close

December 2013

Perubahan Iklim

Jumlah Korban Bertambah, Warga Semakin Rentan Bencana

Bencana pada tahun 2013 sampai bulan November 2013 terdapat 973 kejadian bencana. Sementara tahun 2012 mencapai 1.842 kejadian. Uniknya, jumlah korban dan kerugian harta benda akibat bencana justru mengalami peningkatan. Jumlah korban meninggal dan hilang meningkat dari 483 jiwa menjadi 690 jiwa. Jumlah penyintas yang mengungsi juga mengalami peningkatan dari 956.455 menjadi 3.168.775 jiwa. Kerusakan rumah juga mengalami peningkatan dari 54,626 menjadi 74,246.

Data ini menggambarkan tingkat kerentanan masyarakat menghadapi bencana semakin tinggi, padahal investasi anggaran untuk peningkatan kapasitas kelembagaan dan masyarakat telah mengalami peningkatan. Pada tahun anggaran 2013, alokasi anggaran untuk kebencanaan yang dikelola langsung oleh BNPB mencapai Rp 1,3 triliun. Angka ini belum memasukkan data kebencanaan yang dikelola oleh kementerian atau lembaga lain selain pemerintah.

Menurut Syamsul Ardiansyah, Kepala Divisi Advokasi, Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (Planas PRB), “kondisi ini menggambarkan peningkatan alokasi anggaran untuk kebencanaan, belum secara signifikan berkontribusi pada peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana.

Sementara masyarakat yang berada di “garis depan” dan berhadapan langsung dengan ancaman bencana belum banyak tersentuh oleh program-program penguatan kapasitas yang dilakukan pemerintah. Harus diakui, terobosan-terobosan kebijakan, seperti “desa tangguh” masih belum berdampak pada peningkatan kapasitas masyarakat.

Selain alokasi anggaran yang belum efektif, meningkatnya kerentanan masyarakat bisa jadi disebabkan oleh semakin buruknya daya dukung sosial-ekonomi dan lingkungan masyarakat. Investasi ekonomi yang tidak memperhatikan aspek-aspek keberlanjutan, khususnya di sektor perkebunan dan industri ekstraktif, telah turut memperburuk kerentanan masyarakat.

Investasi yang tidak memperhatikan keberlanjutan tidak hanya memperburuk kondisi lingkungan, melainkan juga meningkatkan kerentanan sosial dalam bentuk konflik dan kekerasan. Menurut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), kekerasan berlatarkan sengketa agraria pada tahun 2013 telah mengakibatkan 21 jiwa tewas, 30 tertembak, 130 luka akibat penganiayaan, dan 239 warga ditahan.

Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana mencatat setidaknya terdapat lima rekomendasi umum untuk pembenahan penanggulangan bencana di Indonesia. Pertama, meningkatkan efektifitas penganggaran PB dari pemerintah. Meningkatnya jumlah korban jiwa pada tahun 2013 pada saat kejadian bencana yang justru menurun menunjukkan pentingnya mengakselerasi perbaikan kapasitas respon dari aparatur pemerintah di bidang Penanggulangan Bencana.

Kedua, di samping program Desa Tangguh yang disponsori BNPB, pemerintah sebenarnya memiliki program-program sejenis yang berorientasi pada peningkatan ketangguhan masyarakat. Hanya saja, program-program tersebut terkesan berjalan sendiri-sendiri secara sektoral dan tidak terhubung. Kohesi antar program pemerintah untuk ketangguhan masyarakat akan memberikan kontribusi signifikan dalam pengurangan kerentanan masyarakat.

Ketiga, investasi pengurangan risiko bencana hendaknya secara konkret diarahkan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat di garis depan (frontline) ancaman bencana. Upaya-upaya mitigasi struktur maupun non-struktur dalam bentuk peningkatan kesiapsiagaan masyarakat di garis depan ancaman harus mendapatkan perhatian dan dukungan dari pemerintah.

Keempat, pembangunan ekonomi yang memperhatikan keberlanjutan sosial ekonomi dan lingkungan serta hak asasi manusia. Pada saat ini, sebagian wilayah di Indonesia sudah mulai menuai dampak buruk dari praktik-praktik pembangunan yang tidak memperhatikan keberlanjutan dan hak asasi manusia.

Dimasa yang akan datang, konflik yang disertai dengan kekerasan dan bencana akibat kerusakan lingkungan akan semakin mengalami peningkatan. Oleh karena itu, hal yang paling penting dilakukan sekarang adalah; pertama, melakukan audit lingkungan terhadap seluruh proyek-proyek investasi disektor perkebunan dan pertambangan.

Kedua, secara konsisten menerapkan prinsip-prinsip free prior informed consent (FPIC) terhadap seluruh proyek investasi yang akan dilaksanakan di Indonesia.

