close

bencana

Perubahan Iklim

Erupsi Vulkanik Bantu Lambatkan Pemanasan Global

Meskipun letusan gunung api memuntahkan abu vulkanik berton-ton, tapi itu ternyata bisa berdampak untuk menjebak panas karbondioksida naik ke udara. Erupsi dari letusan gunung api telah membantu perlambat pemanasan global selama dua dekade terakhir ini. Oleh karena itu, penelitian terbaru dilakukan pengaturan model iklim dengan memanfaatkan letusan gunung api.

Gunung api dapat menghasilkan gas sulfur dioksida. Gas tersebut kemudian berubah menjadi partikel kecil asam sulfat di atmosfer. Partikel asam tersebut bertindak seperti cermin-cermin kecil yang dapat memantulkan sinar matahari ke angkasa. Sebagai contoh, setelah letusan gunung api yang sangat besar pada 15 Juni 1991, suhu permukaan bumi berubah lebih rendah dari sebelumnya.

Sebuah hasil studi yang baru diterbitkan di Nature Geoscience juga membuktikan bahwa parikel-partikel yang dikeluarkan oleh gunung api di awal abad 21 memberikan efek seperti cermin yang telah membantu mengurangi perubahan iklim.

Dengan adanya partikel itu di atmosfer, telah membantu mengurangi pemanasan global sekitas 15 persen.

Sumber: NGI/intisari-online.com

read more
Sains

Benarkah Cuaca Buruk, Baik Untuk Iklim?

Cuaca buruk banyak terjadi akhir-akhir ini. Apakah hal ini berkaitan dengan perubahan iklim?

Bahkan di negara seperti Inggris yang terkenal akan perubahan cuaca dengan tingkat hujan dan jumlah angin yang tinggi, orang-orang pun bertanya-tanya apa yang terjadi dengan cuaca saat ini. Beberapa bulan terakhir penduduk negara Inggris dilanda banjir dan badai yang memecahkan semua rekor. Hal ini memicu penerbitan sebuah studi “Perspektif global terhadap badai dan banjir di Inggris” oleh badan meteorologi Inggris, Met Office.

Para penulis studi tersebut menggambarkan rangkaian badai yang terjadi saat musim dingin sebagai sesuatu yang luar biasa, baik dari segi frekuensi maupun durasi. Dalam studi tersebut, mereka menyebut bulan Desember-Januari sebagai masa terbasah di Inggris sejak awal adanya pencatatan cuaca .

Kombinasi antara curah hujan dan badai yang kuat serta gelombang tinggi telah memicu terjadinya banjir di sebagian besar Inggris, serta menjadi penyebab terjadinya kerusakan-kerusakan di pesisir pantai dan menjadi sumber permasalahan besar bagi manusia, ekonomi dan Infrastruktur.

Akibat pemanasan global
Dalam waktu bersamaan Kanada dan Amerika mengalami suatu periode yang tak biasa. Para ahli meteorologi di Inggris menghubungkan kejadian cuaca ekstrim di kedua belah sisi samudra Atlantik tersebut dengan gejolak terus menerus yang terjadi pada arus udara yang bergerak melewati Pasifik dan Amerika Utara. Inilah yang pada gilirannya membuat Met office juga para ilmuwan lain mengaitkan kejadian cuaca ekstrim tersebut dengan curah hujan di Indonesia dan di bagian barat pasifik. Cuaca adalah sebuah fenomena kompleks- sehingga tak heran jika hal ini berkaitan dengan udara dan arus laut di seluruh dunia.

Cuaca dipengaruhi oleh udara dan temperatur, sehingga sangatlah mungkin jika kenaikan suhu bumi ikut bertanggung jawab atas perubahan-perubahan yang terjadi. Para penulis studi tersebut menulis tentang adanya peningkatan jumlah data-data yang membuktikan adanya intensifikasi jumlah curah hujan yang terjadi setiap hari. Mereka berpendapat, hal tersebut sesuai dengan ilmu fisika yang telah kita pelajari bahwa penghangatan suhu bumi bisa menyebabkan kenaikan intensivitas curah hujan.

