close

January 2014

Kebijakan Lingkungan

Uni Eropa Terapkan Kriteria Biomassa Berkelanjutan

Industri semakin banyak menggunakan tumbuhan sebagai bahan baku. Tapi pengembangannya bisa merugikan alam dan manusia. Kini komunitas industri, lingkungan dan pembangunan menetapkan kriteria bagi penanaman berkelangsungan.

Perusahaan kimia Jerman setiap tahunnya menggunakan sekitar tiga juta ton bahan baku dari tumbuhan: minyak, selulosa, kanji, gula, karet alami dan banyak lagi. Dari zat kimia alamiah dibuat misalnya, perekat, sabun cuci atau plastik organik. Kebutuhan akan bahan mentah ini semakin meningkat, kata Jörg Rothermel, anggota ikatan industri kimia VCI, yang mengurus masalah energi, perlindungan iklim dan politik bahan mentah.

Meningkatnya permintaan ada dampaknya. Untuk mendapat bahan baku yang diinginkan, banyak perusahaan menebang pohon di hutan tropis, atau merampas tanah warga beserta sumber hidup mereka. Praktik ini sering didukung atau diterima pemerintah. Salah satu contohnya minyak sawit, yang jadi produk dasar minyak untuk makanan, bahan bakar, pelumas dan kosmetik. Untuk penanaman bahan baku ini, dituntut adanya kriteria ekologis dan sosial.

Bukti Kualitas bagi Biomassa Berkelanjutan
Akhir 2013 pakar dari industri kimia, organisasi bantuan Deutsche Welthungerhilfe dan ikatan perlindungan alam mengambil tindakan. Bersama agen untuk bahan baku berkelanjutan, FNR yang disokong pemerintah Jerman menerbitkan kriteria, yang memperketat pengembangbiakan, penggunaan tanah dan produksi bahan baku organik.

Kesepakatan berorientasi pada katalog kriteria Uni Eropa, bagi penggunaan biomassa dari tahun 2009. Lebih jauh lagi, disepakati 25 “kriteria ekologis”. Sehingga hutan tropis tidak boleh ditebang, rawa tidak boleh dikeringkan dan sabana yang kaya keanekaragaman satwa dan tumbuhan tidak boleh dijadikan lahan pertanian. Selain itu, kualitas tanah harus dijaga dan kadar nitrat tidak boleh berkurang.

Termasuk dalam 19 “kriteria sosial” antara lain: hak penduduk dan pekerja untuk mendapat air minum, tempat tinggal tetap serta bayaran sepadan. Mempekerjakan anak dilarang. Rafael Schneider dari organisasi bantuan Jerman Deutsche Welthungerhilfe sambut baik hal ini, karena dalam kriteria Uni Eropa tentang penggunaan biomassa dimensi ini tidak ada. Selain itu, pemerintah dan produsen bahan baku organik harus memberi bukti tidak terima suap, dan mendokumentasi cara mereka mengunakan lahan.

Dari Kertas Jadi Kenyataan
Kini harus dibuktikan, apakah kriteria itu bisa dipraktekkan. Kepala FNR, Andreas Schütte menjelaskan bagaimana pelaksanaannya. Mulai 2014 bahan baku organik, yang digunakan untuk membuat pelumas dan bahan sintetik harus diuji dan diberi sertifikat sesuai kriteria. Dengan demikian, semakin banyak perusahaan kimia memperhatikan produksi berkelanjutan ketika membeli biomassa dan juga menuntut itu dari pemasoknya. Demikian harapan Schütte.

“Tapi pada akhirnya, setiap perusahaan haru memutuskan itu sendiri,” kata Rothermel dari ikatan industri kimia VCI. Ia tidak mendukung, jika kriteria-kriteria itu ditetapkan secara hukum. Menurutnya, itu bisa mengurangi keinginan perusahaan untuk menggunakan biomassa. Rothermel berargumentasi, biomassa yang diproduksi secara berkelangsungan harganya mahal, karena pekerja harus digaji lebih baik dan perusahaan-perusahaan harus punya tempat penyimpanan pestisida yang lebih baik.

Ancaman Merugi
Norbert Schmitz, pemimpin perusahaan International Sustainability & Carbon Certification (ISCC) yang bergerak di bidang pemberian sertifikat untuk biomassa dan bioenergi di seluruh dunia memberikan contohnya. “Satu ton minyak sawit yang bersertifikat harganya sekitar 40 sampai 50 Dolar lebih mahal daripada minyak sawit tanpa sertifikat.” Dibanding dengan saingan yang tidak memakai minyak sawit bersertifikat, ini bisa berarti kerugian besar.

