close

January 2014

Ragam

Kebun Binatang Surabaya Mendunia dan Bernasib Miris

Bermimpi mengembalikan kejayaan Kebun Bintang Surabaya (KBS) di Jawa Timur, Pemkot Surabaya justru dihadapkan pada sejumlah persoalan. Sejumlah satwa di kebun binatang itu, satu per satu menunggu ajal. Lantas apa penyebabnya?

Menurut Ketua Tim Pengelola Sementara (TPS) KBS, Tony Sumampau menilai adanya ketidakmampuan Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) bentukan Pemkot Surabaya, dalam mengurus satwa di KBS.

“Kita harus melihat ke belakang dulu. Sebelum dikelola Pemkot, KBS itu dikelola oleh sekelompok orang kemudian membentuk perkumpulan. Itu sudah ada sejak zaman Belanda,” papar Tony, Sabtu malam (18/1).

Selanjutnya, masih cerita Tony, ada persoalan di internal KBS. “Pak Said, mantan pengurus, disuruh mundur. Dan dia mengambil sertifikat KBS untuk diserahkan kepada Cak Narto (Sunarto Sumoprawira), yang waktu itu masih menjabat sebagai wali kota, dan sampai sekarang sertifikat itu dikuasai Pemkot.”

Sebenarnya, kata Tony, kepemilikan aset tanah KBS itu bukan milik Pemkot Surabaya, tapi pemerintah dan itu khusus untuk KBS. “Jadi tidak bisa dialihfungsikan ke yang lain,” terang Ketua TPS KBS non-aktif itu.

Karena terjadi konflik internal antar-pengurus itulah, Kementerian Kehutanan (kemenhut) membentuk TPS, yang terdiri dari empat unsur, yaitu dari pihak Kemhut sendiri, Pemprov Jawa Timur, Pemkot Surabaya dan para perkumpulan.

“Kelemahan di KBS sendiri, pengurusnya sedikit. Saat rapat, untuk mencari dukungan mereka merangkul karyawan. Ini yang akhirnya merusak mental karyawan. Mereka, juga ikut saling berebut menjadi ketua, mereka lupa mengurus binatang. Mereka justru membuat warung, bikin lapak dan sebagainya di area KBS,” beber Direktur Taman Safari tersebut.

Karena masalah tersebut, kata Tony, menjadi penyebab kematian demi kematian hewan di KBS. Dia juga menilai, kematian satwa di KBS merupakan bukti kegagalan Pemkot Surabaya mengelola kebun binatang.

“SDM (sumber daya manusia) pengelola baru (PDTS) KBS kurang menguasai pengelolaan satwa sehingga mengakibatkan banyak satwa yang kurang terurus dengan baik,” ujarnya.[]

Sumber : merdeka.com

read more
Green Style

Upaya Mengurangi Jutaan Kantong Plastik

Sekitar 150 juta kantong plastik diperkirakan dapat dikurangi tahun lalu melalui kampanye diet kantong plastik, menurut Greeneration Indonesia. Organisasi yang didirikan Muhammad Bijaksana Junerosano ini- membentuk gerakan empat tahun lalu dengan melakukan kampanye di sejumlah kota besar di Indonesia.

Upaya mengurangi sampah plastik ini juga dilakukan dengan mendirikan unit usaha yang disebut bagGoes, tas belanja untuk mengganti kantong plastik.

Yadi Irawan, manajer tas BagGoes, mengatakan dalam empat tahun terakhir produksi tas ini terus meningkat.

Dan tahun lalu, kata Yadi, melalui sekitar 40 mitra usaha rumahan, sekitar 150 ribu unit tas yang terjual.

“Tas ini dapat digunakan minimal 1.000 kali, dan tahun 2013 produksi tas ini mencapai 150.000. Jadi tinggal dikalikan dan mengurangi sekitar 150 juta plastik atau kresek,” kata Yadi saat mengunjungi salah satu mitra binaan di Baleendah, Bandung selatan.

