close
Kebijakan Lingkungan

Bencana Berulang Di Aceh, Penegakan Hukum Dan Mitigasi Lemah

Ilustrasi | Foto: kompas.com

Banda Aceh – Hari ini, lebih dari satu miliar orang di 192 negara diperkirakan ikut dalam hari global aksi politik dan sipil bagi Bumi. Orang-orang akan melakukan berbagai aktivitas seperti event seminar, diskusi, aksi jalanan, berpawai, menanam pohon, membersihkan kota, taman, pantai, saluran air dan berbagai aktivitas lainnya – semua untuk menandai Hari Bumi 2019. Earth Day Network (EDN), Jaringan Hari Bumi, organisasi yang memimpin perayaan Hari Bumi di seluruh dunia, menetapkan tahun 2019 ini sebagai tahun untuk “Melindungi Spesies Kita.

Hari Bumi, secara umum, memunculkan kesadaran yang lebih besar terhadap masalah lingkungan. Jika tidak mampu memperbaiki, maka jangan merusak bumi. Pada hari bumi 22 April tahun ini mari mengajak siapa saja tanpa terkecuali untuk peduli kepada nasib bumi.

Hari bumi penting untuk diperingati dan mengapa kita harus peduli dengan nasib bumi, hal ini tidak lain karena kita semua perlu lebih sadar daripada hari-hari sebelumnya tentang perlunya kasih sayang dan perlindungan bagi lingkungan dan hutan kita. Orang Indonesia, tentunya kita di Aceh, seharusnya lebih memahami kerusakan lingkungan dan perubahan iklim daripada kebanyakan orang, karena kita menghadapinya setiap hari dan hidup penuh dengan berbagai konsekuensinya.

Bencana Banjir Berulang di Aceh Tenggara
Akhir tahun 2018 dan awal tahun 2019, Kabupaten Aceh Tenggara dilanda bencana banjir bandang berulangkali. Kejadian ini tentunya menimbulkan kekhawatiran dan keprihatinan kita semua. Koordinator Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) Aceh, Teuku Muhammad Zulfikar dalam siaran persnya, Senin (22/04/2019) menyebutkan banjir bandang pertama terjadi akhir tahun 2018 yaitu Senin (27/11) pukul 21.30 WIB melanda sejumlah desa di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Badar, Ketambe dan Kecamatan Leuser. Akibatnya tiga rumah hanyut dan 40 lainya rusak.

Tiga hari kemudian, tepatnya Jum’at (30/11) sekitar pukul 19.30 WIB banjir bandang kembali melanda Desa Natam Baru Kecamatan Bandar dan Desa Kayu Metangur di Kecamatan Ketambe yag mengakibatkan belasan rumah rusak dan hanyut. Banjir bandang tersebut juga menutup akses jalan Aceh Tenggara dengan Sumatera Utara akibat jalan tergenang dan tertutup material batu dan pepohonan yang terbawa arus banjir bandang.

Banjir bandang selanjutnya terjadi pada Rabu (26/12) sekira pukul 21.00 WIB kali ini terjadi di Desa Suka Makmur Kecamatan Semadam. Terakhir banjir bandang kembali menerjang Desa Natam Baru Kecamatan Badar, terjadi pada minggu (30/12) sekitar pukul 21.30 WIB mengakibatkan belasan rumah rusak dan hanyut terbawa air, juga berdampak terhadap akses jalan yang menghubungkan Aceh Tenggara ke Sumatera Utara akibat material batu dan kayu gelondongan menutupi jalan.

