close
Flora Fauna

Penanganan Konflik Gajah-Manusia Harus Konprehensif, Bukan Sekedar Usir

Seekor gajah Sumatera di Ekosistem Leuser | Foto: Paul Hilton

Redelong – Konflik gajah dengan manusia di kawasan Pitu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah, hingga kini belum kunjung selesai. Konflik sudah berlangsung selama sepuluh hari di kawasan itu, warga pun disibukkan dengan gangguan kawanan gajah liar yang memasuki perkampungan.

Belasan rumah warga dirusak kawanan gajah liar, selain itu belasan hektare kebun warga diobrak-abrik hewan belalai panjang tersebut. Akibat gangguan hewan dilindungi tersebut, warga harus berjibaku melakukan jaga malam mengawasi agar gajah liar itu tidak masuk dan merusak rumah dan kebun warga.

Masyarakat yang mendiami kawasan itu semakin resah dengan keberadaan gajah tak kunjung berpindah dari perkampungan warga.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Aceh, Kamarudzaman kepada media, Senin (18/11/2019) menyampaikan terkait konflik gajah di kawasan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah.

“Permasalahan gajah ini kan sama-sama kita ketahui bukan hanya di Bener Meriah, tapi hampir di semua kabupaten di Aceh,” ujar Kamarudzaman.
Ia menambahkan, pemicunya karena habitat hewan dilindungi ini rusak disebabkan pembukaan lahan baru untuk kebun dan perambahan hutan secara serampangan.

“Gajah ingatannya sangat kuat, hewan tersebut akan kembali lagi ke tempat dimana habitatnya semula,”katanya.

Untuk solusinya, menurut Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Aceh, Kamarudzaman, harus secara konperehensif, habitatnya yang dilindungi. “Kalau BKSDA hanya mencegah dengan cara penggiringan, itu cuma memindahkan masalah atau mengulur-ngulur masalah, tapi masalah pokok tidak terselesaikan,”katanya.

“Kalau habitatnya kita lindungi dari pembukaan lahan, seperti illegal logging dan perambahan hutan secara serampangan dan invasi tanaman perkebunan ke dalam kawasan hutan misalnya, itu akan mencegah terjadi konflik gajah dengan manusia,” bebernya.

Lanjutnya, dalam setiap kesempatan pihak BKSDA telah memberikan pemberitahuan mengenai hal tersebut kepada masyarakat maupun kepada pihak pemerintah daerah. Permasalahan ini, sebenarnya bukan permasalah BKSDA saja, ini permasalahan semua warga, termasuk masyarakat, pemerintah daerah harus berperan, sama-sama mencari solusi untuk mencegah terulangnya konflik gajah dengan manusia di kawasan itu.

BKSDA sangat merespon konflik gajah, buktinya kata Kamarudzaman, dengan menempatkan Conservation Response Unit (CRU) dan resort di kawasan tersebut.

“Bentuk respon kita penggiringan gajah liar menggunakan mercon oleh tim CRU, setidaknya kita bersama masyarakat,” ungkapnya.

Untuk penggiringan dengan gajah jinak sekarang ini, menurut Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Aceh, biayanya sangat mahal, belum ditambah ongkos untuk mengantar gajah jinak ke lokasi juga butuh personel banyak.

“Hari ini, tim BKSDA juga telah membawa gajah jinak untuk penggiringan ke Aceh Timur, memang sangat luar biasa instesitas konflik gajah di Aceh,” tutupnya.

Sumber: serambinews.com

Tags : gajahkonflik gajah

Leave a Response