close

April 2014

Kebijakan Lingkungan

Penataan Lingkungan Tak Dibatasi Wilayah Administratif

Pakar lingkungan yang juga Rektor Universitas Diponegoro Semarang Prof Sudharto P Hadi mengatakan pemerintah provinsi merupakan simpul penataan lingkungan di kabupaten/kota.

“Sifat lingkungan memang tidak mengenal batas administrasi, semisal Rawa Pening yang secara administratif terletak di Kabupaten Semarang,” katanya usai peluncuran dua buku terbarunya di Semarang, Sabtu.

Namun, kata dia, tiga sub daerah aliran sungai (DAS) yang memasok air berasal dari Kota Salatiga, dan enam sub DAS lainnya berada di Kabupaten Semarang, sementara hilirnya berada di Kabupaten Demak.

Menurut dia, hampir semua persoalan yang melebihi satu wilayah batas administrasi tidak pernah tuntas, sebab ketika muncul kasus banjir, longsor, dan pencemaran, setiap daerah akan lempar tanggung jawab.

Ia mencontohkan banjir yang terjadi di Solo pada tahun 2010 dan 2011 yang diakibatkan luapan Sungai Bengawan Solo, muncul tuduhan kepada Wonogiri sebagai pihak hulu yang tidak mampu menjaga hutannya.

Demikian halnya dengan pencemaran Sungai Babon, kata dia, Demak menuduh Kota Semarang yang membiarkan industrinya menggelontorkan limbah ke sungai yang membatasi kedua daerah administrasi tersebut.

Oleh karena itu, kata dia, persoalan lingkungan harus diselesaikan semua pihak dengan duduk bersama, antarpemerintah kabupaten/kota, sementara pemerintah provinsi harus menjadi simpul koordinasinya.

Persoalan tentang lingkungan dikupas oleh Sudharto dalam buku terbarunya yang berjudul “Bunga Rampai Manajemen Lingkungan”, dari berbagai aspek, mulai tata ruang kota, ekonomi, dan sumber daya alam.

Pada buku terbarunya setebal 302 halaman itu, ia menyajikan berbagai kritik atas persoalan lingkungan, termasuk masukannya atas persoalan lingkungan kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.

Sementara buku keduanya, berjudul “Pergulatan Pemikiran Tentang Pendidikan Tinggi” setebal 58 halaman yang berisi tentang tanggapannya atas berbagai persoalan pendidikan, khususnya perguruan tinggi.

Kedua buku terbaru Sudharto itu sama-sama berisi kumpulan tulisannya yang selama ini dimuat di sejumlah media massa, utamanya tentang persoalan lingkungan dan problem pendidikan tinggi di Indonesia. (*)

Sumber: antaranews.com

read more
Kebijakan Lingkungan

Indonesia Tuan Rumah Pertemuan Audit Lingkungan Sedunia

Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan ke-13 Komite Pengarah Kelompok Kerja Audit Lingkungan Hidup Badan Pemeriksa Keuangan Sedunia (INTOSAI-WGEA) yang digelar di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat pada 3–5 April 2014.

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Hadi Poernomo mengatakan tujuan pertemuan ke-13 itu adalah untuk membahas dan menyetujui kerangka kerja semua proyek dalam rencana kerja Pokja Audit Lingkungan Hidup (WGEA) tahun 2014-2016 serta tahapan penting untuk penyelesaian proyek-proyek tersebut.

“Dalam rencana kerja WGEA tahun 2014-2016 terdapat 11 proyek yang harus dilaksanakan. Proyek-proyek tersebut antara lain terkait dengan penelitian, pengembangan pedoman pemeriksaan dan peningkatan kapasitas auditor,” ujar Hadi saat jumpa pers di Lombok Barat, Kamis.

Hadi menuturkan keberhasilan pertemuan tersebut akan memberikan kontribusi strategis bagi peningkatan kemampuan dan kapasitas badan pemeriksa dan auditornya, khususnya di bidang pemeriksaan lingkungan.

