close

longsor

Hutan

Cara Abdullah Menangkal Banjir dan Longsor

Merasa terusik karena lingkungan di sekitar desanya gersang dan panas serta kekhawatiran akan banjir dan longsor, Abdullah tergerak untuk menghijaukan desanya, Desa Papandangan, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat.

Abdullah mengawalinya dengan menanam 2.000 pohon sengon. Dia tidak berkecil hati meskipun warga sekitar mencibirnya. Maklum, ketika itu warga sibuk membabat hutan untuk menanam cokelat dan cengkeh yang memiliki nilai ekonomis dan masa depan yang lebih tinggi.

Sampai hari ini, Abdullah telah berhasil menghijaukan lebih dari 200 hektar lahan kritis di hutan desanya. Berkat usahanya itu, dia beberapa kali mendapat penghargaan sebagai tokoh penyelamat lingkungan tingkat provinsi dan nasional.

Abdullah mengisahkan, tujuh tahun lalu kondisi Desa Papandangan dan sekitarnya gersang dan gundul. Hutan hanya ditumbuhi alang-alang dan rumput. Ketika musim hujan datang, banjir dan longsor selalu terjadi.

Namun sejak lima tahun terakhir, desa itu tidak pernah lagi kebanjiran. Ribuan pohon yang ditanam Abdullah telah berhasil menahan air. Warga tidak lagi waswas desa mereka bakal diterjang banjir. Suhu udara pun lebih sejuk dan bersahabat.

Berbagai jenis pohon kini tumbuh di hutan desa. Ada pohon durian, mangga, duku, dan berbagai jenis buah lainnya. Belum lagi tanaman pohon lain yang bernilai ekonomis.

Menurut Abdullah, ada sejumlah pengusaha yang menawarkan harga tinggi untuk membeli lahan tersebut. Bagi Abdullah, harga yang ditawarkan cukup fantastis, yakni Rp 400 juta per hektar. Namun, ayah lima anak itu tidak tergoda.

“Pohonnya masih kecil. Nanti kalau yang membeli itu menebang secara serampangan, sia-sia usaha saya menanaminya,” kata Abdullah tentang alasannya menolak menjual lahan itu.

Dia baru mau menjual kayu-kayu itu jika pohonnya sudah cukup umur untuk ditebang, dan dia menggantinya dengan pohon baru. Dengan begitu, katanya, lingkungan tidak rusak.

Lelaki kelahiran 31 Desember 1960 itu bersyukur karena dia kini tidak lagi bekerja sendirian. Warga desa yang semula mencibirnya sudah tertarik mengikuti jejak Abdullah. Mereka malah belajar dari dia dan menanam pohon apa saja di desanya.

“Saya saja sudah tanam 2.000 pohon sengon, 300 pohon nato, 400 pohon jati putih, dan 100 pohon mahoni. Belum lagi kelompok saya yang juga sudah menanam pohon jumlahnya puluhan ribu,” beber Abdullah.

Yang dikeluhkan Abdullah saat ini adalah sulitnya pengadaan bibit pohon. Menurut Abdullah, selain memerlukan kesabaran dan waktu yang lama, membuat bibit pohon kayu siap tanam bukanlah perkara mudah di tengah tingginya permintaan warga desa untuk menanam pohon guna membenahi kerusakan lingkungan di desa masing-masing.

Pada Agustus 2013 lalu, Abdullah dinobatkan sebagai tokoh penyelamat lingkungan tingkat nasional di Bogor, Jawa Barat. Akhir tahun 2013 lalu, Abdullah kembali dianugerahi penghargaan oleh Pemerintah Provinsi Sulbar dan Pemkab Polewali Mandar sebagai tokoh penyelamat lingkungan.

Sumber: kompas.com

read more
Perubahan Iklim

Jumlah Korban Bertambah, Warga Semakin Rentan Bencana

Bencana pada tahun 2013 sampai bulan November 2013 terdapat 973 kejadian bencana. Sementara tahun 2012 mencapai 1.842 kejadian. Uniknya, jumlah korban dan kerugian harta benda akibat bencana justru mengalami peningkatan. Jumlah korban meninggal dan hilang meningkat dari 483 jiwa menjadi 690 jiwa. Jumlah penyintas yang mengungsi juga mengalami peningkatan dari 956.455 menjadi 3.168.775 jiwa. Kerusakan rumah juga mengalami peningkatan dari 54,626 menjadi 74,246.

