmadani mengharapkan dampak dari program ini dapat meningkatkan kemandirian masyarakat penerima manfaat. Program ini ingin menyampaikan kepada masyarakat pinggiran hutan gambut Rawa Tripa bahwa mereka tidak perlu menanam sawit di lahan gambut karena masih banyak usaha alternatif yang sangat ekonomis untuk meningkatkan pendapatan. Percontohan kegiatan ekonomi alternatif harus terus disosialisasikan. Memang ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tapi harus terus dicoba.[]

read more
Kebijakan Lingkungan

Debt for Nature Swap, Alihkan Hutang untuk Rawat Alam

Sejumlah donor menggelontorkan duitnya buat pelestarian hutan atau lingkungan di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, jutaan dollar diberikan kepada berbagai lembaga konservasi lewat persetujuan pemerintah. Tapi  tahukah anda bahwa sejumlah dana konservasi tersebut berasal dari skema pengalihan hutang (debt swap)?

Sederhananya, hutang yang seharusnya dibayar Pemerintah Indonesia kepada negara pemberi hutang, dialihkan untuk biaya konservasi lingkungan. Melalui skema ini pemerintah tidak perlu susah-susah mikir anggaran untuk pelestarian lingkungan karena diambil dari pembayaran hutang. Walaupun kadang jumlahnya tidak signifikan jika dilihat dari total hutang yang ada namun setidaknya bisa memberi ‘nafas’ pada sisi anggaran. Kalau tidak seperti ini bisa-bisa untuk lingkungan pemerintah ogah menyediakan dana dengan alasan klasik, tidak ada anggaran.

Debt swap awalnya dimulai pada tahun 1980an, dimana negara yang memiliki hutang tidak sanggup membayar hutang luar negerinya. Negara pertama yang melakukan cara debt swap dengan jenis debt for equity ini adalah Chili pada tahun 1985.

Sementara itu Debt for nature swap pertama dilakukan di Bolivia pada tahun 1987 dimana debt for nature swap ini kemudian menjadi awal munculnya jenis debt swap lainnya, diantaranya debt swap for child development, education, health, disaster dan bidang-bidang pembangunan.

Salah satu mekanisme Debt for Nature Swap dilakukan oleh Amerika Serikat. Untuk menunjukkan komitmennya terhadap lingkungan, Amerika Serikat membuat proyek Tropical Forest Conservation Action (TFCA), sebuah proyek pengalihan utang Pemerintah Amerikat Serikat yang ditujukan kepada negara yang memiliki hutan hujan tropis dan hutang kepada Amerika Serikat.

Hutan hujan tropis dipilih dikarenakan hutan ini mampu menampung bermacam-macam makhluk hidup didalamnya baik berupa tumbuhan maupun hewan serta mengurangi gas karbon dan mengatur siklus hidrologi. Amerika Serikat telah membuat kesepakatan debt for nature swap dengan tujuh belas negara, salah satunya adalah Indonesia.

Pihak Amerika Serikat bersedia merelakan hutang Indonesia dengan pertimbangan bahwa manfaat pengurangan hutang melalui debt for nature swap dapat lebih bermanfaat daripada menunggu pembayaran kembali hutang yang macet. Namun hutang ini harus diganti dengan proyek yang benar-benar memiliki manfaat dalam hal pelestarian alam dan pengurangan pemanasan global. Namun, Amerika Serikat tetap harus memastikan hutang yang tidak termasuk dalam debt for nature swap tetap dibayarkan sesuai kesepakatan kedua negara.

Walaupun tingkat deforestasi yang tinggi namun Pemerintah Indonesia masih minim dalam memberikan anggaran bagi konservasi hutan. Dengan hutang Indonesia yang cukup besar maka anggaran pengeluaran pemerintah seringkali lebih difokuskan kepada pengeluaran-pengeluaran lain yang lebih bersifat pembangunan infrastruktrur atau peningkatan ekonomi.

Hutan dipandang sebagai sumber daya utama yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Bantuan luar negeri bertujuan untuk membantu pembangunan ekonomi, karena hutan termasuk di dalamnya maka bantuan luar negeri mulai memasuki ranah hutan. Dapat terlihat bahwa hutan tidak pernah memiliki tempat sendiri dalam tujuan alokasi anggaran. Walaupun hutan telah mendapatkan alokasi tersendiri dalam dana pembangunan tetapi tetap pembangunan hutan ditujukan untuk membantu mendorong pertumbuhan ekonomi.

Amerika Serikat memberikan bantuan luar negerinya kepada Indonesia melalui mekanisme debt swap. Dimana
disini Amerika menukar hutang luar negeri Indonesia untuk kegiatan konservasi alam. Hutang Indonesia yang akan ditukar oleh Amerika Serikat sebesar $30 juta.

Dalam proyek TFCA selain melakukan penghijauan hutan kembali, proyek ini juga melindungi flora dan fauna dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengikut sertakan masyarakat sekitar dalam pelaksanaan proyek dimana proyek ini berjalan.

TFCA diterapkan pada tahun 1998 yang merupakan suatu penawaran bagi negara berkembang untuk meringankan hutang mereka kepada Pemerintah Amerika Serikat dengan cara mengeluarkan sejumlah uang dalam mata uang lokal oleh pemerintah itu sendiri sebesar hutang mereka untuk melakukan konservasi ini.

Amerika Serikat yang diwakili oleh badan pemberi bantuannya USAID dan Indonesia oleh lembaga KEHATI membuat dokumen mengenai rencana strategis untuk proyek TFCA mengenai area yang akan diintervensi oleh Amerika Serikat. Selanjutnya kedua belah pihak bersama sama membicarakan bagaimana proyek ini akan berjalan hingga tahun 2018.

Jadi sudah selayaknya para pemegang amanah dana alih hutang ini menjalankan programnya sebaik mungkin. Ingat, duit yang mereka gunakan adalah duit bangsa Indonesia yang dikumpulkan susah payah untuk membayar hutang. Jangan sampai terjadi korupsi atau mismanagement.[]

Sumber: Diolah dari berbagai sumber

read more
1 9 10 11 12
Page 11 of 12