close

March 2014

Ragam

Walhi Ajak Masyarakat Tidak Pilih Caleg Perusak Lingkungan

Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Wilayah Sumatera Selatan melakukan gerakan menolak calon anggota legislatif peserta Pemilu 2014 yang melakukan tindakan berpotensi merusak lingkungan hidup.

“Dalam kegiatan sosialisasi dan kampanye, banyak peserta pemilu secara sengaja atau tidak melakukan tindakan perusakan lingkungan, bahkan ada juga yang diduga dibiayai oleh perusahaan yang aktivitasnya berpotensi merusak dan mencemari lingkungan,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Hadi Jatmiko di Palembang, Selasa (25/4/2014).

Ia menekankan, “Caleg yang tidak bersahabat dengan lingkungan itu jangan dibiarkan lolos menjadi wakil rakyat.”

Menurut dia, gerakan menolak caleg perusak lingkungan sebagaimana ditetapkan dalam “Platform Politik Gerakan Lingkungan Hidup Indonesia” yang diluncurkan oleh aktivis Walhi di Jakarta pada tanggal 11 Maret 2014 itu dilakukan melalui pendidikan politik kepada masyarakat yang selama ini bermitra dan memiliki kepedulian tinggi terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup.

Dengan pendidikan politik, aktivis Walhi berupaya membangun sebuah kesadaran kritis di tingkat rakyat untuk menggunakan hak pilihnya dengan baik. Menggunakan hak pilih dengan baik, bukan hanya sekadar datang ke tempat pemungutan suara (TPS) dalam Pemilu Legislatif 9 April 2014, melainkan pemilih memastikan memilih caleg yang bersih dari tindakan perusakan lingkungan hidup.

“Orang-orang yang diharapkan menjadi wakil rakyat dan pemimpin seharusnya memberikan contoh yang baik seperti tidak melakukan tindakan yang bisa mengakibatkan kerusakan lingkungan, serta tidak melakukan tindakan yang menghalalkan segala cara untuk memenangi pertarungan politik dalam pesta demokrasi rakyat lima tahunan itu,” ujar Hadi.

Melalui gerakan menolak caleg perusak lingkungan, Walhi mengajak masyarakat untuk memutus rantai penguasa politik yang sekaligus penguasa ekonomi yang selama ini telah melahirkan berbagai konflik lingkungan hidup dan sumber daya alam (SDA) serta agraria yang berujung pada bencana ekologis.

Jika rantai penguasa politik yang sekaligus penguasa ekonomi tidak diputus, menurut dia, persoalan kemiskinan yang dialami oleh rakyat akibat pengelolaan SDA yang timpang akan terus terjadi. Menentukan pilihan dalam pemilu secara kritis dan tepat, penting dilakukan untuk memastikan agenda penyelamatan lingkungan hidup dan pengelolaan SDA yang berkeadilan baik untuk generasi saat ini maupun yang akan datang, kata Direktur Eksekutif Walhi Sumsel itu.

Sumber: republika.co.id

read more
Kebijakan Lingkungan

Men LH Sebut Banyak Sungai Indonesia Tercemar

Hampir semua sungai di Indonesia tercemar. Sebanyak 75 persen sungai mengalami pencemaran berat, 22 persen tercemar sedang, dan tiga persen tercemar ringan. Menteri Lingkungan Hidup, Balthsar Kambuaya, menegaskan hal itu saat membuka Rapat Kerja Teknis Nasional Pemantauan Kualitas Air Sungai se-Indonesia di Kota Bengkulu, Senin 24 Maret 2014.

Kambuaya menambahkan, hasil mencengangkan ini didapat dari pemantauan kualitas terhadap 57 aliran air sungai besar di seluruh Indonesia. “Hasil didapat dari data time series yang kami periksa dari tahun 2008 hingga 2013,” ujarnya.

Penyebab utama pencemaran itu, kata Kambuaya, karena aktivitas domestik warga hingga 60 persen. Sisanya, dilakukan industri, baik skala kecil, menengah, hingga besar.

“Publik kita masih dihinggapi kebiasaan bahwa sungai adalah tempat strategis untuk membuang sampah. Padahal, sungai juga merupakan sumber air minum kita,” ujarnya.