Kelima, tahun 2014 adalah tahun politik. Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (Planas PRB) mendorong agar isu kebencanaan menjadi salah-satu agenda politik nasional. Investasi pengurangan risiko bencana perlu ditingkatkan sebagai upaya untuk mengurangi kerentanan di masa yang akan datang.[rel]

read more
Flora Fauna

Komodo yang Gamang Hadapi Masa Depannya

Berikut ini cara menangkap naga; Sembelih seekor kambing. Minta bantuan beberapa teman yang kuat untuk meng­angkat tiga perangkap baja sepanjang tiga meter, bawa beberapa karung berisi daging kambing, lalu tempuh perjalanan beberapa kilometer naik turun bukit yang melelahkan. Jangan hiraukan panas di atas 30 derajat yang membuat kita merasa seperti bakpao dalam kukusan.

Pasang perangkap pertama dengan umpan beberapa kerat daging, lalu gantung karung ber­isi daging. Kemudian tempuh lima atau enam kilometer lagi, lakukan hal yang sama. Kembali ke kemah; isi ember dengan air dingin lalu siramkan ke kepala. Tidur. Periksa semua perangkap setiap pagi dan sore selama dua hari ke depan. Kemungkinan besar kosong, tetapi jika nasib sedang bagus, saat kita mendekat, ter­lihatlah isinya: kadal terbesar di dunia, raksasa berwajah bengis yang bernama komodo.

Orang yang merancang metode ini adalah Claudio Ciofi. Pria berusia akhir 40-an ini adalah seorang ahli biologi dan dosen di Università degli Studi di Firenze. Dia datang ke Indonesia pada 1994 dalam rangka penelitian doktoral mengenai genetika komodo. Kemudian dia melihat langsung fosil hidup tersebut. Dia terpesona. Saat itu, tidak ada ilmuwan lain yang mempelajari spesies ini.

“Saya mengira akan menemukan organisasi yang meneliti komodo,” kenangnya. “Satwa ini sama menarik dan memukaunya dengan hari­mau dan orangutan. Namun, ternyata tidak ada orang yang meneliti komodo.”

Jadi, Ciofi memperluas cakupan penelitian­nya. Dia berusaha mempelajari setiap aspek ke­hidupan hewan tersebut. Dengan gigih dan tanpa gembar-gembor, dia bersama para peneliti terkemuka dari Indonesia dan Aus­tralia memberikan sumbangsih besar pada pe­ngetahuan kita tentang spesies tersebut dan ber­usaha meningkatkan peluang hidup komodo di tengah persoalan abad ke-21. Meskipun ter­masuk keluarga naga dan dapat tumbuh hingga sepanjang tiga meter dengan berat hampir 90 kilogram, spesies ini tetap rentan terhadap masalah modern yang merundung dunia binatang, mulai dari hilangnya habitat sampai perubahan iklim.

Satwa dari famili Varanidae ini telah melalui banyak siklus perubahan dengan selamat. Spesies yang satu ini mungkin muncul lima juta tahun yang lalu, tetapi genusnya telah berumur sekitar 40 juta tahun, sementara nenek moyang dinosaurusnya hidup 200 juta tahun yang lalu.

Varanus komodoensis memiliki gaya hidup kadal tulen—berjemur matahari, berburu dan makan bangkai, bertelur dan menjaga telurnya, lalu membiarkannya setelah menetas. Komodo umumnya hidup sampai umur 30 hingga 50 tahun, dan menghabiskan sebagian besar waktunya hidup menyendiri. Sementara itu, kawasan hidupnya di dunia sangat kecil: Hewan ini hanya ditemukan di beberapa pulau di Asia Tenggara, semua di Indonesia.

Catatan paling awal mengenai kadal yang luar biasa ini mungkin keterangan “Hc sunt Dracones”, artinya “di sini ada naga”, yang ter­cantum pada peta kuno Asia. Dan orang pertama yang melihat binatang itu pasti akan menambahkan: Hati-hati! Komodo yang jago berburu ini dapat berlari sampai 19 kilometer per jam meski tidak tahan lama. Reptil ini menyergap mangsa dengan tiba-tiba, merobek daging yang paling lembut, biasanya perut, atau melukai kaki.

Untuk memastikan kematian mangsanya, sang naga ini—boleh dikata—dapat menyemburkan api. Mulutnya berleleran liur berbisa yang membuat darah tidak dapat membeku. Jadi, korban gigitannya kehabisan darah dengan cepat. Korban terluka yang berhasil lolos kemungkinan besar akan terkena patogen dari sumber air, mengakibatkan infeksi. Jadi, begitu tergigit, kematian hampir tidak terelakkan. Dan komodo bisa sangat sabar.

Satwa ini juga makan bangkai—tidak ada makanan, baik hidup atau mati, yang ditampik oleh makhluk oportunistis ini. Makan bangkai memerlukan energi yang lebih sedikit daripada ber­buru, dan komodo dapat mendeteksi aroma bangkai yang membusuk dari jarak jauh. Hampir tidak ada yang terbuang.

Meskipun komodo memiliki kebiasaan yang jorok, warga belum tentu takut dan jijik terhadapnya. Di desa Komodo, saya naik tangga kayu reyot ke rumah panggung milik seorang tetua yang bernama Caco. Menurut perkiraannya, usianya 85 tahun. Pemandu saya menyebut bahwa pria kurus berkacamata ini pakar komodo; sang tetua tidak menyanggah sebutan tersebut. Saya menanyakan pendapat warga desa tentang komodo dan ancaman bahayanya.

