close

karbon

Perubahan Iklim

Tingkat Emisi Rujukan Indonesia Bagi Hutan Di Tingkat Provinsi

Jakarta – Forest Reference Emission Level (FREL) atau Tingkat Emisi Rujukan Indonesia untuk REDD+ adalah 0,568 GtCO2e per tahun. Angka ini dijadikan benchmark untuk mengevaluasi kinerja REDD+ pada periode 2013-2020. Pada Maret 2019, Dirjen PPI KLHK mengalokasikan FREL untuk tingkat subnasional (provinsi), yang berlaku hingga akhir tahun 2020. FREL ini hanya untuk deforestasi dan degradasi hutan dan tidak mencakup dekomposisi gambut. Alokasi ini telah memperhitungkan buffer untuk deforestasi sebesar 45,52 persen dan untuk degradasi sebesar 33,42 persen untuk memastikan emisi dari tingkat subnasional tidak lebih tinggi dari emisi yang telah ditetapkan secara nasional.

Berdasarkan alokasi FREL subnasional, lima provinsi mendapatkan alokasi FREL tertinggi untuk deforestasi dan degradasi hutan, yaitu Papua, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.

Pemerintah juga telah menyusun Indeks Risiko Emisi (1990-2012). Sebagian besar provinsi di Sumatera dan Jawa dikategorikan memiliki indeks risiko emisi yang sangat sangat tinggi, sangat tinggi, atau tinggi. Pulau Papua memiliki indeks risiko emisi yang rendah (biru) sementara beberapa wilayah di Kalimantan dikategorikan memiliki indeks risiko yang rendah meskipun Kalimantan adalah lokasi deforestasi tertinggi di beberapa tahun terakhir ini.

Dalam tahun-tahun terakhir, deforestasi tertinggi di Indonesia terjadi di Kalimantan. Pada tahun 2016-2017, deforestasi di Kalimantan mencapai 229.800.000 hektare atau 48 persen dari total deforestasi nasional. Berdasarkan alokasi FREL subnasional, agar bisa mendapatkan insentif REDD+, deforestasi di Kalimantan harus dikurangi menjadi hanya 144.863 hektare hingga tahun 2020.

Untuk bisa mendapatkan insentif REDD+, hingga 2020 deforestasi yang boleh terjadi di Provinsi Papua adalah 52.948,82 hektare (jika hutan primer) atau 70.177,22 hektare (jika hutan sekunder) sementara degradasi hutan yang boleh terjadi adalah 104.100,86 hektare.

Untuk Provinsi Papua dan Papua Barat memiliki tingkat deforestasi yang rendah secara historis namun memiliki tren cenderung meningkat. Untuk bisa mendapatkan insentif REDD+, pulau Papua digabung justru diperbolehkan untuk meningkatkan laju deforestasinya menjadi 75.880 hektare (jika hutan sekunder) atau 57.251 hektare (jika hutan primer) hingga tahun 2020, yang berarti lebih tinggi dibandingkan deforestasi saat ini (2016-2017) yang hanya mencapai 48.600 hektare.

Alokasi FREL subnasional bukanlah rencana untuk melakukan deforestasi, bukan pula untuk menghentikannya, melainkan benchmark untuk mendistribusikan insentif REDD+ dari pemerintah nasional ke pemerintah subnasional. Dengan mengasumsikan bahwa insentif REDD+ adalah sesuatu yang menarik bagi pemerintah provinsi, alokasi FREL subnasional yang lebih rendah dapat memberikan dorongan lebih besar kepada pemerintah daerah untuk melindungi hutan di wilayahnya. Namun, alokasi FREL yang sangat rendah atau lebih rendah juga bisa menjadikan REDD+ tidak menarik pada pemerintah daerah apabila tidak ada insentif di depan (ex-ante) yang diberikan kepada mereka untuk membantu mereka menurunkan tingkat deforestasi dan degradasi hutan di yurisdiksi mereka karena FREL yang lebih rendah berarti energi dan biaya lebih besar yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan janji insentif sebagai pembayaran atas kinerja.

