close
Kebijakan Lingkungan

Khawatir Tanahnya Ikut Disita, Warga Rawa Tripa Gugat KLHK

Sidang lapangan Rawa Tripa, warga gugat KLHK | Foto: Ist

Banda Aceh – Kasus PT Kallista Alam, yang didenda Rp 366 miliar, memasuki babak baru. Sepuluh warga menggugat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta PT Kallista Alam ke PN Suka Makmue, Nagan Raya.

Dalam gugatan itu, warga meminta majelis hakim menyatakan putusan Pengadilan Meulaboh hingga putusan Mahkamah Agung terkait Kallista Alam tidak dapat dieksekusi. Padahal, sebelumnya, perusahaan sawit tersebut terbukti bersalah dan dihukum denda Rp 366 miliar.

Masyarakat mengklaim lahan mereka masuk dalam area yang bakal dieksekusi. Mereka mengaku mempunyai sertifikat terkait keberadaan lahan.

Gugatan itu dilayangkan sepuluh warga, yaitu Teungku Ilyas (78) selaku pelawan I, Abdul Rafar (42) pelawan II, Atip PA (48) pelawan III, M Amin, pelawan IV, Siti Hawa (38) pelawan V, Saini (40) pelawan VI, Adnan (42) pelawan VII, Mariana (24) pelawan VIII, Mariana (24) pelawan IX, dan Musliadi (38) pelawan X. Sedangkan tergugat adalah KLHK dan Kallista Alam.

Sidang gugatan itu masih bergulir di PN Suka Makmue. Hari Senin (29/7/2019), agenda sidang adalah sidang lapangan. Majelis hakim yang dipimpin Arizal Anwar mendatangi lokasi yang dipermasalahkan warga. Begitu tiba di lokasi, hakim, pelawan (warga), serta terlawan (KLHK dan Kallista Alam) harus berjalan kaki sejauh 2 kilometer.

Ketika tiba di ujung jalan kanal, hakim meminta warga membuat sketsa lahan mereka. Setelah itu, hakim memberi kesempatan para tergugat berbicara. Lahan yang didatangi tersebut terletak di luar area PT Kallista Alam.

“Sidang hari ini untuk melihat batas dan apa saja yang ada di objek perkara. Kita tidak lihat siapa punya lahan. Nanti pembuktiannya di persidangan,” kata Arizal saat membuka sidang di bawah terik matahari.

Sidang lapangan berlangsung sekitar satu jam. Majelis juga menanyakan usia sawit yang tumbuh di antara semak-semak di lahan di Desa Pulau Kruet, Nagan Raya.

“Usia sawit di sini sekitar 8 tahun,” jelas pengacara warga Ibeng Syafruddin Rani.

Saat dimintai konfirmasi terpisah, seorang penggugat, Atip PA, mengatakan pihaknya menggugat pemerintah setelah mendapat informasi lahan mereka masuk area yang bakal dieksekusi. Menurutnya, mereka semua punya sertifikat lahan tersebut.

“Kalau pemerintah atau pihak terkait mau eksekusi di luar punya kami, silakan. Kami hanya mempertahankan hak kami,” ungkap Atip.

“Kami dapat informasi mau dieksekusi ini. Makanya kami ajukan gugatan baru. Sepuluh orang yang menggugat mewakili semua pemilik lahan,” bebernya.

Sementara itu, pengacara tergugat intervensi Yayasan HAkA Nurul Ihsan menjelaskan agenda sidang hari itu adalah melihat lokasi lahan yang diklaim milik masyarakat. Dalam sidang, jelasnya, para pelawan sudah mengajukan bukti berupa sertifikat tanah.

“Tadi kita sudah lihat bersama-sama lokasi yang mereka dalilkan sebagai kebun sawit ternyata itu banyak ilalang. Dan tentunya yang mereka dalilkan sudah ada sejak 2008 ternyata sawitnya baru berumur sekitar 3 tahun,” ungkap Ihsan.

Tanah yang diklaim oleh masyarakat itu berada diluar HGU dan IUP PT Kallista Alam. ” Jadi tidak masuk dalan eksekusi pemulihan lingkungan lahan yang terbakar seluas 1000 ha,”tambah Nurul Ihsan.

“Kita belum bisa menilai sekarang, nanti kita temuan kita ini akan kita masukkan dalam simpulan. Kita simpulkan dan ini jadi baham pertimbangan hakim untuk memutuskan perkara,” ungkapnya.

Seperti diketahui, kasus ini bermula ketika pada 2014 PT Kallista Alam dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan melawan hukum membakar lahan gambut tripa. Atas perbuatan tersebut, perusahaan sawit ini dihukum ganti rugi sebesar Rp 366 miliar.

Angka itu terdiri atas Rp 114 miliar tunai kepada KLHK melalui rekening kas negara dan Rp 251 miliar untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar. Luas lahan terbakar saat itu sekitar 1.000 hektare. Tujuan pemulihan ini agar lahan dapat difungsikan kembali sebagaimana mestinya.

Sumber: detik.com

Tags : KLHK

Leave a Response