close

08/11/2013

Flora Fauna

KSDA Sita Ratusan Kukang dari Pedagang

Seksi Konservasi Wilayah I Serang Balai Besar KSDA Jawa Barat menggagalkan perdagangan dan menyita sebanyak 238 ekor kukang Sumatera (Nycticebus coucang) dari tangan pedagang kemarin, Rabu (6/11/2013). Kukang sitaan yang dijadikan sebagai barang bukti ini, dititiprawatkan di Pusat Rehabilitasi Satwa Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (Yayasan IAR Indonesia/YIARI) di Ciapus, Bogor.

Plh. Bidang Wilayah I KSDA Bogor, Ari Wibawanto, S.Hut., M.Sc., menjelaskan bahwa langkah tegas ini diambil sebagai salah satu manifestasi penegakkan hukum dan diharapkan dapat memberikan efek jera kepada pelaku perdagangan satwa liar dilindungi ini. Perdagangan ini bertentangan dan melanggar UU-RI Nomor 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Lebih lanjut Ari Wibawanto menambahkan, bahwa pelaku penjual satwa ini akan dijerat dalam perkara tindak pidana dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara atau denda subsider sebesar Rp100,000,000,-. Proses pemberkasan akan segera dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan dan diputuskan hukumannya.

Direktur Eksekutif Yayasan IAR Indonesia, Agustinus W. Taufik, Ph.D., menyampaikan bahwa Yayasan memiliki komitmen penuh dan akan mendukung pemerintah dalam upaya penyelamatan dan konservasi satwa dilindungi serta penegakkan hukum, karena upaya ini sejalan dengan visi dan misi Yayasan.

Kukang adalah salah satu satwa dilindungi yang menjadi fokus Yayasan IAR Indonesia untuk program penyelamatan, rehabilitasi dan pelepasliaran satwa. Agustinus juga menerangkan bahwa Yayasan saat ini memiliki kapasitas tampung yang terbatas dan perlu memperhatikan aspek animal welfare, sehingga kesejahteraan satwa tetap terjaga. Hal ini mengingat, bahwa satwa kukang yang sudah siap dilepasliarkan saat ini masih berada di pusat rehabilitasi Ciapus dan masih menunggu izin dan lokasi pelepasliaran.

Program pelepasliaran ini tidak akan dapat berjalan dengan sesuai tanpa adanya dukungan dari pihak-pihak terkait. Badan konservasi dunia IUCN (International Union for Conservation of Nature), memasukkan kukang dalam kategori rentan (Vulnerable) dan terancam punah (Endangered), dan masuk dalam Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) yang melarang semua perdagangan satwa ini.

Hasil pemeriksaan medis kukang sitaan mengindikasikan, bahwa satwa ini mengalami beberapa masalah kesehatan, antara lain: dehidrasi, malnutrisi dan stres tinggi. Dengan dukungan pemerintah diharapkan satwa kukang ini dapat segera dilepasliarkan kembali ke habitat alamnya. Pada hakekatnya upaya pelestarian adalah ketika satwa liar dapat hidup di habitatnya dengan layak dan menjalankan fungsi ekologisnya secara alamiah, dan bukan di dalam kadang/kurungan.  [rel]

read more
Ragam

Otoritas Bursa Saham Kanada Respon East Asia Mineral

Dua lembaga yang memiliki otoritas dalam industri dan perdagangan di Kanada merespon sikap East Asia Minerals, perusahaan tambang emas dari Kanada yang ingin mengeksploitasi emas di Aceh. Kedua lembaga itu adalah bursa saham TSX Venture Exchange dan Investment Industry Regulatory Organization of Canada (IIROC) selaku lembaga yang menerbitkan aturan main bagi perusahaan di sana.

Respon dua lembaga itu menyatakan sikap mereka terkait tindakan East Asia Minerals yang ingin mengeruk emas di Gunung Miwah, Geumpang, Pidie, yang terletak di kawasan hutan lindung.

