close

teuku multazam

Ragam

GreenJournalist Raih Penghargaan Jurnalistik TFCA

Anggota Green Journalist Aceh (GreenJou), M. Nizar Abdurrani meraih penghargaan Jurnalistik Konservasi Hutan Sumatera yang diselenggarakan oleh The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) bekerjasama dengan Yayasan Kehati dan Tropical Forest Conservation Action (TFCA) Sumatera. Sebanyak 51 karya jurnalistik dari para jurnalis se-Sumatera masuk ke meja panitia untuk mengikuti kompetisi ini dan M. Nizar Abdurrani meraih juara IV untuk region Sumatera Bagian Utara.

Anugerah Jurnalistik Konservasi Hutan Sumatera dibagi menjadi dua region: Sumatera Bagian Utara, dan Sumatera Bagian Selatan.

Para jurnalis diminta menulis kondisi terkini di salah satu dari 13 kawasan konservasi di Sumatera yaitu: Hutan Warisan Seulawah; Taman Nasional Leuser &  Ekosistem Leuser; Taman Nasional Batang Gadis; Ekosistem Angkola; Batang Toru; Daerah Aliran Sungai Toba Barat; TN Bukit Tigapuluh; Semenanjung Kampar; Ekosistem Tesso Nilo; TN Kerinci Seblat; Kepulauan Siberut & Mentawai; TN Bukit Barisan Selatan dan Taman Nasional Way Kambas

Anggota GreenJou menuliskan tentang program TFCA yang dilaksanakan oleh LSM Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) di daerah hutan gambut Rawa Tripa. Hutan ini terletak di kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya. Artikel yang ditulis oleh M. Nizar Abdurrani mengupas program pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar Rawa Tripa agar mereka punya mata pencarian alternatif selain merambah hutan gambut.

Karyanya berjudulbertajuk,”Masyarakat Berdaya Rawa Tripa pun Lestari.” Tulisan ini dimuat dalam website berita lingkungan www.greenjournalist.net, edisi tanggal 3/1/2014.

Berikut adalah daftar lengkap pemenang Anugerah Jurnalistik Konservasi Hutan Sumatera yang diumumkan pada 20 Maret 2014 oleh The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ).

daftar-pemenang

read more
Energi

Mana Janjimu PLN?

Mana janjimu PLN? Kalimat pertama pada artikel ini muncul secara tiba-tiba dan  mengingatkan saya pada pernyataan seorang petinggi PLN Aceh beberapa bulan lalu yang menyebutkan, persolaan pemadaman listrik bergilir di Aceh akan tuntas akhir November 2013.

Kini tahun sudah berganti, janji lama tak ditepati, janji baru kembali ditebarkan, “Listrik Padam Bergilir hingga Akhir Tahun,” tulis sebuah media lokal beberapa bulan lalu.  Pemeliharaan PLTGU di Medan dan PLTU Labuhan Angin menjadi justifikasi mereka.

Terlepas alasan itu benar ataupun salah. Yang pasti, pemadaman bergilir akan terus terjadi. Sebagai salah satu pengelola listrik profesional di Aceh, seharusnya mereka harus mengonsepkan tentang bagaimana upaya untuk memerdekakan krisis persoalan listrik ini, dan langkah tanggap apa yang harus dilakukan agar Aceh tidak lagi bergantung energi pada orang lain.

Potensi Melimpah

Aceh yang diberikan kewenangan besar oleh pemerintah pusat melalui  disahkankan  Undang-Undang Pemerintah Aceh (UU PA) telah memberikan peluang besar untuk mengelola listrik secara otonom. Dimana, manajemen  pendistribusian dan pengadaan pembangkit energi listrik bisa dikontrol oleh pemerintah Aceh. Apalagi, provinsi kita dikaruniakan Allah akan berbagai potensi listrik yang melimpah dari berbagai sumber.

Berdasarkan data Dari Dinas Pertambangan dan Energi Aceh  menyebutkan, pada alam Aceh terdapat banyak potensi listrik yang seperti, hydro power (tenaga air) yang terletak di Potensi daya yang tersedia di Jambu Air sebesar 37,2 Mega Watt, Krueng  Jambuaye sebesar 181,8 Mega Watt, Krueng sebesar 171,6 Mega Watt, Jambuaye/Bidin sebesar 246 Mega Watt, Krueng Peureulak sebesar 34.8 Mega Watt, W. Tampur sebesar 428 Mega Watt, Krueng Peusangan 90  Mega Watt, Krueng  Jambo Papeun 95,2  Mega Watt, Krueng  Kluet sebesar 141 Mega Watt, Krueng  Sibubung 121,1 Mega Watt, Krueng Teripa Tiga 172,6 Mega Watt, Krueng Teripa 306,4 Mega Watt, Krueng  Meulaboh sebesar 82,1 Mega Watt, Krueng Pameu sebesar 160,6 Mega Watt, Krueng Woyla sebesar 274 Mega Watt, Krueng Dolok 32,2 Mega Watt, Krueng Teunom 288,2 Mega Watt.