“Ini akan bermuara pada tujuan utama yaitu menjadikan badan pemeriksa lebih strategis untuk mengawasi pemerintah dalam melestarikan lingkungan dan sumber daya alam,” kata Hadi.

Sementara itu Anggota IV BPK yang membidangi audit lingkungan, Ali Masykur Musa menambahkan pertemuan itu diharapkan dapat menjadi ajang terbuka bagi proses interaksi, diskusi dan kolaborasi antaranggota komite pengarah.

“Kami harapkan di sini antaranggota bisa saling bertukar pengalaman berharga tentang audit lingkungan untuk semua,” ujar Ali.

Pertemuan itu sendiri merupakan pertemuan pertama dimana BPK menempati posisi sebagai Ketua INTOSAI WGEA yang juga menangani kesekretariatan INTOSAI WGEA untuk periode 2013-2016.

Pertemuan tersebut diikuti oleh 16 anggota The International Organisation of Supreme Audit Institutions (INTOSAI) yang menjadi komite pengarah INTOSAI WGEA yaitu Amerika Serikat, Brazil, Tiongkok, Europeran Court of Auditors (ECA), Estonia, Filipina, India, Indonesia, Kamerun, Kanada, Lesotho, Maroko, Mesir, Norwegia, Ceko dan Selandia Baru.

Sumber: suarapembaruan.com

read more
Sains

Greenpeace Nobatkan Apple Perusahaan Ramah Lingkungan

Organisasi lingkungan hidup, Greenpeace, menobatkan Apple sebagai perusahaan teknologi yang peduli terhadap lingkungan. Ini berdasarkan energi yang digunakan Apple tak menimbulkan emisi gas CO2.

Sebagai informasi, perusahaan teknologi seperti Apple, Facebook, Google, Mircrosoft, Twitter, dan lainnya membutuhkan data center untuk keperluan penyimpanan data pelanggan. Dan data center tersebut tentunya membutuhkan daya yang sangat besar untuk membuatnya terus berfungsi 24 jam non-stop.

Dalam penggunaan daya itu, pastinya membutuhkan energi yang sangat besar. Beberapa perusahaan menggunakan sumber daya dari batu bara, nuklir, dan gas. Dan Apple tercatat oleh Greenpeace sama sekali tak menggunakan tiga sumber daya tersebut yang dapat mengeluarkan efek rumah kaca.

Apple menggunakan panel surya untuk memenuhi kebutuhan energi guna menghidupi data center. Selain panel surya, ada juga sumber daya ramah lingkungan yaitu yang berasal dari energi kinetik.

Apple tercatat menggunakan energi ramah lingkungan sebanyak 100 persen. Mendapat penilaian sangat baik dalam transparansi penggunaan energi, komitmen dalam pembaruan energi, efisiensi energi dan mitigasi, serta penggunaan energi daur ulang.

Di bawah Apple, ada perusahaan raksasa penyedia email, yaitu Yahoo yang menggunakan energi ramah lingkungan sebesar 59 persen. Kemudian diikuti Facebook sebanyak 49 persen, dan Google 48 persen. Sedangkan yang paling buruk adalah Amazon dengan penggunaan sumber daya ramah lingkungan hanya 15 persen.

Sementara itu penggunaan batu bara sebagai sumber energi untuk menghidupi data center paling banyak digunakan oleh perusahaan software Oracle, sebanyak 44 persen. Sedangkan energi nuklir paling banyak digunakan perusahaan cloud storage SalesForce. Demikian seperti dilansir Ubergizmo, Jumat (4/4/2014).[]

Sumber: okezone.com

read more
Tajuk Lingkungan

Bahaya Pemanasan Global

An Inconvenient Truth adalah sebuah film dokumenter tentang pemanasan global yang dibintangi oleh Al Gore, mantan wakil presiden Amerika Serikat pada era Bill Clinton.

