close

January 2014

Flora Fauna

MUI Keluarkan Fatwa Lindungi Satwa Langka

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang perlindungan satwa langka dan meminta pemerintah bersikap tegas melindungi satwa langka untuk menghindari kepunahanan dan menjaga keseimbangan ekosistem.

“Pada hari ini, Rabu ( 22/1) MUI menetapkan fatwa tentang Pelestarian Satwa Langka untuk Menjaga Keseimbangan Ekosistem dalam rangka memberikan kontribusi terhadap upaya pelestarian satwa langka,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh di Jakarta, Rabu.

Dalam fatwanya, MUI menyebutkan bahwa setiap makhluk hidup memiliki hak untuk melangsungkan kehidupannya dan didayagunakan untuk kepentingan kemaslahatan manusia.

“Memperlakukan satwa langka dengan baik, dengan jalan melindungi dan melestarikannya guna menjamin keberlangsungan hidupnya hukumnya wajib,” kata Niam.

Perlindungan dan pelestarian satwa langka antara lain dengan jalan menjamin kebutuhan dasarnya, seperti pangan, tempat tinggal, dan kebutuhan berkembang biak, tidak memberikan beban yang di luar batas kemampuannya.

Berikutnya, tidak menyatukan jenis satwa lain yang membahayakannya, menjaga keutuhan habitat, mencegah perburuan dan perdagangan ilegal, mencegah konflik dengan manusia, serta menjaga kesejahteraan hewan.

Dalam fatwa MUI juga disebutkan bahwa satwa langka boleh dimanfaatkan untuk kemaslahatan sesuai dengan ketentuan syariat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemanfaatan satwa langka antara lain dengan jalan menjaga keseimbangan ekosistem, menggunakannya untuk kepentingan ekowisata, pendidikan dan penelitian, menggunakannya untuk menjaga keamanan lingkungan, serta membudidayakan untuk kepentingan kemaslahatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Membunuh, menyakiti, menganiaya, memburu, dan atau melakukan tindakan yang mengancam kepunahan satwa langka hukumnya haram kecuali ada alasan syar’i, seperti melindungi dan menyelamatkan jiwa manusia,” kata Niam.

MUI juga menyatakan perburuan dan perdagangan ilegal satwa langka hukumnya haram.
Sumber: beritasatu.com

read more
Sains

Menanam di Lahan Gambut untuk Tekan Emisi

Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) akan mengoptimalkan lahan-lahan gambut yang terlantar guna meredam emisi gas rumah kaca. Caranya dengan menanam tanaman sela di lahan gambut.

Pemanfaatan lahan gambut tidur ini sudah dilakukan di lima provinsi. Salah satunya di Desa Jabiren, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah yang telah dilakukan sejak 2010 lalu.

Syamsidar Thamrin, Kepala Sekretariat ICCTF menjelaskan, lahan ini sempat terbakar pada 2005 sehingga mengalami degradasi.

“Karbon yang tersimpan dalam lahan gambut (carbon sink) sangat tinggi. Setiap perubahan penggunaan lahan gambut, menghasilkan emisi gas rumah kaca yang sangat besar,” ucap Syamsidar saat dihubungi, beberapa waktu lalu.

Untuk itu, lahan gambut seluas lima hektare tersebut ditanami tanaman pokok karet (seedling) dan tanaman sela diantaranya padi, jagung dan nanas. “Lahan gambut di Kalimantan Tengah ini bertujuan meningkatkan usaha mitigasi terhadap peningkatan karbon dan menurunkan emisi gas rumah kaca sehingga memperoleh model usaha tani yang ramah lingkungan,” jelas Syamsidar.

Guna menekan emisi karbon, ICCTF bekerjasama dengan Kementerian Pertanian menebar amelioran atau sejenis pupuk organik (pupuk kandang ayam dan tanah mineral) sehingga mampu menurunkan emisi karbon dioksida (CO2) sebesar 36%-47%.