Tanggapan pemerintah daerah terhadap alokasi FREL subnasional ini belum terlalu jelas. Pemerintah pusat harus memperjelas makna angka-angka ini untuk masyarakat dan juga untuk pemerintah daerah, khususnya implikasinya terhadap hutan yang diperbolehkan untuk digunduli atau dirusak. Selain itu, perlu ada tinjauan mengenai rencana pembangunan daerah mana yang harus disesuaikan untuk dapat menurunkan emisi sesuai dengan alokasi FREL subnasional ini. [rel]

read more
Perubahan Iklim

Luar Biasa, Bhutan Satu-satunya Negara yang Jejak Karbonnya Negatif

Semua negara di dunia menghasilkan emisi karbon. Semua negara di dunia juga berniat untuk mengurangi jejak karbon tersebut. Sebagai pengawal, Bhutan dinobatkan sebagai negara pertama yang jejak karbonnya negatif.

Bhutan berkali-kali dinobatkan sebagai negara yang penduduknya paling bahagia di Asia. Sekarang, Bhutan juga berhasil menjadi negara pertama yang jejak karbonnya negatif.

Bhutan adalah negara kerajaan yang terletak di antara India dan Tiongkok. Walau negara ini kecil dan hanya memiliki 750.000 penduduk, Bhutan selalu berhasil mendapatkan perhatian dunia atas berbagai hal mengagumkan yang mereka lakukan.

Menjadi negara dengan jejak karbon negatif sendiri berarti mereka menyerap lebih banyak karbon dioksida ketimbang membuang. Secara spesifik, tiap tahun Bhutan menghasilkan emisi 1,5 juta ton karbon dioksida sedangkan hutan mereka berhasil menyerap 6 juta ton karbon dioksida.

Hal ini bisa terjadi karena Bhutan menerapkan aturan perlindungan lingkungan yang sangat ketat. Sekitar 72% wilayah mereka masih dipenuhi hutan dan pihak pemerintah menjamin setidaknya 60% wilayah mereka akan tetap dipertahankan berisi hutan alami.

Bhutan memang terkenal sebagai negara yang sangat bahagia dan ramah lingkungan. Pada Juni 2015 lalu mereka membuat rekor dunia dengan memberdayakan 100 sukarelawan untuk menanam 49.672 pohon selama satu jam.

Bulan Maret lalu saat putera mahkota mereka lahir, Bhutan juga merayakan dengan aktivitas yang sangat ramah lingkungan. Mereka menanam 82.000 pohon untuk calon penerus tahta kerajaan tersebut.

Sumber: Lila Nathania / BusinessWeek via Intisari-Online.com

read more
Perubahan Iklim

Brasil Ingin Buat Piala Dunia Ramah Lingkungan

Kota-kota penyelenggara Piala Dunia 2014 di Brasil mengatakan perubahan iklim menjadi pertimbangan mereka dalam perencanaan penyelenggaraan acara olahraga itu.

Turnamen sepakbola Piala Dunia semakin lama semakin sarat karbon. Federasi Sepakbola Internasional (FIFA) memperhitungkan turnamen di Brasil tahun ini akan melepas 2.72 juta ton karbon dioksida ke atmosfer atau 1 juta ton lebih banyak dari yang dilepas Piala Dunia di Afrika Selatan pada 2010.

Para pihak terkait sekarang ini sedang mencari cara bagaimana mengaitkan kekhawatiran-kekhawatiran akan perubahan iklim ke dalam penyelenggaraan Piala Dunia.

Dewan Pariwisata Brasil mengatakan pihaknya memperkirakan para pelancong akan menghabiskan US$10,4 miliar selama Piala Dunia tahun. Namun, pemasukan ini menimbulkan dampak pada lingkungan. Bagian terbesar dari gas yang memerangkap hawa panas akan berasal dari perjalanan udara yang dilakukan penonton maupun pemain dari dan ke 12 stadion tempat 64 pertandingan diadakan.

Pada sebuah pertemuan di Johannesburg bulan ini, para walikota dari beberapa kota besar di dunia bertemu untuk membahas tantangan-tantangan unik tersebut, terutama perubahan iklim di daerah perkotaan.

Gustavo Fruet, wali kota Curitiba, salah satu kota di Brasil yang menjadi tuan rumah pertandingan, mengatakan kepada VOA, penghijauan termasuk dalam persiapan yang dilakukan Curitiba.