TSX Venture Exchange berjanji akan mempelajari kasusnya. Mereka juga akan menyurati East Asia Minerals untuk dimintai keterangannya.

“We will correspond directly with the Company (East Asia Minerals) should we decide to proceed with a formal review of this matter,” tulis TSX Venture Exchange dalam surat elektronik bertanggal  6 November 2013.

Sedangkan Investment Industry Regulatory Organization of Canada (IIROC) mengatakan, lembaga ini hanya mengurusi regulasi untuk perusahaan yang  beroperasi di Kanada. Sedangkan lembaga yang mengatur regulasi bagi perusahaan Kanada yang beroperasi di luar negeri adalah British Columbia Securities Commission.  Namun demikian, mereka berterima kasih atas informasi yang telah diberikan.

East Asia Minerals mengusai 85 persen saham tambang emas di Gunung Miwah, Pidie, areal yang yang disebut-sebut menyimpan potensi emas.  Perusahaan ini telah meneliti kandungan emas di sana sejak 2008.

Temuan emas itu telah membuat nilai saham East Asia Minerals terdongkrak bursa saham Kanada. Dalam laporan hasil survei, East Asia menyebutkan kandungan emasnya diperkirakan sebanyak 3,14 juta ons. Itu belum termasuk tembaga dan perak yang diperkirakan juga tak kalah banyaknya.

Disebutkan, proyek emas Miwah berjarak sekitar 150 kilometer dari Banda Aceh, berada di kawasan pegunungan Bukit Barisan. Di sekitar area tambang ada dua gunung api: Gunong Peuet Sagoe, dan Bur Ni Telong. Kedua gunung ini masing-masing berjarak sekitar 8 dan 60 kilometer dari lokasi.

“Topografinya curam dan terjal pada ketinggian berkisar antara 1.500-2.000 meter di atas permukaan laut, sebagian besar tertutup oleh hutan hujan dan vegetasi tropis. Proyek Miwah dapat diakses dari Geumpang oleh mobil 4WD sepanjang 8 kilometer, dan dilanjutkan dengan berjalan kaki 9 kilometer atau alternatif dengan helikopter langsung ke lokasi proyek.”

Namun, sejak temuan itu dipublikasikan, rencana mengeruk emas dari Gunung Miwah belum terwujud. Penyebabnya, daerah temuan emas itu termasuk dalam kawasan hutan lindung yang berfungsi sebagai daerah resapan air. Padahal, awalnya East Asia Minerals menarget memulai pengerukan emas pada November 2012.

Lambannya realisasi penambangan emas itu membuat market cap East Asia rontok. Jika pada 2010 nilai kapitalisasi pasarnya mencapai $2,16 miliar, pada Mei 2012 turun menjadi $48 juta. Per 16 April 2013 melorot menjadi $ 18 juta. Pada 23 September 2013, turun lagi menjadi $11,02 juta.

Untuk meningkatkan kepercayaan investor dan mendongkrak nilai perusahaannya, pada April 2013, CEO East Asia Minerals Edward C. Rochette membuat pernyataan mengejutkan: mereka terlibat aktif dalam proses reklasifikasi fungsi hutan di Aceh. East Asia ingin status hutan lindung di Gunung Miwah menjadi hutan produksi.

Untuk mewujudkan rencana itu, East Asia menggandeng Fadel Muhammad, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, yang juga mantan Gubernur Gorontalo.

Fadel disebut sebagai orang yang akan membantu East Asia mendapatkan konsesi tambang. ”Fadel akan memberi bantuan tak ternilai dalam menangani konsesi milik East Asia Minerals di Sangihe, Miwah, serta wilayah lain yang mungkin diakuisisi di masa depan. Sebagai imbalannya, Fadel akan mendapat peluang untuk memiliki saham,” demikian bunyi pernyataan itu.

Meskipun temuan emas Miwah telah membuat saham East Asia meroket di pasar modal sejak dua tahun lalu, anehnya, pemerintah Pidie malah mengaku tidak pernah memberikan izin tambang emas untuk perusahaan Kanada itu.