Pencatatan data iklim di lokasi ini menggunakan Automatic Weather Station alias AWS. Pengambilan GRK atau CO2 dilakukan rutin setiap tiga hari di posisi lahan bawah tanaman karet, antar tanaman karet dan tanaman sela. Pengukuran emisi CO2 menggunakan Mobile GC.

Sumber: perubahaniklim.co

read more
Sains

Membuat Plastik dari Kulit Pisang

Mahasiswa Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Indonesia berhasil membuat plastik ramah lingkungan dari kulit pisang. Adalah Muhammad Yusuf Maulana, yang menjadi inovator dalam menambah nilai dari zat dalam kulit pisang sebagai bahan pembuat plastik ramah lingkungan.

Maulan telah menunjukkan ketertarikannya pada kulit pisang sejak duduk di bangku SMA. Dalam sebuah karya tulis, ia pernah menelit kulit pisang yang berkaitan dengan daya listrik. Karya tulis itu kemudian menghantarkannya menjadi juara dua di kota kelahirannya, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Berbekal pengetahuan tersebut, Yusuf kemudian meneliti lebih lanjut kandungan lain yang terdapat dalam kulit pisang. Dia lalu mengetahui zat amilopektin yang terdapat dalam kulit pisang. Hal tersebut dikaitkannya dengan permasalahan lingkungan, salah satunya adalah masalah plastik.

Ide ini terinspirasi dari pembuatan plastik dari singkong yang dilakukan oleh salah satu ilmuwan di Tangerang, Banten. Singkong masih satu keluarga dengan pisang. Plastik dari singkong tersebut saat ini telah dikomersialisasikan.

Menurut Yusuf, produk plastik yang dihasilkan dari kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk plastik botol air mineral. Lantaran bentuk akhirnya berupa gel, maka kulit pisang dapat juga dimanfaatkan menjadi styrofoam ramah lingkungan. Saat ini, Yusuf dan tim masih terus melakukan uji coba untuk mendapatkan formula terbaik untuk dapat menghasilkan sebuah plastik.

Adapun cara untuk mendapatkan sebuah plastik, adalah dengan mengeringkan kulit pisang terlebih dahulu. Setelah kulit pisang menjadi kering dan busuk, kulit pisang kemudian dipotong-potong kecil. Potongan kecil tersebut kemudian diolah dengan sedikit campuran kimia dan didiamkan selama satu hari.

Setelah satu hari zat amilopektin dari kulit pisang akan keluar. Dari setiap kali pengolahan, kata Yusuf, akan dihasilkan lebih kurang 20 persen zat amilopektin. Yusuf dan tim terus berusaha menggodok penelitiannya hingga mencapai purwarupa (prototype). “Saat ini belum prototype, prosesnya masih panjang. Sejauh ini kami baru tahap ekstraksi,” ungkapnya.

Perkembangan penelitian kulit pisang tersebut, menghantarkan Yusuf dan tim mendapat berbagai penghargaan. Emisi beracun di dalam proses produksi kantong plastik berkontribusi terhadap pemanasan global, hujan asam, dank abut asap. Sampah plastik juga berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan lantaran sulit terurai.

Sumber: perubahaniklim.co

read more
Perubahan Iklim

Perubahan Iklim Bukan Penyebab Utama Banjir

Perdebatan tentang perubahan iklim telah mengalihkan perhatian kita dari penyebab sebenarnya dari bencana banjir, sekelompok ilmuwan terkemuka telah memperingatkan.

Pembetonan, penebang pohon, dan perluasan kota telah membuat banjir jauh lebih buruk, dan kita perlu untuk bertindak atas pengetahuan itu, kata mereka.

Hubungan yang tepat antara pemanasan global dan banjir sedikit sekali pengaruhnya, dan mereka yang terus menghembuskan isu ini telah mengalihkan perhatian dari masalah sebenarnya yaitu pembangunan yang berlebihan, seperti dikatakan para pakar sebuah makalah penelitian.

