close
Ilustrasi | ROL

Masyarakat Indonesia saat ini sedang menghadapi sebuah peristiwa besar yang hanya terjadi lima tahun sekali. Peristiwa ini adalah pesta demokrasi pemilihan umum anggota legislatif yang bakal berjalan serentak di seluruh Indonesia. Jika Pemilu berlangsung setiap lima tahun sekali dan berlangsung meriah, maka apakah bencana harus berlangsung rutin juga? Mengingat hampir saat bencana datang mengancam terutama dalam musim-musim hujan sekarang.

Pemiluselintas tidak berhubungan langsung dengan upaya-upaya pelestarian dan penyelamatan lingkungan di Aceh. Namun jika ditelisik lebih dalam maka kaitannya ternyata sangat erat, tidak bisa dilepaskan. Calon pemimpin mendatang akan membuat dan menjalankan berbagai kebijakan yang menyangkut pengelolaan sumber daya alam dan pengelolaan lingkungan. Jadi bisa dibayangkan jika nanti anggota legislatif terpilih nanti ternyata tidak memiliki environmental sense yang cukup baik.

Alih-alih menjaga lingkungan malah yang ada (baca: hutan) akan dibabat habis. Banyak cerita yang beredar luas dari satu warung kopi ke warung kopi lainnya bahwa calon anggota dewan melakukan deal dengan pemilik modal untuk menyokong logistiknya. Barternya cukup jelas, calon jika terpilih akan memberikan sejumlah fasilitas ataupun konsesi kepada pemodal tersebut. Mana ada makan siang gratis, kata orang sono. Semuanya mesti dibayar kembali.

Nah kembali dengan pemimpin yang ternyata telah “menggadaikan” alam Aceh kepada pemilik modal. Sebagai pejabat pemerintahan, para pembesar ini cukup mengeluarkan secarik rekomendasi kepada pengusaha agar mereka mulus mengambil alih lahan sumber mata pencarian penduduk. Cerita ini bukanlah isapan jempol semata, banyak sudah terjadi di Nusantara. Hanya saja untuk membuktikan sangat sulit. Sama seperti membuktikan siapakah kentut di kawanan orang ramai.

Maka perlu sekali mengetahui visi “hijau” calon pemimpin masa depan. Masalah lingkungan bukanlah semata santapan LSM lingkungan. Ini adalah PR kita semua agar tidak ada lagi aksi bakar-bakaran oleh masyarakat yang kehilangan lahan dan terancam kelaparan. Melacak rekam jejak visi “hijau” calon pemimpin juga gampang-gampang susah. Butuh kejelian khusus untuk mengetahui apakah mereka pro atau kontra lingkungan.

Pemilu dan bencana menjadi sebuah rangkaian dalam hari-hari belakangan ini. Bencana juga bisa menjadi ajang kampanye para calon. Sebuah cara menumpuk simpati warga bisa mereka temukan. Karungkan bantuan banyak-banyak, kemudian kirim ke Posko pengungsian sambil melambaikan bendera partai atau logo tim sukses.

Maka, mari menjadi pemilih yang cerdas[]

Tags : bencana

Leave a Response