“Kami di sini menganggap hewan tersebut nenek moyang kami,” katanya. “Makhluk keramat.”

Dahulu, apabila penduduk pulau berburu rusa, tuturnya, mereka akan meninggalkan setengah dagingnya buat komodo. Kemudian keadaan berubah. Meskipun tidak ada yang tahu pasti jumlahnya, populasi komodo tampaknya menyusut dalam 50 tahun terakhir. Atas desakan para pelestari lingkungan dan setelah menyadari nilai ekonomi pariwisata komodo, pemerintah Indonesia menetapkan peraturan yang melindungi spesies ini.

Pada 1980, sebagian besar habitat komodo ditetapkan menjadi Taman Nasional Komodo (TNK), yang meliputi Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan beberapa pulau kecil lainnya. Kemudian didirikan tiga cagar alam tambahan, dua di antaranya berada di Pulau Flores.[]

Sumber: nationalgeographic.co.id

read more
Ragam

Cara Taiwan Kelola Wisata Tambang Tua

“LLHA formosa…pulau yang cantik,” begitu para pelayar Portugis menyebut Taiwan ketika melewati pulau yang terletak di antara China, Jepang, dan Filipina itu. Tak hanya menyandang sebutan cantik, bangsa yang mendiami pulau itu juga kreatif mengolah sumber daya alam.

Hanya sebuah batu, hanya sebuah pasar malam, dan hanya sebuah desa di lereng gunung, tetapi bisa ”disulap” menjadi kawasan pariwisata. Pariwisata berbasis sejarah, ekologi, dan budaya yang mendongkrak ekonomi kreatif warga sekitarnya.

Kesan tersebut muncul ketika Kompas mengikuti ”2013 Taiwan Study Camp for Future Leaders from Southeast Asia” pada 21-30 November yang digelar Kementerian Luar Negeri Taiwan. Kegiatan yang berfokus pada pelatihan kepemimpinan di bidang ekonomi, lingkungan hidup, dan energi terbarukan itu diikuti 38 peserta dari negara-negara Asia Tenggara.

Kesan itu kami dapati ketika diajak ke sejumlah tempat wisata. Beberapa di antaranya adalah Yehliu Geopark, desa penambang emas Jiufen, dan Taiwan Indigenous Peoples Culture Park.

Yehliu Geopark membentang sepanjang 1.700 meter di pesisir pantai Wanli, New Taipei City. Yehliu Geopark merupakan taman batu karang yang menyuguhkan panorama batu dengan aneka macam bentuk. Lebih kurang ada 180 formasi batu karang. Ada yang menyerupai jamur, lilin, sarang lebah, kepala ratu, gorila, naga, dan masih banyak lagi.

Batu-batu karang itu terbentuk karena proses alam selama jutaan tahun. Erosi air laut berpadu dengan angin, hujan, gelombang laut, dan topan timur laut membantu proses pembentukan batu-batu karang itu.

Mangin Stephen, pemandu Yehliu Geopark asal Perancis, mengatakan, dahulu kawasan itu merupakan tempat tinggal masyarakat Aborigin Taiwan atau Taiwan Indian. Mereka bekerja sebagai nelayan dan berasal dari sejumlah negara di Asia Tenggara, seperti Indonesia dan Filipina.

Lantaran kerap didatangi para peneliti dan akhirnya menjadi tempat wisata geologi, mereka pindah ke sejumlah kawasan pegunungan Taiwan. Dahulu, mereka memanfaatkan batu-batu itu sebagai tempat berlindung dari serangan musuh yang datang dari laut.

”Rata-rata ada 3 juta orang per tahun yang datang ke Yehliu Geopark. Agar formasi batu tidak rusak, kami membatasi para pengunjung yang masuk ke taman, terutama di hari-hari libur. Kami juga menempatkan penjaga untuk menjaga batu-batu itu agar tidak disentuh pengunjung,” kata Stephen.

Stephen menambahkan, masyarakat sekitar Yehliu Geopark juga diberi kesempatan untuk berdagang di kompleks tempat parkir. Mereka mendapat uang dengan menjual makanan, jajanan, dan suvenir.

Sekitar 1 jam perjalanan dari Yehliu Geopark, terdapat tempat wisata desa kuno yang menjadi saksi bisu penambangan emas terbesar di Taiwan. Desa itu adalah Jiufen, berada di antara Gunung Jiufen dan Ghinkuashin.

Jalan kuno
Pada awal pemerintahan Dinasti Qing, Jiufen hanyalah sebuah kampung kecil yang terpencil, terisolasi, dan sepi. Penghuninya hanya sembilan keluarga. Pada 1890, seorang pendatang menemukan bijih emas di Jiufen sehingga kawasan itu menjadi ramai. Pada 1971, tambang itu tidak lagi menghasilkan emas dan ditutup.

Saat ini, kawasan itu berkembang menjadi desa wisata yang menampilkan panorama alam pegunungan. Dari atas desa tersebut, pengunjung dapat melihat sebagian pesisir Lautan Pasifik Taiwan dari gardu pandang sembari meminum teh khas Jiufen.