Data ini menggambarkan tingkat kerentanan masyarakat menghadapi bencana semakin tinggi, padahal investasi anggaran untuk peningkatan kapasitas kelembagaan dan masyarakat telah mengalami peningkatan. Pada tahun anggaran 2013, alokasi anggaran untuk kebencanaan yang dikelola langsung oleh BNPB mencapai Rp 1,3 triliun. Angka ini belum memasukkan data kebencanaan yang dikelola oleh kementerian atau lembaga lain selain pemerintah.

Menurut Syamsul Ardiansyah, Kepala Divisi Advokasi, Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (Planas PRB), “kondisi ini menggambarkan peningkatan alokasi anggaran untuk kebencanaan, belum secara signifikan berkontribusi pada peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana.

Sementara masyarakat yang berada di “garis depan” dan berhadapan langsung dengan ancaman bencana belum banyak tersentuh oleh program-program penguatan kapasitas yang dilakukan pemerintah. Harus diakui, terobosan-terobosan kebijakan, seperti “desa tangguh” masih belum berdampak pada peningkatan kapasitas masyarakat.

Selain alokasi anggaran yang belum efektif, meningkatnya kerentanan masyarakat bisa jadi disebabkan oleh semakin buruknya daya dukung sosial-ekonomi dan lingkungan masyarakat. Investasi ekonomi yang tidak memperhatikan aspek-aspek keberlanjutan, khususnya di sektor perkebunan dan industri ekstraktif, telah turut memperburuk kerentanan masyarakat.

Investasi yang tidak memperhatikan keberlanjutan tidak hanya memperburuk kondisi lingkungan, melainkan juga meningkatkan kerentanan sosial dalam bentuk konflik dan kekerasan. Menurut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), kekerasan berlatarkan sengketa agraria pada tahun 2013 telah mengakibatkan 21 jiwa tewas, 30 tertembak, 130 luka akibat penganiayaan, dan 239 warga ditahan.

Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana mencatat setidaknya terdapat lima rekomendasi umum untuk pembenahan penanggulangan bencana di Indonesia. Pertama, meningkatkan efektifitas penganggaran PB dari pemerintah. Meningkatnya jumlah korban jiwa pada tahun 2013 pada saat kejadian bencana yang justru menurun menunjukkan pentingnya mengakselerasi perbaikan kapasitas respon dari aparatur pemerintah di bidang Penanggulangan Bencana.

Kedua, di samping program Desa Tangguh yang disponsori BNPB, pemerintah sebenarnya memiliki program-program sejenis yang berorientasi pada peningkatan ketangguhan masyarakat. Hanya saja, program-program tersebut terkesan berjalan sendiri-sendiri secara sektoral dan tidak terhubung. Kohesi antar program pemerintah untuk ketangguhan masyarakat akan memberikan kontribusi signifikan dalam pengurangan kerentanan masyarakat.

Ketiga, investasi pengurangan risiko bencana hendaknya secara konkret diarahkan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat di garis depan (frontline) ancaman bencana. Upaya-upaya mitigasi struktur maupun non-struktur dalam bentuk peningkatan kesiapsiagaan masyarakat di garis depan ancaman harus mendapatkan perhatian dan dukungan dari pemerintah.

Keempat, pembangunan ekonomi yang memperhatikan keberlanjutan sosial ekonomi dan lingkungan serta hak asasi manusia. Pada saat ini, sebagian wilayah di Indonesia sudah mulai menuai dampak buruk dari praktik-praktik pembangunan yang tidak memperhatikan keberlanjutan dan hak asasi manusia.

Dimasa yang akan datang, konflik yang disertai dengan kekerasan dan bencana akibat kerusakan lingkungan akan semakin mengalami peningkatan. Oleh karena itu, hal yang paling penting dilakukan sekarang adalah; pertama, melakukan audit lingkungan terhadap seluruh proyek-proyek investasi disektor perkebunan dan pertambangan.

Kedua, secara konsisten menerapkan prinsip-prinsip free prior informed consent (FPIC) terhadap seluruh proyek investasi yang akan dilaksanakan di Indonesia.

