close

energi

Hutan

Biofuel dan Hutan: Jalan Panjang Perdebatan

Besarnya optimisme akan kontribusi bahan bakar hayati atau biofuel terhadap ketahanan energi, mitigasi dan pembangunan pedesaan membuka jalan bagi pandangan skeptis tentang keberlangsungan ekonomi dan publisitas buruk soal perebutan lahan terkait serta perusakan lingkungan.

Dalam diskursus yang sangat terpolarisasi antara “mendukung” dan “menentang”, debat menunjukkan sedikit nuansa dan terbawa menjadi dipenuhi asumsi berkualitas rendah. Dengan kondisi sektor biofuel masih dalam masa pertumbuhan, apakah asumsi-asumsi ini benar-benar menopang kecermatan lebih lanjut atau apakah biofuel secara prematur diabaikan?

Hingga saat ini bukti untuk menyatakan ada interaksi antara ekonomi biofuel dan hutan, produksi pangan, serta hak masyarakat miskin desa selalu rumit dalam pengambilan keputusannya, dan tidak seharusnya di-generalisasi dan disederhanakan secara berlebihan. Daripada mengabaikan biofuel begitu saja, perhatian lebih besar seharusnya diberikan pada membangun mekanisme yang tepat untuk mengembangkan sektor-sektor potensial pengembangan, seraya memitigasi potensi kerugiannya.

Biofuel Generasi pertama 
Sebagai respon terhadap perubahan kondisi global, beberapa negara membangun target konsumsi dan produksi biofuel sebagai bagian sebuah pergeseran menuju penggabungan lebih besar sumber energi terbarukan menuju bauran energi dan peningkatan ekonomi rendah karbon.

Pasar besar seperti Uni Eropa, AS, dan akhir-akhir ini Brasil mewajibkan campuran biofuel.

Untuk menjamin campuran biofuel memenuhi tujuan lingkungan di Uni Eropa dan AS, mereka harus memenuhi kriteria ketat keberlanjutan. Bagaimanapun, kritikus menyatakan bahwa tindakan tersebut belum memadai sebagai perlindungan terhadap seluruh rentang potensi dampak merugikan kebijakan seperti itu.

Contohnya, dengan merangsang permintaan untuk apa yang disebut tanaman-pertanian-flex (yaitu tanaman yang bisa digunakan untuk beragam kegunaan, termasuk pangan), hal ini dinyatakan bisa mengalihkan pertanian pangan untuk konsumsi energi, mengancam pemenuhan pangan dan stabilitas harga.

Sebagai tambahan, banyak yang berpendapat bahwa ketika perubahan lahan tidak langsung (iLUC) terjadi, banyak biofuel tidak akan memenuhi target reduksi gas rumah kaca (GRK), yang biasanya hanya dipertimbangkan terhadap perubahan lahan langsung. Sebagai respon terhadap kritik ini, pada 2013 Uni Eropa menerapkan pendekatan baru, termasuk membatasi jumlah biofuel berbasis-pangan yang bisa digunakan dan sebagai kriteria tambahan berkaitan dengan GRK yang diemisi dari iLUC.

Lebih jauh lagi, banyak negara mulai mempertanyakan keberlangsungan ekonomi biofuel, sejalan dengan rendahnya harga bahan bakar seringkali membutuhkan subsidi substansial untuk menjamin bahwa produsen biofuel tidak malah mengincar pasar pangan yang lebih menguntungkan, di tengah ekspansi besar tuntutan pasar pangan.

Biofuel Hanya Menambah Tekanan 
Kekhawatiran ini, seharusnya dipandang sebagai satu perspektif. Walaupun produksi total biofuel berkembang lebih dari sepuluh kali lipat antara 2000 dan 2010, hanya 9 persen minyak sayuran produksi global digunakan untuk membuat biofuel.

Di banyak negara, ethanol banyak diproduksi dari sisa molases dan bukan dari jus tebu. Oleh karena itu, hubungan antara biofuel dan jenis perubahan penggunaan lahan yang tidak diinginkan seperti deforestasi seringkali tidak langsung dan tidak dalam proporsi untuk memberi tekanan dari ujung lain pasar. Yang terakhir mendapat dorongan kuat dari tuntutan manfaat pangan mereka dan meningkatnya konsumsi daging di negara yang ekonominya bangkit seperti India dan China.