Perusahaan kimia yang mengalami tekanan finansial pasti tetap menggunakan bahan mentah dengan dasar minyak bumi. Di Jerman, produk kimia yang menggunakan biomassa hanya sekitar 13 persen. Rothermel dari VCI yakin, perubahan hanya akan terjadi secara perlahan. Lagi pula, biomassa tidak mungkin menggantikan sebagian besar kebutuhan akan bahan dasar. Karena itu berarti terhentinya produksi bahan pangan bagi manusia.

Sumber: dw.de

read more
Ragam

Tiga Bocah Singkil Bergelut dengan Buaya

Tiga bocah di Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil, memiliki keberanian yang luar biasa. Ketiga bocah itu ialah Sulaiman (14), Sahri (12), dan Bustami (12). Ketiganya secara gagah berani bergelut dengan buaya.

Meski usianya masih belasan tahun, ketiga bocah tersebut sukses membantu menangkap seekor buaya pada Selasa (7/1/2014) pagi tadi.

Awalnya, buaya itu hendak ditangkap dengan cara dijerat. Mansur (50) tahun, sudah memancing buaya itu memakai seekor ayam agar mau mendekat ke perangkap yang sudah disediakannya.

Buaya berkururan sekitar 1,5 meter itu, akhirnya masuk ke jerat tali setelah memakan ayam yang diumpankan.

Namun, buaya tersebut melakukan perlawanan sengit sehingga Mansur dan warga lainnya tak mampu menariknya ke darat untuk dimasukkan ke dalam karung.

“Waktu ditangkap buayanya melawan, susah sekali ditarik ke darat,” kata Mansur.

Melihat kondisi itu, ketiga bocah tadi nekat menerkam dan bergelut dengan buaya tersebut. Upaya ketiganya sukses, buaya tersebut tak bisa berkutik dan secara mudah ditarik ke darat.

Selanjutnya, buaya jantan yang tergolong masih kanak-kanak itu, diikat di pinggir jalan Singkil-Subulussalam, setelah bagian mulutnya dibalut lakban.

Sumber: tribunnews.com

read more
Flora Fauna

Harimau Sumatera Melawan Punah (Bagian I)

Harimau dan manusia telah hidup berdampingan di Sumatera. Manusia bersaing dengan harimau untuk memperoleh makanan, terkadang harimau membunuh manusia dan sebaliknya manusia dengan akal pikiran dan taktik serta alat modern mampu membunuh harimau. Selalu terjadi ketegangan antara manusia dan harimau tentang siapa yang seharusnya menguasai hutan di Sumatera.

Menurut WWF – Indonesia  (Sumatran Tiger Conservation 2010) perkiraan populasi harimau di Sumatera berjumlah 400 individu tersebar di beberapa kantong habitat, nyatanya habitat alami Harimau telah terdegradasi. Saat ini harimau  masih  terus berjuang secara alami untuk dapat bertahan hidup, habitatnya terdesak kanan kiri, diburu siang dan malam oleh manusia, ini  salah satu kesialan harimau Sumatera.

Beruntung harimau tercipta sangat kuat, daya jelajahnya bisa sampai puluhan kilometer, harimau Sumatera bisa melintas segala medan dari gunung, Sungai, rawa dan hutan rimba. Harimau  memiliki mata yang dilengkapi dengan retina mengandung unsur infra merah yang mampu menguasai malam dan memangsa di kegelapan hutan.

Kemampuan berlarinya  memiliki  kecepatan untuk menangkap mangsa. Kemampuan memakan mangsanya mengandalkan taktik perburuan individual, bersembunyi, mengejar dan menyerang secara tiba-tiba lalu membunuh mangsanya. Suaranya adalah intimidasi dan teror bagi mangsa bahkan untuk manusia,

Menurut Ahli Harimau Sumatera Sunarto dalam jurnal ilmiah (Tigers Need Cover 2012), harimau Sumatera cenderung menghindari perkebunan dan lebih memilih hutan. Habitat hutan tropis Sumatera adalah rumah yang menyediakan makanan. Kondisi yang disukai harimau, selain ketersediaan mangsa yang cukup, adalah, jarak yang tidak terlalu jauh dari titik pusat blok hutan berukuran besar (>50,000 ha). Tutupan tumbuhan bawah yang rapat, serta tingkat aktivitas manusia yang minimal.