Penyelenggara Piala Dunia sekarang mulai menyadari bahwa merebut Piala Dunia hanya sebagian dari kemenangan – yang sebagian lagi adalah membuat peristiwa olahraga terbesar itu sebisa mungkin ramah lingkungan.

Sumber: NGI/VOA Indonesia

read more
Perubahan Iklim

Sektor Energi & Transportasi Sumbang Emisi Terbesar di Aceh

Dokumen Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Propinsi Aceh (RAD GRK Aceh) tahun 2012-2020 menyimpulkan sektor energi dan transportasi merupakan penyumbang terbesar emisi di propinsi ini yaitu sebesar 181.834.677 CO2 Gg/Th. Kemudian disusul oleh sektor kehutanan dan lahan gambut (14.498.933,15 Gg/Th), selanjutnya sektor pertanian (1.482.660 Co2 Gg/Th dan 2.120 N2O Gg/Th) dan terakhir sektor industri dan persampahan 19.51 N2O Gg/Th.

Perhitungan ini dilakukan pada tahun 2012 oleh tim yang beranggotakan berbagai stakeholder mulai dari pemerintahan dan pihak swasta. Dokumen RAD-GRK sendiri merupakan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK).

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota berperan penting dalam penurunan emisi gas rumah kaca di wilayah masing-masing, Gubernur berkewajiban menyusun Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan setelah ditetapkan Perpres dimaksud.

Dokumen RAD-GRK Aceh yang dihasilkan dapat dijadikan pedoman bagi Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan pembangunan yang berkeberlanjutan dalam substansi penurunan emisi gas rumah kaca. Selain itu dokumen ini berisikan informasi mengenai tingkat, status, dan kecenderungan perubahan emisi Gas Rumah Kaca secara berkala dari berbagai sumber emisi (source) dan penyerapnya (sink) termasuk
simpanan karbon (carbon stock) di Aceh.

Selain kesimpulan yang telah disebutkan diatas mengenai jumlah GRK, terdapat beberapa kesimpulan lain yaitu :

1. Secara riil emisi dominan untuk Gas CO2 dan N2O di Aceh yang diproduksi adalah dari Bidang Energi dan Transportasi khususnya Sektor Transportasi, mengingat pertumbuhan kendaraan bermotor khususnya kendaraan pribadi cukup tinggi.

2. Meskipun Bidang Energi dan Transportasi khususnya sektor energi memberikan sumbangan emisi paling dominan berdasarkan hasil perhitungan untuk gas CO2, namun emisi sektor energi tersebut tidak di produksi di Aceh karena Aceh belum memiliki pembangkit listrik.

4. Untuk Gas Methana Bidang Pertanian menjadi penyumbang paling besar dibandingkan bidang lainnya, karena potensi pengembangan peternakan baik skala besar, maupun skala rumah tangga cukup besar dan dominan terdapat di kawasan pantai barat Aceh.

5. Berdasarkan hasil perhitungan Location Quotient (LQ) dari 9 sektor di Aceh dapat dilihat bahwa sektor-sektor yang memberikan implikasi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca adalah merupakan sektor yang masuk dalam kategori sektor basis atau memiliki keunggulan komparatif jika dibandingkan sektor lain atau mampu
menopang pertumbuhan sektor lainnya, di antaranya adalah: Pertanian (Pertanian dan Peternakan), Kehutanan dan lahan Gambut, Listrik, Gas dan Air Bersih, Transportasi dan Komunikasi. Sedangkan untuk Sektor Lainnya beberapa diantaranya memiliki nilai LQ < 1 dan nilai LQ > 1 memberikan kontribusi terhadap peningkatan gas
rumah kaca pada sektor lain, yaitu : Bidang Industri dan Pengelolaan Limbah sejalan dengan pertumbuhan penduduk, bangunan, aktivitas perdagangan, hotel, restoran, pasar, hunian, dan perkantoran.