Al Gore kerap bepergian dari kota ke kota untuk membicarakan isu lingkungan. Dalam urusan pemanasan global, Amerika Serikat adalah negara yang ‘kontribusi’-nya paling banyak, tak kurang dari 25% produksi karbondioksida dunia berasal dari Amerika Serikat.

Sementara isu pemanasan global masih saja menjadi polemik, antara lain akibat pemberitaan yang tidak berimbang di media massa serta lobi politis dari pihak-pihak yang tidak pro lingkungan. Al Gore yang juga merangkap sebagai salah satu direktur Apple Corporation dan penasihat Google ini dapat menjelaskan dengan baik bahwa pemanasan global sedang terjadi dan hal tersebut berbahaya bagi masa depan umat manusia.

Gore juga membantah miskonsepsi bahwa belum ada kesepakatan tentang pemanasan global di antara para ilmuwan dengan mengutip penelitian kontroversial Naomi Oreskes pada tahun 2004.

Gore memberi contoh dampak pemanasan global antara lain volume gletser yang berkurang di berbagai tempat di dunia, badai Katrina, rata-rata suhu yang panas yang meningkat di berbagai kota di dunia, bencana kekeringan, penipisan es di Artik, serta luas daratan es yang berkurang jika es di Antartika atau Greenland.

Dalam beberapa kesempatan, Gore juga menceritakan kehidupan pribadinya, bagaimana hal-hal yang terjadi pada kehidupannya membuat beliau menjadi seorang pejuang lingkungan. Pertama kali Gore mengetahui pemanasan global adalah dari Roger Revelle, pengajarnya sewaktu kuliah dan Roger merupakan salah satu orang yang pertama kali mempelajari pemanasan global.

Alasan klasik pemerintah Amerika Serikat dalam menanggapi isu pemanasan global adalah takut mempengaruhi perekonomian negara. Al Gore menanggapi isu ini dengan menggunakan analogi bumi dan emas. Mana yang harus kita pilih jika disuruh untuk memilih: emas atau bumi? Emas tidak berarti jika kita tidak memiliki bumi.

Film dokumenter ini akan terlihat seperti kampanye kepresidenan bagi lawan politik Al Gore, tetapi isu yang disajikannya adalah isu nyata yang telah berulang kali diabaikan oleh lawan-lawan politiknya. Amerika Serikat tidak akan rugi seandainya Al Gore menjadi presiden Amerika Serikat berikutnya. Untuk ukuran politisi Amerika Serikat, Al Gore termasuk konservatif dalam politik luar negeri, dan lebih mementingkan masalah-masalah yang jauh lebih penting seperti pemanasan global. Sayangnya, Al Gore sudah menyatakan tidak akan ikut pemilihan umum lagi.

Dalam setiap perubahan akan selalu memberikan pengaruh positif dan negatif bagi manusia. Tetapi sayangnya perubahan iklim lebih banyak memberikan pengaruh negatif bagi manusia. Berbagai fenomena-fenomena bencana alam akibat perubahan iklim telah menimbulkan duka tersendiri bagi manusia.

Di Indonesia, meskipun hanya terdapat dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau, tetapi itu cukup untuk memaksa masyarakatnya menderita. Perubahan iklim ekstrim membuat perubahan dalam distribusi curah hujan. Perubahan ini biasanya di hubungkan dengan fenomena El Nino Southern Oscialltion (ENSO) di mana akan terdapat kemarau yang panjang di Indonesia pada tahun-tahun El Nino dan curah hujan tinggi pada tahun-tahun La Nina.

