close
Kebijakan Lingkungan

Aktivis Lingkungan Minta Menhut Tak Izinkan Jalan Tambang

Ilustrasi | Foto: Burung Indonesia

Penolakan Hutan Harapan dibuka buat jalan angkut hasil tambang, tak hanya datang dari manajemen pengelola kawasan ini, PT Restorasi Ekosistem Indonesia (Reki). Organisasi lingkungan, Greenpeace juga menyuarakan agar Menteri Kehutanan, tak memberikan izin pembukaan jalan itu.

Greenpeace di Indonesia, pada 12 Juli 2013, telah menyurati Menteri Kehutanan (Menhut), Zulkifli Hasan,  agar tak memberikan izin jalan angkut batubara di Hutan Harapan kepada perusahaan tambang PT Musi Mitra Jaya (MMJ).  “Kami khawatir, kalau izin jalan ini disetujui, dampak sudah hampir dipastikan lebih banyak negatif daripada positif,” kata Longgena Ginting, Kepala Greenpeace Indonesia, di Jakarta, 24 Oktober 2013.

Greenpeace berpandangan,  kepentingan ekonomi tak seharusnya selalu ditempatkan di atas kepentingan lingkungan dan sosial. “Kami sudah menyampaikan pandangan kami kepada Menhut Zulkifli melalui surat.”

Dalam surat itu, Greenpeace menyatakan, usulan jalan angkut batubara ini sangat berpotensi merusak dan menghancurkan kawasan hutan dataran rendah tersisa di Sumatera yang kaya flora dan fauna. Jalan ini,  bisa menyebabkan fragmentasi habitat dan menutup akses pergerakan satwa liar termasuk yang dilindungi.

Jika jalan dibuka, dapat mendorong kepunahan satwa seperti harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), gajah asia (Elephas maximus), beruang madu (malayan sun bear), ajag (Cuon alpinus) dan ungko (Hylobates agilis). Satwa-satwa bisa stres karena kebisingan dan gangguan lalu lintas 35 truk setiap jam dengan kapasitas 100 ton atau sekitar 800 truk per hari. Ia juga dapat menimbulkan erosi dan polusi.

Tak hanya itu. Surat Greenpeace menyatakan, usulan ini bertentangan dengan upaya pemulihan ekosistem dan kebijakan Menhut tentang pedoman pinjam pakai kawasan hutan. Dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 4/2009 juga menyebutkan, aktivitas pengangkutan tambang batubara termasuk kegiatan pertambangan.

Jalan angkut batubara ini, akan menyebabkan dampak kerusakan hutan yang berpotensi pada kerawanan pangan bagi 200 keluarga Batin Sembilan yang tergantung Hutan Harapan. Ia juga bisa mendorong perambahan baru dan pelaku illegal logging yang akan memperburuk kondisi dan kehancuran hutan ini.

Greenpeace menyatakan, kawasan restorasi ekosistem di Sulawesi Selatan dan Jambi, yang pertama di Indonesia, sekaligus terbesar di dunia. Ia menjadi perhatian publik baik nasional maupun internasional, dan mendapat dukungan masyarakat gobal.  “Jika rencana pembangunan jalan angkut disetujui Kementerian Kehutanan, akan banyak berdampak negatif, dan menurunkan citra Indonesia di mata internasional,” bunyi surat Greenpeace.

Manajer Energi dan Tambang Walhi Nasional Pius Ginting, juga angkat bicara. Dia merasa aneh bila Menhut sampai mengeluarkan izin jalan angkutan batubara di kawasan restorasi ekosistem. Sebab, dia juga yang memberikan izin wilayah itu menjadi restorasi ekosistem.

“Batubara itu sumber utama gas rumah kaca, karbon diserap kawasan RE. Pembolehan angkutan batubara lewat kawasan RE menunjukkan pemerintah saat ini telah mencapai tingkat fundamentalis pro batubara.” Pemerintah pro batubara ini juga terlihat pada proyek ambisius rel kereta api yang hendak dibuat di Kalimantan, dan Jambi.

Hutan Harapan adalah eks pengusahaan hutan produksi yang dialihkan ke restorasi ekosistem untuk dikelola dan dipulihkan. Izin pengelolaan Hutan Harapan berdasarkan SK Menhut No 293/Menhut-II/2007 mengenai IUPHHK RE seluas 52.170 hektar di Sumsel. Lalu, SK Menhut No 327/Menhut-II/2010, tertanggal 23 Mei 2010 tentang izin IUPHHK RE seluas 46.385 hektar di Jambi.

Hutan ini dikelola lembaga non profit yang dibantu lembaga donor. Cikal bakalnya, Bird Life Internasional, RSPB dan Burung Indonesia membentuk Yayasan Konservasi Ekosistem Hutan Indonesia. Lalu, yayasan ini membentuk PT Restorasi Ekosistem Indonesia (PT Reki). Pendanaan PT Reki lewat yayasan ini.[]

Sumber: mongabay.co.id

Leave a Response