Kelima, tahun 2014 adalah tahun politik. Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (Planas PRB) mendorong agar isu kebencanaan menjadi salah-satu agenda politik nasional. Investasi pengurangan risiko bencana perlu ditingkatkan sebagai upaya untuk mengurangi kerentanan di masa yang akan datang.[rel]

read more
Ragam

BPBA Tetapkan 16 Daerah di Aceh Siaga Bencana

Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) menetapkan 16 kabupaten dan kota di Provinsi Aceh siaga bencana berupa banjir dan tanah longsor. Status siaga ini ditetapkan menyusul prakiraan curah hujan yang tinggi di kawasan-kawasan tersebut hingga akhir Desember 2013.

“Berdasarkan laporan prakiraan cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika menyebutkan cuaca curah hujan tinggi hingga akhir Desember 2013, sehingga kami menetapkan 16 daerah siaga bencana,” kata Kepala BPBA Jarwansyah di Banda Aceh, Selasa (10/12/2013).

Siaga bencana banjir dan tanah longsor itu, BPBA telah mengantisipasinya dengan pendirian posko selain pemantauan intensif dilapangan terhadap daerah-daerah yang telah ditetapkan siaga bencana tersebut.

Saat ini, Jarwansyah menyebutkan banjir mulai melanda sejumlah daerah di Aceh antara lain seperti di Kabupaten Aceh Timur, Bener Meriah dan Aceh Tengah.

“Sejak beberapa hari terakhir curah hujan di beberapa daerah tinggi yang berakibat banjir genangan di beberapa kabupaten dan kota di Aceh. Kita juga mengimbau masyarakat untuk tetap waspada banjir terutama yang bermukim di kawasan daerah aliran sungai,” katanya menambahkan.

Selain banjir, Jarwansyah juga mengimbau masyarakat mewaspadai tanah longsor terutama penduduk yang bermukim di lereng-lereng dengan struktur tanahnya yang labil seperti di wilayah tengah provinsi ujung paling barat Indonesia itu.

Sumber: theglobejournal-Republika-Antara

read more
Tajuk Lingkungan

Memaknai Darurat

Menurut kamus Bahasa Indonesia, kata “Darurat” berarti (1) keadaan sukar (sulit) yang tidak tersangka-sangka (dl bahaya, kelaparan, dsb) yang memerlukan penanggulangan segera dari Pemerintah untuk mengatasi keadaan; (2) keadaan terpaksa: Pemerintah dapat segera memutuskan tindakan yang tepat; (3) keadaan sementara: mereka ditampung dl suatu bangunan. Definisi ini dapat dicari pada situs www.KamusBahasaIndonesia.org.

Pertanyaan selanjutnya adalaha adakah di Aceh berlaku kembali keadaan darurat akibat suatu keadaan? Sebagai perbandingan ketika di Aceh diberlakukan keadaan darurat militer maka pemerintah mengambil tindakan khusus saat itu. Banyak hal yang dalam masa normal boleh dilakukan namun dalam masa darurat tidak dapat dilaksanakan. Misalnya saja setiap orang yang berpergian harus membawa KTP. Jangan coba-coba lupa, urusan bisa jadi panjang dan berbuah maut terkadang.

Nah, bagaimana kalau dikatakan Aceh berada dalam kondisi darurat ekologis? Apakah istilah ini sudah tepat dengan kondisi lingkungan Aceh saat ini? Jika memang darurat ekologis diterapkan berarti ada suatu tindakan khusus yang dilakukan, sebuah tindakan yang dalam masa normal sebenarnya tidak dilakukan. Kebijakan dimasa darurat tentu saja dikeluarkan demi kemaslahatan orang banyak.

Berbicara masalah lingkungan, sudah kita ketahui banyak terjadi perusakan hutan, alih lahan, penambangan di hutan lindung dan berbagai kerusakan lingkungan lainnya. Kerusakan ini menimbulkan bencana yang merugikan umat manusia terutama manusia yang sebenarnya tidak mendapatkan manfaatkan dari pengerukan sumber daya alam tersebut.