Mengingat batasan penggunaan tanaman kunci bagi produksi biofuel, debat mengenai dampak terbesar ada di wilayah proyeksi. Lebih jauh, walaupun upaya analitis penting telah dilakukan sejauh ini, menduga dampak iLUC terhadap konversi hutan masih sulit dibangun dalam praktik dan masih membutuhkan perbaikan metodologis secara substansial. Sebagai tambahan, penelitian menyarankan bahwa emisi GRK yang dikembangkan dari konversi lahan untuk bahan baku biofuel bisa memerlukan beberapa dekade atau bahkan abad untuk dibalikkan. Hingga saat ini, bagaimanapun, jejak lingkungan rinci mengenai biofuel masih belum jelas.

Sumber: blog.cifor.org

read more
Sains

Ini Cara Atasi Mati Lampu di India

Mereka menyebutnya Arus Searah Berkelanjutan (UDC) dan ini bisa menjadi solusi bagi mati lampu bergilir di India. UDC menjamin suplai berkelanjutan dari jaringan meski lagi giliran mati lampu.

Di negara bagian Tamil Nadu, mati lampu untuk waktu yang lama merupakan keseharian. Ini merugikan industri dan pertanian, mengganggu ribuan perusahaan mikro, skala kecil dan menengah.

Uday Kumar, seorang pengusaha kecil dari Madurai, menyambut baik teknologi baru, yang tengah diujicobakan pada perumahan di empat negara bagian di sebelah selatan India.

Arus searah berkelanjutan’ (UDC) menjanjikan suplai listrik dari jaringan bagi alat-alat elektronik rumah tangga seperti kipas angin, televisi, lampu dan pengisi baterai ponsel, walau saat mati lampu dan ketika permintaan tinggi.

Kebutuhan listrik mendasar
Proyek ini merupakan buah pikiran direktur Institute Teknologi India Bhaskar Ramamurti dan profesor teknik elektro Ashok Jhunjhunwala, seorang anggota dewan penasehat sains perdana menteri.

Ramamurti mengatakan UDC menargetkan suplai minimum 100 watt per hari untuk setiap rumah tangga, hanya dengan menambah sebuah alat sederhana di gardu-gardu listrik.

“Di rumah, warga menambah sebuah alat kecil pada meteran listrik. Jadi selain daya arus bolak-balik atau AC, kami juga dapat menyuplai output kedua sebesar 48 volt DC. Ini berarti hanya 48 volt DC dan 100 watt dari jaringan, namun 24 jam setiap hari,” jelas Ramamurti.

Masa depan LED
Daya tambahan kuat menyalakan tiga lampu, dua kipas angin dan sebuah pengisi baterai ponsel. Konsumen yang memilih skema ini harus membayar sekitar 12 Euro untuk alat tambahan di rumah, dan membeli bohlam LED serta kipas angin yang memakai daya listrik DC.

Warga juga dapat meningkatkan konsumsi listrik dengan menghubungkan panel surya dengan unit UDC.

Namun lebih jauh, para pengembang teknologi ini mengatakan asalkan panel surya ditambahkan, sistem mereka juga mampu memperkuat lokasi-lokasi usaha sehingga mengurangi ketergantungan atas generator diesel yang mahal.

Test, test
Seluruh mata tertuju pada hasil demonstrasi konsep di empat negara bagian Tamil Nadu, Karnataka, Kerala dan Andhra Pradesh. Ashok Jhunjhunwala mengatakan UDC akan mengubah kehidupan di India.

“Saya rasa idenya sangat sederhana namun memungkinkan keuntungan yang begitu besar. Jadi kalau penerapannya benar, India memiliki teknologi yang mampu mengubah kehidupan,” ucap Jhunjhunwala.

Begitu proyek percontohan berakhir dalam beberapa bulan mendatang, berarti tinggal menunggu persetujuan legislatif dan mengembangkan standar keselamatan. Lalu, diharapkan, UDC diterapkan di seluruh penjuru India.