Lalu, potensi listrik dari geothermal (panas bumi), total kapasitas potensi daya yang tersedia di Provinsi Aceh sebesar 1.115 MWe. Energi itu terletak di Sabang dengan potensi sebesar 125 MWe, Aceh Besar sebesar 228 MWe, Pidie sebesar 150 MWe, Bener Meriah sebesar 200 MWe, Aceh Tengah sebesar 220 MWe, Aceh Timur sebesar 25 MWe, Aceh Tamiang sebesar 25 MWe, dan Kabupaten Gayo Lues sebesar 142 MWe.  Kemudian potensi energi listrik lain juga terdapat pada angin, tata surya (matahari) dan batu bara, yang daya dihasilkan belum diproyeksikan.

Namun demikian, jika diakumulasikan potensi energi listrik dari terbarukan jenis air saja, maka daya yang akan dihasilkan adalah  2862.8 Mega Watt.  Daya yang mampu dibangkitkan itu sudah melebihi beban puncak saat ini.  Belum lagi dengan potensi energi-energi listrik yang diciptakan Allah melalui biogas (tumbuhan, hewan dan manusia). Tentunya, jika ini mampu diwujudkan, Provinsi Aceh akan menjadi daerah “Swasembada Energi,”.

Lalu pertanyaan, kenapa potensi yang telah diciptakan Allah ini tidak dimanfaatkan dengan baik?. Aneh dan lucu. Sebagai negeri yang diberikan kekayaan  akan  potensi listrik, namun kita tidak pernah menggarapnya  dengan serius melainkan namun masih berharap sedekah dari provinsi tetangga.

Solusi

Hendaknya dengan ada potensi-potensi listrik yang diberikan Allah seperti ini, tentunya keseriusan PLN dan pemerintah daerah sangat diharapkan. Selama ini, pengelola listrik hanya berkesan  menunggu boh ara anyot, artinya pemerintah kurang bekerja keras dalam melobi para pihak untuk  berinvestasi di Aceh  pada bidang kelistrikan.

Jika saja, setengah dari potensi yang tersedia itu  digarap saja, maka tentunya Aceh mampu menyuplai energi untuk beberapa wilayah di provinsi lain dan memutus mata rantai pemasok energi dari luar. Namun demikian, untuk mewujudkan hal tersebut, maka pemerintah Aceh perlu melakukan beberapa hal.

Pertama adalah adanya keseriusan dari pemerintah Aceh dalam dalam menggarap potensi yang telah ada. Keseriusan itu harus dibuktikan dengan adanya upaya yang kuat untuk menyakinkan para investor baik dalam negeri maupun dari  luar negeri untuk membangun pembangkit energi listrik.  Kedua adalah, adanya jaminan keamanan dan kenyamana.  Keamanan tersebut  tidak hanya pada sisi keamaan semata,  tetapi juga berhubungan dengan birokrasi. Artinya, Pemerintah Aceh harus mempermudah para investor dalam berbagai aspek, seperti;  adanya kemudahan dalam pengurusan izin, pemetaan lahan yang berpotensi energi yang jelas, serta mempublikasi data-data penting yang berhubungan dengan energi  melalui website-website resmi secara jelas dan detil. Disamping itu, pemerintah Aceh juga harus membuat pola kerangka yang jelas bagi para investor yang ingin menanamkan saham di bidang kelistrikan dengan tidak mengabaikan kepentingan-kepentingan masyarakat.  Insya Allah, jika  hal ini dilakukan,  ke depan Aceh negeri yang kaya akan potensi energi ini tidak lagi mengharap sedekah listrik dari provinsi lain. Dan janji-janji PLN akan bisa ditetapi.