Sementara itu, Gubernur Bengkulu, Junaidi Hamsyah, mengaku bahwa hingga saat ini, masalah pencemaran sungai di Bengkulu masih terus disikapi. Pihaknya, melalui Badan Lingkungan Hidup (BLH) terus melakukan pemeriksaan terhadap kondisi air sungai di Bengkulu.

“Dugaan pencemaran air sungai banyak. Sementara itu, ada 10 sungai yang sedang kami uji kualitasnya,” ujar Junaidi. []

Sumber: vivanews.com

read more
Green Style

Desainer Ini Jarang Mandi Demi Lingkungan

Kecintaannya terhadap lingkungan membuat Vivienne Westwood melakukan berbagai hal untuk menyelamatkan bumi, salah satunya jarang mandi. Perancang busana yang sudah berusia 72 tahun ini mengungkapkan, dia tidak mandi setiap hari dan lebih memilih untuk mandi bersama suaminya untuk menghemat air.

Hal tersebut dia lakukan lantaran sangat mendedikasikan hidupnya agar lingkungan di sekelilingnya tetap hijau dan asri.

“Biasanya di rumah saya tidak terbiasa dengan mandi, saya hanya menggunakan air sedikit kemudian selesai di pagi hari. Kita harus memulai untuk peduli pada lingkungan hidup,” katanya dalam video kampanye PETA (kelompok penyelamat binatang)

Selain jarang mandi, Vivienne Westwood juga seorang vegetarian, dan selalu mengampanyekan untuk saling mencintai sesama makhluk hidup.

“Air itu sangat berharga, dia lebih penting daripada gas dan daging yang banyak merusak lingkungan,” tambahnya.

“Saya orang yang memiliki cukup uang untuk membuat pilihan dan ini adalah pilihan saya. Kami tidak memakan hewan, terlalu banyak hewan mati karena ulah kita,” tutupnya yang dilansir dari Femalefirst. []

Sumber: vivanews.com

read more
Ragam

Mempelajari Sains Jurnalistik bersama Ahli Kehutanan

Lembaga international, SciDev (scidev.net), yang fokus pada sains jurnalisme bersama dengan World Agroforestry Centre (CGIAR), sebuah lembaga kehutanan yang berkedudukan di Bogor, menyelenggarakan “Training of Trainers of Journalists to Report on Land-Use and Landscape Issues in Southeast Asia, selama lima hari (24-28 Maret 2014) di Bogor. Training ini bertujuan untuk memberikan pemahaman bagaimana menjadi seorang trainer yang efektif dalam bidang sains jurnalisme.

Seorang trainer berpengalaman selama puluhan tahun bekerja di BBC London, Keith Ricketts, menjadi fasilitator bagi peserta yang berasal sejumlah negara Asia Tenggara. Peserta berasal dari Indonesia, Myanmar, Laos, Malaysia dan Filipina yang sebagian besar adalah jurnalis dan praktisi komunikasi. Materi yang diberikan adalah bagaimana menjadi trainer yang efektif dalam pembelajaran orang dewasa.

Selain diberikan wawasan tentang bagaimana menjadi training yang efektif, para ahli hutan CGIAR memberikan materi tentang agroforestry kepada peserta. Pada hari pertama, Senin (24 Maret), Suyanto, peneliti senior CGIAR memberikan materi tentang  “Land-use and Landscapes” dan isu-isu lain yang terkait dengannya.

Sains Jurnalisme adalah genre baru di bidang jurnalistik yang saat ini sedang dipopulerkan oleh SciDev, yang berbasis di London. Definisi sains jurnalisme sendiri didiskusikan hingga saat, apakah berbeda dengan genre jurnalisme yang lain ataukah sama saja kecuali topik yang berbeda. Namun yang sudah pasti jelas adalah sains jurnalisme adalah jurnalistik berdasarkan ilmu pengetahuan dan riset yang dilakukan oleh para ahli.[]

read more
Green Style

Seniman Aceh Kampanyekan Diet Kantong Plastik

Sebanyak 50 pelukis dari Komunitas Jaroe, Sanggar Senirupa 55, Lab Desain Arsitek Unsyiah, Warna-Warni Peduli Unsyiah, dan komunitas pendukung Earth Hour Aceh melakukan aksi parade melukis tas kain untuk mengkampanyekan gerakan Aceh Diet Kantong Plastik. Aksi ini dilaksanakan di lapangan Blang Padang, Minggu (23/3/2014).