Sumber: dw.de

read more
Energi

Solo Bangun Energi Listrik dari Sampah

Proses pemanfaatan sampah perkotaan di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Putri Cempo Solo, untuk bahan baku energi listrik terus bergulir. Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Solo pada Rabu (19/3/2014) menghadirkan calon 17 investor, untuk mendapatkan penjelasan (aanwijzing) proyek energi listrik berbahan baku sampah dari Kepala DKP, Hasta Gunawan.

“Aanwijzing kepada 17 calon investor tersebut untuk mengetahui detail rencana dan kelayakan yang ditawarkan investor. Pemerintah Kota (Pemkot) Solo ingin tahu banyak hal, terutama tentang manfaat dan nilai ekonomi dihasilkan proyek selain energi listrik. Termasuk kepastian jangka waktu pengelolaan yang menggunakan sistem build, oparation and transfer (BOT) dan alasan kenapa BOT 20 tahun atau 25 tahun. Semua informasi itu diperlukan untuk kelangsungan proyek,” ujar Hasta Gunawan kepada wartawan di Balaikota Solo, Kamis (20/3/2014).

Menurut Kepala DKP itu, proyek energi listrik berskala relatif besar itu akan digarap dengan sistem konsorsium. Pemkot Solo berharap, proyek tersebut menggunakan investasi kecil tetapi hasilnya besar, yakni dari nilai ekonomi di luar energi listrik yang dihasilkan. Dalam kaitan itu, sekaligus dibahas pembagian tanggung jawab proyek antara Pemkot Solo dengan investor. “Hal itu disebabkan investor kelak akan mengelola sampah perkotaan sepenuhnya dan Pemkot Solo tidak terlibat lagi dalam pengelolaan TPA Putri Cempo.

Dalam proses penjelasan dan prakualifikasi proyek yang disaksikan perwakilan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akan dilanjutkan dengan proses penawaran bagi calon investor yang lolos. Pengumuman nama-nama calon investor peserta lelang akan diumumkan pada 25 April 2014. “Nama-nama calon investor yang dinyatakan lolos berhak ikut lelang. Kita belum tahu siapa saja di antara 17 calon investor yang nanti ikut lelang,” jelasnya.

TPA Putri Cempo yang berlokasi di sisi utara pinggiran Kota Solo, seluruhnya menempati areal seluas hampir 8 Ha. Di kawasan TPA Putri Cempo, selain beroperasi 300-an lebih pemulung, juga ada rumah penduduk dengan status hak milik di seputar TPA. Hasta menambahkan, jika kawasan TPA Putri Cempo dikelola investor, Pemkot Solo akan mengalihkan para PKL ke profesi lain.

Menyinggung kebutuhan luas lahan untuk proyek energi listrik tersebut, Hasta menegaskan, luas lahan dan deposit sampah Putri Cempo cukup untuk menghasilkan energi listrik yang besarnya masih dihitung. Dia menyebut contol di Cina banyak energi listrik yang dihasilkan dari limbah sampah perkotaan dengan lahan hanya 1,2 kilometer tersegi.
“Saya lihat dalam kunjungan ke Cina, ada pembangkit listrik dari sampah hanya butuh lahan 1,2 Ha. Kalau Putri Cempo seluas hampir 8 Ha dimanfaatkan, akan menghasilkan energi listrik lebih besar dari Cina,” tuturnya.[]

Sumber: pikiranrakyat.com

read more
Energi

Limbah Cair Sawit Potensial Sebagai Energi Alternatif

Limbah cair kelapa sawit atau yang dikenal dengan palm oil mill effluent (POME) ternyata berpotensi menghasilkan gas metan dan berguna untuk sumber energi listrik alternatif.

“Jumlah POME di Kalimantan Timur sangat banyak karena luas perkebunan sawit sudah lebih dari 1 juta hektare, tetapi hingga kini POME belum dikelola maksimal padahal manfaatnya sangat besar untuk pembangkit listrik,” ujar Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak di Samarinda, Minggu.

Apabila POME dikelola dengan maksimal, maka hal itu mampu menjawab kekurangan energi listrik di Kaltim akibat suplai bahan baku yang rendah.