Tentunya dengan semakin banyak pembangkit yang dibangun akan maka secara otomatis,  pengangguran di Aceh akan semakin berkurang. Waallahu a’alam bishawab. (email: teuku.multazam@gmail.com)

read more
Ragam

Menguak Tabir “Aceh sebagai Kota Bencana”

Siapapun dari kita, tentunya tidak akan sepakat bila dikatakan daerah tempat kita sebagai kota bencana, apalagi untuk Provinsi Aceh – tempat menetap saya. Tetapi, setiap orang memiliki hak untuk mengungkapkan apapun pendapatnya dan kita harus menghargai itu. Tentunya, pendapat tersebut harus mampu dipertanggung jawabkan dari berbagai sisi.

Sebagai orang Aceh, saya tidak serta merta menerima “label” itu diberikan untuk provinsi yang terletak di ujung sumatera ini, meskipun wilayah ini kerap dilanda bencana. Namun, saya terkejut ketika membaca sebuah tulisan yang dituliskan oleh Wiliam Marsden  beberapa tahun lalu dalam bukunya ”Sejarah Sumatera”, yang isinya adalah pulau ini pernah terjadi bencana berupa kebakaran hutan tetapi  bukan karena dibakar oleh manusia melainkan lava yang dikeluarkan oleh gunung berapi sehingga menyebabkan hutan terbakar. Hal serupa terjadi di tahun 1770, kala itu bencana gempa dengan gempa besar telah membuat masyakarat di sebuah kampung banyak yang  meninggal.

Beberapa hari setelah itu, kemudian saya juga menemukan tulisan lain yang dituliskan oleh Djulianto Susantio yang dikutip dari buku Denys Lombard “Kerajaan Aceh”.  Dia mengatakan sekurangnya setiap tahun Aceh pernah dilanda oleh gempa sebanyak tiga hingga empat kali,  Sejumlah dokumen sejarah dari abad  XVI hingga XVIII berulang kali menyebutkan Aceh (bersama Nias) sebagai ”Kota Bencana”.  air laut pasang, dan gempa bumi silih-berganti melanda Aceh. Akibatnya, para pedagang dan pengelana asing menjuluki Aceh sebagai ”kota mati” atau ”kota menyeramkan”.

Pernyataan ini menggambarkan bahwa, negeri Aceh dari dulu sampai sekarang memang sudah menjadi langganan bencana. Terlepas percaya atau tidak!, yang pastinya jika dilihat dari  berbagai studi literatur sejarah tempo dulu menyebutkan bencana sering terjadi.

Melihat dari  dua referensi itu, saya sebagai bekas orang menutut ilmu mulai percaya bahwa, negeri kita (Aceh) adalah daerah langganan bencana. Di sini saya juga ingin menambahkan, selain dua bencana tersebut, longsor dan banjir merupakan ancaman yang paling serius untuk kita. Bahkan, kedua bencana ini adalah langganan tahunan untuk kita. Dari beberapa hal yang saya kemukakan di atas, bagaimana dengan Anda!

Terlepas dari kata sepakat atau tidak, sebagai generasi muda yang memiliki secuil ilmu kita dituntut untuk bertanggung jawab. Tanggung hawab yang saya maksudkan disini bukan kita sebagai pelaku, tetapi bagaimana mencari solusi untuk menghentikan persoalan ini. ini Meskipun pada umumnya masyarakat sudah mengetahui penyebab dan dampak dari bencana ini, tapi saya juga mencoba menulisnya agar ini bisa menjadi pembelajaran bagi saya sendiri maupun untuk yang lainnya. Menurut kami, ada dua solusi yang bisa dilakukan yaitu, melalui sisi kebencanaan dan melalui dampak dari bencana.

Sekarang saya mencoba membahas satu-satu solusi ini, pada sisi pertama adalah kebencanaan. Pada faktor ini kita harus melihat, kenapa itu bisa terjadi!. Tentunya, ini pasti ada sebab. Ketika berbicara sebab, kita harus melihat duduk permasalahan dengan benar, sehingga hasil yang didapatakan juga baik. Dari beberapa koran dan wawancara yang saya lakukan dengan sejumlah mayarakat menyimpulkan, bahwa bencana itu bencana terjadi akibat ulah tangan jahil manusia itu sendiri.

Jika dilihat dari jenis bencananya, sejak tahun 1990-han, bencana yang kerap terjadi di Aceh adalah jenis banjir, gagal panen, longsor dan konflik manusia dengan marga satwa. Hampir semua tempat yang pernah dilanda bencana ini disebabkan oleh akibat maraknya illegal loging (penebangan illegal). Dari catatan kami, dalam beberapa tahun terakhir bencana seperti ini terjadi hingga puluhan kali.