Selain itu, desa tersebut mempunyai jalan kuno yang dahulu dilewati para penambang emas. Jalan itu berupa tangga batu dan lorong-lorong yang terhubung dengan jalan utama desa. Di desa itu pula banyak pengunjung dapat membeli aneka makanan dan suvenir khas Taiwan. Lantaran terkenal sebagai daerah dingin, banyak pedagang yang menawarkan minuman jahe khas pegunungan Taiwan.

Berkat pengelolaan yang matang dan terencana, desa itu tumbuh sebagai tempat wisata yang diminati ribuan pengunjung. Hampir sebagian masyarakat desa hidup sebagai pedagang dengan mengubah rumah mereka menjadi kios makanan dan minuman atau suvenir.

Jenny Tseng dari Taiwan Turnkey Project Association, pendamping peserta 2013 Taiwan Study Camp, mengemukakan, Pemerintah Taiwan sangat peduli dengan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Untuk itu, mereka menempuh berbagai macam upaya, salah satunya mengemas kekuatan dan kearifan lokal dan menawarkannya kepada wisatawan.

”Mereka mengajak warga setempat untuk memasarkan kekuatan dan kearifan lokal yang khas. Kearifan lokal itu bisa berupa potensi alam, budaya, sejarah, dan kesenian,” kata dia.

Salah satu peserta dari Indonesia, Laela Royani, mengaku terkesan dengan pengelolaan pariwisata Taiwan. Pemerintah Taiwan benar-benar melibatkan swasta dan masyarakat setempat. Hal-hal yang mungkin dipandang remeh, seperti batu dan bekas penambangan emas, justru dikemas dengan sangat menarik dan ditawarkan kepada para wisatawan.

”Selain itu, pariwisata di Taiwan ditujukan pula untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui geliat industri rumahan. Pariwisata itu tidak semata untuk menambah pendapatan asli daerah,” kata Laela. []

Sumber: kompas.com

read more
Ragam

Dalam Sepekan, Harimau Terkam 11 Ternak Warga

Kecamatan Sampoiniet, Aceh Jaya yang beberapa bulan lalu diganggu gajah liar, kini mulai diganggu harimau. Delapan ekor sapi dan tiga kerbau mati diterkam si raja hutan dalam sepekan terakhir. Hal itu bukan saja sangat merugikan para pemilik ternak, tapi juga merisaukan warga setempat karena mengancam keselamatan mereka.

Mukim Pante Purba, Kecamatan Sampoiniet, Aceh Jaya, Anwar Musa kepada Serambi, Minggu (22/12/2013) mengatakan, gangguan harimau itu terjadi di Desa Cot Punti dan Krueng Ayon, Kecamatan Sampoiniet. Selain sebelas ekor ternak warga mati diterkam harimau, masih ada beberapa ekor lagi yang cuma terkena cakaran. Karena kondisinya tidak fatal, sehingga masih sempat disembelih pemiliknya dan dagingnya kemudian dijual.

“Meski peristiwa itu sudah terjadi sejak sepekan lalu, tapi belum kita laporkan kepada pihak terkait, khususnya ke Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Jaya. Soalnya, kita khawatir tidak akan ada juga penanganan dari mereka,” ujar Mukim Pante Purba.

Mukim Anwar Musa hanya mengatakan bahwa saat ini warga di Cot Punti dan Krueng Ayon sedang resah karena gangguan harimau itu bukan saja mengarah ke ternak, tapi juga mengancam keselamatan warga. Harimau yang mengganggu itu hanya seekor, panjangnya sekitar dua meter. “Mudah-mudahan pemerintah mengetahui kondisi ini dan segera mengatasinya secara tepat dan cepat,” kata Anwar Musa.

Sekretaris Desa Krueng Ayon, Kecamatan Sampoiniet, Mahyuddin kepada Serambi mengatakan, pada Sabtu (21/12) lalu seekor kerbau jantan milik Badli dicakar harimau liar, sehingga kerbau tersebut harus segera disembelih. Sebelum dicakar harimau, harga kerbau itu sekitar Rp 14 juta, tapi setelah terluka, harga jualnya pun jatuh.

Koordinator Satwa Liar pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Aceh Jaya, Armidi S.Hut yang dikonfirmasi, Minggu (22/12/2013), mengatakan, hingga saat ini belum tahu adanya harimau liar yang memangsa ternak warga di kawasan Krueng Ayon, Kecamatan Sampoiniet.

“Jika nanti ada laporan kita akan segera berkonsultasi dengan pihak Conservation Response Unit (CRU) di Aceh Jaya agar segera dilakukan penanganan,” ujarnya. []

Sumber: serambinews.com

read more
Green Style

Jadikan Bisnis Anda Untung dan Ramah Lingkungan

Semua orang berbicara penyelamatan lingkungan dan sumber daya yang berkelanjutan lebih baik untuk menjamin kelestarian sumber daya bumi dan memerangi perubahan iklim. Setiap orang bisa mengadopsi cara yang lebih ramah lingkungan bahkan pebisnis sekalipun, tidak peduli seberapa besar atau kecil usahnya. Semua orang dapat berkontribusi untuk masa depan yang lebih berkelanjutan.