Untuk itu dia ingin agar perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tersebar di kabupaten dan kota di Kaltim segera membantu rakyat sekitarnya, yakni melalui kegiatan corporate social responsibility (CSR) bekerjasama dengan PLN membangun pembangkit listrik bersumber dari pome.

Dia juga mengakui bahwa sudah ada beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit yang telah menunjukkann kepeduliannya dengan mengelola POME menjadi energi listrik alternatif (biodiesel) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Sejumlah perusahaan tersebut yakni PT Rea Kaltim Plantations di Kembang Janggut, Kutai Kartanegara, kemudian PT Telen Group di Talisayan, Kabupaten Berau, dan Group PT Sinar Mas dengan anak perusahaan PT Astra dan PT Smart di Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur.

Dia menyebutkan bahwa PT Rea Kaltim Plantations pada 2014 membangun pembangkit listrik tenaga biodiesel atau POME berkekuatan 8 mega watts, sedangkan PT PLN akan dibangunkan jaringan listrik dengan alokasi anggaran sebesar Rp53 miliar untuk kebutuhan listrik bagi masyarakat Kembang Janggut.

Ini berarti melalui pola kerjasama perusahaan kelapa sawit dengan PLN, maka akan ada ratusan rumah penduduk di sejumlah desa akan teraliri listrik.

Gubernur juga berharap kepada bupati yang di kawasannya terdapat lahan kelapa sawit agar mengajak perusahaan sawit membangun pembangkit listrik tenaga POME. Dorongan bupati sangat penting agar pengusaha sawit terpacu untuk membangunkan pembangkit listrik dari bahan baku yang sudah tersedia di lahan milik pengusaha.

Sumber: antaranews.com

read more
Energi

Silahkan Lapor Proyek Panas Bumi yang Rusak Lingkungan

Jakarta Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDN) Rida Mulyana meminta masyarakat segera melaporkan jika mengetahui ada proyek panas bumi yang merusak lingkungan.

Rida mengatakan, laporan perlu karena pemerintah sejauh ini menilai proyek panas bumi yang sudah beroperasi atau sedang dikembangkan telah mengikuti aturan perihal kelestarian lingkungan.

Dia pun menantang untuk membuktikan jika ada proyek panas bumi yang merusak linggkungan ataupun adat istiadat.

“Setiap proyek selalu jaga adat istiadat, ada berapa banyak proyek PLTP di Indoensia yang merusak hutan? Menghabiskan air? Merusak cagar budayanya?Kalau ada laporkan saya,” kata Rida di Kantornya, Jakarta, Rabu (5/3/2014).

Sebaliknya, dengan adanya proyek panas bumi wilayah sekitar justru tertata dengan baik. Selain itu proyek tersebut juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Menurut dia, perusahaan pengembang energi panas bumi justru mengembangkan adat istiadat wilayah tersebut melalui program tanggung jawab sosial perusahaan.

“Malah jalannya baik, penduduknya kerja di situ. Tidak hanya menyediakan listrik tapi membawa kesejahteraan. \Nggak mungkinlah ( merusak),” ungkapnya.

Rida pun membantah jika proyek panas bumi bisa menggunduli hutan. Pasalnya energi panas bumi sangat bergantung air dan air tersebut berasal dari hutan.

“Ada  hujan kan merembes, karena ada magma dibawah memanaskan hot rock jadi reservoar karena dipanasin ini nggak bisa kemana-maan kita bikin sumur, uapnya masuk ke turbin, turbinnya muter buat listrik,” pungkasnya.

Sumber: liputan6.com

read more
Kebijakan Lingkungan

Chevron Menangkan Panas Bumi Gunung Ceremai

Isu penjualan Gunung Ceremai di Jawa Barat merebak di media sosial beberapa hari ini. Dari isu yang tak jelas kebenarannya itu berembus kencang jika gunung yang terletak di Kuningan tersebut dijual Rp 60 triliun kepada Chevron, perusahaan asal Amerika Serikat.