Sedangkan untuk sisi kedua adalah dampak bencana. Kalau berbicara ini, tentunya saya melihat pada jumlah korban jiwa dan harta yang berjatuhan. Bayangkan saja, sekecil apapun bencana itu terjadi, pasti ada korban jiwa dan harta.

Korban jiwa ini bukan berarti harus ada yang meninggal ataupun luka-luka, trauma yang timbulkan dari setiap bencana terjadi merupakan salah satu kategori yang masuk dalam jenis korban jiwa.  Begitu juga dengan korban harta itu, dampak yang dihasilakan dari bencana itu adalah terjadinya  kerusakan-kerusakan pada bangunan-bangunan, seperti rumah-rumah warga, fasilitas umum, infrastruktur dan tanaman.

Solusi

Mari kita simak Firman Allah SWT dalam AL Quran, surat Ar Rum ayat 41 yang  artinya;

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Harusnya, sebagai orang Aceh dan beragama islam, firman ini adalah peringatan keras bagi kita untuk menjaga lingkungan secara baik bukan malah merusaknya. Jika lingkungan lestari, kita akan nyama, tenang, dan tentram dalam melakukan berbagai aktivitas, ancaman bencana tidak terjadi,  bukan sebalikanya.

Umumnya, kita mengalami penyesalan yang sangat luar biasa ketika bencana itu melanda, tetapi hal itu tidak bertahan lama. Bahkan, ketika masa-masa darurat (penyesalan) itu hilang masyarakat kita kembali melakukan perusakan lagi.

Bencana tidak akan terjadi jika kita mampu bersahabat dengan alam. Misalnya dengan menjaga lingkungan seperti melestarikan lingkungan dengan  melakukan penghijauan kembali.

Sebab, pelestarian lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Karena itu, menjaga lingkungan merupakan bagian yang harus menjadi priority demi menjaga keselamatan.

Disamping itu, agar Aceh tidak lagi dikatakan kota bencana, maka  solusi lain adalah bagaimana pemerintah menjalankan atuaran-aturan secara baik dan tegas, masyarakatpun bisa menerima dengan ikhlas.  Semoga paradigma  Aceh dijuluki sebagai “Kota Bencana” tidak terjadi lagi.    (teuku multazam)

 

read more
Sains

Hewan Tertua di Dunia Terbunuh di Tangan Ilmuwan

Hewan tertua di dunia terbunuh di tangan ilmuwan Bangor University di Inggris yang tengah melakukan riset pada tahun 2006.

Ceritanya, pada tahun 2006, satu individu quahog laut (Arctica islandica) atau sejenis kerang laut terdampar di pantai wilayah Eslandia. Ilmuwan kemudian mengambil, membuka cangkangnya, dan memulai menganalisis. Dengan demikian secara otomatis hewan itu terbunuh.

Tak ada yang istimewa pada awalnya. Namun, setelah melakukan analisis, barulah ilmuwan terkejut mengetahui usia quahog itu.

Berdasarkan analisis awal saat itu, ilmuwan memperkirakan, quahog itu sudah berumur 400 ketika ditangkap. Quahog itu masuk Guiness Book of Record sebagai hewan tertua di dunia dan dinamai Ming, sesuai dinasti di China yang tengah berkuasa saat individu tersebut lahir.

Setelah analisis ulang yang dilakukan baru-baru ini, ilmuwan mengetahui bahwa hewan itu sudah berusia 507 tahun saat ditangkap, sekitar 100 tahun lebih tua dari yang diperkirakan.

Entah apakah harus sedih mengetahui hewan tertua di dunia itu ternyata mati terbunuh. Namun, Paul Butler, salah satu ilmuwan yang terlibat proses analisis baru-baru ini, mengatakan bahwa saat riset ada 200 individu yang ditangkap. Tiap tahun, banyak juga quahog yang ditangkap.

“Jadi, sangat mungkin nelayan menangkap quahog yang sama tua atau lebih tua dari yang kita tangkap,” katanya seperti dikutip Huffington Post, Kamis (14/11).

Ilmuwan sendiri menangkap quahog tertua itu untuk meneliti dampak perubahan lingkungan, seperti salinitas, ketersediaan makanan, suhu air laut, dan perubahan iklim pada kehidupan biota-biota laut.

Ilmuwan menentukan umur quahog berdasarkan pola lingkaran pada cangkang yang sering disebut lingkaran pertumbuhan, sama seperti yang terdapat pada pohon.