Berbagai kejadian bencana sudah terjadi melampaui intensitasnya. Berbagai lembaga pemerhati lingkungan secara rutin mencatat pelbagai bencana tersebut. Sehingga muncullah wacana untuk menerapkan Darurat Ekologi di Aceh.

Darurat ini dipandang penting dalam rangka pemulihan kembali lingkungan ekologi di Aceh. Tentunya dalam kondisi darurat dapat diambil langkah-langkah di luar kebiasaan oleh pemerintah Aceh, misalnya saja menghentikan atau mencabut izin tambang, menghentikan usaha galian C dan sebagainya. Tentunya tindakan ini harus didahului dengan kajian yang serius untuk mengurangi dampak dari penerapan darurat itu sendiri.

Ini memang faktanya yang tak terbantahkan walau tidak nyaman. Seperti meminjam istilah dari tokoh gerakan melawan perubahan iklim, Al Gore, yang memakai istilah Inconvenient truth untuk menyebut fakta-fakta yang tidak menyenangkan terkait dengan perubahan iklim. Saatnya untuk bertindak.[m.nizar abdurrani]

read more
Sains

Teknologi Ini Bisa Mencegah Tanah Longsor

Bencana tanah longsor sering terjadi di Indonesia khususnya ketika musim hujan berlangsung. Kerugian yang disebabkan oleh bencana tanah longsor ini tidaklah sedikit, bukan hanya kerugian material tetapi juga ikut memakan korban jiwa. Bahkan baru-baru ini, bencana tanah longsor telah memakan satu korban jiwa di daerah perkebunan, Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Bencana tanah longsor sendiri bisa disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut :
1. Hujan
2. Lereng terjal
3. Tanah yang kurang padat dan tebal
4. Batuan yang kurang kuat
5. Jenis tata lahan
6. Getaran
7. Susut muka air danau atau bendungan
8. Adanya beban tambahan
9. Pengikisan/erosi
10. Adanya material timbunan pada tebing
11. Bekas longsoran lama
12. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung)
13. Penggundulan hutan
14. Daerah pembuangan sampah

Bencana tanah longsor sendiri sebenarnya dapat dicegah dengan banyak cara salah satunya dengan pemamfaatan teknologi Geocell. Geocell merupakan salah satu jenis bahan geosintetis terbuat dari HDPE (High Density PolyEthylene). Dengan melihat bentuk Geocell dalam keadaan terpasang yang menyerupai sarang tawon, diperkirakan cukup efektif untuk bangunan pelindung tebing.

Keunggulan

  • Usia pakai yang lama untuk lereng yang stabil.
  • Mudah dibawa dan pemsangannya di lokasi proyek.
  • Cepat dan sederhana pemasangannya.
  • Mudah dibongkar dan dapat digunakan kembali.
  • Tahan terhadap biologi dan kimia dari tanah.

Kelemahan
Karena untuk mendapatkan bahan geocell masih import dari Presto Products Company dan US Products Inc maka harga bahan geocell masih mahal dibandingkan dengan pelindung tebing sungai konvensional. Pelindung tebing sungai dengan geocell ini kurang baik jika dibangun pada lereng tanah timbunan/urugan.

Selain untuk mencegah bencana tanah longsor, Geocell juga dapat digunakan untuk beragam aplikasi lainnya tidak hanya untuk mencegah bencana tanah longsor seperti menstabilkan dan melindungi tebing, kanal, slope, bendungan dari berbagai macam masalah pengikisan secara terus menerus ataupun masalah yang disebabkan oleh pergerakan gaya gravitasi dan arus air.

Untuk menggunakan Geocell ini cukup mudah, kita cukup meletakan Geocell pada area yang ingin diproteksi dan ditingkatkan stabilitas lahannya. Namun sebelumnya lahan tersebut telah dipersiapkan terlebih dahulu sehingga posisi Geocell sesuai dengan disain yang telah direncanakan.

Kolom-kolom dalam Geocell sendiri dapat kita isi dengan beragam material mulai dari pasir, agregat hingga tanah. Jika material pengisi Geocell adalah tanah, maka akan memberikan ruang yang cukup pada akar tanaman untuk tumbuh dan memperkuat struktur tanah itu sendiri dan juga menambah estetika dan keindahan lahan.
Sumber: vivanews.com

read more