close
Bencana banjir bandang di Tangse, Pidie | Foto: Walhi Aceh

Menurut kamus Bahasa Indonesia, kata “Darurat” berarti (1) keadaan sukar (sulit) yang tidak tersangka-sangka (dl bahaya, kelaparan, dsb) yang memerlukan penanggulangan segera dari Pemerintah untuk mengatasi keadaan; (2) keadaan terpaksa: Pemerintah dapat segera memutuskan tindakan yang tepat; (3) keadaan sementara: mereka ditampung dl suatu bangunan. Definisi ini dapat dicari pada situs www.KamusBahasaIndonesia.org.

Pertanyaan selanjutnya adalaha adakah di Aceh berlaku kembali keadaan darurat akibat suatu keadaan? Sebagai perbandingan ketika di Aceh diberlakukan keadaan darurat militer maka pemerintah mengambil tindakan khusus saat itu. Banyak hal yang dalam masa normal boleh dilakukan namun dalam masa darurat tidak dapat dilaksanakan. Misalnya saja setiap orang yang berpergian harus membawa KTP. Jangan coba-coba lupa, urusan bisa jadi panjang dan berbuah maut terkadang.

Nah, bagaimana kalau dikatakan Aceh berada dalam kondisi darurat ekologis? Apakah istilah ini sudah tepat dengan kondisi lingkungan Aceh saat ini? Jika memang darurat ekologis diterapkan berarti ada suatu tindakan khusus yang dilakukan, sebuah tindakan yang dalam masa normal sebenarnya tidak dilakukan. Kebijakan dimasa darurat tentu saja dikeluarkan demi kemaslahatan orang banyak.

Berbicara masalah lingkungan, sudah kita ketahui banyak terjadi perusakan hutan, alih lahan, penambangan di hutan lindung dan berbagai kerusakan lingkungan lainnya. Kerusakan ini menimbulkan bencana yang merugikan umat manusia terutama manusia yang sebenarnya tidak mendapatkan manfaatkan dari pengerukan sumber daya alam tersebut.

Berbagai kejadian bencana sudah terjadi melampaui intensitasnya. Berbagai lembaga pemerhati lingkungan secara rutin mencatat pelbagai bencana tersebut. Sehingga muncullah wacana untuk menerapkan Darurat Ekologi di Aceh.

Darurat ini dipandang penting dalam rangka pemulihan kembali lingkungan ekologi di Aceh. Tentunya dalam kondisi darurat dapat diambil langkah-langkah di luar kebiasaan oleh pemerintah Aceh, misalnya saja menghentikan atau mencabut izin tambang, menghentikan usaha galian C dan sebagainya. Tentunya tindakan ini harus didahului dengan kajian yang serius untuk mengurangi dampak dari penerapan darurat itu sendiri.

Ini memang faktanya yang tak terbantahkan walau tidak nyaman. Seperti meminjam istilah dari tokoh gerakan melawan perubahan iklim, Al Gore, yang memakai istilah Inconvenient truth untuk menyebut fakta-fakta yang tidak menyenangkan terkait dengan perubahan iklim. Saatnya untuk bertindak.[m.nizar abdurrani]

Tags : banjirbencanalongsor

Leave a Response