close

lahan

Ragam

Kebijakan Konversi Hutan, Kelapa Sawit, dan Lingkungan

Semakin besarnya permintaan pasar akan CPO di dunia membuat produktifitas kelapa sawit semakin berkembang pesat. Perkebunan sawit menjadi investasi yang sangat besar, sehingga peningkatan luas perkebunan kelapa sawit terus mengalami peningkatan. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil CPO terbesar di dunia. Dengan kondisi ini, maka pasar dunia melihat Indonesia adalah negara yang produktif sebagai penghasil CPO di dunia bersama dengan negara tetangga Malaysia. Berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa potensi ini menjadi kekuatan ekonomi di Indonesia.

Hasil penelitian Jefri Gideon Saragih yang merupakan ketua Departemen Kampanye Sawit Watch yang pernah dimuat di Insist Press, edisi Desember 2011 menemukan bahwa ada banyak fungsi lain dari kelapa sawit. Penemuan baru ini kemudian membuat tandan buah segar (TBS) kelapa sawit kini mulai diolah untuk berbagai jenis barang dan kebutuhan sehari hari manusia.

Secara garis besar, kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak. Minyak kelapa sawit dari daging buah mesocarp dan minyak inti sawit dari biji atau kernel. Minyak kelapa sawit digunakan terutama untuk produk makanan, minyak goreng, shortening, margarine, pengganti lemak susu dan pengganti mentega coklat/cocoa butter.

Masih dari hasil penelitian yang sama, produktifitas tanaman kelapa sawit untuk menghasilkan tandan buah segar jauh lebih tinggi atau bisa mencapai 10 kali dibandingkan produktifitas vegetables oil yang lain, seperti minyak bunga matahari atau jarak. Oleh karena itu pulalah bahwa perkebunan kelapa sawit terus meningkat sesuai dengan permintaan pasar yang ada. Hal semacam ini harus terus dilihat dan dicermati untuk bisa melihat seimbangnya suplay and demand yang ada.

Karena dengan permintaan yang cenderung meningkat akan membuat kebutuhan kelapa sawit untuk industri semakin meningkat. Selain dari minyaknya, setiap bagian dari kelapa sawit juga dapat dipergunakan untuk hal lain.

Terbesar di Dunia
Hingga akhir tahun 2010, Indonesia berhasil mencatatkan diri sebagai negara penghasil minyak sawit mentah terbesar di dunia dengan total produksi mencapai 21,3 juta ton. Dari jumlah itu, hampir 6 juta ton dipakai untuk konsumsi domestik sedangkan diekspor ke beberapa negara Eropa, China, India dan lain-lain. Bahkan menurut majalah Info Sawit edisi akhir tahun 2010, bisnis CPO Indonesia menghasilkan keuntungan hingga 9,11 miliar dolar Amerika (Sumber: Penelitian Departemen Kampanye Sawit Watch, 2011).

Keuntungan yang menggiurkan secara ekonomi ini tentu saja akan memacu peningkatan produksi kelapa sawit. Dan hal ijin pendirian perkebunan kelapa sawit layak menjadi sorotan, karena menjamurnya perkebunan kelapa sawit di seluruh belahan tanah air. Bahkan perkembangan industri kelapa sawit sering sekali mengorbankan kondisi lingkungan hidup yang ada. Seperti pemberian perijinan konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit sangat mengkhawatirkan, dari tahun ketahun tanpa melihat situasi lingkungan dan berkurangnya luas tutupan hutan di Indonesia.

Melihat angka tutupan hutan di Indonesia sudah sangat memprihatinkan secara khusus di kawasan Pulau Jawa yang hanya mencapai angka 6, 90 persen, diikuti Bali dan Nusa Tenggara 16, 04 dan yang masih terbilang bagus adalah Papua dengan 79,62 persen. Namun, angka-angka ini bisa terus meningkat jika masalah perijinan konversi hutan tidak ditekan dan akan berdampak pula pada kondisi lingkungan di Indonesia. Masalah ini harusnya menjadi perhatian yang kemudian akan mempengaruhi untuk lebih baiknya kondisi hutan di Indonesia (Sumber: Penelitian Forest Watch Indonesia, 2009).

Berikut ini, berdasarkan data Sawit Watch, setidaknya mulai tahun 1998 sampai tahun 2011, setidaknya 500-800 ribu hektar hutan, lahan gambut dan lahan kelola masyarakat dikonversi menjadi perkebunan sawit. Perluasan kebun sawit dengan alasan pertumbuhan ekonomi, pembukaan lapangan kerja serta pengentasan kemiskinan tentu saja memberikan dampak negatif terhadap keberlanjutan sosial dan lingkungan di Indonesia karena tidak direncanakan dan diawasi dengan baik oleh pemerintah.