6. Dalam mendukung Masterplan Percepatan Perencanaan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Aceh menjadi salah satu komitmen Pemerintah Pusat dan Aceh untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berbasis lingkungan, sehingga dalam kegiatan perencanaan pembangunan yang diimplementasikan dalam mekanisme penganggaran harus berbasis pada konsep lingkungan dengan memperhatikan upaya pembatasan, serta reduksi terhadap emisi gas rumah kaca;

6. Target capaian penurunan emisi yang tertuang didalam Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Aceh harus/wajib diinetgrasikan dengan Kebijakan Perencanaan Pembangunan Aceh yang dalam hal ini, meliputi Rencana Pembangunan Aceh (RPJMA), Rencana Strategis dan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Aceh, Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh, Rencana Energi Aceh, Tataran Transportasi Wilayah / Lokal. serta Rencana/Kebijakan sektoral lainnya. []

read more
Green Style

Resolusi Hijau untuk Tahun Baru 2014

Sebentar lagi kita akan memasuki tahun baru 2014. Apakah kamu telah punya sebuah resolusi tahun baru untuk bumi kita? Delapan tips di bawah ini mungkin bisa memberikan kamu ide sebuah resolusi yang ingin kamu jalankan mulai tahun depan.

1. Kurangi membeli produk, pilih dengan bijak dan gunakan selama mungkin.
Bahan-bahan kimia hadir di hampir semua produk yang kita beli atau konsumsi sehari-hari, mulai dari pakaian, televisi dan mainan anak, dan banyak diantaranya berbahaya dan beracun. Bahan-Bahan kimia digunakan dalam proses produksi dan berpotensi terlepas ke dalam lingkungan kita, baik itu ke perairan, udara, dan ke tanah atau berpotensi terpapar kepada manusia baik itu secara langsung dan tidak langsung selama proses produksi, konsumsi dan pembuangan. Dengan mengurangi pembelian, memilih dengan bijak dan menggunakan produk yang kita beli selama mungkin, kita dapat meminimalkan potensi bahaya dari bahan kimia berbahaya beracun tersebut.

2. Perkaya pengetahuan seputar bahan kimia berbahaya beracun dalam produk dan jadilah konsumen yang bijak serta kritis.
Kita dapat memilih dengan lebih bijak dan menjadi konsumen yang kritis! Selain mengurangi potensi bahayanya kita juga bahkan dapat menekan produsen untuk mengeliminasi bahan kimia berbahaya tersebut dari proses produksinya.Berikut adalah beberapa situs yang bisa kita cermati, sebelum memutuskan untuk membeli suatu produk:

Untuk produk pakaian:
http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/toxics/Detox-Catwalk/

Untuk produk elektronik:
http://www.greenpeace.org/international/en/campaigns/toxics/electronics/Guide-to-Greener-Electronics/

Untuk produk-produk lain:
http://www.epa.gov/kidshometour/http://mindthestore.saferchemicals.org/hazardous100+

3.  Ikut dalam menjaga kelestarian laut.
Pilih produsen yang hanya menyediakan pilihan produk ikan terpercaya dan bersumber dari kegiatan perikanan bertanggungjawab.

4. Jadilah pembela laut dengan bergabung bersama Ocean Defender.
Laut Indonesia yang sehat dan terlindungi adalah tanggung jawab kita bersama, dengan bergabung bersama Ocean Defender, Anda telah berkomitmen untuk beraksi bagi laut Indonesia.

5.  Kurangi jejak karbon Anda.
Bulan September ini es di Arktik berada pada titik terendahnya. Selama 30 tahun terakhir bumi telah kehilangan 3/4 dari lapisan es yang ada. Masing-masing dari kita telah menyumbang emisi karbon yang berasal dari aktifitas setiap hari, mulai dari penggunaan transportasi hingga kebutuhan listrik. Pembakaran bahan bakar fosil yang terus menerus dan semakin bertambah jumlahnya merupakan salah satu penyebab perubahan iklim terbesar. 95% dari total pemenuhan kebutuhan energi Indonesia masih berasal dari energi fosil. Mari kurangi jejak karbon (carbon footprint) kita mulai dari sekarang.