Jumlah sampah plastik di Indonesia mencapai sekitar 26.000 ton per hari, menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Namun Yadi mengakui jangkauan yang mereka capai baru pada masyarakat kelas menengah ke atas melalui penjualan di ritel serta berbagai pesanan perusahaan dan instansi.

“Penggunaan kresek paling banyak di pasar-pasar dan selama tidak ada tekanan dan peraturan terhadap perusahaan-perusahaan yang memproduksi, upaya mengurangi penggunaan tas kresek akan sulit,” tambahnya.

Tahun ini, produksi tas yang dapat digunakan berulang kali ini direncanakan lebih dari 200.000, kata Yadi, termasuk melalui ritel dan pesanan berbagai perusahaan dan instansi.

Organiasi yang mempromosikan gaya hidup ramah lingkungan ini dibentuk Junerosano tahun 2005 atas keprihatinan masalah sampah serta dampaknya di Indonesia.

Greeneration menjadi wirausaha sosial tiga tahun setelah pembentukannya.

“Unit usaha tas bagGoes memiliki pengaruh sosial tinggi dengan mitra binaan 46 saat ini,” kata Junerosano yang biasa dipanggil Sano.

“Sejauh ini, kami rasa tingkat kesadaran dalam mengatasi masalah sampah plastik meningkat. Buktinya semakin banyak yang mendukung kampanye diet kantong plastik,” kata Junerosano.

“Dan buktinya lagi,, gerakan ini menjadi gerakan bersama lintas organisasi yang tergabung di Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik,” tambahnya.

Namun dalam penerapannya, Sano mengatakan banyak pihak yang harus dilibatkan termasuk pemerintah daerah dan berbagai instansi serta perusahaan-perusahaan.

Sumber: tempo.co

read more
Kebijakan Lingkungan

Hamburg Hilangkan Ketergantungan terhadap Mobil

Kota terbesar kedua di Jerman, Hamburg, secara perlahan akan menghilangkan segala ketergantungan sekitar 8 juta penduduknya terhadap mobil pada 2034. Hal itu dilakukan sebagai bagian dari usaha merenovasi tata kota dalam program “Green Network Plan”. Nantinya infrastruktur kota dibuat lebih mengutamakan pejalan kaki, pesepeda, dan transportasi publik.

Pencanangan rencana ini seperti berbanding terbalik dengan sejarah Jerman sebagai negara otomotif, sekaligus rumah buat pabrikan BMW, Mercedes-Benz,dan Audi. Hingga kini, ketiganya bahkan terus berlomba menjadi produsen premium #1 di dunia, salah satu target meningkatkan penjualan di kampung halaman.

Dijelaskan, hampir 40 persen wilayah Hamburg nantinya diubah menjadi area hijau dan taman yang sudah terintegrasi dengan jalur sepeda dan pejalan kaki. Harapannya masyarakat bisa keliling kota tanpa menggunakan mobil pribadi.

Perwakilan dari Hamburg, Angelika Fritsch menjelaskan, “Kota lain, termasuk London, punya jalur hijau, tapi jaringan di Hamburg lebih unik, mencakup area pesisir hingga pusat kota. Dalam 15-20 tahun, kita semua bisa mengeksplorasi kota menggunakan sepeda atau berjalan kaki,” jelasnya seperti dilansir Autocar, Kamis (16/1/2014).

Dijelaskan juga, zona bebas mobil dan banyaknya ruang hijau bisa membantu mengurangi kadar CO2, menjaga kestabilan iklim kota, serta mencegah banjir yang selalu menjadi ancaman.
Sumber: kompas.com

read more
Ragam

Mengapa Hujan Tetap Turun Meski Cuaca Dimodifikasi?

Sejak Selasa (14/1/2014), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah memulai langkah teknologi modifikasi cuaca untuk mengurangi curah hujan dan mencegah banjir di Jakarta.

Hingga Jumat (17/1/2014), sudah empat hari sejak upaya modifikasi cuaca itu mulai dilakukan. Namun, hujan rupanya tetap turun. Bukan hanya sekadar turun, melainkan juga deras, dan dampak banjir tetap tak terelakkan.