“Kami tidak pernah berhubungan dengan East Asia Minerals. Lagi pula kita tidak bisa memberi izin pertambangan yang berada di kawasan hutan lindung,” kata Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Energi dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Pidie, Mukhtar Usman saat dihubungi melalui telepon selular, Selasa, 24 September 2013.

Mukhtar menjelaskan, saat ini ada 14 perusahaan tambang emas yang beroperasi di Geumpang, Pidie. Namun, tidak ada nama East Asia Minerals di sana. Padahal, pada Desember 2012, East Asia mengaku telah memperoleh perpanjangan izin atas 4 IUP di Miwah. Izin itu berlaku hingga 30 November 2014.

Lantas, bagaimana East Asia bisa merangsek hingga ke Gunung Miwah? “Kemungkinan mereka bekerjasama dengan perusahaan lokal yang kita beri izin. Kalau kejadiannya seperti itu, kita juga tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Muhktar.

Siapa saja perusahaan lokal itu? Mukhtar mengaku tidak tahu persis. Namun, ia mendengar ada 4 perusahaan lokal yang menjadikan East Asia sebagai konsultan. Keempat perusahaan itu adalah  PT Komuna Karya, PT Bayu Nyohoka, PT Parahita Sanu Setia, dan PT Krueng Bajikan. Kata dia, keempat perusahaan itulah yang mendapat izin IUP pada 2009, lalu diperpanjang pada 2012 dengan masa berlaku hingga 2014.

“Bisa jadi mereka mengajak East Asia untuk mendapat dukungan modal. Namun, saya pastikan pemerintah daerah tidak punya hubungan dengan East Asia Minerals,” kata Mukhtar.

Pernyataan Mukhtar bisa jadi benar. Namun, simaklah pengakuan East Asia Minerals yang termuat dalam sebuah presentasi pada Mei 2013. Presentasi itu dimuat di situs mereka dan bisa diakses siapa saja. “Bupati dan manajemen telah bertemu dengan Wakil Menteri Kehutanan.”

Dalam poin berikutnya disebutkan,”Bupati menandatangani Surat Rekomendasi untuk Gubernur mengenai permohonan perubahan klasifikasi kehutanan dari hutan lindung menjadi hutan produksi.”

Manajemen East Asia yakin perubahan status itu akan diperoleh dalam waktu 6 hingga 24 bulan. Dalam presentasi itu juga disebutkan East Asia memegang 85 persen dari total kandungan emas Miwah. Sisa 15 persen milik perusahaan lokal.

Sumber : atjehtoday.com

read more
Perubahan Iklim

Indonesia Berharap COP-19 Warsawa Hasilkan Kesepakatan Tegas

Delegasi Republik Indonesia (Delri) akan mengikuti Konferensi Perubahan Iklim atau Conference of the Parties (COP) ke-19 dari Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) di Warsawa, Polandia, pada 11 – 22 November 2013. Pertemuan COP19 merupakan tonggak penting dalam pembahasan kesepakatan multilateral baru untuk aksi perubahan iklim pasca 2020 yang akan disepakati pada 2015 (selanjutnya disebut kesepakatan 2015), yang diharapkan mengikat (legally binding) dan melibatkan semua negara Pihak (applicable to all parties).

Negara-negara UNFCCC telah menyepakati bahwa pada akhir 2014 (pada COP20 di Peru) akan dihasilkan draft teks kesepakatan untuk dapat difinalkan di pertengahan 2015. Selanjutnya kesepakatan ini dapat diadopsi pada akhir 2015 dalam COP21 di Paris, Perancis.

“Indonesia mengharapkan kesepakatan 2015 akan mencerminkan komitmen yang lebih kuat dari semua pihak untuk melakukan aksi mitigasi dan adaptasi yang kongkrit dan ambisius, dengan panduan aturan dari UNFCCC, dan berlandaskan pada prinsip keadilan dan tanggung jawab bersama yang dilaksanakan secara berbeda-beda sesuai kontribusi emisi gas rumah kaca dan kemampuan masing-masing,” kata Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Rachmat Witoelar, yang juga adalah Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim yang akan bertindak sebagai Ketua Delri.