Perdana Menteri Inggris David Cameron telah memicu perdebatan ini ketika puncak banjir melanda Inggris baru-baru ini dengan menyatakan bahwa ia ‘sangat’ mencurigai kehancuran itu disebabkan oleh perubahan iklim.

Namun, Menteri Lingkungan Owen Paterson menolak untuk mendukung pandangan ini dan Kantor Meteorologi setempat mengatakan tidak ada bukti bahwa banjir musim dingin disebabkan oleh pemanasan global buatan manusia.

Makalah penelitian, yang diterbitkan dalam Jurnal Hydrological Sciences, baru-baru ini mengatakan: “Ada kehebohan seperti kekhawatiran tentang hubungan antara rumah kaca dan banjir yang menyebabkan masyarakat kehilangan fokus pada hal-hal yang sudah kita ketahui dengan pasti tentang banjir dan bagaimana untuk mengurangi dan beradaptasi dengannya.”

“Menyalahkan perubahan iklim atas bencana banjir membuat isu global yang tampaknya keluar dari kontrol lembaga regional atau nasional. Komunitas ilmiah perlu menekankan bahwa masalah kerugian banjir terutama tentang apa yang kita lakukan pada lanskap dan yang akan menjadi kasus untuk dekade yang akan datang.

Sumber: pikiranrakyat.com

read more
Perubahan Iklim

LPDS Gelar Lomba Jurnalistik tentang Perubahan Iklim

Lembaga Pers Dr. Soetomo, sekolah wartawan di Jakarta, mengadakan lomba jurnalistik Meliput Perubahan Iklim (MPI). Hadiah lomba berupa liputan ke daerah ketiga (travel fellowship) dan kunjungan kawasan (field trip) di sebuah daerah berhutan di dalam negeri pada awal 2014.

Warief Djajanto Basorie, pengajar jurnalistik di Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) menjelaskan untuk bisa mengikuti lomba ini dikenakan persyaratan sebagai berikut :
1. Lomba MPI terbuka bagi wartawan Indonesia di seluruh tanah air.
2. Peserta lomba mengirim karya asli hasil liputan isu lokal perubahan iklim yang diterbitkan atau disiarkan setelah 31 Januari 2013. Wartawan cetak dan online dapat mengirim karyanya lewat email ke LPDS. Wartawan radio dan televisi dapat mengirim transkrip karya jurnalistiknya dengan email.
3. Lomba ditutup 28 Februari 2014. Hasil lomba diumumkan 15 Hasil lomba diumumkan 15 Maret 2014.

Hadiahnya :
1.Liputan ke Daerah Ketiga (travel fellowship). Sebanyak 20 wartawan dapat memenangkan hadiah Liputan ke Daerah Ketiga (LDK) atau travel fellowship ini. LPDS mengadakan dua gelombang LDK dengan 10 peserta dalam setiap gelombang. Sepuluh peserta per gelombang tersebut masing-masing mewakili 10 provinsi/kota asal berbeda. LDK berlangsung 10 hari. Peserta LDK dari 10 provinsi berkumpul di Jakarta. Berdasarkan undian, peserta lalu menyebar ke daerah ketiga (bukan provinsi asal mereka) untuk meliput isu lokal perubahan iklim. Jadi, peserta asal provinsi A berjalan ke provinsi D untuk meliput masalah perubahan iklim setempat. Para peserta kemudian kembali ke Jakarta untuk menulis hasil liputan mereka. Peserta memaparkan hasil liputannya. Karya mereka kemudian dibedah peserta lain dan tim mentor LPDS.

2.Kunjungan Kawasan (field trip). Bagi 10 pemenang lomba MPI, LPDS mengadakan satu kunjungan kawasan atau field trip di salah satu provinsi bermasalah dampak perubahan iklim. Kunjungan kawasan ini berlangsung empat hari. Setiap pemenang mewakili satu dari 10 provinsi/kota asal peserta lomba. Sepuluh pemenang lomba berkumpul di ibukota provinsi kunjungan kawasan diadakan. Setelah memperoleh arahan, 10 peserta tersebut menuju satu kawasan di tempat mereka tinggal selama satu malam dua hari. Peserta kemudian kembali ke kota titik berangkat untuk menulis hasil liputannya. Esok harinya mereka memaparkan karyanya untuk dibahas sesama peserta dan tim mentor.