6. Cegah Indonesia menjadi pengekspor perubahan iklim.
Saat ini Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor batubara terbesar di dunia. Batubara sebagai salah satu energi fosil terkotor terbukti banyak meninggalkan dampak negatif dalam proses ekploitasinya. Mulai dari hutan yang digunduli untuk pembukaan lahan tambang, terkontaminasinya sumber air masyarakat lokal, konflik sosial antar masyarakat dan perusahaan hingga pembakaran batubara di PLTU – PLTU yang tersebar di seluruh Indonesia yang merenggut banyak mata pencaharian nelayan.  Anda bisa ikut bergabung bersama kami untuk mendesak pemerintah menghentikan perluasan industri batu bara baik pertambangan maupun pembangunan PLTU yang tersebar di seluruh Indonesia.

7. Hemat pemakaian kertas dan tisu, mulailah beralih ke kertas daur ulang.
Bahan baku utama kertas dan tisu adalah kayu-kayu berkualitas serat tinggi dari hutan termasuk hutan tropis yang berada di Indonesia. Permintaan akan kertas dan tisu meningkat di pasar dunia dan pasar domestik seiring dengan peningkatan jumah penduduk dunia. Jadikan kantormu tanpa kertas (paperless office) dan kurangi secara drastis penggunaan kertasmu.

8. Jangan gunakan minyak sawit kotor!
Salah satu penyebab terbesar deforestasi di Indonesia adalah perkebunan kelapa sawit. Permintaan yang mingkat akan minyak sawit mentah (CPO) dan biofuel di pasar global memicu ekspansi perkebunan kelapa sawit ke dalam wilayah-wilayah hutan, terutama di Sumatera dan Kalimantan yang menyebabkan hilangnya nilai keanekaragaman hayati, nilai fungsi hutan dan konflik sosial yang berkepanjangan.

Cermati produk-produk yang kita beli dan pakai sehari-hari karena kandungan minyak sawit yang ada di dalamnya dapat berasal dari sumber yang tak bertanggung jawab. Dengan kekuatan besar sebagai konsumen kita dapat mendukung upaya penyelamatan hutan yang tersisa di Indonesia dari kehancuran akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit.
Sumber: greenpeace.org

read more
Tajuk Lingkungan

Penipu Emisi Karbon

Pemerintah Aceh telah melacurkan diri dengan menjual stok carbon hutan Ulu Masen seluas + 750.000 Ha yang terletak di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Aceh Barat, Aceh Jaya dan Aceh Tengah ke pasar Internasional dengan memakai jasa perusahaan Carbon Conservation Pty Ltd yang berkedudukan di Lismore, New South Wales, 2480, Australia.

“Penjualan” ini dilakukan dimasa Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, yang memberikan persetujuan kepada Carbon Conservation melakukan investasi dalam jumlah besar untuk membangun kepercayaan investor dan masyarakat  Internasional terhadap Ulu Masen Credit. Perjanjian penjualan dan pemasaran proyek ekosistem Ulu Masen untuk investasi ekonomi Hijau di Aceh dilakukan pada Tanggal 2 Juni 2008. Perjanjian ini membuat, mengatur dan menjalankan kampaye publisitas dan membangun hubungan baik dengan penanam modal, institusi keuangan dan perantara, menciptakan pasar  yang sehat dan menguntungkan bagi Ulu Masen Credit.

Setelah mendapat kepercayaan dari Irwandi Yusuf, Carbon Conservation menjual stok carbon Ulu Masen dengan melakukan joint dan bekerjasama dengan  Merril Lynch Commodities (Eropa) Limited (ML). Tujuannya  untuk masuk dan terikat dalam Verified Emissiens Reductions Purchase Agreement atau Perjanjian Pembelian Pengurangan Emisi yang Terverifikasi (VERPA) di tingkat Internasional.

Point-point yang disetujui oleh Carbon Conservation dan ML yang mengatur (a) untuk setiap periode verifikasi antara tahun 2008-2011, ML akan membeli semua Ulu Masen Credit yang dihasilkan Proyek, hingga maksimum 500.000 Ulu Masen Credit dalam setiap periode verifikasi, ada akan diberi opsi berjumlah 700.000, di setiap periode-periode verifikasi tersebut, dengan harga 4 Dolar Amerika per Ulu Masen Credit;

(b) untuk setiap periode verifikasi antara tahun 2012 dan 2013, ML akan diberi opsi untuk membeli/mendapatkan semua Ulu Masen Credit yang dihasilkan Proyek, hingga jumlah maksimum 700.000 Ulu Masen Credits dalam setiap periode-periode verifikasi tersebut, dengan harga 7 Dolar Amerika Serikat per Ulu Masen Credit;

(c) Pada kondisi ML menjual Ulu Masen Credit pada harga melebihi 7 Dolar Amerika Serikat per Ulu Masen Credit, pembagian keuntungan akan dibayar oleh ML;

(d) ML akan membayar, bergantung pada hasil uji kelayakan, 1 juta Dolar Amerika Serikat untuk opsi yang dijelaskan pada paragraf (a) dan (b) diatas.