Menjadi ramah lingkungan tidak hanya bermanfaat bagi alam sekitar tetapi juga dapat memberikan keuntungan bagi usaha Anda.

Salah satu cara menjadi perusahaan ramah lingkungan yang dapat membantu bisnis Anda adalah dengan memotong biaya operasional.

Meskipun biaya yang bisa dihemat tampak sedikit, misalnya solusi pencahayaan komersial atau memakai tangki air menampung air hujan, namun dalam jangka panjang ini sangat menguntungkan dan Anda dapat menghemat uang banyak.

Misalnya mengganti bola lampu biasa dengan yang ramah lingkungan, benar-benar memotong biaya pencahayaan hingga 75 % !

Anda bahkan dapat meningkatkan pendapatan Anda jika Anda adalah perusahaan yang menjual produk ‘hijau’. Fakta bahwa produk ramah lingkungan misalnya organik atau daur ulang harga ecerannya lebih mahal 10 % dari harga pasaran.

Membangun brand dengan komunitas sekitar Anda dengan mempromosikan Anda adalah perusahaan hijau – masyarakat lebih mencintai, Anda bahkan dapat membuat lingkungan sekitar tampak lebih hijau dan teduh dengan menanam pohon dan menyediakan taman.

Solusi pencahayaan komersial dapat dilaksanakan oleh setiap bisnis. Salah satu cara termudah untuk berubah menjadi bisnis hijau adalah dengan menerapkan solusi pencahayaan hemat energi di perusahaan Anda atau ruang komersial. Anda dapat melakukan ini baik di dalam kantor maupun di luar kantor.

Di dalam kantor, mengapa tidak mencoba lampu sensor gerak otomatis yang aktif hanya ketika ada seseorang di dalam ruangan. Ide bagus ini dapat diterapkan di ruang dalam kantor Anda yang tidak digunakan setiap hari, misalnya dapur dan toilet, di mana lampu sering ditinggalkan dalam keadaan hidup.  Juga , di lapangan parkir kantor dan ruang luar ada berbagai macam solusi pencahayaan.

Lampu LED lebih baik bagi lingkungan dan dapat bertahan hingga 60 kali lebih lama dibandingkan bola lampu biasa yang membuat mereka pilihan yang jauh lebih baik bagi perusahaan.

Ada cara lain misalnya dengan mengurangi penggunaan kertas (paperless) atau dengan menggunakan kertas daur ulang. Hal ini menjadi semakin semakin mudah melakukannya, karena sekarang semuanya serba digital. Dokumen dapat diketik saja, pengingat dapat dikirim melalui email dan jadwal dapat diatur dengan aplikasi di ponsel atau di komputer Anda. Program paperless menghemat uang bisnis Anda !

Mengurangi pemakaian energi dengan mematikan peralatan saat tidak digunakan misalnya saat istirahat makan siang atau di luar jam kantor dengan menonaktifkan komputer dan printer.[]

Sumber: greenerideal.com

read more
Sains

Geliat Mobil Murah Ramah Lingkungan di Indonesia

Industri otomotif Indonesia sepanjang tahun ini menghangat.dengan hadirnya segmen baru yakni mobil murah ramah lingkungan atau Low Cost Green Car (LCGC). Segmen yang baru muncul tersebut sudah “digawangi” beberapa merek Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) seperti Toyota Astra Motor, Astra Daihatsu Motor, Honda Prospect Motor dan Suzuki Indomobil.

TAM serta ADM bahkan sudah mengenalkan varian mobil murah mereka setahun sebelumnya, yakni saat Indonesia International Motor Show (IIMS) 2012. Mereka secara resmi meluncurkannya pada IIMS 2013, Toyota hadir dengan Toyota Agya dan Daihtasu hadir dengan Astra Daihatsu Ayla.

Honda menyusul dengan Brio Satya pada Oktober dan Suzuki Karimun Wagon R dari Suzuki Indomobil pada November.

Meski baru hadir, namun penjualan di segmen baru ini terhitung laris. Total penjualan LCGC untuk keempat varian ini hingga November 2013 ini menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) sudah mencapai 36.916 unit.

Ketua Umum Gaikindo Johnny Darmawan menyebutkan bahwa kehadiran segmen baru ini di pasar otomotif Indonesia bukan menambah volume penjualan. “LCGC masuk itu tidak menambah. Kan volume penjualan masih 1,2 juta unit,” kata Johnny.

Dia menambahkan hadirnya LCGC ada “plus minus” yakni segmen LCGC tersebut naik, namun segmen yang awalnya berada di entry level seperti Avanza atau Xenia serta city car menurun.

Johnny menyebutkan bahwa pasar LCGC akan semakin memanas ditambah dengan hadirnya kompetitor baru yakni Datsun GO yang akan hadir di pertengahan tahun depan.

Sementara itu, Direktur Marketing Astra Daihatsu Motor, Amelia Tjandra mengaku bahwa penjualan Astra Daihatsu Ayla bisa dikatakan sebagai pendongkrak naiknya penjualan tahun ini.

“Kalau enggak ada Ayla, penjualan kami tidak akan setinggi ini,” katanya.