Menurut Rachmat, prinsip keadilan tersebut sangat penting mengingat Indonesia sebagai negara berkembang memiliki kebutuhan pembangunan yang tinggi, tapi telah berkomitmen untuk membantu dunia mencegah kenaikan suhu rata-rata global dengan menerapkan pembangunan rendah emisi karbon. Keadilan tersebut perlu diwujudkan antara lain dengan penyediaan pendanaan oleh negara maju untuk membantu negara-negara berkembang meningkatkan investasi dalam kegiatan-kegiatan pembangunan rendah karbon, di samping untuk membiayai upaya-upaya mengatasi berbagai dampak buruk akibat perubahan iklim.

“Kesepakatan 2015 menjadi kelanjutan logis penanganan perubahan iklim global sesuai Bali Action Plan. Sekarang waktunya bagi dunia untuk menunjukkan ambisinya dan bertindak lebih nyata,” lanjut Rachmat Witoelar dalam konferensi pers Delri di Kantor DNPI, pada Kamis (07/11/2013).

Selain membahas kesepakatan untuk aksi pasca 2020, Delri juga akan memperjuangkan pandangannya terkait aksi mitigasi dan adaptasi hingga tahun 2020. Delri akan menekankan pentingnya peningkatan komitmen dan aksi negara maju untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) di bawah Protokol Kyoto periode komitmen kedua dan juga di bawah Konvensi UNFCCC, untuk memastikan pencapaian target global, yaitu kenaikan suhu rata-rata global tidak lebih dari 2 derajat Celcius pada tahun 2020 dibandingkan dari suhu global sebelum Revolusi Industri.

Salah satu tindakan nyata yang diperlukan adalah segera meratifikasi Doha Amendement untuk kekuatan hukum implementasi Protokol Kyoto periode komitmen kedua.

Sedangkan untuk isu pendanaan, Delri akan menekankan bahwa negara maju tidak dapat menunda lagi realisasi komitmen pendanaan sebesar USD100 miliar per tahun sampai 2020 seperti yang telah dijanjikan pada COP-15 tahun 2009 di Copenhagen, Denmark. Urgensi tersebut mengingat berakhirnya fast start finance—pendanaan untuk periode 2010-2012—dan kondisi kritis keuangan dana-dana multilateral untuk aksi perubahan iklim seperti Green Climate Fund dan Adaptation Fund.

Pendanaan USD100 miliar tersebut untuk membiayai berbagai aksi mitigasi dan adaptasi di negara berkembang, termasuk pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi lahan (REDD+), pengembangan energi terbarukan, pengembangan dan alih teknologi untuk berbagai kebutuhan pembangunan rendah karbon, penyediaan ganti rugi akibat kejadian-kejadian slow onset (termasuk kenaikan tingkat permukaan air laut), peningkatan ketahanan fisik-sosial-ekonomi komunitas rentan menghadapi masalah-masalah perubahan iklim, dan masih banyak lagi, yang semuanya membutuhkan pendanaan yang cukup besar dan tidak dapat dipenuhi oleh anggaran pemerintah negara-negara berkembang.

Contohnya, anggaran pemerintah Indonesia saat ini hanya mampu memenuhi 16 persen dari seluruh kebutuhan pendanaan untuk target penurunan emisi GRK sebesar 26% hingga 2020.

Indonesia menyepakati perlunya diversifikasi sumber pendanaan, baik dana publik maupun swasta, melalui mekanisme pasar dan non-pasar serta dari sumber dalam negeri dan internasional baik dari jalur multilateral, bilateral maupun sumber-sumber alternatif lainnya.