Berdasarkan perjanjian ini, Carbon Conservatioan sebagai perpanjangan tangan pemerintah Aceh yang akan memasarkan dan menjual Ulu Masen Credits di dunia global. Penjualan dimaksud demi keuntungan masyarakat Aceh, pendapatan dari Ulu Masen Credit dari Proyek dibagi dua ; (a) 30% pertama dari Ulu Masen Credit yang dihasilkan pada setiap periode Verifikasi akan dialokasikan menjadi penyangga Risiko Manajemen (RMB/Risk Manajement Buffer).

(b) Sisanya sebesar 70% dari Ulu masen Credit yang dihasilkan akan dijual dan pendapatan yang dihasilkan dari penjualan dibagi lagi untuk biaya/jasa Agen Penagih/Pengumpul, Pembayaran jasa pemasaran, rekening proyek.
Jumlah penjualan yang dibayarkan ke Agen Pengumpul (Rekening Pengumpul) di transfer uang/dibayarkan/dibagikan untuk biaya/jasa Agen Penagih/Pengumpul, Pembayaran jasa pemasaran, rekening proyek. Rekening proyek dipegang oleh pihak ketiga (Escrow) dibagikan/dibayarkan untuk biaya proyek dan dana bantuan.

Sampai akhir tahun 2011 uang yang dijanjikan oleh pihak ketiga; dalam hal ini adalah Carbon Conservatioan dan Merril Lynch Commodities; belum ada kepastian berapa harga karbon Ulu Mesen. Nilai uang yang dibayar berdasarkan besar serapan carbon dari hutan Ulu Masen seluas + 750.000 Ha.

Perhitungan kasar berapa produksi karbon Ulu Masen dalam satu hektar adalah sebesar 132 ton/ha. Luas hutan 750.000 Ha bisa memproduksi carbon sebanyak 100.500.000 ton/hektar. Nilai karbon dikalikan dengan US$ 4 Dolar Amerika. Betapa besarnya uang didapatkan dari stok karbon Ulu Masen sebesar US$ 3.680.000.000.000 dolar Amerika.

Sangat fantastis, diatas kertas Ulu Masen akan menjadi petro dollar penganti Lhokseumawe. Tapi sekarang, uang dolar sebanyak itu tidak ada.  Perhitungan nilai uang karbonnya sangat besar, ironisnya tidak ada hasil apa-apa. Seperti kata pepatah tong kosong nyaring bunyinya, akhirnya pemerintah Aceh sampai dengan akhir tahun 2011 tidak mendapatkan apa-apa. Perjanjian dengan Carbon Conservation sampai dengan tahun 2013.

Sepertinya pembayaran konpensasi stock karbon telah diganti dengan keikutsertakan Gubernur Aceh pada sejumlah event internasional di luar negeri. Aceh bakal kena tipu lagi dan ditipu uang emisi karbon oleh pihak ketiga. Buruk sekali, uang karbon Aceh hanya dihargai dengan menjadi peserta konferensi internasional. Atau kemungkinan dana stok karbon Aceh telah dikorupsi  oleh pihak ketiga dalam perjanjian tersebut.  []

Catatan redaksi: Tulisan ini pernah dimuat dalam Majalah Tanah Rencong, Edisi November – Desember 2011. Tulisan ini dimunculkan kembali karena masih relevan dengan keadaan sekarang.

read more
Green Style

12 Cara Kurangi Jejak Karbon

Proses bisnis dan perilaku kita yang tidak efisien, menghasilkan emisi gas rumah kaca dan meninggalkan jejak karbon. Banyak negara yang telah mengembangkan sistem guna memangkas inefisiensi ini. Seperti sistem Lean Six Sigma di Amerika Serikat dan Kaizen di Jepang.