Pola lingkaran terbentuk karena perbedaan pertumbuhan cangkang saat musim panas dan dingin. Saat musim panas, makanan banyak tersedia sehingga cangkang tumbuh cepat sementara pada musim dingin sebaliknya.

Dengan umur 507 tahun, berarti quahog ini lahir pada tahun 1499, sebelum Colombus menemukan Amerika dan sebelum Belanda datang ke Indonesia. (Sumber:Kompas.com)

read more
Sains

Ikan Hiu ternyata Buta Warna

Spesies ikan hiu sapi dan hiu harimau ternyata tidak mampu membedakan warna. Mereka hanya mampu melihat hitam dan putih. Hal tersebut terungkap dalam studi yang dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Western Australia dan Universitas Queensland.

Studi tersebut mendukung statistik dari International Shark Attack File (ISAF) yang menunjukkan bahwa kebanyakan serangan ikan hiu terjadi pada penyelam atau peselancar yang mengenakkan pakaian untuk air yang berwarna hitam.

Penelitian tersebut dilakukan dengan memeriksa mata 17 spesies ikan hiu termasuk, hiu sapi, hiu harimau, hiu karang dan hiu Port Jackson.

Mereka menemukan bahwa retina mata mereka hanya memiliki satu kerucut (cone atau detektor cahaya) yang hanya dapat mendeteksi terang atau gelap. Hal tersebut berarti satu buah apel yang berwarna merah hanya sesuatu yang bercorak gelap bagi mereka.

Sebaliknya manusia memiliki tiga kerucut untuk membedakan warna, merah, hijau dan biru.

eperti yang dilansir oleh Telegraph (18/01/11), pemimpin penelitian Profesor Nathan Hart, mengatakan bahwa penglihatan ikan hiu bisa dibandingkan dengan menonton televisi hitam putih.

“Apabila ikan hiu kurang dalam penglihatan warna, hal tersebut berarti bahwa kekontrasan terang lebih penting untuk mendeteksi dan mengidentifikasi obyek-obyek,” tuturnya. “Kita boleh menggunakan informasi ini untuk membantu mendesain kapal selancar kecil dan pakaian renang yang kurang menarik perhatian atau lebih memuakkan bagi ikan hiu untuk mengurangi serangan terhadap orang-orang.

“Kita juga boleh menggunakannya untuk mendesain umpan pancingan panjang yang kurang menarik bagi ikan hiu dan mengurangi jumlah ikan hiu yang mati karena tertangkap pancingan setiap tahun.” Profesor Hart mengatakan bahwa lebih banyak penelitian diperlukan untuk menentukan pola mana yang berfungsi paling baik untuk mengelakkan ikan hiu.

“Langkah selanjutnya ialah melihat pada perilaku,” katanya.

Walaupun kebanyakan ikan bertulang (bony fish, Osteichthyes) memiliki beberapa penglihatan warna, ikan paus, lumba-lumba dan anjing laut diyakini juga hanya memiliki satu kerucut.

Penelitian baru itu mengejutkan karena ikan hiu merupakan salah satu pemburu yang paling hebat di dunia. Hingga saat ini, para ahli meyakini bahwa kesuksesan evolusioner ikan hiu berada pada sistem sensor yang sangat teradaptasi, termasuk penglihatan.

Akan tetapi sekarang kelihatan bahwa ikan hiu sebenarnya mengandalkan mekanisme yang lain juga, yang kombinasinya memperkenankan keefektifan makhluk tersebut dalam berburu.

Sumber: Journal Naturwissenschaften.

read more
Sains

Bersugi Mencegah Penyakit Jantung

“Kebersihan adalah sebagian dari Iman”. Ungkapan tersebut  merupakan hadist yang pernah diucapkan Rasullullah SAW ribuan tahun lalu. Hadist ini sangat termasyur di berbagai belahan penjuru dunia hingga saat ini.  Perintah menjaga kebersihan selalu dianjurkan baginda Rasullullah, hal ini bertujuan agar ummat manusia bisa terbebas dari belengu-belengu penyakitan. Salah-satunya adalah, menjaga kebersihan gigi dengan cara bersugi.

Sebuah penelitian dari Columbia University’s Mailman School of Public Health baru-baru ini,  kembali membuktikan manfaat sabda Rasulullah yang pernah diungkapkan ribuan tahun lalu.