Hidup dihabitat baru seperti di kebun sawit, karet dan  hutan tanaman industri,  ini terjadi di Sumatera Bagian Tengah di Provisinsi Riau  dan  Jambi, harimau harus beradaptasi dengan  lingkungannya. Nasib paling sial jika ditembaki oleh pengawas perkebunan dan petugas hutan dan terkena jerat pemburu.

Habitat baru harimau  juga kemungkinan akan dikuti oleh satwa mangsa untuk beradaptasi dengan lingkungan baru agar tetap bertahan hidup. Disini pula akan  ada makanan bagi harimau seperti babi hutan, rusa, atau pun landak, teritorial pun harus diperkecil sesuai dengan daya dukung perkebunan. Tanda alami teritorial  seperti air kencing, bulu,  cakaran kuku di pohon,  ini semua akan di  bagi rata dengan harimau lainnya, harimau harus “Sharing territorial”

Habituasi dan Adaptasi
Contoh paling nyata terjadi di Provinsi  Riau yang kawasan hutan alamnya  telah terdegradasi, dikonversi menjadi perkebunan  sehingga mengubah habitat harimau. Sejalan  dengan itu banyak aktivitas manusia dihabitat harimau  seperti aktivitas perkebunan, Hutan Tanaman Industri dan  transmigrasi dan serta hadirnya rombongan  pencari getah gaharu yang hilir mudik di kawasan ini.

Harimau Sumatera dalam 20 tahun terakhir  kemungkinan  besar  paham terhadap kehadiran manusia di sekitar hutan yang disebutkan di atas. Secara alami mereka mempelajari pola harian manusia, analisa sederhananya  adalah  anak harimau telah diajarkan oleh induknya dalam menghadapai manusia dan  dari proses habituasi (kebiasaan) ini,  harimau telah mengenal baik kehadiran manusia di habitatnya, secara naluri tinggal mau diapakan manusia tersebut,

Pembelajaran oleh induk adalah kunci dari bertahannya harimau di alam liar sumatera. Induk akan membiasakan dengan pola habitat ini, ini adalah salah satu suksesnya harimau bertahan di segala kondisi habitat.

Begitu pula pemahaman manusia di sekitar habitat terhadap harimau, terkadang harimau sering dijumpai, seperti saling berpapasan  sekilas, temuan tapak dan cakar. Hal  ini  sangat sering dijumpai bahkan jadi pembicaraan  tempat temuan tersebut dan putusan akhir kembali ke masyarakat sekitar, mau di apakan diapakan harimau tersebut ? dibunuh atau ditangkap.

Interaksi pertemuan dua mahluk hidup ini memilki hubungan ini sangat komplek dan unik, tingkat kejadian perselisihan seberapa sering sehingga konflik dapat diperkecil. Mungkin ini salah satu penyebab kenapa harimau sekarang lebih berani menyerang dan masuk ke areal manusia. Faktor habituasi dengan manusia dan harimau dapat dijadikan standar pengelolaan konservasi harimau,   baik di perkebunan dan sekitar pemukiman. Secara umum dapat disimpulkan bahwa harimau lebih mengusai habitatnya dan namun pada akhirnya pihak yang kalah tetap harimaunya. [bersambung…]

read more
Energi

Sampah Kota Tangerang Dibikin Pembangkit Listrik

Kota Tangerang, Banten, menjadi kota pertama di Indonesia yang dijadikan “Project Riset” dalam pengujian dan pengolahan sampah berbasis ramah lingkungan dari Lembaga Riset Muda Indonesia (LRMI).

“Kota Tangerang terpilih sebagai kota pertama untuk menjadi project riset dalam pengujian dan pengolahan sampah berbasis ramah lingkungan oleh LRMI,” kat Walikota Tangerang, Arief R Wismansyah, di Tangerang, Minggu.

Ia mengatakan, riset oleh LRMI tersebut akan dilaksanakan pada minggu kedua bulan Januari di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing.

Tujuan riset ini untuk mengurangi volume sampah secara efektif berbasis efesien dan ramah lingkungan. Selain itu, nantinya dari pengolahan sampah akan menghasilkan pembangkit listrik skala makro.

Adapun alasan terpilihnya Kota Tangerang sebagai project pertama, Arief menambahkan, karena Pemkot Tangerang dinilai sangat konsisten dalam penanganan sampah sehingga sudah menjadi salah perhatian bank dunia.