Warga Jakarta lalu bertanya-tanya, dan tecermin di media sosial seperti Twitter. “Katanya modifikasi cuaca tapi kok tetap hujan :P,” begitu kicauan Maharani, salah satu pengguna Twitter. Nah, mengapa? Ada dua kemungkinan, belum optimal atau memang kurang efektif.

Belum optimal
F Heru Widodo, Kepala Unit Pelayanan Teknis Hujan Buatan BPPT, mengatakan, ada dua penjelasan terkait pertanyaan tersebut. Menurut Heru, saat ini memang sedang musim hujan sehingga mau tak mau, hujan memang turun di Jakarta.

Kedua, terkait konsep modifikasi cuaca, Heru mengatakan bahwa prinsip “menghalau hujan” bukanlah menghilangkan hujan sama sekali. “Jakarta tetap akan hujan, tetapi intensitas dan durasinya berkurang. Kalau tidak hujan, nanti kemarau, Jakarta bisa kekeringan,” katanya.

Dengan dua teknologi, yaitu teknologi powder yang dilakukan dengan menebar garam serta teknologi flare atau ground based generator (GBG), teknik modifikasi cuaca diperkirakan bisa mengurangi hujan hingga 35 persen.

Ketiga, terkait dengan keterbatasan. Salah satu kendala yang dialami tim modifikasi cuaca saat ini adalah minimnya jumlah pesawat untuk operasional. “Saat ini kita cuma punya satu pesawat,” kata Heru.

Dengan hanya satu pesawat, frekuensi penebaran awan masih terbatas. Padahal, saat ini wilayah Indonesia diliputi oleh massa uap air yang banyak serta terus bergerak dari wilayah barat menuju Jakarta.

“Dengan tiga pesawat kita bisa terbang lima sampai enam kali sehari ke berbagai lokasi. Bahkan, jika diperlukan, kita bisa gunakan dua pesawat sekaligus di satu lokasi,” ungkap Heru saat dihubungi, hari ini.

Memang kurang efektif
Zadrach, pakar meteorologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), punya pendapat berbeda tentang hujan yang masih turun di Jakarta setelah modifikasi cuaca. Menurutnya, keberhasilan dari teknik modifikasi cuaca memang sulit dipastikan.

“Modifikasi itu kan intinya mencegah awan jatuh ke tempat kita. Kita tebar garam agar awan cepat jadi hujan. Tapi kenyataannya kita tidak bisa mengontrol pergerakan awan,” terangnya.

Zadrach menambahkan, penebaran garam memang mempercepat awan menjadi hujan, tetapi di sisi lain juga memperlama durasi hujan.

“Jadi misalnya, yang harusnya hujan satu jam, karena kita cloud seeding, jadi satu setengah jam. Akhirnya ketika sampai Jakarta masih hujan,” urai Zadrach.

Zadrach sendiri menilai bahwa, selain mahal, efektivitas upaya modifikasi cuaca juga sulit diukur. Di sisi lain, saat ini juga tidak pernah ada studi serius yang benar-benar mengukur efektivitas modifikasi cuaca.

Menurut Zadrach, satu-satunya solusi penanganan banjir adalah mengukur jumlah air yang jatuh ke permukaan dan berupaya mengaturnya. Modifikasi cuaca bukan solusi.

Zadrach juga mengkritik upaya modifikasi cuaca. “Tujuannya apa? Apakah hanya sekadar agar hujan tidak di Jakarta? Bagaimana kalau hujan memang tidak turun di Jakarta, tetapi turun di tempat lain dan mengakibatkan banjir di sana?” tanyanya.

Sumber: NGI/Kompas.com

read more
Ragam

Menikmati Pemandangan Bawah Laut Pantai Lhokseudu

Sebuah cafe berdiri di areal seluas satu hektare di kawasan Lhok Seudu, Aceh Besar. Cafe tersebut memiliki beberapa pondok yang terletak di atas permukaan tanah yang tingginya sekitar satu meter dari letak cafe utama. Cafe yang dibuka pada 2010 itu bernama Ujoeng Glee, milik Junaidi (35).