Wilayah di sekitar Gunung Ceremai memang menyimpan banyak potensi geothermal atau panas bumi. Pemerintah berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) untuk mencukupi kebutuhan energi di Pulau Jawa dan Bali.

Perusahaan energi asal Amerika Serikat (AS), PT Chevron Indonesia melalui anak perusahaan PT Jasa Daya Chevron berhasil memenangi tender yang digelar oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Penetapan pemenang ini diumumkan pada 2012 lalu oleh panitia lelang Pemda Jabar.

“Semua investor bisa mengikuti tender terbuka ini dan Chevron memenangkan prospek ini melalui proses tender yang dilaksanakan oleh panitia tender Pemda Jabar, dan penetapan pemenang oleh Pemda Jabar tahun 2012,” ujar Manager Policy Government Public Affairs PT Jasa Daya Chevron, Ida Bagus Wibatsya saat berbincang dengan merdeka.com, Senin (3/3/2014).

Meski memenangi tender, namun perusahaan ini tidak begitu saja melaksanakan proyek tersebut. Pemda Jabar memberikan sejumlah syarat kepada PT Chevron Indonesia, salah satunya dengan melebur bersama Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

“Sesuai kehendak pemda, Chevron akan berpartner dengan BUMD yang ditunjuk pemda Jabar yang saat ini masih dalam tahap pembicaraan,” ungkapnya.

Ida Bagus menjelaskan, persyaratan itu menjadi satu-satunya syarat mutlak sebelum diterbitkannya Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Pemprov Jabar. IUP inilah yang nantinya dipakai untuk menggarap wilayah kerja pertambangan (WKP) Gunung Ceremai.

“Sampai saat ini Chevron belum memasuki wilayah Ceremai dan belum melaksanakan kegiatan fisik, maupun komunikasi di lapangan karena belum terbitnya IUP ini,” bebernya.

Sumber: merdeka.com

read more
Energi

Adakah Sumber Energi Alternatif Terbaik?

Isu pemanasan global telah menarik perhatian dunia untuk menciptakan strategi-strategi penanggulangan dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi perubahan iklim dan mencegah dampak terburuk dari pemanasan global. Salah satu strategi penanggulangan tersebut adalah peralihan penggunaan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui (bahan bakar fosil) ke sumber energi yang lebih efisien, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Strategi ini diharapkan dapat secara signifikan mengurangi emisi karbon dioksida yang menyebabkan efek rumah kaca di atmosfer. Karbon dioksida dihasilkan ketika manusia menggunakan bensin, gas alam, dan batu bara untuk menghasilkan listrik atau bertransportasi.

Banyak negara telah menginvestasikan dana besar-besaran ke penerapan sumber energi alternatif yang dinilai lebih ramah lingkungan, seperti energi terbarukan. Lima jenis sumber energi terbarukan yang paling sering digunakan adalah biomassa, tenaga angin, surya, air, dan panas bumi (geotermal). Perusahaan penghasil minyak, batu bara, dan gas juga berupaya menjawab tantangan lingkungan melalui inovasi peningkatan efisiensi produksi dan pengurangan emisi. Salah satu contoh dari inovasi tersebut adalah teknologi batu bara bersih. Upaya peralihan ini tak lepas dari resistansi dan kontroversi sebagai bagian dari dinamika dunia.

Sebagian besar pembangkit listrik energi terbarukan memiliki dampak lingkungan yang lebih sedikit dibanding bahan bakar fosil. Namun, teknologi energi terbarukan memerlukan investasi yang sangat besar (padat modal). Pada September 2013, Departemen Energi Amerika Serikat mengalokasikan US$ 66 juta subsidi untuk 33 perusahaan energi hijau. Mengingat tenaga angin dan surya kini baru memasok sekitar 3 persen kebutuhan listrik di AS. Tentu masih jauh dari efisien dibandingkan utilisasi bahan bakar fosil. Inovasi peningkatan efisiensi produksi energi terbarukan masih akan melalui perjalanan yang panjang.

Sumber energi terbarukan sering kali bergantung pada lokasi geografis. Pemanfaatan tenaga angin, surya, dan panas bumi adalah contohnya. Hanya daerah dengan embusan angin, pancaran matahari, atau panas bumi yang memadai yang dapat menikmatinya. Sumber energi ini pun tidak dapat ditransportasikan agar bisa dinikmati oleh daerah lain.