Laporan Stern
Di sebuah artikel yang dimuat oleh koran Inggris, The Guardian– Nicholas Stern mantan kepala eknomi bank dunia menyatakan cuaca ekstrim merupakan pertanda jelas bahwa kita telah merasakan akibat dari perubahan cuaca. Sejak tahun 2000 Inggris telah mengalami empat dari lima kali musim dingin dengan curah hujan paling tinggi dan tujuh kali tahun terpanas sejak dimulainya pengukuran cuaca.

Stern menulis, Atmosfir yang lebih hangat yang mengandung kelembaban lebih serta kenaikan permukaan laut yang menyebabkan terjadinya badai kuat adalah faktor-faktor yang mempertinggi bahaya banjir di Inggris. Dalam tulisannya, Stern juga menyebutkan rekor gelombang panas di Australia dan Argentina, juga banjir di Brazil dan Taifun Haiyan di Filipina adalah bagian dari pemanasan global yang seharusnya tak boleh dilupakan.

Atas nama pemerintah Inggris, Stern, yang saat ini menjadi profesor di sekolah ekonomi London menulis sebuah laporan tahun 2006 yang disebut dengan “Stern Report“. Laporan tersebut untuk pertama kalinya memuat akibat-akibat dari perubahan cuaca terhadap ekonomi dalam bentuk angka. Sejak saat itu resiko perubahan cuaca menjadi makin besar, tulis Stern. Hal tersebut diakibatkan oleh peningkatan emisi CO2 yang kuat dan juga beberapa akibat perubahan cuaca sperti pengurangan laut es di kutub utara yang terjadi lebih cepat dari yang diramalkan.

Cuaca ekstrim juga telah menginspirasi beberapa politisi untuk menempatkan perubahan cuaca pada daftar prioritas yang lebih tinggi. Presiden Amerika, Barack Obama dan presiden Perancis, Francois Hollande, menuntut agar dalam konferensi perubahan cuaca tahun 2015 yang akan diselenggarakan di Paris bisa dicapai kesepakatan bersama terkait iklim global dan mulai bisa diberlakukan tahun 2020.

Kepala sekertariat PPB untuk iklim, Christiana Figueres dalam sebuah wawancara meyampaikan keprihatinan bahwa peningkatan perhatian yang ada terkait tema iklim merupakan dampak dari meningkatnya bencana dan peristiwa alam.

Sumber: dw.de

read more
Perubahan Iklim

Bolivia Desak Negara Besar Atasi Perubahan Iklim

Presiden Bolivia Evo Morales, Kamis (30/1/2014), menyeru negara ekonomi dunia agar mencari solusi untuk perubahan iklim dan bencana alam yang ditimbulkannya.

“Negara besar dunia bertanggung jawab atas bencana karena perubahan iklim yang melanda planet ini, dan mereka juga diminta agar menyelesaikan masalah ini,” kata Morales di hadapan korps diplomatik asing di istana presiden di Lapaz.

Beberapa wilayah Bolivia sekarang diterjang banjir di musim penghujan, kata Morales kepada utusan negara asing tersebut, sebagaimana dilaporkan Xinhua. Ia mengatakan akan mengunjungi area yang dilanda bencana di Kota Cochabamba di Bolivia Tengah, untuk membantu warga yang jadi korban dalam beberapa pekan belakangan.

Morales pun mengenang hujan badai serupa pada 2006, sehingga mengejutkan pemerintah karena para pejabat tidak tahu cara menghadapinya, tapi sekutu Bolivia di wilayah tersebut seperti Argentina, Brazil dan Venezuela memberi bantuan dan teknologi.

Pada Selasa (28/1), Pemerintah Bolivia mengumumkan keadaan darurat nasional akibat hujan lebat yang mengguyur negeri itu.

Sumber: antaranews.com

read more
Ragam

3 Rumah Rusak Berat akibat Gempa Kebumen

Dampak kerusakan akibat gempa bumi berkakuatan 6,5 Skala Richter (SR) di Kebumen tidak separah di Cilacap atau Banyumas. Total ada tiga rumah di Kabupaten Kebumen yang mengalami rusak berat akibat gempa.

“Berdasarkan laporan terakhir pada Sabtu malam ada tiga rumah rusak berat, yakni milik Kasmirah di Desa Kalipurwo Kecamatan Kwarasan, Kasmin di Desa Wonoharjo, Kecamatan Rowokele, dan rumah Tamrin Haryanto di Desa Candimulyo, Kecamatan Kebumen,” kata Kabid Kedaruratan BPBD Kabupaten Kebumen, Muhyidin.