Rachmat Witoelar juga menyampaikan bahwa selama ini Indonesia banyak mendapatkan apresiasi karena peran aktifnya dalam penanganan perubahan iklim. Dalam kesempatan COP-19, Indonesia diminta untuk berperan dalam beberapa pertemuan tingkat menteri, termasuk menjadi co-chair dalam High-Level Panel on the Land Sector and Forests dalam High-Level segment COP-19 yang akan diselenggarakan oleh Presiden COP19 dan Pemerintah Finlandia.[]

read more
Perubahan Iklim

Ini yang Terjadi di Indonesia bila Es Kutub Meleleh

Es di kutub utara dan selatan mencakup 10 persen dari permukaan Bumi. Jumlah es diperkirakan mencapai 5 miliar kubik. Apa yang terjadi pada dunia, khususnya Indonesia, bila seluruh es tersebut meleleh?

National Geographic membuat sebuah peta interaktif. Peta memperlihatkan bahwa ketika seluruh es meleleh, permukaan laut akan semakin tinggi, banyak daratan hilang, pegunungan jadi pulau, dan manusia bakal merugi.

Di peta wilayah Asia, bisa dilihat dampak melelehnya es kutub pada Indonesia. Terlihat, garis pantai lebih menjorok ke
dalam. Artinya, daratan Indonesia akan berkurang secara signifikan dan berubah menjadi lautan. Dapat dilihat pula, wilayah laut Indonesia menjadi lebih “bersih”. Artinya, banyak pulau-pulau di Indonesia yang akan hilang tenggelam. Wilayah Kalimantan sendiri akan kehilangan banyak daratan, membuat Indonesia kehilangan banyak wilayah hutan.

Dampak yang bisa dibayangkan, banyak spesies eksotik di Indonesia, seperti harimau sumatera, orangutan sumatera dan Kalimantan, serta banyak lagi, akan terganggu. Banyak masyarakat adat yang bergantung pada hutan akan semakin sulit untuk hidup.

Peta juga memperkirakan apa yang akan terjadi pada wilayah Asia lain. Delta Sungai Mekong akan tergenang. Dampaknya, wilayah China, India, dan Banglades akan banjir. Sebanyak 760 juta populasi, berdasarkan hitungan saat ini, akan dirugikan.

Di wilayah Eropa, diperlihatkan bahwa dengan melelehnya seluruh es, London hanya akan menjadi kenangan. Begitu juga dengan Venesia, Belanda, dan Denmark. Di Amerika Utara, dampaknya ialah wilayah San Francisco yang akan menjadi kluster pulau.

Ilmuwan memperkirakan, mungkin butuh waktu lebih dari 5.000 tahun bagi semua es untuk meleleh. Namun, bila manusia terus memakai bahan bakar fosil dan beraktivitas seperti biasa hingga menambahkan triliunan ton karbon ke atmosfer, Bumi akan makin panas dan es meleleh cepat.

Bumi terakhir mengalami masa yang sangat panas dan bebas es pada 34 juta tahun lalu, zaman Eocene. Jika gas rumah kaca di atmosfer terus bertambah, bukan tidak mungkin masa itu terulang kembali.

Untuk wilayah Antartika Barat saja, sejak tahun 1992, es sudah meleleh. Laporan National Geographic menyatakan bahwa jumlah es yang meleleh sekitar 65 juta metrik ton. Es di Greenland juga dilaporkan meleleh signifikan.

Sumber : National Geographic

read more
Kebijakan Lingkungan

Hakim Sita Lahan PT. Kalista Alam di Rawa Tripa

Ketua Hakim Majelis perkara perdata No.12/PDT.G/2012/PN-MBO di Pengadilan Negeri Meulaboh, Rahmawati SH mengabulkan permintaan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk menyita lahan seluas 5.769 hektar lahan milik PT. Kallista Alam yang terletak di hutan gambut Rawa Tripa. Lahan berada di Desa Pulo Kruet Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya.

“Permohonan Kementerian Lingkungan Hidup atas sita jaminan ini dikabulkan,” kata Ketua Majelis Hakim saat berlangsung sidang penyerahan kesimpulan dan bukti tambahan, Kamis (7/11/2013) di PN Meulaboh, Aceh Barat.