Dampak dari perubahan ini menyebabkan berbagai potensi bencana alam akan sering terjadi. Untuk daerah dengan curah hujan tinggi akan rentan dengan resiko banjir, longsor, peluapan sungai dan penyebaran vektor penyakit. Sedangkan untuk daerah dengan curah hujan rendah akan berpotensi terjadinya kekeringan, gagal panen, kekurangan air bersih dan berbagai permasalahan sosial lainnya. Sayangnya bencana alam ini tidak hanya untuk menghukum para pelaku, tetapi juga berimbas bagi manusia lainnya.

Selain berpotensi bencana alam, dampak lain dari perubahan iklim ini adalah membuat harga pangan melonjak naik, hasil tangkapan laut yang berkurang, rusaknya berbagai infrastruktur dan berkurangnya sumber-sumber air.

Masyarakat sebagai kumpulan komunitas manusia yang merasakan dampak langsung perubahan iklim ini pun dipaksa untuk terus bertahan hidup dalam ancaman. Resiko kekeringan dan curah hujan yang tinggi adalah resiko yang telah menjadi keseharian mereka.[]

Penulis adalah mahasiswa Fisip Unsyiah dan artikel ini merupakan tugas Mata Kuliah Politik Lingkungan Global dan Sumber Daya Alam.

 

read more
Ragam

JKMA Aceh dan Pemkab Pidie Susun Qanun Masyarakat Adat

Pemerintah kebupaten Pide melalui Majelis Adat Aceh kabupaten Pidie melakukan koordinasi dengan Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA) Aceh menyusun qanun tata kelola hutan adat Mukim dan gampong yang ada di kabupaten Pidie.

Sekretaris MAA Kabupaten Pidie, Adhari, S.Sos, Kamis (3/4/2014) mengatakan bahwa Masyarakat Adat atau Mukim mempunyai hak untuk mengelola dan memanfaatkan hutan sebagaimana diatur melalui Undang-undang maupun  qanun di Aceh dan di kabupaten Pidie. Hak-hak tersebut sebagaimana diatur dalam Qanun pemerintahan Mukim Kabupaten Pidie nomor 7 tahun 2011, pada Bab VI tentang harta kekayaan, pendapatan Mukim dan anggaran pendapatan dan belanja Mukim (APBM), pasal 21 “ harta kekayaan Mukim adalah harta kekayaan yang telah ada atau yang kemudian dikuasai Mukim, berupa hutan, tanah, batang air, kuala, danau, laut, gunung, paya, rawa dan lain-lain yang menjadi ulat Mukim sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya.

Dengan adanya Surat Edaran dari Menteri Dalam Negeri nomor 522/8900/SJ tentang Pemetaan Sosial Masyarakat Hukum Adat, yang ditujukan kepada seluruh gubernur, bupati dan walikota di seluruh Indonesia untuk melaksanakan pemetaan keberadaan dan permasalahan sosial Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang berada dalam kawasan hutan.

Atas dasar tersebut MAA kabupaten Pidie melakukan koordinasi dengan JKMA Aceh. Adhari mengatakan bahwa JKMA Aceh merupakan salah satu lembaga di Aceh yang konsen terhadap perjuangan hak-hak masyarakat adat dan penguatan institusi Mukim di Aceh. Ia berharap agar JKMA Aceh nantinya dapat membantu Pemerintah Kabupaten Pidie dalam melakukan kegiatan tersebut.

JKMA Aceh melalui Ketua Badan Pelaksana (Bapel), Zulfikar Arma, menyambut baik insiasi penyusunan qanun tersebut dan akan membantu pemerintah Kabupaten Pidie melaksanakan pemetaan keberadaan dan permasalahan sosial Masyarakat Hukum Adat yang berada dalam kawasan hutan. Saat ini JKMA Aceh bersama dengan JKMA Pidie telah melakukan pemetaan di Mukim Beunga, Kecamatan Tangse dan Mukim Kunyet di kecamatan Padang Tiji.