Muhyidin menyebutkan, rumah Kasmirah bagian dapur roboh dengan nilai kerugian sekitar Rp5 juta. Rumah Kasmin tanah retak di bagian teras. Sementara rumah Tamrin, sebagian dindingnya roboh dengan nilai kerugian sekitar Rp 8,5 juta.

“Bagi para korban yang rumahnya rusak berat tersebut mendapatkan bantuan logistik,” ujarnya. Selain itu, mereka akan mendapatkan bantuan untuk memperbaiki rumah dari Pemkab.

Ia mengatakan, untuk rumah rusak sedang dan ringan belum terdata dan perkembangannya akan terus dipantau. Sejauh ini tidak ada laporan korban jiwa atau luka-luka akibat gempa tersebut.

Berdasarkan laporan BMKG, gempa bumi 6,5 SR yang berpusat 104 kilometer barat daya Kebumen, terjadi pada sabtu (25/1/2014) pukul 12.14 WIB. Pusat gempa di Samudera Hindia pada kedalaman 48 kilometer.

Guncangan gempa terasa di sejumlah kota besar di Jawa. Gempa menyebabkan kerusakan 93 rumah di Banyumas dan 21 rumah di Cilacap.
Sumber: kompas.com

read more
Ragam

Pemilu 2014 Pilih Pemimpin Pro Rakyat dan Pro Pelestarian!

Banjir yang melanda Jakarta, Bekasi, Pekalongan, Semarang, Manado, dan lain-lain pada awal 2014 ini menyadarkan bahwa sumber daya alam Indonesia salah urus selama ini. Bencana ekologis ini harus menjadi alarm pembaharuan ke depan, karena menurut catatan WALHI sedang terjadi peningkatannya secara tajam. Jika pada tahun 2012, banjir dan longsor terjadi sebanyak 475 kali dengan korban jiwa mencapai 125 orang, pada tahun 2013, secara akumulatif peristiwa bencana ekologis mencapai 1.392 kali atau meningkat hampir 300 persen. Bencana tersebut melanda 6.727 desa/kelurahan yang tersebar pada 2.787 kecamatan di 419 kabupaten/kota atau 34 propinsi, dan telah menimbulkan korban jiwa sebesar 565 orang.

Sayangnya, Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II -yang masa kerjanya tersisa kurang dari satu tahun- membuka tahun 2014 dengan menerbitkan peraturan yang tidak berpihak pada keberlanjutan fungsi sumberdaya alam. PP 1/2014 dan Permen ESDM 1/2014 yang mengendorkan (relaksasi) batas waktu larangan ekspor mineral mentah tak hanya membebaskan dari hukuman (impunity) tapi juga melanggengkan perusahaan ekstraktif mengeruk kekayaan mineral Indonesia.

Tahun 2014 juga dibuka dengan kegembiraan semu melalui pelepasan 7.000 ha kawasan hutan Mesuji dari Register 45, Lampung. Menjadi semu karena pelepasan dilakukan tanpa skema distribusi lahan yang jelas dan berkeadilan sehingga potensial memicu konflik horisontal. Padahal, catatan Konsorsium Pembaruan Agraria menunjukkan fenomena meningkatnya konflik agraria beberapa tahun terakhir.

Pada 2010 tercatat sedikitnya 106 konflik agraria, kemudian meningkat menjadi 163 konflik pada tahun 2011, dan menjadi 198 konflik pada tahun 2012. Peningkatan besar-besaran terjadi pada 2013 dengan konflik agraria tercatat sejumlah 369 kasus pada kawasan seluas 1.281.660.09 hektar dan melibatkan 139.874 Kepala Keluarga (KK). Sehingga, berita Mesuji tersebut seakan meresonansi penggusuran Suku Anak Dalam dari kawasan hidup mereka di Padang Salak Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Batanghari, Jambi, 7 Desember 2013 karena sengketa hak lahan dengan perusahaan sawit PT Asiatic Persada.