Para pelukis menuangkan pesan-pesan penyelamatan lingkungan di atas kertas yang mereka lukis. Beberapa pelukis terkenal Aceh diantaranya Dedy Kalee, Reins Asmara dan Alil Otodidat turun menyumbangkan karya mereka dalam parade melukis ini.

Para peserta melukis pesan-pesan penyelamatan bumi dari kerusakan, mengajak peduli satwa, dan mendorong orang peduli pada kelestarian lingkungan hidup. Aksi ini menarik perhatian pengunjung lapangan Blangpadang yang sedang berolahraga.

Menurut Koordinator kota Earth Hour Aceh, Andhya Rusian Orcheva, aksi melukis tas ini salah rangkaian kampanye yang di laksanakan seretak di 30 kota di seluruh Indonesia menuju malam puncak Earth Hour tanggal 29 Maret 2014 yang ditandai dengan aksi sukarela mematikan lampu dan peralatan listrik yang tidak terpakai selama satu jam yakni pukul 21.00 – 22.00 WIB.

“Namun kampanye Earth Hour bukan saja dalam aksi penghematan energi listrik semata, tapi juga mengajak orang mulai peduli mengurangi sampah dengan diet kantong plastik,” kata Andhya.

Dengan melukis tas kain, Earth Hour ingin mengajak orang mulai membawa tas belanja sendiri dan mulai mengurangi penggunaan kantong plastik. Selain itu tas-tas yang dilukis akan dilelang di malam puncak Earth Hour yang hasilnya akan disumbangkan bagi pelestarian satwa di Aceh.

Pelukis Aceh Dedi Kalee menyebut aksi melukis tas ini merupakan salah satu kampanye lingkungan kreatif yang pernah ada. “Saya senang sekali aksi ini berdampak bagus dalam meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian lingkungan.” []

Sumber: TGJ

read more
Ragam

Tabrakan Kapal Sebabkan Minyak Cemari Terusan Houston

Satu kapal dan satu tongkang yang berisi hampir satu juta galon bahan bakar bertabrakkan dan mengakibatkan tumpahan minyak di Terusan Kapal Houston di Negara Bagian Texas, Amerika Serikat (AS), demikian keterangan pihak penjaga pantai setempat.

Peristiwa itu terjadi pada Sabtu sore (22/3/2014) di Terusan Kapal Houston di Teksas Selatan, dan tongkang berisi 924.000 galon bahan bakar bertabrakkan dengan kapal dagang sepanjang 178 meter.

Operator tongkang itu mengaktifkan rencana tanggap darurat yang menyelamatkan semua anak buah kapal (ABK)-nya yang berjumlahj enam orang, dan semuanta berada dalam kondisi stabil, kata pihak berwenang.

Tumpahan minyak telah dilaporkan di perairan tersebut, tapi jumlah minyak yang bocor tidak diketahui pada saat ini.

Pihak berwenang menyatakan, tongkang tersebut sedang dalam pelayaran dari Kota Texas ke Bolivar saat tabrakan terjadi, dan tongkang itu ahirnya tenggelam di terusan.

Lalu lintas laut di terusan yang paling berpengaruh di Houston Ship Channel itu telah dihentikan untuk sementara, dan hingga Sabtu malam belum diketahui sampai kapan akan dibuka lagi.

Pemilik tongkang dilaporkan mengusahakan reakti terpadu dengan pihak penjaga pantai AS dan Texas General Land Office di lokasi kecelakaan.

Peristiwa itu tercatat sebagai tabrakan kedua di Houston Ship Channel dalam waktu sekira satu pekan. Pada 14 Maret 2014 ada satu kapal barang yang membawa gandum bertabrakkan dengan tongkang yang membawa 840.000 galon bahan bakar di terusan tersebut, namun tidak mengakibatkan tumpahan minyak. []

Sumber: antaranews.com

read more
Flora Fauna

Ilmuan Australia Usulkan Penyelamatan Spesies Tertentu

Begitu banyak spesies hewan dan tumbuhan yang terancam kepunahan di Australia, hingga para ilmuwan meminta pemerintah untuk memilah-milah yang mana yang patut diselamatkan dan yang mana yang harus dibiarkan punah.