Koordinasi antara MAA kabupaten Pidie dengan JKMA Aceh dilakukan di ruangan kerja ketua MAA kabupaten Pidie, dihadiri Ketua Badan Pelaksana JKMA Aceh Zulfikar Arma, Ketua Badan Pelaksana JKMA Pidie Muktar, dan mewakili dari MAA Kabupaten Pidie adalah sekretaris MAA kabupaten Pidie Adhari,S.Sos. [rel]

read more
Ragam

Kebijakan Konversi Hutan, Kelapa Sawit, dan Lingkungan

Semakin besarnya permintaan pasar akan CPO di dunia membuat produktifitas kelapa sawit semakin berkembang pesat. Perkebunan sawit menjadi investasi yang sangat besar, sehingga peningkatan luas perkebunan kelapa sawit terus mengalami peningkatan. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil CPO terbesar di dunia. Dengan kondisi ini, maka pasar dunia melihat Indonesia adalah negara yang produktif sebagai penghasil CPO di dunia bersama dengan negara tetangga Malaysia. Berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa potensi ini menjadi kekuatan ekonomi di Indonesia.

Hasil penelitian Jefri Gideon Saragih yang merupakan ketua Departemen Kampanye Sawit Watch yang pernah dimuat di Insist Press, edisi Desember 2011 menemukan bahwa ada banyak fungsi lain dari kelapa sawit. Penemuan baru ini kemudian membuat tandan buah segar (TBS) kelapa sawit kini mulai diolah untuk berbagai jenis barang dan kebutuhan sehari hari manusia.

Secara garis besar, kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak. Minyak kelapa sawit dari daging buah mesocarp dan minyak inti sawit dari biji atau kernel. Minyak kelapa sawit digunakan terutama untuk produk makanan, minyak goreng, shortening, margarine, pengganti lemak susu dan pengganti mentega coklat/cocoa butter.

Masih dari hasil penelitian yang sama, produktifitas tanaman kelapa sawit untuk menghasilkan tandan buah segar jauh lebih tinggi atau bisa mencapai 10 kali dibandingkan produktifitas vegetables oil yang lain, seperti minyak bunga matahari atau jarak. Oleh karena itu pulalah bahwa perkebunan kelapa sawit terus meningkat sesuai dengan permintaan pasar yang ada. Hal semacam ini harus terus dilihat dan dicermati untuk bisa melihat seimbangnya suplay and demand yang ada.

Karena dengan permintaan yang cenderung meningkat akan membuat kebutuhan kelapa sawit untuk industri semakin meningkat. Selain dari minyaknya, setiap bagian dari kelapa sawit juga dapat dipergunakan untuk hal lain.

Terbesar di Dunia
Hingga akhir tahun 2010, Indonesia berhasil mencatatkan diri sebagai negara penghasil minyak sawit mentah terbesar di dunia dengan total produksi mencapai 21,3 juta ton. Dari jumlah itu, hampir 6 juta ton dipakai untuk konsumsi domestik sedangkan diekspor ke beberapa negara Eropa, China, India dan lain-lain. Bahkan menurut majalah Info Sawit edisi akhir tahun 2010, bisnis CPO Indonesia menghasilkan keuntungan hingga 9,11 miliar dolar Amerika (Sumber: Penelitian Departemen Kampanye Sawit Watch, 2011).

Keuntungan yang menggiurkan secara ekonomi ini tentu saja akan memacu peningkatan produksi kelapa sawit. Dan hal ijin pendirian perkebunan kelapa sawit layak menjadi sorotan, karena menjamurnya perkebunan kelapa sawit di seluruh belahan tanah air. Bahkan perkembangan industri kelapa sawit sering sekali mengorbankan kondisi lingkungan hidup yang ada. Seperti pemberian perijinan konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit sangat mengkhawatirkan, dari tahun ketahun tanpa melihat situasi lingkungan dan berkurangnya luas tutupan hutan di Indonesia.