Ketimpangan perlakuan negara kepada penduduk lokal dengan korporasi eksploitatif sejatinya merupakan hal jamak hingga saat ini. Lihatlah kebijakan pengalokasian ruang kawasan hutan sebagai misal. Rencana Kehutanan Tingkat Nasional Tahun 2011-2030 yang ditetapkan oleh Permenhut 49/2011 menjabarkan bahwa dari total 41,69 juta hektar penggunaan kawasan hutan, 41,01 juta hektar atau 99,5% diperuntukkan bagi perusahaan, seperti HPH, HTI, pelepasan kebun, pinjam pakai tambang. Hanya 0,21 juta hektar atau 0,5% yang diperuntukkan bagi masyarakat lokal/adat dan atau usaha kecil, seperti hutan desa, hutan kemasyarakatan, dan hutan tanaman rakyat.

Padahal, HPH/HTI kinerjanya sangat buruk terbukti dengan semakin berkurangnya jumlah dan luas perusahaan HPH dan semakin menguatnya fenomena monopsoni pada bisnis HTI. Bahkan, ditengarai 34 juta hektar kawasan HPH/HTI saat ini merupakan kawasan open access. Fenomena open access ini terjadi pula pada 30 juta hektar hutan lindung Indonesia karena ketidakhadiran pengelola di tingkat lapangan.

Pada 2013 Indonesia dan Uni Eropa menandatangani perjanjian Forest Law Enforcement, Governance, and Trade – Voluntary Partnership Agreement (FLEGT VPA) antara Pemerintah Indonesia dengan Uni Eropa. Sesuai dengan EU Timber Regulation (EUTR) 995/2010, FLEGT VPA ini akan membuka lebih luas pasar Eropa bagi kayu legal Indonesia. FLEGT VPA ini berpeluang meningkatkan sumbangsih kehutanan terhadap perekonomian nasional yang semakin melemah pada satu dekade terakhir.

Meski demikian, harus dipastikan agar pembukaan pasar Eropa ini tidak justru membuka ruang perusakan hutan melalui eksploitasi kayu yang tak lestari. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), sebagai salah satu instrumen terkait FLEGT VPA, harus direvisi agar menjadi instrumen yang sesuai dengan prinsip-prinsip sustainable forest management (SFM).

Karena, sampai saat ini SVLK justru nyaris setiap tahun diperburuk kualitasnya melalui perubahan regulasi sehingga justru meloloskan juga perusahaan kehutanan yang tak layak SFM. Bahkan, terdapat juga perusahaan yang tersangkut kasus korupsi yang beroleh sertifikat SVLK. Pun, SVLK dan pasar Eropa harus didorong untuk mendukung hasil hutan produksi unit usaha masyarakat lokal.

Sepanjang 2013, Indonesia melaksanakan 152 pemilu kepala daerah. Berdasarkan citra satelit dan data pilkada serta perijinan 2000-2008, Prof. Burgess, dkk menemukan bahwa ada fenomena peningkatan deforestasi 57% setahun setelah pilkada di Indonesia. Kajian ICW (2013) juga menunjukkan meningkatnya dana-dana bantuan sosial di kementerian-kementerian yang dipimpin menteri yang berasal dari partai politik. Fenomena ini akan menjadi peringatan akan potensi meningkatnya korupsi termasuk pada sektor pngelolaan dan pengolahan sumber daya alam pada tahun politik 2014.

Harapan sejatinya hadir melalui Putusan Mahkamah Konstitusi 45/2011 yang membuka ruang negosiasi antara masyarakat dengan pemerintah dalam proses pengukuhan kawasan hutan. Dengan diputuskannya bahwa kawasan hutan yang sah dan mengikat adalah kawasan hutan yang sudah ditetapkan, tak cukup hanya ditunjuk sebagaimana terjadi pada sebagian besar kawasan hutan Indonesia, memastikan persetujuan masyarakat terhadap Berita Acara Tata Batas menjadi faktor kunci. Putusan MK 35/2012 yang menegaskan eksistensi hutan adat juga memastikan bahwa komunitas adat pun menjadi entitas penting dalam tatakelola kehutanan Indonesia.

Namun demikian, tindak lanjut pemerintah terhadap kedua Putusan MK tersebut sangat minim. Pengukuhan kawasan hutan di Kabupaten Barito Selatan yang diproses sepanjang 2013 bahkan tidak menambah luas pengukuhan satu hektar pun. Demikian juga, hutan adat yang ditetapkan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi belum ada sama sekali. Padahal, pemerintah sangat diharapkan mengeluarkan kebijakan transisi sebagai terobosan mengingat banyaknya tumpang tindih klaim dan ijin di dalam klaim hutan adat.