Permintaan itu jauh bergeser dari perjuangan berpuluh tahun untuk melestarikan semua spesies.

“Ada begitu banyak spesies yang terancam punah,” jelas Profesor David Bowman, ahli biologi perubahan lingkungan, di University of Tasmania.

Menurut Profesor Corey Bradshaw dari University of Adelaide, ada penurunan 95 persen jumlah mamalia di Taman Nasional Kakadu di Wilayah Utara Australia,.

“Great Barrier Reef sudah berpuluh tahunan mengalami penurunan keanekaragaman hayati. Kalau kita tak berhasil di taman-taman dan daerah terlindung yang terbesar, paling terkenal, dan paling banyak didanai di Australia, harapan apa yang ada bagi taman-taman nasional kita yang lain?” ucapnya.

Setidaknya 100 spesies sudah punah sejak kedatangan bangsa Eropa di Australia. Sebanyak 1.500 terancam, namun kemungkinan banyak yang sudah terlanjur punah tanpa disadari.

Hal ini juga terjadi di tempat-tempat lain di dunia. Tingkat kepunahan spesies mencapai tingkat yang begitu tinggi sejak kepunahan dinosaurus.

Sebagian penyebabnya adalah pengembangan daerah perkotaan, pertanian dan industri dan perubahan iklim. Selain itu, daerah terlindung di Australia pun kewalahan menghadapi ini, jelas para ilmuwan.

Menurut sebagian dari mereka, fokus untuk menyelamatkan seluruh spesies terancam tidaklah tepat. Yang lebih penting adalah menyelamatkan ekosistem dan spesies yang paling penting. Ini berarti berbagai peraturan yang tentang penyelamatan tersebut pun bisa saja diubah, jelas Jeff Smith dari Environmental Defenders Office, negara bagian New South Wales.

Contohnya, sekitar 300 sukarelawan di Tasmania, Australia Selatan dan Victoria berjuang menyelamatkan burung kakatua perut jingga di alam liar. Namun, menurut Bowman, usaha itu sepertinya sia-sia dan tak bijak dari segi keuangan.

Spesies yang jumlahnya kurang dari beberapa ratus di alam liar, seperti kakatua perut jingga, dinamakan ‘mayat hidup’ atau ‘zombie’ oleh para ilmuwan, karena kecil kemungkinan mereka bertahan hidup dalam beberapa waktu di masa depan, jelas Bradshaw.

Menurutnya, usaha konservasi harus memprioritaskan spesies yang penting bagi sistem pertahanan hidup. Oleh karena itu, serangga penyerbuk bisa jadi lebih penting dari burung yang cantik.

Menurut Menteri Lingkungan Hidup Greg Hunt, pemerintah Australia memiliki rencana tiga tahap untuk membantu spesies terancam: mengangkat komisoner spesies terancam, reformasi program perawatan lahan, dan tim pelestarian yang terdiri atas 15.000 anak muda Australia.

Tujuan pemerintah adalah “membantu sebanyak mungkin spesies.”

“Siapapun yang berkata akan menyelamatkan semua spesies saya rasa tidaklah jujur,” ucap Hunt.

Sumber: NGI/Australia Plus

read more
Hutan

Biofuel dan Hutan: Jalan Panjang Perdebatan

Besarnya optimisme akan kontribusi bahan bakar hayati atau biofuel terhadap ketahanan energi, mitigasi dan pembangunan pedesaan membuka jalan bagi pandangan skeptis tentang keberlangsungan ekonomi dan publisitas buruk soal perebutan lahan terkait serta perusakan lingkungan.

Dalam diskursus yang sangat terpolarisasi antara “mendukung” dan “menentang”, debat menunjukkan sedikit nuansa dan terbawa menjadi dipenuhi asumsi berkualitas rendah. Dengan kondisi sektor biofuel masih dalam masa pertumbuhan, apakah asumsi-asumsi ini benar-benar menopang kecermatan lebih lanjut atau apakah biofuel secara prematur diabaikan?