Dikutip dari  www. health.detik.com menyebutkan, penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan dari Universitas Columbia itu memfokuskan penyelidikannya terhadap kebiasaan sehat terkait mulut seperti flossing, menyikat gigi, dan kunjungan rutin ke dokter gigi dapat mempengaruhi tingkat karotid aterosklerosis (penebalan arteri melalui pertambahan kalsium, kolesterol, dan zat lain yang ditemukan dalam aliran darah), menyimpulkan, pengaruh kebiasaan sehat terkait mulut mungkin lebih kuat dari yang diperkirakan sebelumnya.

Moïse Desvarieux, profesor epidemiologi dan penulis utama penelitian ini menyatakan, temuan ini menunjukkan bahwa aterosklerosis berkembang secara paralel dengan penyakit gusi dan bakteri di gusi. Ini adalah bukti paling langsung, memodifikasi profil bakteri di mulut dapat memainkan peran dalam mencegah atau memperlambat kedua kondisi tersebut.

Untuk mengetahui apakah perbaikan dalam profil bakteri mulut individu membatasi aterosklerosis, para peneliti mengkaji data dari Oral Infections and Vascular Disease Epidemiology Study, proyek penelitian sebelumnya yang mengumpulkan 5.008 sampel plak dari 420 orang dewasa. Sampel ini menganalisis 11 jenis bakteri yang terlibat dalam infeksi mulut. Menggunakan data tambahan, Moïsen dan rekan-rekannya melacak adanya perubahan kesehatan mulut setiap subjek.

Mereka menemukan bahwa dalam kelompok studi, kebersihan mulut berbanding terbalik dengan tingkat aterosklerosis. Responden yang memiliki peningkatan dalam kebersihan dan kesehatan mulut mengalami perkembangan yang lebih lambat pada ketebalan intima-medial atau intima-medial thickness (IMT). Sedangkan mereka yang tidak menjaga kebersihan mulut, perkembangan IMT-nya lebih cepat.

 

read more
Ragam

Air dan Kekuasaan

Sebuah karunia tuhan yang paling indah di dunia ini adalah alam, pesonanya membuat kita selalu tertarik untuk menikmati setiap saat.  Alam selalu memberikan arti penting  bagi kehidupan kita, terutama kandungan air yang ada di dalamnya. Tanpa adanya air, kita tidak bisa menggerakkan aktivitas apapun, sehingga unsur tersebut tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, setiap waktu tubuh kita selalu membutuhkan senyawa itu. Air merupakan bagian utama dalam berbagai aspek kehidupan, baik untuk proses metabolisme pertumbuhan manusia, untuk pertanian dan bagi peternakan.

Dalam hal pertumbuhan manusia, jika kita mengalami kekurangan cairan air setiap jam, maka tubuh kita akan terasa mengering dan energi kita menghilang sehingga berpengaruh pada tidak sanggup untuk melakukan aktivitas keseharian. Dan, akibat kekurangan senyawa itu di dalam tubuh juga akan berdampak pada timbulnya berbagai penyakit. Kedua, untuk sektor pertanian, dalam bidang persawahan dan perkebunan misalnya, jika saja air tidak mampu dialirkan secara rutin maka para petani tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal, karena faktor ketersediaan air yang cukup sangat menentukan kualitas dan produktivitas tanaman, karena air unsur penting dalam melakukan fotosintesis dan respirasi. Dan, tentunya ini akan berdampak kepada kelaparan.

Begitu juga untuk sektor peternakan, air sangat dibutuhkan. Terhentinya pasokan air akan berdampak pada berhentinya siklus kehidupan binatang seperti, bebek dan ayam untuk berkembang biak yang akhirnya berujung pada menurunnya tingkat kesejahteraan manusia.

Sumber Energi

Sebuah studi yang dilakukan oleh lembaga penelitian Geological Survey  yang berpusat di Amerika akhir tahun 2010 menyebutkan bahwa, sekitar 72 persen bumi tertutup  oleh air. Sebanyak 50 persen air terdapat di enam negara, yang salah satunya terdapat di Indonesia. Masuknya negara kita sebagai wilayah yang memiliki potensi air yang banyak maka patut disyukuri dengan sebaiknya-baiknya, karena dengan melimpahnya unsur itu kita bisa memanfaatkan untuk  berbagai keperluan energi. Bayangkan, jika seandainya negeri kita mengalami kekurangan air, berbagai ancaman akan datang baik dari aspek kesehatan, kesejahteraan dan berbagai hal negatif lainnya..

