close
Ilustrasi| Foto: Intrnet

Mana janjimu PLN? Kalimat pertama pada artikel ini muncul secara tiba-tiba dan  mengingatkan saya pada pernyataan seorang petinggi PLN Aceh beberapa bulan lalu yang menyebutkan, persolaan pemadaman listrik bergilir di Aceh akan tuntas akhir November 2013.

Kini tahun sudah berganti, janji lama tak ditepati, janji baru kembali ditebarkan, “Listrik Padam Bergilir hingga Akhir Tahun,” tulis sebuah media lokal beberapa bulan lalu.  Pemeliharaan PLTGU di Medan dan PLTU Labuhan Angin menjadi justifikasi mereka.

Terlepas alasan itu benar ataupun salah. Yang pasti, pemadaman bergilir akan terus terjadi. Sebagai salah satu pengelola listrik profesional di Aceh, seharusnya mereka harus mengonsepkan tentang bagaimana upaya untuk memerdekakan krisis persoalan listrik ini, dan langkah tanggap apa yang harus dilakukan agar Aceh tidak lagi bergantung energi pada orang lain.

Potensi Melimpah

Aceh yang diberikan kewenangan besar oleh pemerintah pusat melalui  disahkankan  Undang-Undang Pemerintah Aceh (UU PA) telah memberikan peluang besar untuk mengelola listrik secara otonom. Dimana, manajemen  pendistribusian dan pengadaan pembangkit energi listrik bisa dikontrol oleh pemerintah Aceh. Apalagi, provinsi kita dikaruniakan Allah akan berbagai potensi listrik yang melimpah dari berbagai sumber.

Berdasarkan data Dari Dinas Pertambangan dan Energi Aceh  menyebutkan, pada alam Aceh terdapat banyak potensi listrik yang seperti, hydro power (tenaga air) yang terletak di Potensi daya yang tersedia di Jambu Air sebesar 37,2 Mega Watt, Krueng  Jambuaye sebesar 181,8 Mega Watt, Krueng sebesar 171,6 Mega Watt, Jambuaye/Bidin sebesar 246 Mega Watt, Krueng Peureulak sebesar 34.8 Mega Watt, W. Tampur sebesar 428 Mega Watt, Krueng Peusangan 90  Mega Watt, Krueng  Jambo Papeun 95,2  Mega Watt, Krueng  Kluet sebesar 141 Mega Watt, Krueng  Sibubung 121,1 Mega Watt, Krueng Teripa Tiga 172,6 Mega Watt, Krueng Teripa 306,4 Mega Watt, Krueng  Meulaboh sebesar 82,1 Mega Watt, Krueng Pameu sebesar 160,6 Mega Watt, Krueng Woyla sebesar 274 Mega Watt, Krueng Dolok 32,2 Mega Watt, Krueng Teunom 288,2 Mega Watt.

Lalu, potensi listrik dari geothermal (panas bumi), total kapasitas potensi daya yang tersedia di Provinsi Aceh sebesar 1.115 MWe. Energi itu terletak di Sabang dengan potensi sebesar 125 MWe, Aceh Besar sebesar 228 MWe, Pidie sebesar 150 MWe, Bener Meriah sebesar 200 MWe, Aceh Tengah sebesar 220 MWe, Aceh Timur sebesar 25 MWe, Aceh Tamiang sebesar 25 MWe, dan Kabupaten Gayo Lues sebesar 142 MWe.  Kemudian potensi energi listrik lain juga terdapat pada angin, tata surya (matahari) dan batu bara, yang daya dihasilkan belum diproyeksikan.

Namun demikian, jika diakumulasikan potensi energi listrik dari terbarukan jenis air saja, maka daya yang akan dihasilkan adalah  2862.8 Mega Watt.  Daya yang mampu dibangkitkan itu sudah melebihi beban puncak saat ini.  Belum lagi dengan potensi energi-energi listrik yang diciptakan Allah melalui biogas (tumbuhan, hewan dan manusia). Tentunya, jika ini mampu diwujudkan, Provinsi Aceh akan menjadi daerah “Swasembada Energi,”.

Lalu pertanyaan, kenapa potensi yang telah diciptakan Allah ini tidak dimanfaatkan dengan baik?. Aneh dan lucu. Sebagai negeri yang diberikan kekayaan  akan  potensi listrik, namun kita tidak pernah menggarapnya  dengan serius melainkan namun masih berharap sedekah dari provinsi tetangga.

Solusi

Hendaknya dengan ada potensi-potensi listrik yang diberikan Allah seperti ini, tentunya keseriusan PLN dan pemerintah daerah sangat diharapkan. Selama ini, pengelola listrik hanya berkesan  menunggu boh ara anyot, artinya pemerintah kurang bekerja keras dalam melobi para pihak untuk  berinvestasi di Aceh  pada bidang kelistrikan.

Jika saja, setengah dari potensi yang tersedia itu  digarap saja, maka tentunya Aceh mampu menyuplai energi untuk beberapa wilayah di provinsi lain dan memutus mata rantai pemasok energi dari luar. Namun demikian, untuk mewujudkan hal tersebut, maka pemerintah Aceh perlu melakukan beberapa hal.

Pertama adalah adanya keseriusan dari pemerintah Aceh dalam dalam menggarap potensi yang telah ada. Keseriusan itu harus dibuktikan dengan adanya upaya yang kuat untuk menyakinkan para investor baik dalam negeri maupun dari  luar negeri untuk membangun pembangkit energi listrik.  Kedua adalah, adanya jaminan keamanan dan kenyamana.  Keamanan tersebut  tidak hanya pada sisi keamaan semata,  tetapi juga berhubungan dengan birokrasi. Artinya, Pemerintah Aceh harus mempermudah para investor dalam berbagai aspek, seperti;  adanya kemudahan dalam pengurusan izin, pemetaan lahan yang berpotensi energi yang jelas, serta mempublikasi data-data penting yang berhubungan dengan energi  melalui website-website resmi secara jelas dan detil. Disamping itu, pemerintah Aceh juga harus membuat pola kerangka yang jelas bagi para investor yang ingin menanamkan saham di bidang kelistrikan dengan tidak mengabaikan kepentingan-kepentingan masyarakat.  Insya Allah, jika  hal ini dilakukan,  ke depan Aceh negeri yang kaya akan potensi energi ini tidak lagi mengharap sedekah listrik dari provinsi lain. Dan janji-janji PLN akan bisa ditetapi.

Tentunya dengan semakin banyak pembangkit yang dibangun akan maka secara otomatis,  pengangguran di Aceh akan semakin berkurang. Waallahu a’alam bishawab. (email: teuku.multazam@gmail.com)

1 Comment

  1. Saya sangat setuju dengan pemikiran yang disampaikan melalui penulisan diatas, saya punya pengalaman membawa investor serius dari China National Electrical Engineering Coy untuk investasi Hydro Power di Aceh dan sudah presentasi didepan unsur aparat pemerintah aceh di Dinas Pertembangan dan Energy Aceh. Tapi untuk follow up sangat lambat karena apa yg disebut potensi tenaga air pihak pemda sangat minim data awal.
    Kami masih mengharapkan bisa investasi Hydro Power Plant di Aceh,
    Terimakasih

Leave a Response