Bahkan parahnya lagi konversi hutan lindung, hutan produksi, dan kawasan taman nasional yang seharusnya tidak bisa dikeluarkan ijin untuk perkebunan kelapa sawit bisa keluar ijinnya. Nah, tentu saja ini merupakan kondisi yang sangat buruk di Indonesia yang semakin mempertanyakan masalah perijinan yang begitu longgar dan sangat tidak
selektif dan berdasarkan kepentingan tertentu.

Berikut data dari Sawit Watch yang dikeluarkan tahun 2009: Luas Perkebunan yang berada di kawasan yang tidak bisa dikonversi adalah sebagai berikut : kawasan Hutan Lindung ijin yang dikeluarkan sebanyak 143 ijin dengan luas
kawasan 260.192.0, untuk hutan Produksi ijin sebanyak 437 dengan luas 2.753.747.5, dan parahnya lagi kawasan taman nasional yang seharusnya tidak bisa diganggu sama sekali juga terjadi 10 ijin yang dikeluarkan pemerintah dengan luas kawasan 6.749.9. Jadi total kawasan yang tidak bisa dikonversi tetapi diberikan ijin oleh pemerintah seluas 3.020. 689.4 hektar.

Dari data-data diatas menunjukan ketidakkonsistenan pemerintah dalam memberikan ijin untuk konversi hutan menjadi perkebunan. Kondisi kawasan yang seharusnya dilindungi secara undang-undang bisa juga dilanggar dan memberikan ijin yang secara struktur hukum lebih rendah dibanding Undang-undang namun tetap dijalankan. Hal ini menjadi catatan buruk bagi kinerja pemerintah dalam hal pemberian ijin penggunaan kawasan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Apalagi jika kawasan itu merupakan kawasan lahan yang dilindungi.

Melihat permasalahan yang begitu kompleks ini, sebaiknya pemerintah melihat lebih jeli tentang pemberian ijin terhadap perkebunan kelapa sawit. Memang benar secara ekonomi perluasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mempunyai peranan penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Namun, yang tidak kalah penting menjadi pertimbangan adalah tentang kebijakan yang berpihak pada kondisi lingkungan untuk jangka waktu yang panjang.

Semoga saja pihak terkait melihat masalah lingkungan satu poin penting untuk kebijakan konversi hutan menjadi perkebunan, secara khusus perkebunan sawit.[]

Penulis adalah Mahasiswa Magister Administrasi Publik UGM Yogyakarta
Sumber : www.analisadaily.com

read more
Hutan

Bakar Hutan Riau, Warga Malaysia Ditahan Polda

Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus, Kepolisian Daerah Riau menahan seorang warga negara asing asal Malaysia yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka pembakar lahan hutan.

“Iya, yang bersangkutan itu adalah pimpinan dari PT AP (Adei Plantation) yang sudah sejak lama ditetapkan menjadi tersangka atas kasus pembakaran lahan atau hutan secara korporasi,” kata Kepala Bidang Humas Polda Riau, Ajun Komisaris Besar Guntur Aryo Tejo kepada wartawan di Pekanbaru, Sabtu (15/12/2013) siang.

Ia menjelaskan, penahanan untuk warga negara asal Malaysia berinisial DK tersebut dilakukan untuk kepentingan penyidikan. DK (Danesuwaran K Singam) telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pembakaran lahan secara korporasi di Riau sejak awal Oktober 2013.

Kepolisian juga menetapkan petinggi perusahaan sawit PT Adei Plantation lainnya sebagai tersangka, yakni Tan Key Yong (TK). “Keduanya dianggap orang yang paling bertanggung jawab karena menduduki posisi penting di perusahaan,” kata Guntur.

Penetapan status tersangka untuk keduanya dilakukan setelah perusahaan sawit PT Adei Plantation yang berinduk kepada Holding Company Kehpong Berhard Industri Kuala Lumpur, Malaysia, dinyatakan sebagai tersangka pembakaran lahan di Kabupaten Pelalawan, Riau.

Pembakaran hutan dan lahan itu mengakibatkan bencana kabut asap sepanjang Juli-Agustus 2013. Menurut Guntur, penyidik masih terus melakukan pemeriksaan terhadap kedua tersangka itu dan tidak menutup kemungkinan tersangkanya akan bertambah.

Hasil pemeriksaan sementara tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Disrekrimsus) Polda Riau diketahui motif yang dilakukan tersangka ialah melakukan pembiaran kegiatan pembersihan lahan dengan cara membakar.

Kebakaran lahan hutan di berbagai wilayah kabupaten/kota di Riau sebelumnya telah menghanguskan puluhan ribu hektare hingga menyebabkan berbagai kawasan tercemar kabut asap tebal ketika itu, Juli – Agustus 2013.

Sumber: republika.co.id

read more