close
Flora Fauna

85 Persen Habitat Gajah Berada Diluar Kawasan Konservasi

Seekor gajah Sumatera di Ekosistem Leuser | Foto: Paul Hilton

Banda Aceh — Konflik satwa antara gajah liar dengan manusia tak kunjung berakhir dan sering terjadi hingga sekarang. Data dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, dalam sepekan terakhir, ditemukan lima kasus konflik gajah liar dengan manusia di Kabupaten Aceh Timur, Pidie, Nagan Raya dan Bener Meriah.

Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo mengatakan konflik gajah liar dengan manusia merupakan fenomena rutin tahunan. Terjadinya konflik satwa liar dengan manusia terjadi karena banyak habitat satwa liar yang berubah menjadi lahan perkebunan dan permukiman masyarakat.

“Ada yang berubah jadi kebun, dan permukiman. Di Aceh sekitar 85 persen habitat gajah ada di luar kawasan konservasi. Bahkan 60 persen di luar kawasan hutan. Ada di Areal Penggunaan Lain (APL) bukan di hutan. Itu dulu habitatnya, begitu berubah dan jenis tanaman yang ditanam disukai gajah senang sekali mereka (terjadi konflik),” kata Sapto, Senin (26/8/2019).

Konflik gajah liar dengan manusia menimbulkan akibat yang serius, bahkan sampai menimbulkan korban jiwa. Menurut BKSDA Aceh, tahun ini hingga Agustus 2019, sedikitnya satu orang meninggal dunia akibat konflik gajah liar dengan manusia.

“Tahun ini dari sisi gajah belum ada laporan. Kalau dari sisi manusia tahun ini ada dua korban, satu luka berat patah tulang di Pidie Jaya, dan seorang lagi meninggal dunia,” sebut Sapto.

BKSDA Aceh menyiapkan beberapa langkah untuk menangani konflik satwa liar dengan manusia untuk meninimalisir jatuhnya korban. Penanganan konflik antara satwa liar dengan manusia terbagi menjadi jangka pendek dan panjang. BKSDA Aceh membentuk kelompok masyarakat peduli konflik dibantu dari pihak lain. Masyarakat akan dilatih bagaimana cara menghalau gajah liar yang menyerbu ke permukiman atau perkebunan milik warga.

“Kita bekali masyarakat dengan pengetahuan, itu (penanganan) jangka pendek. Jangka panjangnya, kami dengan pemerintah Aceh dan pegiat konservasi sedang menyusun Kawasan Ekosistem Esensial (KEE). Ini adalah di luar kawasan konservasi yang memiliki nilai konservasi penting sehingga perlu untuk dilindungi. Artinya, kita akan buat aturan-aturan yang harus dilakukan sehingga antara kepentingan manusia bisa berdampingan dengan satwa liar yang ada di situ,” jelas Sapto.

“KEE nanti dalam waktu dekat akan diluncurkan di Aceh dan dikelola secara kolaboratif. KEE tidak akan mengubah fungsi kawasan,” tambahnya.

Saat ini penghalauan gajah liar yang masuk ke kawasan permukiman warga hanya dilakukan dengan cara manual menggunakan petasan dan meriam karbit. Alat-alat tersebut mengeluarkan bunyi yang kuat sehingga bisa membuat gajah liar enggan masuk ke perkebunan atau permukiman masyarakat.

“Kita harapkan dengan strategi tertentu mereka (gajah) bisa dihalau ke arah hutan. Kalau sudah tidak mampu lagi menggunakan cara manual, kami akan pertimbangkan untuk menggunakan gajah jinak. Tapi untuk hal tersebut tidak murah sehingga itu menjadi langkah akhir,” ungkap Sapto.

Sumber: voaindonesia.com

Tags : BKSDAgajah

Leave a Response