Catherine Reeves, Manajer Environmental, Health, Safety & Sustainability di Xerox, menyatakan, mengurangi jejak karbon adalah proses yang tak pernah berhenti. “Proses baru selalu muncul. Perubahan terus terjadi. Ide-ide baru terus berkembang,” tuturnya.

Namun semua proses tersebut, menurut Catherine adalah proses yang akan menunjang kemajuan perusahaan. “Proses ini menjadi peluang untuk menciptakan perusahaan yang berkelanjutan,” tuturnya. Tujuan utamanya adalah untuk menghemat sumber daya seperti bahan baku, energi dan air, menghemat biaya sekaligus menyelamatkan lingkungan.

Dari mana upaya ini harus dimulai? Sherry M. Adler, kontributor di Real Business, laman milik Xerox berbagi 12 cara memangkas jejak karbon. Sistem pencahayaan, peralatan dan lingkungan bisa menjadi awal upaya mengurangi jejak karbon ini.

1. Mengatur penerangan.
Matikan pencahayaan yang tidak perlu dan sesuaikan pencahayaan yang ada di lingkungan sekitar. Gunakan lampu hemat energi dan cat dinding Anda dengan warna-warna yang terang untuk membantu penyinaran. Pastikan furnitur Anda tidak menghalangi fungsi lampu.

2. Gunakan pencahayaan alami.
Buka jendela, manfaatkan atap agar sinar matahari masuk ke ruangan Anda. Panel surya bisa berfungsi ganda, membantu Anda mendapatkan sinar matahari dan tenaga.

3. Atur jam kerja.
Hindari pengalokasian jam kerja pada malam hari yang memerlukan banyak energi.

4. Tangani sampah.
Jangan buang sampah Anda ke tempat pembuangan sampah akhir. Serahkan ke pihak-pihak yang bisa mendaur ulang sampah tersebut atau yang menggunakannya sebagai bahan baku energi.

5. Bantu konsumen.
Bantu konsumen mendaur ulang produk yang sudah tidak terpakai, misal baterai atau TV bekas. Sediakan fasilitas pengiriman gratis bekerja sama dengan kantor pos setempat. Upaya ini bisa menghemat biaya dan mengurangi emisi gas rumah kaca yang terkait dengan limbah dan pengiriman.

6. Pakai ulang.
Rancang produk Anda agar bahan-bahannya bisa dipakai untuk memroduksi produk baru atau produk dengan kualitas yang lebih baik. Sehingga Anda tidak membuang-buang sumber daya. Semakin sedikit komponen atau sumber daya dalam sebuah produk semakin hijau produk tersebut.

7. Jaringan hijau.
Ciptakan jaringan pemasok yang ramah lingkungan. Pilih pemasok berdasarkan lokasi dan cara pengiriman. Semakin dekat dan sederhana semakin baik. Bantu pemasok Anda menjadi perusahaan dengan produk dan jasa yang ramah lingkungan.

8. Efisiensi manufaktur.
Tingkatkan efisiensi dalam proses manufaktur guna mengurangi kebutuhan terhadap fasilitas penyimpanan (pergudangan). Kurangi bahan baku dan kemasan produk guna mengurangi emisi gas rumah kaca.

9. Pangkas waktu operasi.
Semakin ringkas waktu operasi manufaktur semakin sedikit pula energi yang digunakan dan emisi yang dihasilkan.

10. Bersihkan udara.
Kurangi polusi udara dalam ruang. Gunakan fasilitas penyaringan udara.

11. Jalin kerja sama.
Jalin kerja sama guna menciptakan perusahaan hijau. Gunakan teknologi seperti komputasi awan dan ciptakan jaringan dengan organisasi-organisasi yang bisa membantu Anda mewujudkan organisasi yang ramah lingkungan.

12. Komitmen hijau.
Ciptakan komitmen untuk meraih target pengurangan jejak karbon. Ciptakan target baru jika target lama sudah tercapai.

Selamat berlomba mengurangi emisi gas rumah kaca penyebab perubahan iklim dan pemanasan global.