Kehadiran LCGC juga disebut-sebut memberikan keuntungan untuk masyarakat karena mendapatkan tambahan pilihan dengan harga yang lebih murah dibandingkan jenis atau segmen lain.

Syarat LCGC
Saat peraturan LCGC dibuat pemerintah melalui Permenperin Nomor 33/M-IND/PER/7/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau, produsen otomotif yang ikut masuk dalam segmen ini mendapatkan insentif berupa pemotongan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM).

Syarat yang harus dipenuhi oleh para Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) seperti, mesin menggunakan kapasitas dengan besaran 980-1200 cc, konsumsi bahan bakar minyak paling sedikit 20km/liter atau bahan bakar lainnya yang setara, memenuhi spesifikasi minimal Research Octane Number (RON) 92 untuk gasoline dan Cetane Radius (CN) 51 untuk diesel.

Harga distribusi pun ikut diatur dalam peraturan tersebut yakni tak lebih dari Rp95 juta, namun bisa dilakukan perubahan sesuai dengan inflasi, nilai tukar rupiah atau harga bahan baku. Tujuan harga yang tidak menjulang tersebut, diharapkan distribusi mobil ini juga menjangkau daerah-daerah kecil.

Namun, pengamat transportasi dari pengurus dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Darmaningtyas menyebutkan bahwa hingga tiga tahun mendatang, fenomena LCGC ini lebih banyak terasa di kota-kota besar.

Alasannya, beberapa merek mobil di segmen ini belum sepenuhnya mendapat kepercayaan dari masyarakat yang berada di pinggiran kota besar.

“Mereka takut. Karena mobil ini terhitung baru jadi khawatir apakah akan mudah mendapat sparepartnya,” katanya.

Meski banyak mendapat cibiran, banyak beberapa ATPM masih yakin dengan kelanjutan segmen baru yang mengharuskan penggunaan konten lokal ini.

Sumber: antaranews.com

read more
Green Style

Di Asia, Singapura Terdepan dalam Green Building

Dari luar, jalan 313 @ somerset tampak seperti mal berkilauan lainnya di pusat kota Singapura. Tetapi jika melihat lebih dekat ke dalam gedung delapan lantai yang memiliki skylight, panel surya, lift hemat energi dan eskalator, unit AC yang sangat efisien dan perangkat lunak yang memantau emisi karbon dioksida.

Di bagian lain kota, sebuah hotel baru, Parkroyal on Pickering menampilkan kredensial hijau dalam bentuk façade berseni berjenjang dihiasi dengan pakis tropis dan tanaman merambat. Seiring dengan sistem pendinginan yang efisien, pemandangan hijau meliputi pemanenan air hujan, sensor lampu dan jendela kaca berkinerja tinggi dan pompa air panas. Memasuki lobi berdinding kayu, yang dilapisi lumut tropis, pengunjung diingatkan hutan hujan – tidak terasa bahwa bangunan terletak di jantung ibukota perbankan di Asia Tenggara.

Bangunan-bangunan ini menunjukkan komitmen Singapura untuk menghijaukan lingkungannya melalui skema insentif murah peralatan dan material bangunan – yang mendorong perbaikan peralatan eksterior seperti alat kelengkapan hemat air , komputer pemodelan aliran energi dan emisi karbon dan pendingin udara yang sangat efisien dan sistem ventilasi.

Sejak penilaian diluncurkan pada tahun 2005 oleh Singapura Building and Construction Authority ( BCA ), sebanyak 1.534 bangunan baru dan 215 bangunan lama telah bersertifikat. Ini lebih dari seperlima dari luas lantai di pulau negara kota yang memiliki populasi lima juta dan kira-kira setengah ukuran New York City.

” Ketika kita menjadi lebih dan lebih urban, kami ingin memastikan lingkungan kita dibangun berkelanjutan, ” kata John Keung, kepala eksekutif BCA .

Ada kesepakatan kuat di antara spesialis pembangunan yang mempromosikan green building di Asia, yang memiliki potensi untuk menghasilkan penghematan energi yang besar dan membuat kota tercemar lebih layak huni dan mengurangi sebagian dampak dari pemanasan global. PBB melaporkan bahwa 40 persen dari orang-orang di kawasan Asia – Pasifik tinggal di kota dan pada tahun 2050 angka itu bisa mencapai dua pertiga.

Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPPC) memperkirakan bahwa dalam beberapa dekade mendatang negara-negara Asia akan memimpin kenaikan di seluruh dunia berkembang – dari sektor dari penggunaan energi pada bangunan.

Di China sendiri, menurut perusahaan konsultan global McKinsey & Company, penduduk perkotaan dapat berkembang dari 572 juta di 2005-926 juta pada tahun 2025 , membutuhkan pembangunan empat sampai lima juta bangunan baru .

Dengan latar belakang ini, Singapura telah muncul sebagai model green building untuk perencana dan pengembang di sebagian besar wilayah Asia – Pasifik , di mana pemerintahnya miskin desain dan pengembang secara historis melihat sedikit insentif untuk berinvestasi keberlanjutan.  BCA Singapura kini memasarkan alat rating, Green Mark, sebagai merek di Asia Tenggara, Cina dan sebagian Afrika tropis – bahkan di negara-negara seperti negara tetangga Malaysia, di mana alat peringkat lokal menawarkan sistem sertifikasi bersaing.