Melihat angka tutupan hutan di Indonesia sudah sangat memprihatinkan secara khusus di kawasan Pulau Jawa yang hanya mencapai angka 6, 90 persen, diikuti Bali dan Nusa Tenggara 16, 04 dan yang masih terbilang bagus adalah Papua dengan 79,62 persen. Namun, angka-angka ini bisa terus meningkat jika masalah perijinan konversi hutan tidak ditekan dan akan berdampak pula pada kondisi lingkungan di Indonesia. Masalah ini harusnya menjadi perhatian yang kemudian akan mempengaruhi untuk lebih baiknya kondisi hutan di Indonesia (Sumber: Penelitian Forest Watch Indonesia, 2009).

Berikut ini, berdasarkan data Sawit Watch, setidaknya mulai tahun 1998 sampai tahun 2011, setidaknya 500-800 ribu hektar hutan, lahan gambut dan lahan kelola masyarakat dikonversi menjadi perkebunan sawit. Perluasan kebun sawit dengan alasan pertumbuhan ekonomi, pembukaan lapangan kerja serta pengentasan kemiskinan tentu saja memberikan dampak negatif terhadap keberlanjutan sosial dan lingkungan di Indonesia karena tidak direncanakan dan diawasi dengan baik oleh pemerintah.

Bahkan parahnya lagi konversi hutan lindung, hutan produksi, dan kawasan taman nasional yang seharusnya tidak bisa dikeluarkan ijin untuk perkebunan kelapa sawit bisa keluar ijinnya. Nah, tentu saja ini merupakan kondisi yang sangat buruk di Indonesia yang semakin mempertanyakan masalah perijinan yang begitu longgar dan sangat tidak
selektif dan berdasarkan kepentingan tertentu.

Berikut data dari Sawit Watch yang dikeluarkan tahun 2009: Luas Perkebunan yang berada di kawasan yang tidak bisa dikonversi adalah sebagai berikut : kawasan Hutan Lindung ijin yang dikeluarkan sebanyak 143 ijin dengan luas
kawasan 260.192.0, untuk hutan Produksi ijin sebanyak 437 dengan luas 2.753.747.5, dan parahnya lagi kawasan taman nasional yang seharusnya tidak bisa diganggu sama sekali juga terjadi 10 ijin yang dikeluarkan pemerintah dengan luas kawasan 6.749.9. Jadi total kawasan yang tidak bisa dikonversi tetapi diberikan ijin oleh pemerintah seluas 3.020. 689.4 hektar.

Dari data-data diatas menunjukan ketidakkonsistenan pemerintah dalam memberikan ijin untuk konversi hutan menjadi perkebunan. Kondisi kawasan yang seharusnya dilindungi secara undang-undang bisa juga dilanggar dan memberikan ijin yang secara struktur hukum lebih rendah dibanding Undang-undang namun tetap dijalankan. Hal ini menjadi catatan buruk bagi kinerja pemerintah dalam hal pemberian ijin penggunaan kawasan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Apalagi jika kawasan itu merupakan kawasan lahan yang dilindungi.

Melihat permasalahan yang begitu kompleks ini, sebaiknya pemerintah melihat lebih jeli tentang pemberian ijin terhadap perkebunan kelapa sawit. Memang benar secara ekonomi perluasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mempunyai peranan penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Namun, yang tidak kalah penting menjadi pertimbangan adalah tentang kebijakan yang berpihak pada kondisi lingkungan untuk jangka waktu yang panjang.

Semoga saja pihak terkait melihat masalah lingkungan satu poin penting untuk kebijakan konversi hutan menjadi perkebunan, secara khusus perkebunan sawit.[]

Penulis adalah Mahasiswa Magister Administrasi Publik UGM Yogyakarta
Sumber : www.analisadaily.com

read more
Kebijakan Lingkungan

Kampanye Hitam Kelapa Sawit Harus Dilawan

Potensi pengembangan kelapa sawit di Aceh sangat besar, selain banyak lahan yang masih kosong, tanaman tersebut juga dapat ditanam di lahan kritis, sehingga memberikan dampak yang besar bagi peningkatan perekonomian Aceh. Selama ini, banyak para pakar mengklaim bahwa  tanaman kelapa sawit merusak lingkungan dan merusak mengganggu keseimbangan alam.

