close
Perubahan Iklim

Krisis Iklim: Bangladesh Berisiko Tertinggi

Ilustrasi perubahan iklim | Foto hijauku.com

Bangladesh – Bumi hanya satu. Dampak perubahan iklim dirasakan oleh semua negara. Baik negara produsen emisi gas rumah kaca terbesar, maupun negara yang tingkat emisinya tidak tertangkap radar. Miliaran manusia di negara-negara ini terancam akibat krisis iklim.

Bangladesh yang menjadi negara paling berisiko terkena dampak perubahan iklim. Bangladesh diperkirakan akan menderita dampak ekonomi terbesar akibat krisis iklim dibanding negara-negara lain pada 2025. Hal ini terungkap dalam laporan terbaru Climate Change Vulnerability Index 2014 yang diluncurkan oleh Maplecroft.

Negara dengan risiko perubahan iklim terbesar kedua adalah Guinea-Bissau, diikuti oleh Sierra Leone (ke-3), Haiti (ke-4), Sudan Selatan (ke-5), Nigeria (ke-6), Kongo (ke-7), Kamboja (ke-8), Filipina (ke-9) dan Ethiopia (ke-10). Negara-negara tersebut menjadi 10 negara dari 193 negara yang dianalisis oleh Maplecroft yang paling banyak menderita kerugian ekonomi akibat perubahan iklim.

Di luar ke-10 negara tersebut, negara-negara penting lain yang masuk dalam kategori negara berisiko ekstrem (extreme risk) meliputi: India (ke-20), Pakistan (ke-24) dan Viet Nam (ke-26). Sementara Indonesia (ke-38), Thailand (ke-45), Kenya (ke-56) dan China (ke-61), semuanya masuk dalam ketegori negara berisiko tinggi (high risk).

Menurut Maplecroft, sebanyak 31% perekonomian dunia digerakkan oleh negara-negara yang memiliki tingkat risiko perubahan iklim tinggi dan ekstrem pada 2025. Hasil analisis ini naik 50% dibanding level risiko saat ini dan telah naik dua kali lipat sejak pertama kali Maplecroft meneliti risiko perubahan iklim pada 2008.

Dalam perhitungan Climate Change Vulnerability Index (CCVI), terdapat 67 negara dengan nilai kegiatan ekonomi mencapai $44 triliun yang akan terancam oleh krisis iklim. Mereka akan didera oleh kondisi yang terkait iklim seperti badai, banjir dan kekeringan yang semakin sering dan ekstrem.

Produk Domestik Bruto China misalnya, akan naik menjadi $28 triliun pada 2025, sementara PDB India akan meningkat menjadi $5 triliun. PDB dua negara ini menyumbang 23% nilai kegiatan ekonomi (output) dunia.

Kerugian akibat perubahan iklim di India terungkap saat India baru-baru ini diterjang Siklon Phailin. Kerugian yang ditimbulkan oleh siklon ini mencapai $4,15 miliar akibat kerusakan di sektor energi dan pertanian. Lebih dari 1 juta ton padi hancur sementara sejumlah infrastruktur penting seperti jalan, pelabuhan, jalur kereta api dan fasilitas komunikasi rusak berat menggangu operasi dan sistem pasokan industri.

“Banyak merek-merek penting dunia yang berinvestasi di negara-negara ini sehingga semakin banyak perusahaan dan bisnis yang terpapar risiko terkait iklim yang ekstrem mengganggu operasi, sistem pasokan dan basis konsumen mereka,” ujar James Allan dari Maplecroft. “Siklon Phailin telah menunjukkan pentingnya perusahaan memonitor frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem ini terutama di negara yang memiliki infrastruktur dan logistik yang buruk.”

Menurut Maplecroft, jika negara-negara dengan tingkat risiko yang ekstrem dan tinggi mampu mengurangi dampak ekonomi dari krisis iklim ini mereka akan bisa meningkatkan dan membuka peluang investasi – manfaat ekonomi yang dicari-cari oleh semua negara, termasuk Indonesia.

Untuk itu perlu kebijakan dan komitmen yang kuat dari pemerintah untuk melakukan mitigasi dan adaptassi perubahan iklim. Selain kategori negara, menurut Maplecroft kategori kota yang paling berisiko ditempati oleh kota Dhaka, Mumbai, Manila, Kolkata dan Bangkok – sementara kota dengan risiko paling rendah adalah kota London dan Paris.

Sumber : hijauku.com

Leave a Response