Bukit berbaris mengapit hamparan laut yang dilintasi perahu-perahu mesin nelayan.  Permukaan tanah yang landai ditumbuhi pepohonan rindang. Sebuah perpaduan keindahan alam yang apik: hijau dedauan, biru laut, dan di kelilingi bukit yang seakan berkelok-kelok.

“Launching-nya saat Piala Dunia,” kata pria yang berdomisili di Gampong Layeun, Aceh Besar, itu, mengingat kembali awal mula didirkannya cafe tersebut, Selasa (14/1/2014) lalu.

Cafe tersebut, kata Junaidi, dibangun secara bertahap. Dia menceritakan, tanah tempat didirikannya cafe itu awalnya merupakan ladang. Tapi tsunami pada 2004 lalu menerjang dan meluluh-lantakkan ladang milik keluarganya itu. “Tanah  sudah terkikis. Tinggal bebatuan. Saya berfikir, ini kalau dijadikan ladang tak mungkin lagi. Lantas saya bukalah cafe ini,” katanya.

Perahu dan snorkeling
Tak hanya membuka usaha cafe, Junaidi juga menyewakan alat selam dan juga perahu mesin untuk para pengunjung yang ingin menikmati keindahan terumbu karang di bawah laut.

Perahu mesin  miliknya berbentuk pondok berukuran 4 x 4 meter. Perahu tersebut beratapkan seng berwarna cokelat dan disangga oleh dua belas tiang kayu. Perahu itu juga dilengkapi dengan dinding yang terbuat dari balok-balok kayu berwarna hijau. Yang unik adalah kaca setebal lima millimeter yang berada di tengah-tengah perahu tersebut. Dari kaca itulah, para pengunjung dapat melihat terumbu karang di bawah laut.

Junaidi mengatakan, perahu mesin tersebut beroperasi pada Bulan Ramadhan 2012.

“Inspirasinya datang dari diri sendiri. Alat-alat snorkeling sudah ada. Tapi masih ada yang kurang, soalnya ada juga pengunjung yang tak berani menyelam. Jadi, terpikirlah oleh saya bagaimana cara agar para pengunjung yang tak berani snorkeling, bisa melihat terumbu karang dari atas perahu lewat kaca,” ungkap Junaidi.

Pemandu Snorkeling, Zulkifli (23) atau yang lebih dikenal dengan panggilan Obama, menuturkan, di hari libur, dia bisa membawa pengunjung sebanyak tiga rute. “Per jam 300 ribu, maksimalnya 10 orang. Bisa tiga kali jalan kalau hari libur,” kata dia.

Dari atas perahu, terumbu karang tampak menawan. “Ketika tsunami terumbu karangnya hancur semua. Ini baru mulai tumbuh lagi. Tidak boleh dipijak karena bisa rusak. Satu tahun terumbu karangnya hanya tumbuh lima centimeter,” kata  Obama, menjelaskan.

Kata Obama, perjalanan menikmati terumbu karang dengan perahu mesin  tergantung pada musim. “Jika musim timur, lautnya tenang. Tapi kalau musim barat biasanya berombak,” katanya.

Bulan mulai menampakkan diri di antara bukit-bukit yang diselimuti kabut. Senja  yang akan diganti oleh malam ditandai dengan terbenamnya matahari secara perlahan-lahan. Sang matahari kian menjorok ke barat dan menghilang di balik bukit. []

Sumber: theglobejournal.com

read more
Hutan

Aktivis Lingkungan Demo RTRW Aceh di Jakarta

Koalisasi Peduli Hutan Aceh (KPHA) menggelar demonstrasi di Bunderan Hotel Indonesia (HI), Jakarta, Kamis (16/1/2014). Mereka memprotes Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh yang akan menghilangkan warisan dunia Kawasan Ekosistem Leuser.

Koordinator KPHA, Efendi Isma, menyebutkan RTRW tersebut menciptakan  “kiamat ekologi dunia” dan karena itu harus ditentang. KPHA mendesak dilakukan revisi RTRW Aceh yang sudah diparipurnakan DPR Aceh tersebut.