Selain itu, kuantitas dan volume sampahnya yang sangat besar. Walaupun tercatat sudah ada 20 kota/kabupaten yang telah siap menjadi project riset ini. “Namun kota Tangerang menjadi kota pertama yang dipilih oleh LRMI untuk menjadi project riset,” pungkasnya.

Dijelaskannya, project riset ini berbasis teknologi “Enviro Zero Waste System” yaitu metode dan hasil yang digunakan akan dikembangkan tetap berbasis lingkungan.

Cara kerja teknologi dalam pengolahannya tidak memerlukan pemilahan dan pemisahan sampah, sehingga berbeda dengan teknologi pengolahan sampah lainnya.

“Teknologi sangat efektif karena kita dapat mengelola sampah tanpa harus memilah sampah basah dan sampah kering, sampah langsung bisa diolah tanpa proses pengeringan,” ujarnya.

Teknis sistem pengolahan sampah ramah lingkungan ini juga tanpa menggunakan bahan bakar karena sistem pembakaran menggunakan energi udara dengan bantuan blower.

Untuk awalnya, energi pembakaran dengan menggunakan magma karena pembakarannya harus bekerja selama 24 jam. Sehingga kondisi alat akan memiliki status panas stabil.

Dengan menggunakan teknologi ini pengelolaan sampah akan menghasilkan insectisida organik, pupuk dan abu bahan batako.

Walikota juga menambahkan bahwa teknologi ini akan mengelola sampah di TPA Rawa Kucing sebanyak 10 ton sampah setiap harinya.

Bahkan nantinya bisa diterapkan di TPST karena memang sistemnya yang ramah lingkungan, tidak menggunakan bahan bakar dan tidak menimbulkan bau sampah bahkan akan tercium bau ragi karena ada metode fermentasi.

“Intinya, Pemerintah Kota Tangerang terus berkomitmen melakukan penataan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing karena seiring dengan bertambahnya penduduk,” katanya.

Sumber: antaranews.com

read more
Ragam

Melihat Kampung Organik Nan Asri Kota Magelang

Di Kota Magelang, Jawa Tengah, budidaya organik tak hanya berkembang di perumahan. Budidaya organik merebak pula di sekolah. Salah satunya di SD Negeri Kramat 1 Kota Magelang. Halaman sekolah ini tak luas-luas amat. Namun, aneka tanaman organik berjejer di sana. Dari tanaman bunga hingga sayur-mayur.

Tanaman organik tersebut berada di pot plastik, kaleng bekas, bahkan sekadar tumbuh di dalam kantong plastik. “Sebelumnya halaman sekolah hanya ditanami berbagai bunga,” kata Roinah, penjaga SDN Kramat 1, Senin (6/1).

Setelah berkonsultasi dengan para guru, lanjut Roinah, tanaman selain bunga pun dicoba. Mulailah muncul cabai, sawi, kubis, terong, hingga daun bawang. Tanaman di halaman sekolah ini memang belum sampai umur panen tapi semua tanaman terlihat terawat dan tumbuh baik.

Ide kreatif SD Negeri Kramat 1 pun mendapat apresiasi. Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito mengatakan, budidaya tanaman organik ini patut dicontoh. “Tularkan kepada siapa pun agar budidaya tanaman organik dapat bermanfaat bagi semua warga,” kata dia.

Selain mendukung program kampung organik dan penghijauan, ujar Sigit, tanaman organik juga dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari warga.

Budidaya tanaman organik atau dikenal dengan kampung organik adalah salah satu program Pemerintah Kota Magelang. Warga di kampung tersebut akan melestarikan lingkungan dengan baik dan benar, untuk lingkungan biotik, abiotik, sanitasi, ekonomi, serta sosial dan budaya.

Program ini antara lain bertujuan memberdayakan masyarakat dalam pelestarian lingkungan. Dari 17 kelurahan di Kota Magelang, tiga di antaranya sudah menerapkan kebijakan kampung organik itu.

Sumber: NGI/KOMPAS.com

read more
Ragam

Walikota Pekanbaru Luncurkan Program ‘Radio Green’

Walikota Pekanbaru Firdaus ST MT mengajak masyarakat menicintai lingkungan dengan memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan terutama yang berkaitan dengan tumbuh-tumbuhan atau pepohonan.

Hal itu diungkapkan Walikota dalam pengangarahannya pada acara lounching Radio Green yang dikemas dengan gerakkan penanaman, pohon dan penyebaran bibit ikan di Sungai Siak di Bantaran Sungai Siak Meranti Pandak, Kecamatan Rumbai Pesisir, Senin (6/1/2014).