Hingga saat ini bukti untuk menyatakan ada interaksi antara ekonomi biofuel dan hutan, produksi pangan, serta hak masyarakat miskin desa selalu rumit dalam pengambilan keputusannya, dan tidak seharusnya di-generalisasi dan disederhanakan secara berlebihan. Daripada mengabaikan biofuel begitu saja, perhatian lebih besar seharusnya diberikan pada membangun mekanisme yang tepat untuk mengembangkan sektor-sektor potensial pengembangan, seraya memitigasi potensi kerugiannya.

Biofuel Generasi pertama 
Sebagai respon terhadap perubahan kondisi global, beberapa negara membangun target konsumsi dan produksi biofuel sebagai bagian sebuah pergeseran menuju penggabungan lebih besar sumber energi terbarukan menuju bauran energi dan peningkatan ekonomi rendah karbon.

Pasar besar seperti Uni Eropa, AS, dan akhir-akhir ini Brasil mewajibkan campuran biofuel.

Untuk menjamin campuran biofuel memenuhi tujuan lingkungan di Uni Eropa dan AS, mereka harus memenuhi kriteria ketat keberlanjutan. Bagaimanapun, kritikus menyatakan bahwa tindakan tersebut belum memadai sebagai perlindungan terhadap seluruh rentang potensi dampak merugikan kebijakan seperti itu.

Contohnya, dengan merangsang permintaan untuk apa yang disebut tanaman-pertanian-flex (yaitu tanaman yang bisa digunakan untuk beragam kegunaan, termasuk pangan), hal ini dinyatakan bisa mengalihkan pertanian pangan untuk konsumsi energi, mengancam pemenuhan pangan dan stabilitas harga.

Sebagai tambahan, banyak yang berpendapat bahwa ketika perubahan lahan tidak langsung (iLUC) terjadi, banyak biofuel tidak akan memenuhi target reduksi gas rumah kaca (GRK), yang biasanya hanya dipertimbangkan terhadap perubahan lahan langsung. Sebagai respon terhadap kritik ini, pada 2013 Uni Eropa menerapkan pendekatan baru, termasuk membatasi jumlah biofuel berbasis-pangan yang bisa digunakan dan sebagai kriteria tambahan berkaitan dengan GRK yang diemisi dari iLUC.

Lebih jauh lagi, banyak negara mulai mempertanyakan keberlangsungan ekonomi biofuel, sejalan dengan rendahnya harga bahan bakar seringkali membutuhkan subsidi substansial untuk menjamin bahwa produsen biofuel tidak malah mengincar pasar pangan yang lebih menguntungkan, di tengah ekspansi besar tuntutan pasar pangan.

Biofuel Hanya Menambah Tekanan 
Kekhawatiran ini, seharusnya dipandang sebagai satu perspektif. Walaupun produksi total biofuel berkembang lebih dari sepuluh kali lipat antara 2000 dan 2010, hanya 9 persen minyak sayuran produksi global digunakan untuk membuat biofuel.

Di banyak negara, ethanol banyak diproduksi dari sisa molases dan bukan dari jus tebu. Oleh karena itu, hubungan antara biofuel dan jenis perubahan penggunaan lahan yang tidak diinginkan seperti deforestasi seringkali tidak langsung dan tidak dalam proporsi untuk memberi tekanan dari ujung lain pasar. Yang terakhir mendapat dorongan kuat dari tuntutan manfaat pangan mereka dan meningkatnya konsumsi daging di negara yang ekonominya bangkit seperti India dan China.

Mengingat batasan penggunaan tanaman kunci bagi produksi biofuel, debat mengenai dampak terbesar ada di wilayah proyeksi. Lebih jauh, walaupun upaya analitis penting telah dilakukan sejauh ini, menduga dampak iLUC terhadap konversi hutan masih sulit dibangun dalam praktik dan masih membutuhkan perbaikan metodologis secara substansial. Sebagai tambahan, penelitian menyarankan bahwa emisi GRK yang dikembangkan dari konversi lahan untuk bahan baku biofuel bisa memerlukan beberapa dekade atau bahkan abad untuk dibalikkan. Hingga saat ini, bagaimanapun, jejak lingkungan rinci mengenai biofuel masih belum jelas.

Sumber: blog.cifor.org

read more
1 2 3 4 5 12
Page 3 of 12