“Pada akhirnya tujuan dalam alat ini adalah untuk mengurangi ( lingkungan ) jejak , ” kata Deo Prasad , seorang profesor arsitektur di University of New South Wales di Australia yang telah mempelajari kebijakan pembangunan berkelanjutan di kawasan Asia – Pasifik.

Singapura, yang memperoleh kemerdekaan dari Malaysia pada tahun 1965, telah lama gaya dirinya sebagai ” kota taman. ” Negara kota itu dibangun di atas rawa yang memiliki sedikit sumber daya energi dan perdana menteri pertama, Lee Kuan Yew memprioritaskan pelestarian lingkungan.

BCA mengatakan pihaknya berencana untuk mensertifikasi 80 persen bangunan di kota ini pada tahun 2030 , dan beberapa konsultan mengatakan ini realistis. Namun, BCA telah berjuang untuk mendorong upgrade efisiensi dalam bangunan yang ada dan kesuksesan Green Mark mungkin lambat ketika skema insentif yang lima tahun untuk bangunan tersebut berakhir tahun depan.

BCA melaporkan bahwa beberapa bangunan tua di kota – negara memiliki umur hanya 10 sampai 15 tahun – sebuah fakta yang selanjutnya dapat menghalangi investasi jangka panjang dalam keberlanjutan.

Green Mark adalah sistem yang dirancang khusus untuk sebuah perkotaan makmur dan mungkin tidak secara langsung berlaku di negara-negara dengan sistem yang berbeda politik, kondisi lingkungan , dan standar kata para  green building.

” Jadi jika Anda memiliki sebuah rumah yang terbuat dari bambu, mungkin rumah ramah lingkungan yang pernah , tetapi menggunakan bahwa alat penilaian tertentu, Anda tidak bisa mendapatkan sertifikasi, ” jelas Adre Ar Sarly Sarkum, wakil presiden Konfederasi Green Building Malaysia . Dengan pemikiran ini , alat penilaian beberapa telah muncul dalam beberapa tahun terakhir bahwa upaya untuk menangkap nuansa negara tertentu.

Sumber: 360.yale.edu

read more
Ragam

Chico Mendes: Warisan Martir dari Amazon

Tidak mungkin membicarakan tentang hutan di Acre, Brasil tanpa menyinggung seorang pahlawan asal kawasan tersebut: seorang penyadap karet, pemimpin perserikatan dan penjaga Amazon, Chico Mendes.

Pembunuhan terhadapnya 25 tahun silam menjadi berita hangat di seluruh dunia – dan meski kekerasan terhadap para aktivis Amazon tak kunjung reda, kematian Mendes telah berdampak besar terhadap gerakan konservasi di Amazon, serta mendorong para pendukungnya untuk memperjuangkan semacam pembangunan yang lestari dan berwawasan lingkungan jenis baru di Acre.

Chico Mendes lahir di sebuah keluarga miskin di dekat kota kecil wilayah Amazonia bernama Xapuri di Acre pada tahun 1940an. Orang tuanya, seperti kebanyakan warga lain, telah berpindah ke wilayah barat Amazon untuk menyadap lateks dari pohon karet lokal untuk dipakai dalam persenjataan perang.

Sejak umur sembilan tahun, Mendes telah berkerja sebagai penyadap karet di sebuah perkebunan besar. Meski tak pernah mengenyam pendidikan formal, dia kerap menyempatkan diri untuk belajar membaca, mendengarkan siaran radio luar negeri, dan sedikit demi sedikit menyadari bahwa dia sedang dieksploitasi dan diperlakukan tidak adil dimana dia dan rekan sekerjanya berada di bawah kendali taipan karet.

Selama tahun 1970an, penyadapan karet di Brasil mulai terorganisir. Chico Mendes membantu dalam pembentukan perserikatan pekerja perdesaan di Xapuri dan mulai berjuang demi hak masyarakat perdesaan.

Di tahun 1980an, mereka melakukan gerakan sosial yang ampuh dengan mendirikan sebuah Dewan Nasional Penyadap Karet dan menggabungkan perserikatan penyadap karet, warga sekitar sungai, dan masyarakat adat yang kemudian dikenal sebagai “People of the Forest/Masyarakat Hutan” untuk mengadvokasi hak-hak masyarakat miskin dan melawan deforestasi.

Di tahun 1979 and 80an, Brasil berada di bawah genggaman diktator militer yang mendorong pembabatan Amazon untuk lahan peternakan. Sebagai bagian dari kebijakan untuk memperluas perbatasan lahan pertanian, para penyadap karet diusir dari perkebunan karet oleh para pemilik peternakan yang ingin membabat hutan. Pemerintah kemudian menawarkan relokasi keluarga-keluarga ini ke proyek-proyek kolonisasi di negara tersebut – di mana banyak di antaranya masih berjuang dengan kemiskinan, penyakit dan dislokasi sosial.