Hal itu dikatakan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpian Pusat (DPP) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Asmar Arsjad, dalam Workshop Industri Perkebunan Kelapa Sawit yang Berkelanjutan, yang diselenggarakan oleh Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI), Rabu (2/4) di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh.

Asmar Arsyad mengatakan, isu kelapa sawit banyak menyerap air dan mengganggu keseimbangan lingkungan hanya diisukan oleh para pakar untuk kepentingan negara-negara asing sebagai  pemasok minyak kedelai, minyak matahari dan berbagai minyak goreng lainnya yang dapat menggantikan minyak kepala sawit. Di Indonesia termasuk Aceh, katanya, kepala sawit telah berkembang dan menjadi komoditi andalan sebagai penyumbang utama Pendapatan Asli Daerah (PAD). Di Aceh, katanya, perkebunan kepala sawit telah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda, dan hingga kini lebih dari setengah kabupaten/kota di Aceh memiliki perkebaunan sawit.

Ia mengatakan, kampanye lingkungan yang mengatakan kelapa sawit merusak lingkungan hanya diisukan untuk kepentingan dagang negara-negara eropa, dimana mereka ingin mengambil keuntungan dengan kampanye negatif terhadap perkebunan kopi di Aceh dan Indonesia. Untuk skala Aceh, ujar Asmar Arsyad berharap masyarakat memahami mamfaat tananam kelapa sawit mendukung perekonomian masyarakat Aceh dari sektor perkebunan sawit.

Selain menyerap tenaga kerja, katanya, perkebunan kelapa sawit juga banyak menciptakan industri lain dengan bahan baku kelapa sawit.”Saya melihat lebih banyak mamfaat ketimbang pengaruh buruk terhadap kerusakan lingkungan akibat pengembangan budidaya kelapa sawit,” ujar Asmar Arsyad.

Pakar Lingkungan Universitas Syiah Kuala, Dr Mahidin ST MT mengatakan, banyak mamfaat dari tanaman kelapa sawit. Namun, masyarakat salah mengelola kelapa sawit paska panen. Akibat pengelolaan yang salah, maka menimbulkan dampak kerusakan lingkungan, seperti pembuangan ampas yang salah, dan manfaat pelepah dan cangkang kelapa sawit yang kurang maksimal.

Bila proses pengolahan kelapa sawit dilakukan dengan benar, katanya, maka perkebunan kelapa sawit tidak membawa dampak buruk bagi lingkungan. “Dari hasil penelitian yang dilakukan, budidaya kelapa sawit secara besar-besaran tidak menyebabkan banjir dan tanah longsor, juga tidak banyak menyerap air,” ujar Mahidin, staf pengajar di Universitas Syiah Kuala itu.

Ia berharap, masyarakat Aceh ikut membudidayakan tanaman kelapa sawit masing-masing kepala keluarga, dengan cara itu dapat mendongkrak perekonomian masyarakat. Ia juga mengimbau agar warga mengelola bio-massa (ampas padat) secara benar sehingga tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

Sementara itu, wartawan senior, Nurdin Syam mengatakan, kampanye negatif yang dilancarkan oleh pihak asing harus mampu dilawan dengan kampanye positif oleh petani dan pengusaha kepala sawit. Pengusaha sawit harus mampu meyakinkan pihak asing dan pembeli luar negeri bahwa budidaya kelapa sawit tidak merusak lingkungan. Dalam workshop itu juga dihadiri pengusaha kelapa sawit dari Aceh dan Sumatera Utara.[]

Sumber: Serambinews.com

read more
Perubahan Iklim

BP REDD Sebut 11 Provinsi Siap Implementasi REDD+

Lebih dari 170 peserta dari 11 provinsi dan 29 kabupaten yang kaya dengan sumberdaya hutan dan lahan gambut, termasuk delapan orang bupati dari Sumatra Barat, Jambi dan Sulawesi Tengah, menunjukkan antusiasmenya saat berkumpul di kantor operasional Badan Pengelola REDD+ (BP REDD+) di Jakarta, Rabu (2/4/2014) untuk mendiskusikan dan menyepakati kegiatan REDD+ di wilayahnya masing-masing.