Harapan juga hadir melalui inisiatif KPK bersama UKP4 yang memelopori sinergitas antar lembaga negara melalui Nota Kesepakatan Bersama 12 Kementerian atau Lembaga Negara (NKB 12 K/L) tentang Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan Indonesia. Meski judulnya mengenai pengukuhan, dokumen yang ditandatangani pada 11 Maret 2013 -sehingga kerap disebut sebagai Supersemar Kehutanan- ini pada dasarnya merupakan reformasi secara substantif tatakelola sumberdaya alam Indonesia. Program Indonesia Memantau Hutan yang didorong KPK sebagai open government sektor kehutanan juga diharapkan mampu mendorong transparansi tata kelola serta partisipasi publik yang semakin massif pada pembaharuan tatakelola kehutanan Indonesia.

Pada saat yang sama, jaringan masyarakat sipil semakin menunjukkan perannya dalam mengawal kejadian yang mengancam kelestarian hutan dan sumber daya alam kita. Eyes on the Forest (EoF) di Riau dan Koalisi Anti Mafia Hutan banyak memberi masukan pada proses penegakan hukum yang dilakukan KPK, seperti kasus Azmun Jafar dan rangkaiannya yang kini telah menyeret Gubernur Riau Rusli Zainal ke persidangan pengadilan tindak pidana korupsi. Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa (TKPRT) juga banyak membantu proses penegakan hukum dan pembaruan kebijakan yang diinisiasi UKP4.

Kita semua sebentar lagi diberi kesempatan membuat pilihan agar jejak tersebut bisa lebih banyak lagi memberikan keberpihakan kepada rakyat. Kami memberikan catatan di atas agar kita semua tidak melupakannya. Karenanya, mari menggunakan kekuatan kita melakukan perubahan memasuki tahun yang baru dan menyongsong era yang baru pasca Pemilu 2014.

Pilih pemimpin pro rakyat dan pro kelestarian! Demikian siaran pers bersama dari Walhi, ICW, TI, WWF dan Yayasan Kehati.

Sumber: hijauku.com

read more
Perubahan Iklim

Perubahan Iklim Bukan Penyebab Utama Banjir

Perdebatan tentang perubahan iklim telah mengalihkan perhatian kita dari penyebab sebenarnya dari bencana banjir, sekelompok ilmuwan terkemuka telah memperingatkan.

Pembetonan, penebang pohon, dan perluasan kota telah membuat banjir jauh lebih buruk, dan kita perlu untuk bertindak atas pengetahuan itu, kata mereka.

Hubungan yang tepat antara pemanasan global dan banjir sedikit sekali pengaruhnya, dan mereka yang terus menghembuskan isu ini telah mengalihkan perhatian dari masalah sebenarnya yaitu pembangunan yang berlebihan, seperti dikatakan para pakar sebuah makalah penelitian.

Perdana Menteri Inggris David Cameron telah memicu perdebatan ini ketika puncak banjir melanda Inggris baru-baru ini dengan menyatakan bahwa ia ‘sangat’ mencurigai kehancuran itu disebabkan oleh perubahan iklim.

Namun, Menteri Lingkungan Owen Paterson menolak untuk mendukung pandangan ini dan Kantor Meteorologi setempat mengatakan tidak ada bukti bahwa banjir musim dingin disebabkan oleh pemanasan global buatan manusia.

Makalah penelitian, yang diterbitkan dalam Jurnal Hydrological Sciences, baru-baru ini mengatakan: “Ada kehebohan seperti kekhawatiran tentang hubungan antara rumah kaca dan banjir yang menyebabkan masyarakat kehilangan fokus pada hal-hal yang sudah kita ketahui dengan pasti tentang banjir dan bagaimana untuk mengurangi dan beradaptasi dengannya.”

“Menyalahkan perubahan iklim atas bencana banjir membuat isu global yang tampaknya keluar dari kontrol lembaga regional atau nasional. Komunitas ilmiah perlu menekankan bahwa masalah kerugian banjir terutama tentang apa yang kita lakukan pada lanskap dan yang akan menjadi kasus untuk dekade yang akan datang.