Dalam perkembangan teknologi zaman sekarang ini, air merupakan alternatif  yang bisa digunakan untuk menghasilkan energi listrik yang digolongkan dalam energi terbarukan, tak terkecuali di Indonesia. Pelaksanaan teknologi konversi air sebagai penghasil energi listrik yang dilakukan saat ini semakin digalakkan oleh pemerintah karena bertujuan untuk menghematnya  penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagai bahan baku utama untuk memproduksi daya listrik di negara kita. Dalam draf Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional 2012 – 2031 bahwa produksi listrik yang bersumber dari air diproyeksi akan dihasilkan sebesar 6.310 MW ( 6.310.000 watt) atau 11 persen. Proyeksi daya yang dilakukan PLN itu menurut saya belum maksimal, akan tetapi terlepas benar dan salah tentang keakuratan data yang telah diakumulasikan, karena yang terpenting adalah unsur air ini sudah menjadi hal penting untuk keberlangsungan energi listrik di negara Indonesia. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita sudah bersyukur dengan melimpahnya air diberikan di negara kita!.

Aneh bin ajaib, kiranya itulah ungkapan yang cocok untuk penghuni pulau di Indonesia yang ini tidak mau mengucapkan terima kasih bagi pemilik semesta ini. Mereka secara terang-terangan melakukan tindakan untuk perusakan terhadap sumber utama pemasok air dengan memotong kayu-kayu penyimpan air di dalam hutan.

Indonesia Harus Bersyukur

Air merupakan secuil kekuasaan tuhan yang diberikan bagi rakyat Indonesia, dengan diberikan kekayaan ini, sudah sepatutnya rasa syukur kita kepada sang khalik harus diperbanyak  Karena dengan bersyukur atas berbagai nikmat lain akan diturunkan dan bahkan akan dilipatgandakan. Semoga ke depan rasa syukur ini bisa tanamkan dalam jiwa masing-masing setiap penduduk Indonesia, baik dalam tindakannya maupun dalam ucapan kita.[]

read more
Energi

Aceh Kaya Potensi Listrik

Populasi permintaaan energi listrik di berbagai belahan bumi dunia mengalami peningkatan pesat. Hal serupa juga terjadi di negara Indonesia, pertumbuhan industri dan penduduk adalah faktor pemicu terjadinya. Kondisi  yang sama juga terjadi di Provinsi Aceh.

Untuk menutupi permintaan tersebut, PLN regional Aceh meminta bantuan pasokan daya dari provinsi seberang, yakni Sumatera Utara. Dari berbagai literatur  bacaan yang penulis dapatkan, hingga saat ini total kebutuhan daya untuk beban puncak yang diperlukan oleh PLN di Aceh sebesar 351 Mega Watt. Dari total daya yang dibutuhkan itu, Pembangkit Listrik dari Sumatera Utara menjadi pemasok daya terbesar untuk  para konsumen listrik di Provinsi Aceh. Ketergantungan pasokan daya dari seperti ini sudah terjadi sudah sekian lama.

Tentunya, hal tersenut merupakan sebuah permasalahan lama dan perlu dianggap serius, serta diharapkan untuk tidak dibiarkan secara berlarut-larut. Sebab, jika itu terjadi dikhawatirkan ke depan persoalan yang saerupa akan kembali muncul di kemudian hari.

Potensi Melimpah

Provinsi Aceh yang sudah diberikan kewenangan besar oleh pemerintah pusat melalui  disahkankan  Undang-Undang Pemerintah Aceh (UU PA) telah memberikan peluang besar untuk mengelola listrik secara otonom. Dimana, manajemen  pendistribusian dan pengadaan pembangkit energi listrik bisa dikontrol oleh pemerintah Aceh. Apalagi, provinsi kita dikaruniakan Allah akan berbagai potensi listrik yang melimpah dari berbagai sumber.

Berdasarkan data Dari Dinas Pertambangan dan Energi Aceh  menyebutkan, pada alam Aceh terdapat banyak potensi listrik yang seperti, hydro power (tenaga air) yang terletak di Potensi daya yang tersedia di Jambu Air sebesar 37,2 Mega Watt, Krueng  Jambuaye sebesar 181,8 Mega Watt, Krueng sebesar 171,6 Mega Watt, Jambuaye/Bidin sebesar 246 Mega Watt, Krueng Peureulak sebesar 34.8 Mega Watt, W. Tampur sebesar 428 Mega Watt, Krueng Peusangan 90  Mega Watt, Krueng  Jambo Papeun 95,2 Mega Watt, Krueng  Kluet sebesar 141 Mega Watt, Krueng  Sibubung 121,1 Mega Watt, Krueng Teripa Tiga 172,6 Mega Watt, Krueng Teripa 306,4 Mega Watt, Krueng  Meulaboh sebesar 82,1 Mega Watt, Krueng Pameu sebesar 160,6 Mega Watt, Krueng Woyla sebesar 274 Mega Watt, Krueng Dolok 32,2 Mega Watt, Krueng Teunom 288,2 Mega Watt.

