close
Kebijakan Lingkungan

Pemerintah Aceh Larang Tambang Emas di Hutan Lindung

Kemah penambang emas liar Geumpang, Aceh Pidie | Foto: bihaba.com

Banda Aceh – Penambangan emas di kawasan hutan lindung tidak dibenarkan. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh sampai sekarang belum pernah mengeluarkan izin untuk usaha tambang emas di kawasan hutan lindung. “Jadi, semua kegiatan penambangan emas yang ada di wilayah hutan lindung, dapat kita pastikan berstatus ilegal,” tegas Kepala DLHK Aceh, Ir Sahrial, Jumat (15/11/2019).

Secara umum, menurutnya, pengawasan terhadap kegiatan tambang di kawasan hutan lindung merupakan tanggung jawab DLHK kabupaten/kota. “Karena itu, kami mengimbau dinas lingkungan hidup dan kehutanan kabupaten/kota untuk memantau dan mengawasi usaha pertambangan di kawasan hutan lindung,” jelas Sahrial.

Ditanya apakah aktivitas warga mencari emas secara tradisional seperti yang berlangsung di pengunungan Geumpang, Pidie, selama ini mengganggu lingkungan atau tidak, Sahril mengatakan, aktivitas seperti itu tidak mengganggu lingkungan. “Kecuali, mereka mengeruk dasar sungai atau menggali sumur dengan kedalaman 10 sampai 20 meter, karena itu bisa jadi lubang jebakan dan membahayakan penambang sendiri. Jadi, mengindang atau mendulang emas tanpa menggunakan campuran merkuri tak mengganggu lingkungan,” ungkapnya.

Terkait ancaman pencemaran air sungai akibat penggunaan bahan kimia seperti merkuri atau air raksa (Hg), Sahrial mengatakan, saat musim hujan pihaknya pernah dua kali mengambil sampel air pada lima titik di Krueng Geumpang. Tujuannya, sebut Sahrial, untuk menguji kadar merkuri yang terdapat dalam air sungai tersebut apakah sudah melampui batas toleransi air baku atau belum.

Pengambilan sampel itu, menurut Sahrial, dilakukan karena di hulu Krueng Geumpang, ada kegiatan penambangan emas yang menggunakan merkuri. “Hasil pengujian di laboratorium, kadar pencemaran merkuri di sungai Geumpang masih di bawah standar air baku,” ujar Sahrial tanpa menyebut angka hasil uji lab tersebut.

Dikatakan, pengambilan sampel air sungai dilakukan pihaknya secara terjadwal, tiga atau empat bulan sekali. Hal itu sebagai bentuk tanggung jawab dan pengawasan dari Pemerintah Aceh terhadap ancaman pencemaran limbah merkuri akibat adanya penambangan emas di hulu sungai dan pegunungan terhadap masyarakat. “Tapi, kami tetap menyerukan kepada masyarakat yang mencari emas di pinggir Krueng Geumpang atau tempat lain, agar tidak menggunakan air raksa untuk mendapatkan emas,” pinta Sahrial.

Ia mengungkapkan, pemerintah melarang penambang menggunakan merkuri dalam mencari emas karena menurut berbagai referensi dan hasil penelitian, merkuri dapat merusak tubuh manusia secara permamen dan hingga saat ini belum bisa disembuhkan. “Air raksa sangat berbahaya bagi tubuh manusia. Meski hanya 0,01 mg masuk ke tubuh kita, air raksa tersebut tidak bisa dikeluarkan lagi dan dapat menyebabkan kematian. Contoh lain, Ibu hamil yang keracunan merkuri mengakibatkan bayi yang dilahirkan cacat, idiot, dan tubuhnya tidak sempurna,” timpal Sahrial.

Seruan tentang larangan penambang emas menggunakan merkuri atau bahan kimia berbahaya lainnya, tambah Sahrial, sudah pernah dikeluarkan pada 16 Agustus 2014 saat Gubernur Aceh dijabat oleh dr H Zainal Abdullah. “Pemerintah Aceh sangat peka dengan ancaman dari limbah merkuri terhadap lingkungan, kesehatan manusia, dan keberadaan mahluk hidup lainnya,” tutur Sahrial.

Untuk mengurangi ancaman pencemaran limbah merkuri terhadap lingkungan, air sungai, dan kesehatan manusia, kata Sahrial lagi, ke depan perlu dicarikan cara lain yang lebih efektif dan efisien, serta ramah lingkungan, untuk usaha penambangan emas. Untuk maksud tersebut, tambah Sahrial, DLKH Aceh akan berkoordinasi dengan pihak terkait lainnya.

Sumber: serambinews.com

Tags : tambangtambang. emas

Leave a Response