Sumber: pikiranrakyat.com

read more
Ragam

Menguak Tabir “Aceh sebagai Kota Bencana”

Siapapun dari kita, tentunya tidak akan sepakat bila dikatakan daerah tempat kita sebagai kota bencana, apalagi untuk Provinsi Aceh – tempat menetap saya. Tetapi, setiap orang memiliki hak untuk mengungkapkan apapun pendapatnya dan kita harus menghargai itu. Tentunya, pendapat tersebut harus mampu dipertanggung jawabkan dari berbagai sisi.

Sebagai orang Aceh, saya tidak serta merta menerima “label” itu diberikan untuk provinsi yang terletak di ujung sumatera ini, meskipun wilayah ini kerap dilanda bencana. Namun, saya terkejut ketika membaca sebuah tulisan yang dituliskan oleh Wiliam Marsden  beberapa tahun lalu dalam bukunya ”Sejarah Sumatera”, yang isinya adalah pulau ini pernah terjadi bencana berupa kebakaran hutan tetapi  bukan karena dibakar oleh manusia melainkan lava yang dikeluarkan oleh gunung berapi sehingga menyebabkan hutan terbakar. Hal serupa terjadi di tahun 1770, kala itu bencana gempa dengan gempa besar telah membuat masyakarat di sebuah kampung banyak yang  meninggal.

Beberapa hari setelah itu, kemudian saya juga menemukan tulisan lain yang dituliskan oleh Djulianto Susantio yang dikutip dari buku Denys Lombard “Kerajaan Aceh”.  Dia mengatakan sekurangnya setiap tahun Aceh pernah dilanda oleh gempa sebanyak tiga hingga empat kali,  Sejumlah dokumen sejarah dari abad  XVI hingga XVIII berulang kali menyebutkan Aceh (bersama Nias) sebagai ”Kota Bencana”.  air laut pasang, dan gempa bumi silih-berganti melanda Aceh. Akibatnya, para pedagang dan pengelana asing menjuluki Aceh sebagai ”kota mati” atau ”kota menyeramkan”.

Pernyataan ini menggambarkan bahwa, negeri Aceh dari dulu sampai sekarang memang sudah menjadi langganan bencana. Terlepas percaya atau tidak!, yang pastinya jika dilihat dari  berbagai studi literatur sejarah tempo dulu menyebutkan bencana sering terjadi.

Melihat dari  dua referensi itu, saya sebagai bekas orang menutut ilmu mulai percaya bahwa, negeri kita (Aceh) adalah daerah langganan bencana. Di sini saya juga ingin menambahkan, selain dua bencana tersebut, longsor dan banjir merupakan ancaman yang paling serius untuk kita. Bahkan, kedua bencana ini adalah langganan tahunan untuk kita. Dari beberapa hal yang saya kemukakan di atas, bagaimana dengan Anda!

Terlepas dari kata sepakat atau tidak, sebagai generasi muda yang memiliki secuil ilmu kita dituntut untuk bertanggung jawab. Tanggung hawab yang saya maksudkan disini bukan kita sebagai pelaku, tetapi bagaimana mencari solusi untuk menghentikan persoalan ini. ini Meskipun pada umumnya masyarakat sudah mengetahui penyebab dan dampak dari bencana ini, tapi saya juga mencoba menulisnya agar ini bisa menjadi pembelajaran bagi saya sendiri maupun untuk yang lainnya. Menurut kami, ada dua solusi yang bisa dilakukan yaitu, melalui sisi kebencanaan dan melalui dampak dari bencana.

Sekarang saya mencoba membahas satu-satu solusi ini, pada sisi pertama adalah kebencanaan. Pada faktor ini kita harus melihat, kenapa itu bisa terjadi!. Tentunya, ini pasti ada sebab. Ketika berbicara sebab, kita harus melihat duduk permasalahan dengan benar, sehingga hasil yang didapatakan juga baik. Dari beberapa koran dan wawancara yang saya lakukan dengan sejumlah mayarakat menyimpulkan, bahwa bencana itu bencana terjadi akibat ulah tangan jahil manusia itu sendiri.