Lalu, potensi listrik dari geothermal (panas bumi), total kapasitas potensi daya yang tersedia di Provinsi Aceh sebesar 1.115 MWe. Energi itu terletak di Sabang dengan potensi sebesar 125 MWe, Aceh Besar sebesar 228 MWe, Pidie sebesar 150 MWe, Bener Meriah sebesar 200 MWe, Aceh Tengah sebesar 220 MWe, Aceh Timur sebesar 25 MWe, Aceh Tamiang sebesar 25 MWe, dan Kabupaten Gayo Lues sebesar 142 MWe.  Kemudian potensi energi listrik lain juga terdapat pada angin, tata surya (matahari) dan batu bara, yang daya dihasilkan belum diproyeksikan.

Namun demikian, jika diakumulasikan potensi energi listrik dari terbarukan jenis air saja, maka daya yang akan dihasilkan adalah  2862.8 Mega Watt.  Daya yang mampu dibangkitkan itu sudah melebihi beban puncak saat ini.  Belum lagi dengan potensi energi-energi listrik yang diciptakan Allah melalui biogas (tumbuhan, hewan dan manusia). Tentunya, jika ini mampu diwujudkan, Provinsi Aceh akan menjadi daerah “Swasembada Energi”.

Lalu pertanyaan, kenapa potensi yang telah diciptakan Allah ini tidak dimanfaatkan dengan baik?

Aneh dan lucu. Itulah mungkin kata yang akan keluar dari semua kita. Sebab, sebagai negeri yang diberikan kekayaan  akan  potensi listrik, namun kita tidak pernah menggarapnya  dengan serius melainkan berharap sedekah dari provinsi tetangga.

Solusi

Hendaknya dengan ada potensi-potensi listrik yang diberikan Allah seperti ini, tentunya keseriusan pemerintah daerah sangat diharapkan.  Selama ini, Pemerintah Aceh  berkesan seperti menunggu boh ara anyot, artinya pemerintah kurang bekerja keras dalam melobi para pihak untuk  berinvestasi di Aceh  pada bidang kelistrikan.

Jika saja, setengah dari potensi yang tersedia itu  digarap saja, maka tentunya Aceh mampu menyuplai energi untuk beberapa wilayah di provinsi lain dan memutus mata rantai pemasok energi dari luar. Namun demikian, untuk mewujudkan hal tersebut, maka pemerintah Aceh perlu melakukan beberapa hal.

Pertama adalah adanya keseriusan dari pemerintah Aceh dalam dalam menggarap potensi yang telah ada. Keseriusan itu harus dibuktikan dengan adanya upaya yang kuat untuk menyakinkan para investor baik dalam negeri maupun dari  luar negeri untuk membangun pembangkit energi listrik.  Kedua adalah, adanya jaminan keamanan dan kenyamanan.  Keamanan tersebut  tidak hanya pada sisi keamaan semata,  tetapi juga berhubungan dengan birokrasi. Artinya, Pemerintah Aceh harus mempermudah para investor dalam berbagai aspek birokrasi, seperti;  adanya kemudahan dalam pengurusan izin, pemetaan lahan yang berpotensi energi secara jelas, serta mempublikasi data-data penting yang berhubungan dengan energi  melalui website-website resmi secara jelas dan detil. Disamping itu, pemerintah Aceh juga harus membuat pola kerangka kerja yang jelas bagi para investor yang ingin menanamkan saham di bidang kelistrikan dengan tidak mengabaikan kepentingan-kepentingan masyarakat.

Insya Allah, jika  hal ini dilakukan,  ke depan Aceh negeri yang kaya akan potensi energi ini tidak lagi mengharap sedekah listrik dari provinsi lain. Dan, tentunya dengan semakin banyak pembangkit yang dibangun, Aceh tidak lagi bergantung listrik pada daerah lain, dan bahkan pengangguran di Aceh akan semakin berkurang. Waallahu a’alam bishawab.

 

read more
1 2
Page 1 of 2