Sumber energi terbarukan juga terbatas oleh alam. Pembangkit listrik tenaga air sangat bergantung pada elevasi air. Energi angin sangat bergantung pada iklim. Keterbatasan ini menimbulkan pertanyaan apakah kebutuhan energi dunia dapat dipasok oleh angin, air, dan matahari saja.

Meskipun energi terbarukan menghasilkan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit, bukan berarti sumber energi ini benar-benar ramah lingkungan. Pembangunan PLTA menyebabkan dampak lingkungan karena harus membuka lahan untuk pembangunan bendungan. Dampak yang ditimbulkan, meliputi terganggunya keseimbangan ekosistem dan biodiversitas, serta menimbulkan risiko banjir dan gempa bumi. Selain itu, pembangkit listrik tenaga surya membutuhkan sel khusus (solar cell) yang menghasilkan limbah racun pada proses produksinya. Biomassa juga mengemisikan beberapa limbah cair/gas sebagai polusi dan menggunakan bahan bakar fosil dalam proses konversinya.

Investasi mahal juga menjadi pertimbangan dalam menciptakan inovasi bagi perusahaan energi fosil. Walaupun demikian, kelangsungan usaha dalam jangka panjang dapat menjadi insentif yang baik bagi perusahaan bahan bakar fosil untuk terus beradaptasi. Pengembangan inovasi memang mahal, tetapi harga dari tidak melakukan apa-apa, akan lebih mahal, mengingat adanya dampak perubahan iklim, tekanan dari aktivis lingkungan, dan tren permintaan pasar.

Di sisi lain, kelompok lingkungan sering memberikan tekanan pada perusahaan energi fosil. Meskipun bahan bakar fosil berkontribusi besar pada emisi karbon dioksida, kita tidak bisa menghentikan pasokan bahan bakar fosil secara tiba-tiba. Hal ini akan memberi dampak negatif pada kestabilan pasokan energi dan perekonomian dunia. Bahan bakar fosil masih mendominasi sebagian besar pasokan energi di dunia, sekitar 80 persen  kebutuhan energi global pada tahun 2010. Dunia belum siap untuk bergantung pada sumber energi terbarukan saja, setidaknya untuk saat ini.

Energi Terbarukan vs Nuklir
Di tengah perdebatan antara energi terbarukan dan energi tak terbarukan, ada pula pertempuran antara energi terbarukan dengan tenaga nuklir. Beberapa kelompok lingkungan menolak keras penggunaan tenaga nuklir, teknologi dengan emisi karbon dioksida nol dan paling hemat biaya (dalam banyak referensi perhitungan).

Alasan keamanan biasanya menjadi argumen utama penolakan penggunaan tenaga nuklir, seperti bencana Fukushima terakhir di Jepang. Bencana ini, sebaliknya, memberikan pelajaran berharga. Reaktor Fukushima menggunakan teknologi lama dan dilengkapi dengan sistem keselamatan dan perlindungan yang buruk, khususnya dalam merespons tsunami atau bencana alam skala tinggi. Pelajaran dari Fukushima akan membuat utilisasi energi nuklir hadir lebih aman dan akan terus menghasilkan daya bersih yang dapat diandalkan, dalam hal teknologi dan protokol keselamatan. Butuh 10 tahun operasi untuk “menghasilkan” 1 kematian kerja dari pengoperasian sebuah PLTN. Akan tetapi, masih ada kekhawatiran lain pada poin keamanan, yaitu terkait limbah radioaktif yang dihasilkan PLTN.

Selain poin keamanan, argumen penolakan lain adalah PLTN bersifat padat modal, terutama ketika diimplementasikan dengan peraturan keselamatan dan kontrol yang sangat ketat.

Argumen-argumen yang menentang penggunaan tenaga nuklir jelas ironis. Mereka mengabaikan fakta bahwa implementasi energi tak terbarukan juga mahal dan berisiko. Hubungan cinta-benci antara energi terbarukan dan nuklir ini hanya melempar argumen yang sama satu sama lain.