Jika dilihat dari jenis bencananya, sejak tahun 1990-han, bencana yang kerap terjadi di Aceh adalah jenis banjir, gagal panen, longsor dan konflik manusia dengan marga satwa. Hampir semua tempat yang pernah dilanda bencana ini disebabkan oleh akibat maraknya illegal loging (penebangan illegal). Dari catatan kami, dalam beberapa tahun terakhir bencana seperti ini terjadi hingga puluhan kali.

Sedangkan untuk sisi kedua adalah dampak bencana. Kalau berbicara ini, tentunya saya melihat pada jumlah korban jiwa dan harta yang berjatuhan. Bayangkan saja, sekecil apapun bencana itu terjadi, pasti ada korban jiwa dan harta.

Korban jiwa ini bukan berarti harus ada yang meninggal ataupun luka-luka, trauma yang timbulkan dari setiap bencana terjadi merupakan salah satu kategori yang masuk dalam jenis korban jiwa.  Begitu juga dengan korban harta itu, dampak yang dihasilakan dari bencana itu adalah terjadinya  kerusakan-kerusakan pada bangunan-bangunan, seperti rumah-rumah warga, fasilitas umum, infrastruktur dan tanaman.

Solusi

Mari kita simak Firman Allah SWT dalam AL Quran, surat Ar Rum ayat 41 yang  artinya;

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Harusnya, sebagai orang Aceh dan beragama islam, firman ini adalah peringatan keras bagi kita untuk menjaga lingkungan secara baik bukan malah merusaknya. Jika lingkungan lestari, kita akan nyama, tenang, dan tentram dalam melakukan berbagai aktivitas, ancaman bencana tidak terjadi,  bukan sebalikanya.

Umumnya, kita mengalami penyesalan yang sangat luar biasa ketika bencana itu melanda, tetapi hal itu tidak bertahan lama. Bahkan, ketika masa-masa darurat (penyesalan) itu hilang masyarakat kita kembali melakukan perusakan lagi.

Bencana tidak akan terjadi jika kita mampu bersahabat dengan alam. Misalnya dengan menjaga lingkungan seperti melestarikan lingkungan dengan  melakukan penghijauan kembali.

Sebab, pelestarian lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Karena itu, menjaga lingkungan merupakan bagian yang harus menjadi priority demi menjaga keselamatan.

Disamping itu, agar Aceh tidak lagi dikatakan kota bencana, maka  solusi lain adalah bagaimana pemerintah menjalankan atuaran-aturan secara baik dan tegas, masyarakatpun bisa menerima dengan ikhlas.  Semoga paradigma  Aceh dijuluki sebagai “Kota Bencana” tidak terjadi lagi.    (teuku multazam)

 

read more
Tajuk Lingkungan

Nature-Deficit Disorder

Ada wabah penyakit baru yang semakin hari semakin banyak korbannya, penyakit ini adalah apa yang disebut Nature-Deficit Disorder (NDD) atau terjemahan bebasnya ketidak teraturan/kekacauan hubungan atau keterasingan manusia dengan alam sekitarnya. NDD inilah yang membuat manusia kini gagal menerima pesan-pesan dari alam, yang kemudian menyebabkan banjir, krisis pangan, wabah penyakit, kerusakan alam, kelangkaan air bersih dlsb.

Kita hidup di alam dan dari alamlah segala sumber kebutuhan hidup kita, tetapi kita yang hidup di jaman ini rata-rata gagal berkomunikasi dengannya. Seperti hidup bertetangga selama puluhan tahun tetapi kita tidak pernah menyapa tetangga kita, kita tidak tahu kalau tetangga lagi sakit, lagi membutuhkan sesuatu – sampai baru tersadar setelah mereka tidak ada.

Dalam berhubungan dengan alam juga demikian, umumnya penduduk perkotaan yang kini jumlahnya telah melebihi penduduk pedesaan – sangat rentan terhadap penyakit NDD tersebut. Padahal dua belas tahun lagi penduduk perkotaan di Indonesia jumlahnya dua kali lipat dari penduduk yang di desa.

Bayangkan bila 2/3 penduduk negeri ini terserang penyakit NDD – penyakit yang menyebabkan mereka gagal bergaul dengan harmonis dengan alam apalagi mengelolannya – maka bisa dibayangkan dampaknya pada kehidupan kita saat itu.