Chico Mendes dan para pendukungnya melawan balik. Para keluarga yang telah bermukim di desa dengan tenang menjadi target pemilik peternakan berikutnya – sebuah taktik yang dikenal dengan empate. Mereka berdiri dengan gergaji mesin dan memblok buldoser.

“Awalnya saya berpikir perjuangan saya untuk menyelamatkan pohon karet; kemudian saya berpikir ini juga perjuangan untuk menyelamatkan hutan Amazon.”

“Sekarang saya menyadari bahwa perjuangan saya untuk menyelamatkan umat manusia.”

Kini Presiden Dewan Nasional Penyadap Karet, bermitra dengan gerakan konservasi internasional dan merintis ide untuk “kawasan suaka ekstraktif” sebagai sebuah cara bagi masyarakat hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sembari melindungi hutan.

Namun ini membuat marah para pemilik tanah dan pendukungnya. Di tahun 1987, Mendes menggagalkan rencana pemilik peternakan Darly Alves da Silva untuk membabat sebuah areal di hutan yang telah diperuntukkan sebagai kawasan suaka alami.

Pada tanggal 22 Desember 1988, Mendes ditemukan tertembak mati di luar rumahnya di Xapuri. Da Silva, anak laki-lakinya dan seorang laki-laki diduga sebagai pembunuhnya.

Marcos Afonso, teman Mendes, yang sekarang menjadi Direktur Perpustakaan Hutan Acre, menyatakan bahwa pemilik peternakan itu melakukan kesalahan fatal.

“Mereka menghilangkan pemimpin untuk meredakan perlawanan. Namun sebaliknya yang terjadi, perlawanan justru meningkat karenanya,” ujarnya. Pembunuhan tersebut menjadi berita internasional dan menimbulkan protes yang masif di Brasil.

“Tentu saja kami bersedih dan sangat kehilangan setelah pembunuhan ini – namun perlawanan menjadi semakin besar,” lanjut Afonso.

“Warisan Chico adalah keberaniannya, determinasinya dan keyakinannya bahwa akan ada masa depan yang berbeda bagi Amazon.”

Sepuluh tahun setelah kepergiannya, rekan-rekan Mendes mempunyai kekuasaan di Acre, membentuk ‘Pemerintahan Hutan’ yang mereka proklamirkan sendiri dan menerapkan sebuah kebijakan pembangunan hijau yang rendah karbon yang bertujuan untuk melindungi kawasan dari kungkungan negara yang masih berlaku di kawasan Amazon.

“Negara kami adalah sebuah tolak ukur tentang bagaimana memanfaatkan sumber daya hutan dengan cerdas tanpa merusaknya,” tambah Afonso.

Warisan Mendes dapat dirasakan tidak hanya di Acre, namun di penjuru Brasil. Setahun paska kepergiannya, kawasan suaka ekstraktif didirikan: kini, setidaknya terdapat 48 lokasi yang meliputi lebih dari 12 juta hektar di Amazon. Penelitian CIFOR tentang kawasan-kawasan ini menemukan bahwa hasilnya positif dalam keluaran atas pengembangan dan konservasinya.

“Gerakan penyadap karet yang dipimpin Mendes merupakan sebuah katalis yang memunculkan perubahan besar di Brasil,” terang peneliti senior CIFOR Peter Cronkleton.

“Sebagai hasilnya, masyarakat hutan di penjuru Brasil mendapatkan kesempatan untuk menyadari hak-hak properti mereka terhadap sumber daya hutan.”

“Faktanya, selain kawasan suaka ekstraktif, perubahan-perubahan ini juga menimbulkan model-model properti yang inovatif seperti kawasan suaka yang dikembangkan secara lestari dan permukiman ekstraktif–agro yang memampukan masyarakat desa untuk menjaga hutan berdasar penghidupan mereka,” tambahnya.

Meski masih banyak tantangan-tantangan di kawasan Amazon di Brasil. Berdasar kisah dari sebuah LSM Brasil, hampir 1000 orang telah terbunuh di lahan sengketa desa di sepanjang Amazon Brasil sejak 1985.

Dan meski laju deforestasi telah menurun tajam sejak keberadaan Mendes, hutan masih tetap terancam, dari kebakaran, penebangan yang tidak lestari, pembangunan infrastruktur dan ekspansi pertanian.

Namun Afonso percaya bahwa Mendes pasti akan bangga dengan perkembangan yang tengah terjadi di Acre.

“Saya kerap berbincang dengan anak-anak Chico, dan saya bertanya kepada mereka, ‘Apa yang akan Chico Mendes rasakan tentang yang kita lakukan sekarang?’ Mereka selalu menjawab, ‘Ayah pasti akan sangat gembira,’ cerita Afonso.

“Jika Chico masih hidup, dia pasti akan bangga – dan masih akan berjuang demi Amazon, karena ini adalah perjuangan tanpa henti. Masih terdapat kekuasaan lama bidang politik dan ekonomi yang memiliki pandangan antroposentris tentang pembangunan.”

“Kita harus terus meningkatkan perlawanan dan mengembangkan model dan ide baru,” pungkasnya.

“Namun menurut saya, kita tengah berjuang demi keadilan warisan Chico.”

Sumber: cifor.org

read more
1 2 3 4 5 6 14
Page 4 of 14