“Kita minta penggugat dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dapat segera melengkapi berkas dan syarat-syarat terkait penetapan sita tersebut,” kata Rahmawati lagi.

Kuasa Hukum KLH, Syafruddin SH menegaskan permohonan sita jaminan lahan milik PT. Kalista Alam ini untuk menjamin pemenuhan kewajiban tergugat membayar ganti rugi sebagaimana dalam pokok perkara gugatan perdata.

Menanggapi masalah penetapan sita ini, Kuasa Hukum PT. Kalista Alam, Alfian C. Sarumaha SH mengatakan penetapan sita lahan PT Kalista Alam tidak mengganggu operasional perusahaan kelapa sawit tersebut.

“Operasional perusahaan tetap boleh dilakukan, tapi yang tidak boleh adalah lahan tersebut dipindahtangankan atau di jual kepada pihak lain,” ujar Alfian yang didampingi tim kuasa hukumnya yang lain, Rebecca F. E Siahaan dan Irianto Subiakto SH.

Selain menetapkan sita lahan, Rahmawati SH menunda agenda persidangan menjadi Kamis 14 November 2013 pekan depan dengan agenda penyerahan kesimpulan PT. Kalista Alam (KA).

“Sebenarnya kami sudah siapkan kesimpulan PT. Kalista Alam, tapi karena ada bukti tambahan dari KLH maka kami (red- kuasa hukum PT. KA) akan mempelajari kembali bukti tersebut, karena yang diklaim oleh KLH seluas 1.000 hektar lahan yang terbakar,” kata pengacara PT. KA, Alfian C. Sarumaha dalam persidangan tersebut.

“Pekan depan kami akan serahkan kesimpulan PT. Kalista Alam,” kata rekannya yang lain, Irianto Subiakto SH sembari mengatakan bukti tambahan itu harus kita tanggapi, karena kita ngak tahu penjelasan dari peta-peta tersebut.

Bukti tambahan KLH merupakan peta blok kebun.

Tuntutan Pidana

Selain kasus perdata menimpa PT Kallista Alam, kasus pidana juga menyeret Direktur Utama perusahaan ini, SR. Dakwaan pidana itu terkait pembukaan lahan hutan gambut Rawa Tripa tanpa izin dan melakukan pembakaran hutan secara ilegal.

Pengacara PT. Kalista Alam, Alfian C. Sarumaha mengaku surat dakwaan Pidana terhadap PT. Kalista Alam sudah masuk ke Pengadilan Negeri Meulaboh. “Dakwaan tersebut harus dibatalkan,” katanya Kamis (7/11/2013) di PN Meulaboh.

Ia mengatakan dakwaan pidana itu tidak lengkap dan tidak jelas. ” Kita akan ajukan tanggapan terhadap surat dakwaan pidana itu pada Selasa (12/11/2013),” katanya lagi.

Menurut sumber di PN Meulaboh, sidang perdana kasus pidana itu mulai digelar pada Senin (28/10/2013) dengan agenda pembacaan surat dakwaan. Sidang berikutnya yaitu mendengar tanggapan dari terdakwa melalui kuasa hukumnya akan berlangsung pada Selasa (12/11/2013).

Dakwaan Pidana ini terdaftar di PN Meulaboh nomor 131/pid.B /2013/PN MBO dengan Paniteranya Mawardi SH. Kemudian No. 132/Pid.B/2013/PN MBO Paniteranya bernama Zamzami dan 133/Pid.B/2013/PN MBO dengan Panitera M. Nazir.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kasus Pidana untuk dakwaan pidana ini bernama Rahmat Nur Hidayat SH. Sedangkan
para hakimnya bernama Arman Surya Putra SH, Dedy SH dan Rahma Novatiana SH. Terdakwa dalam dakwaan ini disebutkan yaitu PT. Kalista Alam/SR. Disebut-sebut jumlah saksi dalam dakwaan ini sebanyak 18 orang.[]

Sumber: acehterkini.com

read more