Lantas apa indikator penyakit NDD ini pada individual atau masyarakat secara keseluruhan ? Indikatornya mirip autism – dia ada disekitar kita tetapi dia asyik dengan dunianya sendiri. Demikian pula NDD ini, kita tahu ada banjir, ada krisis air bersih, ada kekurangan bahan makanan, ada pencemaran udara dlsb. – tetapi kita asyik dengan apa yang kita lakukan sendiri tanpa memperhatikan apa yang kita lakukan ini kaitannya dengan berbagi krisis tersebut.

Bahkan lebih parahnya lagi, kadang pemerintah atau otoritas negeri ini seolah berbuat sesuatu dengan upaya yang besar dan demonstratif – misalnya gerakan menanam 1.5 milyar pohon, tetapi lupa bertanya – apa yang sesungguhnya hendak diatasi dari gerakan yang massif tersebut.

Kalau misalnya saya list secara acak masing-masing kebutuhan kita yaitu : air, makanan, udara bersih, energi, kesehatan, lingkungan, keindahan, penghijauan, bebas banjir dlsb. Kemudian Anda dipersilahkan mengurutkan kembali berdasarkan prioritas kebutuhan Anda seperti apa kira-kira urutannya ?

Lantas perhatikan sekarang dengan tanaman-tanaman 1.5 milyar pohon yang digerakkan untuk ditanam, dan jutaaan tanaman-tanaman yang disediakan pemerintah-pemerintah daerah untuk di tanam di daerahnya. Mana di antara kebutuhan-kebutuhan dalam prioritas tersebut yang akan dipenuhi oleh milyaran pohon yang ditanam ?

Bila ternyata ada korelasi positif antara apa yang dilakukan secara besar-besaran ini dengan apa yang menjadi prioritas kebutuhan hidup kita – maka artinya kita belum terjangkit penyakit NDD. Tetapi sebaliknya, bila tidak ada korelasi antara apa yang kita lakukan secara besar-besaran dengan prioritas kebutuhan hidup kita – maka disitulah bukti penyakit NDD itu telah mewabah.

Lantas pertanyaannya bagaimana kita bisa mengobati penyakit NDD di masyarakat ini ? Sama dengan berbagai penyakit lainnya. Pegangan hidup kita Al-Qur’an dan Al-Hadits memberi panduan yang sempurna untuk kita bisa berhubungan secara harmonis dengan alam – yang didalamnya kita hidup dan tinggal.

Kita ditugaskan untuk memakmurkannya (QS 11:61) dan bukan merusaknya (QS 2: 205). Kita diberi manual mulai dari menangani bumi yang mati (QS 36 :33), sampai mencapai tingkat ultimate kemakmurannya ( QS 34 : 15). Kita diberi tahu tentang pohon-pohon mana yang diunggulkan dalam hal makanan dan disandingkan satu sama lain ( QS 13 : 4), kita diberi tahu mana yang memancarkan mata air ( QS 36 : 34) dan bahkan juga yang menghasilkan energi (QS 36 : 80 ; QS 56 : 71-72).

PetunjukNya itu disertai penjelasan yang detil dan pembeda dengan yang bukan petunjuk atau dengan yang batil (QS 2 : 185), dan petunjukNya  meliputi segala sesuatu ( QS 16 :89). Bahwasanya adanya penyakit NDD atau yang sejenis tersebut juga sudah diingatkanNya, tetapi Dia Yang Maha Pengasih dan Penyayang juga memberikan solusinya.

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS 30 : 41).

Gejala-gejala atau symptoms tentang adanya penyakit ini sudah begitu jelas, maka hanya ada satu jalan untuk penyembuhannya yaitu kembali ke jalan yang benar – jalan yang ditunjukkanNya sendiri dalam setiap aspek kehidupan kita.

Negeri-negeri yang penduduknya tidak beriman dan tidak bertakwa, bisa saja mereka terkena penyakit NDD dan tidak tahu cara penyembuhannya. Tetapi negeri-negeri yang penduduknya beriman dan bertakwa – mereka bisa mencegah penyakit ini, ataupun kalau sudah terlanjur sakit – mereka bisa mencari obatnya. Itulah sebabnya keberkahan hanya berlaku bagi negeri-negeri yang penduduknya beriman dan bertakwa (QS 7 : 96), mudah-mudahan negeri ini bisa menjadi salah satunya – Amin.[]

Sumber: geraidinar.com

read more
1 2 3 4 6
Page 2 of 6