Walikota menyebutkan bahwa acara lounching radio green dirasakan sebagai lanagkah yang sangat peduli dilingkungan, selain acara resminya digelar di pinggiran sungai Siak, acara juga dilanjutannya menanam pohon dan penebaran bibit ikan di hulu sungai Siak.

Dalam kesempatan itu Walikota bersama tokoh masyarakat setempat melepaskan enam ekor burung Merpati pertanda Lonching dan mulai menguadaranya Radio FM 97,6 tersebut, serta diserahkan secara simbolis pohon penghijauan darai utusan bank Panin sebagai pertanda dimulainya penghijauan di hulu sungai Siak.

“Kita memberikan apresiasi kepada manajemen radio green yang mendedikasikan media public ini untuk kepentingan lingkungan. Kita juga sudah membaca kiprah radio Ini yang sebagian besar arah programnya pada kepedulian lingkungan.,’’ ujar Walikota, Senin (06/01/2013).

Ditambahkan Walikota, bahwa semakin banyak media publik dan LSM serta organisosial bergerak dalam kepedulian, maka besar harapan akan memotivasi masyarakat untuk semakin peduli lingkungan.

“Diakui, bahwa saat ini tingkat kesadaran dan kepdedulian lingkungan sebagian masyarakat kita masih sangat rendah, maka sangat diperlukan keikutsertaan seluruh pihak untuk mengajak masyarakat mencintai dan peduli dengan lingkungan. Bila kepedulian itu bisa terbangun , maka sangat besar harapan kita terwujudnya kota yang bersih, kota yang sehat dan kota yang asri,” tutur Walikota.

Sumber: riauterkini.com

read more
Flora Fauna

Polisi Ringkus Pemilik Offset Satwa Liar yang Dilindungi

Polisi Daerah (Polda) Aceh berhasil meringkus pemilik beberapa offset (bagian tubuh hewan yang diawetkan-red) satwa liar yang dilindungi oleh Pemerintah. Penangkapan dilakukan di Kabupaten Aceh Tengah masing-masing tersangka berinisial M dan MM. Keduanya dalam proses pemeriksaan saat ini di Mapolda Aceh, Banda Aceh.

Direktur Reskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol Joko Irwanto dalam konferensi pers, Senin (6/1/2013) mengatakan, tersangka M dan MM merupakan penampung dan juga ahli dalam membuat offset satwa liar tersebut. “Mereka itu penampung dan pembuat offset ,”kata Joko Irwanto.

Dijelaskannya, penangkapan tersangka penyimpan dan pembuat offset di dua lokasi yang berbeda, masih dalam wilayah Kabupaten Aceh Tengah. Offset satwa liar direncanakan akan diperjual belikan namun sudah terlebih dahulu tertangkap polisi.

“Rencana kita akan pancing pembelinya untuk mengusut jaringan bisnis offset satwa liar yang bila ditotalkan bernilai ratusan juta,” tegasnya.

Adapun offset yang berhasil diamankan adalah Harimau Sumatera satu ekor dan kepala Harimau Sumatera 1 buah, Macan Dahan, Beruang Madu, Kijang Muntjak, Kambing Hutan, Kucing Emas dan juga ada sejumlah gigi beruang.

“Harimau Sumatera itu bernilai Rp 80 juta dan Macan Dahan itu Rp 20 juta, jadi ada ratusan juta kalau dijual,” tambahnya.

Joko mengatakan tersangka dijerat Undang-undang Perbuatan tersebut melanggar Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Mereka terancam hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

“Kita akan komit tahun 2014 ini untuk mengusut penjualan offset satwa liar, ini kasus pertama yang Polda Aceh tangani,” tegasnya.

Terkait tahun lalu adanya keterlibatan anggota TNI dalam menyimpan offset Harimau Sumatera dan sudah divonis oleh Mahkamah Militer Banda Aceh, Joko mengatakan tidak ada kaitannya. Ini murni kasus yang ditangani Polda Aceh atas informasi dari masyarakat.

“Tidak ada hubungan dengan itu,tapi kita tetap akan kembangkan kasus ini,” tutupnya.[]

read more
Perubahan Iklim

Biar Iklim Kota jadi Adem, Perbanyaklah Taman

Taman cocok bukan hanya cocok untuk berekreasi tapi ternyata taman kota juga berfungsi sebagai pengontrol iklim kota (mikro iklim). Sebagaimna yang diteliti oleh tim ilmuwan di Hamburg yang menemukan bahwa taman berguna dalam memerangi perubahan iklim.