Selanjutnya di tahun 2019, pada Selasa (19/1) telah terjadi banjir bandang kembali yang menyebabkan 19 Desa terendam banjir, masing-masing 8 Desa di Kecamatan Babussalam (Desa Kota Kutacane, Pulonas, Pulo Latong, Perapat Hulu, Perapat Titi Panjang, Kutacane Lama, Kutarih dan Gumpang Jaya), lalu 7 Desa di Kecamatan Lawe Bulan (Desa Pulonas Baru, Lawe Rutung, Pasie Gala, Bahagia, Kuta Galuh Asli, Perapat Timur, Pasir Bacang Lade), di Kecamatan Bambel sebanyak 3 Desa (Lawe Kiking, Bambel dan Bambel Gabungan) serta 1 Desa yakni Desa Natam di Kecamatan Ketambe. Kejadian ini telah menyebabkan 160 jiwa penduduk mengungsi dan dua Desa di Kecamatan Ketambe terjadi bencana erosi/tanah longsor yang menyebabkan terhambatnya jalur transportasi antara Kutacane dengan Blangkejeren. Lalu catatan YEL, kembali terjadi banjir bandang pada hari Jum’at (29/3) yang berasal dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Singkil dengan lokasi terdampak di Desa Lawe Kinga, Kecamatan Lawe Bulan, Kabupaten Aceh Tenggara.

Solusi; Penegakan Hukum dan Mitigasi
Dari seluruh kejadian banjir bandang tersebut, banyak material berupa batu-batuan dan kayu gelondongan yang terbawa oleh arus banjir bandang. Jelas sekali bahwa ternyata masih banyak dilakukan penebangan liar (illegal logging) di kawasan hutan sekitar DAS. Sehingga tidak ada cara lain, pihak-pihak yang bertangungjawab dalam hal penegakan hukum harus segera bertindak secara cepat dan cermat, jika tidak maka bukan tidak mungkin dalam waktu dekat ini jika kembali hujan maka banjir bandang pasti akan terjadi lagi.

Disamping itu upaya rehabilitasi dan reboisasi menjadi hal yang mendesak. Selain mendorong upaya penegakan hukum, proses mitigasi berupa pendekatan sosial kemasyarakatan juga perlu dilakukan dengan melibatkan masyarakat terdampak. Upaya rehabilitasi dan reboisasi hendaknya tidak dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi pelibatan masyarakat setempat juga menjadi penting untuk menjadikan masyarakat sebagai pelaku utama upaya rehabilitasi dan reboisasi kawasan yang telah rusak.

Bencana yang terjadi secara beruntun di Aceh Tenggara dan juga di wilayah lainnya di Aceh, diakibatkan penggunaan ruang yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan, sehingga menyebabkan akumulasi kerusakan yang terjadi terus menerus dan menyebabkan terjadinya bencana. Padahal kita tahu bahwa Aceh merupakan wilayah dimana ratusan DAS mengalir dari hulu hingga ke hilir di berbagai pelosok wilayah dari desa hingga ke kota.

Saat ini hampir seluruh wilayah DAS di Aceh telah mengalami kerusakan yang sangat parah yang diakibatkan oleh banyak faktor. Diantaranya masih maraknya berbagai aksi perambahan hutan dan penebangan kayu secara ilegal. Konversi lahan baik untuk kepentingan perkebunan skala besar maupun pertambangan, baik tambang skala kecil seperti galian C maupun pertambangan besar yang sangat ekstraktif.

Maraknya berbagai aksi perambahan hutan, dan penebangan kayu di luar prosedur, serta berbagai dampak akibat kebijakan pembangunan yang tidak ramah lingkungan. Oleh karena itu penting sekali para penegak hukum segera bersikap dan bertindak, disamping itu masyarakat dan seluruh komponen harus bahu membahu memberikan penyadaran berupa mitigasi akan betapa pentinggnya menjaga lingkungan dan hutan kita, agar bencana banjir dapat diminimalisir. Hal ini telah membawa kita pada sebuah arah dan tujuan bersama untuk menyelamatkan sumber-sumber kehidupan kita melalui penyelamatan bumi. Akankah kita mewariskan bencana untuk anak cucu kita, keputusannya ada pada diri kita masing-masing. Mari bersikap, karena alam atau bumi yang lestari bukan hanya untuk dinikmati saat ini saja, tapi juga untuk masa depan. Selamat Memperingati Hari Bumi Tahun 2019 (rel)

Tags : aceh tenggarabanjir

Leave a Response