Sumber: Hijauku.com

read more
Sains

Kontroversi Teknik Penyimpanan CO2 di Bawah Tanah

Carbon Dioxide Capture and Storage (CCS)merupakan salah satu teknologi terpenting dalam memerangi perubahan iklim. Tapi Jerman terkendala dalam penerapan teknologinya serta menghadapi tentangan warga.

Tema aturan penangkapan dan penyimpanan CO2 di bawah tanah (CCS) menjadi silang sengketa panas di Jerman. Setelah tarik ulur amat alot, belum lama ini pemerintah dan parlemen Jerman menyetujui undang-undang yang mengatur teknologi penyimpanan karbon dioksida di bawah tanah dalam volume terbatas.

Menteri lingkungan Peter Altmaier, sesaat setelah disahkannya undang-undang baru itu menyatakan, tidak akan menerapkan penyimpanan CO2 di dalam tanah jika rakyat menentangnya. Dalam naskah undang-undang baru itu, juga dicantumkan pasal, pemerintah negara bagian Jerman dapat menolak penyimpanan CO2 di wilayahnya.

Menanggapi silang sengketa itu, Komisaris Urusan Energi Uni Eropa, Günter Oettinger pada bulan Juni lalu sudah menegaskan, akan mengusahakan penyimpanan gas CO2 di kawasan laut utara di zona perairan bebas 12 mil dari garis pantai. “Ini sebuah opsi yang berlaku bagi seluruh Jerman”, kata Oettinger.

Akan tetapi, untuk penerapannya diperlukan jaringan pipa, yang melewati wilayah teritorial negara bagian. Dalam hal ini, negara bagian tidak dapat menolak dilintasi jaringan pipa semacam itu.

Dukungan Terkait Lapangan Kerja
Sebetulnya di Jerman terdapat negara bagian yang mendukung penerapan teknik penyimpanan CO2 di bawah tanah-CCS, yakni negara bagian Brandenburg. Pasalnya di negara bagian itu, industri batu bara menjadi pemberi kerja dan pembayar pajak terbesar.

Sebagai upaya mempertahankan lapangan kerja dan pemasukan ke kas negara bagian, PM negara bagian Brandenburg Matthias Platzeck dalam kampanye belum lama ini berjanji, mensyaratkan teknologi CCS bagi pembangunan pembangkit listrik batu bara terbaru.

Pemerintah negara bagian Brandenburg menjual tema teknik penyimpanan CO2 di bawah tanah (CCS) kepada para pemilih sebagai refornasi energi. PM Platzeck juga menyebutkan, sebagai negara industri, Jerman harus tetap melakukan riset di bidang CCS.

Juga perusahaan energi Swedia, Vattenfall yang sebelumnya membatalkan proyek CCS senilai 1, 5 milyar Euro di Brandenburg, menyatakan untuk kedua kalinya akan mencoba lagi proyek itu. Direktur Vattenfall cabang Jerman, Tuomo Hatakka mengatakan, undang-undang baru itu merupakan sinyal positif bagi riset lanjutan teknologi perlindungan lingkungan.

Rencana utama Europa
Uni Eropa kini justru mencanangkan haluan utama penerapan teknologi CCS terlepas dari silang sengketa di Jerman. Disebutkan, CCS hendaknya menjadi jejaring teknologi yang meliputi seluruh Eropa. Teknologinya direncanakan antara tahun 2020 hingga 2050 untuk memungkinkan penerapannya secara meluas di Eropa.

Untuk itu diperlukan pembangunan jaringan pipa sepanjang seluruhnya 22.000 km dengan biaya sekitar 50 milyar Euro. Dengan jaringan pipa itu, ditargetkan transportasi hingga 1,2 milyar ton CO2 per tahunnya ke tempat penyimpanan akhir di kawasan laut utara.

Juga para pesaing di tatatan internasional terus aktif meneliti teknologi yang kontroversial itu. Institut teknologi kenamaan di AS, MIT di Cambridge dewasa ini memimpin proyek penelitian di bidang ini. Sekitar 40 instalasi CCS berbagai ukuran, saat ini sedang dibangun di berbagai kawasan, 13 diantaranya di AS. Direncanakan, sebagian besar instalasi CCS itu sudah dioperasikan pada tahun 2015.

Sumber: dw.de

read more
1 2
Page 1 of 2