“RTRW Aceh itu menghilangkan warisan dunia, merendahkan masyarakat adat Aceh yang telah menjaga dan merawat kawasan ekosistem Leuser,” tukas Efendi.

Effendi menjelaskan menjaga kawasan ekosistem Leuser merupakan amanah UU No 11 Tahaun 2006. Oleh karena itu RTRW Aceh tidak boleh merusak kawasan ekosistem tersebut.

“Setiap keputusan yang keliru tentang kawasan eksistem Leuser adalah memainkan kematian terhadap separuh rakyat Aceh dan merendahkan kebanggaan masyarakat dunia terhadap world heritage. “Kita diambang kehancuran, karena itu harus ditolak dan tentang RTRW tersebut,” katanya.

Aksi yang diikuti puluhan demonstran tersebut mebentangkang sejumlah poster yang berisi kecaman. Melalui ‘pengeras suara tangan’, para demonstran meneriakkan protesnya terhadap kehancuran kawasan ekosistem Leuser.[]

Sumber: serambinews.com

read more
Kebijakan Lingkungan

LKLH Desak Segerakan Moratorium Tambang Aceh

Pemberlakuan Undang-undang Mineral dan Batubara (Minerba) No. 4 Tahun 2009 beberapa waktu lalu, ternyata menimbulkan berbagai polemik. Sejak tanggal 12 Januari 2014, perusahaan tambang dilarang melakukan ekspor barang tambang mentah. Dalam regulasi tersebut disebutkan bahwa perusahaan tambang wajib membangun pabrik pengolahan dan pemurnian barang tambang (smelter). Beberapa bahan tambang tersebut diantaranya emas, tembaga, bijih besi, nikel, batu bara dan bauksit.

Ketua Lembaga Kajian Lingkungan Hidup (LKLH) Aceh, Teuku Muhammad Zulfikar, dalam siaran persnya, Jumat (17 Januari 2014) mengatakan kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak Pemerintah agar konsisten melaksanakan UU Minerba tersebut. Artinya, sejak 12 Januari 2014, kegiatan ekspor mineral mentah tidak akan diizinkan lagi. ” Perusahaan-perusahaan yang belum melakukan pengolahan dan pemurnian dilarang mengekspor mineral  mentah,” ujar T. Muhammad Zulfikar.

Seiring dengan pemberlakuan UU Minerba, DPR Aceh pada tanggal 27 Desember 2013 yang lalu juga telah mensahkan Peraturan Daerah/Qanun tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu bara. Dalam qanun tersebut tercantum agar setiap perusahaan tambang agar memberikan dana kompensasi sebesar 6,6 persen dari biaya produksinya. Besaran dana kompensasi ini kemudian menjadi sebuah kebijakan yang kontroversial antara perusahaan tambang dan Pemerintah Aceh.

Padahal sebelum qanun tersebut disahkan besaran dana kompensasi yang diajukan saat itu justru lumayan besar, yakni mencapai 25  persen. Namun keberatan perusahaan pertambangan saat ini dikabulkan oleh Pemerintah Aceh dengan menurunkannya hingga mencapai 6,6 persen saja.

Salah satu perusahaan pertambangan yang keberatan dengan aturan tersebut adalah PT. Mifa Bersaudara yang mengelola usaha pertambangan Batu bara di Kabupaten Aceh Barat. Bahkan perusahaan tersebut mengancam akan angkat kaki dari Aceh dan menghentikan produksinya bila Pemerintah Aceh tidak melakukan perubahan atas qanun tersebut.

Jika dilihat dari aspek tata kelola, justru pengelolaan pertambangan di Aceh saat ini masih sangat tertutup dan kabur. Pemerintah Aceh tidak melaksanakan keterbukaan informasi publik yang baik dalam pengelolaan tambang di Aceh.  Selama ini Pemerintah Aceh belum mampu mensajikan informasi kepada publik mengenai hasil pertambangan.