Jika kita menyampingkan kepentingan pasar dan politik, sesungguhnya mencari pilihan terbaik dalam bidang energi tidak akan menghasilkan jawaban yang tunggal. Energi itu layaknya obat: jika tidak ada efek samping, kemungkinan ia tidak dapat berfungsi. Biaya pengembangan yang besar di awal tentu tidak terelakkan.

Pada akhirnya, dunia harus memahami peran masing-masing sumber energi. Memutus seluruh pasokan bahan bakar fosil secara sekejap tentu mustahil untuk dilakukan. Meskipun investasi pada sumber-sumber energi terbarukan mungkin sangat penting untuk memenuhi kebutuhan energi baru di masa depan, energi nuklir dapat membantu pasokan listrik saat angin tidak bertiup atau matahari tidak bersinar. Tidak perlu memojokkan salah satu sumber energi. Jika kita benar-benar peduli pada bumi dan kelangsungan hidup spesies kita sendiri, sungguh langkah yang terbaik untuk bekerja sama.

Sumber: beritasatu.com

read more
Energi

Google Siapkan US$1 Miliar untuk Energi Terbarukan

Sekitar sepertiga dari operasional Google didukung oleh energi terbarukan saat ini. Namun, perusahaan raksasa itu masih terus mengambil langkah terobosan. Dikabarkan Google siap menanamkan investasi lebih dari US$1 miliar untuk energi alternatif.

Rick Needham, direktur dari divisi Google’s Energy and Sustainability mengatakan, sudah 34 persen daya operasi mesin pencari Google sekarang bergantung pada sumber daya energi terbarukan. Bila semua berjalan sesuai rencana, maka mereka akan  meningkatkan pemanfaatkan energi baru tersebut hingga 100 persen.

Needham juga mengatakan, selama kuartal terakhir Google telah menghabiskan biaya sebesar $2,25 miliar untuk membangun pusat data beserta infrastrukturnya.

“Kami telah menginvestasikan lebih dari semiliar dollar di 15 proyek yang memiliki kapasitas untuk menghasilkan energi sebesar 2 gigawatt,” tutur Needham.

Salah satunya, terungkap pada beberapa waktu lalu, perusahaan ini sedang memulai proyek besar tenaga surya di Ivanpah, California-Nevada, yang menggunakan hingga 357.000 cermin matahari (sun-facing mirrors) untuk menghasilkan daya 394 megawatt — tenaga yang mampu memenuhi kebutuhan listrik untuk sebuah kawasan sampai dengan 140.000 rumah.

Sekretaris Energi AS Ernest Moniz sempat mengemukakan, dalam pernyataan kepada Associated Press yang dikeluarkan dalam pembukaan resmi The Ivanpah Solar Electric Generating Station, hari Kamis (13/2/2014): “Proyek Ivanpah adalah satu contoh bagaimana AS menjadi yang terdepan di dunia dalam hal pengembangan energi matahari.”

Mengutip Needham, ditegaskan kembali, “Di Google kami berinvestasi dalam proyek-proyek energi terbarukan yang inovatif dan berpotensi mengubah lanskap energi dan membantu memberikan lebih banyak pasokan energi [listrik] ke industri ataupun rumah-rumah di seluruh dunia. Ivanpah adalah langkah merealisasikan hal itu, dan kami senang menjadi bagian dari padanya.”

Dan panel surya bukan satu-satunya proyek yang menjadi investasi Google akhir-akhir ini. Google pun dilaporkan telah menggelontorkan jutaan di akuisisi perusahaan di bidang-bidang robotika dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Nampaknya Google juga berniat membuat tambahan baru dari bagian utama mereka  —di samping berinvestasi untuk energi terbarukan.

Seperti dikatakan seorang tim engineer Google, Scott Huffman, saat tahun lalu berbicara pada Independent, bahwa kemajuan baru AI akan “memungkinkan komputer perusahaan ini untuk segera mengerti konteks percakapan dan lebih manusiawi”.

Sumber: CNBC, IB Times & NGI

read more
1 2 3 4 5 7
Page 3 of 7