close
Bencana banjir bandang yang terjadi di Tangse, Pidie | Foto: Walhi Aceh

Maraknya penebangan liar  (illegal loging) yang kerap terjadi di Aceh selama ini membuat  areal hutan semakin gundul, pepohonan, tumbuhan kian punah serta keanekaragaman fauna yang ada didalamnya sangat terganggu oleh aksi yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Padahal, hutan merupakan sebuah anugerah yang diberikan sang pencipta yang nilainya tidak terhitung.

Bahkan, hutan juga salah satu bagian sumber kehidupan manusia di muka bumi. Buruknya tatanan pengelolaan hutan di Aceh selama ini sangat terasa sehingga kita selalu menghadapi berbagai dampak bencana alam seperti, konflik  antara satwa dengan manusia, banjir dan tanah longsor. Ini merupakan indikasi bahwa alam mengamuk bukan hanya bagi pengambil nikmat tapi untuk semua manusia.  Kejadian seperti ini sesuai dengan lirik lagu berita untuk kawan karangan  Ebiet G Ade,

………..kawan coba dengar apa jawabnya
 ketika di kutanya mengapa
Bapak ibunya telah lama mati
ditelan bencana tanah ini…………….

Lirik dari lagu tersebut nyaris identik dengan kondisi Aceh dewasa ini. Bencana datang tak henti-hentinya. Hampir tiap bulan sejumlah media massa lokal di Aceh selalu memberitakan terkait mengamuknya marga satwa seperti,  gajah, harimau, babi dan lain sebagainya. Ulah binatang ini menyebabkan sektor pertanian dan perumahan warga menjadi rusak.

Hingga kini konflik antara marga satwa dengan manusia tidak bisa dihindari lagi, bahkan yang paling ironi konflik ini menimbulkan korban jiwa bagi kedua belah pihak sehingga ini harus menjadi “PR”  bagi pemerintah Aceh untuk segera menanggulanginya. Belum lagi dengan persoalan banjir dan longsor, setiap hujan turun salah satu dari  bencana tersebut selalu akan terjadi di Aceh sehingga menimbulkankorban jiwa dan harta yang tak ternilai.

Tapi apa hendak dikata, “nasi telah menjadi bubur”, puisi ini memang tepat di arahkan ke kondisi alam di Aceh sekarang ini, berbagai macam bencana datang silih berganti akibat hutan tidak terjaga lagi. Padahal, banyak manfaat bila hutan terjaga dengan baik diantaranya, sebagai penyuplai oksigen, pencegah banjir, mengatur iklim, menjaga kesuburan tanah, pengatur tata air tanah, pelestarian keanekaragaman hayati dan berbagai macam manfaat lainnya.

Tapi sangat disayangkan mimpi seperti yang tersebut tidak bisa diwujudkan, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Greenomics Indonesia yang dirilis ke media massa menyebutkan bahwa angka kerusakan hutan di Aceh mulai 2005 hingga akhir 2009 mencapai 200, 329 hektare dari total seluruhnya 56.539 hektare. Greenomics juga memperkirakan Aceh kehilangan US$ 551,3 juta setiap tahunnya akibat kehilangan tutupan hutan.

Mantan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf mengakui bahwa pencanangan “moratorium logging” atau pelarangan penebangan kayu yang diterapkan pertengahan 2007 berjalan maksimal tetapi hingga tahun 2010 aksi penebangan kayu secara ileggal  masih juga terjadi di hutan Aceh. Ini mengindikasikan bahwa realisasi perintah atas “Moratorium logging” tidak berjalan efektif. Bahkan ada di beberapa tempat tertentu aksi penebangan masih juga dilakukan tapi secara sembunyi-sembunyi.

Bila ini tidak segera di atasi secepat mungkin, bencana secara terus menerus tak hentinya-hentinya datang ke Aceh. Pemerintah Aceh harus segera bangkit dan mencari solusi untuk segera menanggulanginya, bukan hanya selalu beretorika dengan kampanye Visi Aceh Green tapi hutan Aceh akan secara perlahan-lahan akan musnah. Pemerintah Aceh segera lakukan “actionnya” bukan dengan kata-kata lama “tapuwoe keulayi maruwah ban sigob donya”. Buktikan nyalimu…[multazam]

Tags : bencanahutan

Leave a Response