Saat ini lebih dari 144 (data Distamben Aceh, 2013) perusahaan yang memiliki Izin Usaha Pertambangan di Aceh yang melakukan eksplorasi maupun eksploitasi yang tersebar di wilayah Aceh. Namun dari sekian banyak perusahaan yang beroperasi, sama sekali belum tampak upaya untuk mensejahterakan masyarakat, terutama yang berdomisili di sekitar wilayah pertambangan, bahkan sebaliknya konflik sosial antara masyarakat dengan perusahaan maupun antara masyarakat yang menolak dan menerima justru yang lebih mencuat.

Bahkan di beberapa lokasi sudah mulai terjadi berbagai kerusakan lingkungan, sebut saja mulai dari pencemaran udara, kerusakan sarana tranportasi/jalan yang dilalui masyarakat, kerusakan daerah aliran sungai, pencemaran sumber air, kerusakan hutan. Dan berbagai kerusakan lingkungan lainnya.

Selama ini perusahaan tambang yang beroperasi di Aceh sedikit sekali merekrut putra daerah sebagai pekerjanya. Masyarakat tidak ubahnya seperti penonton dan pemantau saja, istilahnya dalam bahasa Aceh “Buya Krueng teudong-dong, buya tamoeng meuraseuki” (orang setempat hanya mampu duduk termangu saja sementara orang yang datang dari luar yang dapat rezeki).

Belum lagi dampak lingkungan yang akan dirasakan oleh masyarakat Aceh yang tinggal di daerah yang rawan berbagai bencana tersebut. Padahal apabila hasil tambang di Aceh tidak dieksploitasi sekalipun, rakyat Aceh tidak akan lapar, karena masih banyak potensi sumber daya alam Aceh yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang belum optimal dimanfaatkan, misalnya sektor perikanan dan kelautan, sektor peternakan, sektor pertanian dan perkebunan, sektor jasa dan pariwisata, justru seharusnya sektor-sektor ini yang perlu segera dikembangkan dan dioptimalkan potensi kelolanya baik oleh Pemerintah, dunia usaha  maupun masyarakat.

Untuk itu, menyahuti berbagai persoalan di Aceh terkait pengelolaan pertambangan tersebut, Lembaga Kajian Lingkungan Hidup (LKLH) Aceh mendesak Gubernur Aceh untuk segera mengeluarkan Instruksi atau Peraturan Gubernur tentang Moratorium Tambang (Penghentian Sementara Pemberian Izin Usaha Pertambangan) di Aceh.

Hal ini sesuai dengan komitmen dan apa yang pernah diucapkann Gubernur Aceh dr. Zaini Abdullah pada saat menerima kunjungan Duta Besar China untuk Indonesia Liu Jianchao di Banda Aceh beberapa waktu lalu. Pada saat itu Gubernur Aceh mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi Aceh memutuskan untuk segera memberlakukan moratorium pertambangan.

Keputusan ini merupakan pelaksanaan dari komitmen Pemerintah Provinsi Aceh untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup di Aceh. Dan Moratorium Tambang juga bertujuan untuk menjaga cadangan alam seperti emas dan bijih besi serta hasil-hasil tambang lainnya sehingga masih dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang. []

 

read more
Perubahan Iklim

Gunung Es Antartika Terus Mencair

Sebuah gunung es raksasa runtuh tahun lalu di kawasan gletser Pulau Pine di Antartika. Menurut sebuah penelitian, mencairnya gunung es raksasa tak terelakkan hingga ahir hayatnya dan akan berdampak lebih luas.

Selama 15 tahun, para ilmuwan telah mengamati bahwa gletser di Antartika kehilangan keseimbangannya: Lapisan es dan tepian gletser – terus luruh. Gletser menyusut dan menghanyutkan lebih banyak es ke lautan sekitar.

Salah satunya terjadi di gletser Pulau Pine, yang memiliki salah satu gunung es terbesar. Dampaknya sangat terasa pada hilangnya es di Antartika.