Relaksasi sejenak di taman kota yang rindang dan hijau saat matahari panas terik tentu terasa nikmat. Tidak hanya lebih hijau dan lebih sunyi ketimbang wilayah urban di sekitarnya, namun juga lebih adem. Tidak ada gedung dan permukaan jalan yang dapat menyimpan dan merefleksikan panas matahari.

Tetap saja, setiap hari di Jerman, sebidang lahan berukuran sekitar 50 lapangan sepakbola diaspal atau menjadi korban pembangunan kota. Menjamurnya bangunan terutama berdampak pada iklim kota. Semakin padat sebuah kota, semakin terasa apa yang disebut dengan pulau bahang kota, yakni suhu udara di wilayah perkotaan yang lebih hangat dibandingkan wilayah pedesaan di sekitarnya. Di sebuah pusat kota Jerman, suhunya tiga derajat Celsius lebih tinggi daripada wilayah sekitarnya.

Sebuah studi mengenai pengaruh tanah dan vegetasi terhadap iklim kota menunjukkan betapa pentingnya bagi kota untuk mempunyai lahan yang terbuka dan tidak beraspal. Sebuah tim riset dari Hamburg baru-baru ini meluncurkan proyek Pengamatan Iklim Tanah Kota Hamburg (HUSCO).

Mereka menempatkan fasilitas pengukuran di dua titik untuk mengetahui sejauh apa tanah mendinginkan iklim sekitar dan bagaimana dampak dari jenis tanah yang berbeda-beda. Sebuah stasiun pengukuran ditempatkan di sebuah rawa dengan level air tanah yang tinggi, dan satu stasiun lagi di sebuah wilayah kering dengan level air tanah yang rendah.

Sensor jauh di dalam
Di kedua lokasi, tim ilmuwan membangun stasiun cuaca mini untuk mengukur suhu, kecepatan angin dan kelembapan. Mereka juga menggali parit dan menaruh sensor tanah tepat di bawah permukaan dan juga pada kedalaman 1,6 meter, jelas manajer proyek Annette Eschenbach. “Sensor antara lain mengukur suhu tanah dan kandungan air,” ungkap peneliti tanah dari Universitas Hamburg tersebut.

Sensor telah mengumpulkan data dalam 3 tahun terakhir. Bukti menunjukkan bahwa lokasi pengukuran mengering pada periode dengan curah hujan rendah, jelas Eschenbach. “Semuanya tergantung level air tanah di lokasi pengukuran.”

Tanah lembap terbantu oleh air tanah, sehingga cenderung mengering lebih lambat pada musim kering ketimbang tanah dengan level air tanah rendah.

Para periset menemukan bahwa tanah lembap lebih mendinginkan udara di sekitar dibandingkan tanah kering. Terutama sepanjang tahun, suhu di taman kota setengah derajat lebih rendah daripada lingkungan sekitar yang penuh bangunan. “Ini berarti taman kota berperan amat penting bagi iklim setempat,” kata Eschenbach.
Tim riset menggali lubang yang dalam untuk menaruh sensor

Tanah lembap paling efektif
Memiliki lebih banyak lahan tak beraspal di kota bisa menjadi elemen penting seraya manusia beradaptasi dengan perubahan iklim. “Membangun lebih banyak taman selalu bermanfaat bagi iklim kota,” tukas Annette Eschenbach. Namun periset itu menambahkan, proyek Hamburg telah menunjukkan bahwa taman sebaiknya dibuat di lokasi dengan tanah lembap. Dengan begitu, fungsi mendinginkan taman akan jauh lebih efektif.

Namun hasrat untuk membuat lebih banyak taman kota bertentangan dengan ambisi meluas untuk membangun lebih banyak permukiman di kota untuk menjaga harga sewa terus terjangkau. Para pakar mengkhawatirkan dampak pulau pahang kota akan semakin parah di masa depan, bukan hanya karena kota-kota semakin padat, tapi juga karena perubahan iklim global.

“Beberapa tahun terakhir sudah cukup lembap, jadi yang kami butuhkan segera saat ini adalah musim panas yang hangat dan kering,” Eschenbach menyimpulkan, sembari menambahkan bahwa studi HUSCO akan terus dilanjutkan. Sebuah periode dengan cuaca yang sangat panas, katanya, akan memungkinkan timnya untuk mendapat bukti lebih lanjut mengenai dampak taman kota terhadap iklim kota Hamburg.

Sumber: dw.de.com

read more
1 8 9 10 11 12
Page 10 of 12