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi sebesar 7%. Usaha penurunan emisi ini dapat ditingkatkan hingga 41% dengan bantuan internasional. Untuk segera mewujudkan hal ini BP REDD+ mengajak pemerintah daerah untuk bersama menjalankan agenda ini.

Kepala BP REDD+ Heru Prasetyo dalam arahannya di awal pertemuan menegaskan bahwa janji dunia internasional untuk mendukung usaha REDD+ di Indonesia adalah kepercayaan mereka atas kesungguhan komitmen kita dan bukan sikap yang perlu dianggap merendahkan.

“Prinsip yang penting sekali untuk dipahami adalah bahwa kita harus menurunkan emisi. Lebih dari itu juga kita berkontribusi kepada dunia, dan untuk itu bila berhasil kita akan diberi penghargaan,” tegas Heru.

Selanjutnya Heru Prasetyo mengingatkan kembali bahwa BP REDD+ tidak hanya menggaris bawahi masalah emisi, lebih dari karbon dan tidak hanya hutan. “REDD+, reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, ada plus besar di belakangnya. Bagian yang tak terpisahkan dari tugas BP REDD+. Hutan kita sangat kaya dengan hal-hal yang tidak melulu karbon. Hutan seringkali kita cederai karena kita sering tidak memperhatikan ada kekayaan lain yang bukan sekadar kayu, bahan tambang, atau bahkan karbon,” jelasnya.

Sejak awal tahun, BP REDD+ telah mengunjungi beberapa provinsi dan sejauh ini, empat pemerintah provinsi dan 20 pemerintah kabupaten/kota telah menandatangani nota kesepakatan bersama (MoU) untuk pelaksanaan serangkaian kegiatan REDD+.

Pertemuan dua hari di kantor operasional BP REDD+ di Jakarta kali ini adalah pertama kalinya semua mitra REDD+ dari kesebelas provinsi ini berkumpul untuk mendengarkan penjelasan langsung mengenai kegiatan BP REDD+. Diharapkan setelah pertemuan dua hari ini semakin banyak pemerintahan daerah yang bergabung untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan ini.

Rangkaian kegiatan yang merupakan 10 aksi imperatif BP REDD+ di 2014 ini meliputi (i) pemantauan penundaan izin baru (moratorium), (ii) penataan perizinan, (iii) fasilitasi penegakan hukum, (iv) dukungan pemetaan hutan adat dan penguatan kapasitas masyarakat adat, (v) dukungan penanganan kebakaran hutan dan lahan gambut, (vi) program desa hijau, (vii) program sekolah hijau, (viii) fasilitasi resolusi konflik, (ix) fasilitasi penyelesaian RTRW, dan (x) program strategis untuk mengawal dan mengembangkan taman nasional dan hutan lindung.

Kegiatan-kegiatan ini direncanakan dan dilaksanakan secara transparan dan melibatkan semua pemangku kepentingan. Semua usulan program akan dimasukkan ke dalam sistem registry BP REDD+ yang akan segera dapat diakses oleh publik secara on-line. Agenda REDD+ termasuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati, peningkatan kesejahteraan masyarakat adat dan pengayaan cadangan karbon.

Kesebelas provinsi mitra BP REDD+ adalah Aceh, Riau, Sumatra Barat, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Papua dan Papua Barat.[rel]

read more
1 7 8 9 10
Page 9 of 10