Para ilmuwan yang dipimpin oleh Gael Durand dari Universitas Grenoble di Perancis telah membuat perkiraan masa depan gletser dengan menggunakan tiga model yang berbeda. Ada kecenderungan yang sama dari model-model tersebut. “Bahkan tanpa lebih dipengaruhi oleh suhu laut atau udara, tetap akan terjadi pencairan. Ini adalah dinamika internal. Pertama, gunung es retak atau meleleh. Lalu akan memberi pengaruh terhadap kenaikan permukaan laut,”ujar Gael.

Dampaknya terhadap laut
Durand memperkirakan akan terjadi peningkatan permukaan air laut lebih lanjut hingga satu sentimeter dalam 20 tahun ke depan. “Untuk gletser ini saja, akibatnya akan benar-benar besar,” kata Durand.

Sebagai perbandingan pada tahun 2010, permukaan air laut global naik sebesar 3,2 milimeter – hampir dua kali lipat dari kurun waktu 20 tahun sebelumnya.

Hasil kajian yang ditunjukkan Angelika Humbert dari Alfred Wegener Institute (AWI) di Bremerhaven juga memperlihatkan hal serupa. Pakar geologi yang meneliti geltser Pulau Pine mencatat tingkat abstraksi gunung es itu. Dampaknya di masa depan tentu akan terasa pada kenaikan permukaan laut.

Tidak kembali
Studi terbaru tentang gletser ini disebut Humbert sebagai “kemajuan signifikan atas penelitian sebelumnya”. Dengan rekan-rekannya di AWI dan Universitas Kaiserslautern, mereka telah mengamati retaknya gletser di ujung Pine.

Ketika terjadi keruntuhan, banyak massa es yang mengambang. Tim peneliti mempelajari proses yang menyebabkan keruntuhan di ujung geltser ini dan dinamika gletsernya.

Studi baru menunjukkan bahwa dengan kecepatan luruh ini, gletser sekarang mencair pada tingkatan yang tak akan kembali lagi, kata Gael Durand. Es menghilang kuat karena massa mengambang dipengaruhi oleh arus laut hangat dari bawah. Oleh karena itu, terjadi percepatan melelehnya es dan hanyutnya lebih banyak es ke laut.

Bahkan jika suhu udara dan laut akan mendinginkan kembali ke 100 tahun yang lalu, gletser tidak akan pulih. Dan trennya tak akan mengarah ke situ lagi, kata Durand.

Pakar geltser Jerman, Angelika Humbert mengatakan, perlu waktu lima sampai sepuluh tahun untuk mengembangkan model guna membuat perkiraan yang sangat handal tentang pencairan es. Untuk mendapatkan data dasar bagi model tersebut, juga merupakan tantangan besar bagi ilmu pengetahuan. Pengukuran di bagian bawah gletser adalah contoh yang sangat kompleks, kata Humbert.

Titik kritis terlampaui
Gael Durand melihat hasil terbaru dari kajian geltser, sangat penting untuk penelitian iklim global: “Gletser ini telah sampai pada titik di mana tidak ada jalan untuk kembali normal lagi. Perilaku kita kita mengubah iklim. Ini akan terus berubah. Menurut pendapat saya ini adalah salah satu contoh pertama di mana kita telah melewati titik kritis.”

Durand membandingkan situasi dengan pengendara sepeda di puncak bukit, terdorong ke bawah secara kuat dan tidak lagi dapat lagi mengerem.

“Kita punya alasan untuk takut, bahwa penurunan keadaan akan terjadi terus-menerus, bahwa gletser lain di kawasan lain berperilaku sama dan bahwa bagian dari gunung es ini runtuh.“ Mungkin hal ini kan terjadi pada berabad-abad waktu nanti, tetapi dalam waktu dekat kenaikan permukaan laut akan terus terjadi.

Laporan terbaru dari IPCC memperingatkan, bahkan sebelum dampak destabilisasi yang terjadi di gletser, di Antartika barat. “Fakta bahwa ini telah terjadi di gletser Pulau Pine, dan ini ternyata sudah terbukti, ” kata Durand.
Sumber: dw.de

read more
1 4 5 6 7 8 12
Page 6 of 12