Karya liputan peserta lomba dapat peluang memenangkan hadiah bila memenuhi tolok ukur berikut:
1. Topik liputan menyangkut isu lokal perubahan iklim.
2. Karya asli dibuat peserta dan telah dimuat atau disiarkan setelah 31 Januari 2013. Karya asli berarti hasil kerja sungguh-sungguh peserta dan bukan karya orang lain.
3. Karya merupakan hasil pengadaan bahan berita (reporting) dan bukan pernyataan sikap peserta.
4. Karya berupa feature interpretatif 600 – 800 kata. Feature interpretatif ialah feature yang menjelaskan hal ihwal yang diliput.
5. Karya menjelaskan isu, dampak, dan solusi.
6. Karya tulis memakai lead efektif.
7. Karya berdaya gereget dan berdampak.
8. Peserta lomba dapat mengirim lebih dari satu karya untuk memperbesar peluang menang hadiah. Liputan berkelanjutan menunjukkan konsistensi dalam meliput isu perubahan iklim.
9. Nama peliput (byline) tercantum dalam karya.

“Karya jurnalistik dapat dikirim dengan email ke server LPDS atau Google Mail (Gmail): jurnalistik@lpds.or.id ataulpdsjurnalistik@gmail.com. Harap tulis di surat pengantar: Lomba MPI, nama dan posisi peserta, nama dan alamat media,” tutur Warief.

Sumber: lensaindonesia.com

read more
Ragam

Stadion Sepakbola Ini Ditengah Hutan Amazon

Estadio Vivaldo Lima mulanya didirikan pada 1958 dan kemudian dipugar kembali 12 tahun kemudian, pada 1970 silam. Stadion Vivaldo Lima terpilih sebagai salah satu tempat untuk menggelar laga Piala Dunia 2014 pada 31 Mei. Stadion yang ada dinilai tak memenuhi standar internasional FIFA.
Berita Terkait

Sejak itulah stadion Vivaldo dirobohkan dan kemudian 19 Maret 2010 dibangun kembali untuk menyesuaikan dengan level stadion internasional. Stadion baru itu kemudian diberi nama Arena Amazonia dengan kapasitas 47.000 orang.

Pada Juni 2013 lalu, Arena Amazonia sempat dipakai untuk menggelar laga sepakbola bertaraf internasional Piala Konfederasi yang diikuti oleh peserta para jawara zona antarbenua.

Arena Amazonia yang dirancang arsitek Severiano Mario Porto itu tidak hanya mempunyai lapangan hijau untuk laga sepakbola berkelas internasional, tapi juga diperlengkapi dengan berbagai fasilitas modern untuk aktivitas olahraga dan rekreasi. Di Arena Amazonia juga tersedia mal untuk keperluan belanja para pengunjungnya.

Stadion Megah di Jantung Hutan Amazon
Arena Amazonia dibangun di Kota Manaus. Keberadaan stadion yang amat megah ini menjadi kebanggaan Manaus. Bisa dikatakan, Arena Amazonia yang dulu lebih dikenal dengan nama Stadion Vivaldo Lima itu kini telah berubah menjadi ikon bagi Kota Manaus.

Kota Manaus berada di jantung hutan hujan Amazon. Di sinilah hujan tropis terbesar di dunia berada. Karena itulah, pembangunan stadion disesuaikan dengan kondisi cuaca di Manaus. Stadion dibangun tertutup oleh struktur logam yang dirancang seperti bentuk keranjang jerami.

Atap stadion dirancang khusus untuk bisa menampung air hujan yang akan dimanfaatkan kembali untuk keperluan kebutuhan air di area stadion. Tak hanya air hujan. Berlimpahnya sinar Matahari pun dimanfaatkan perancang stadion untuk keperluan tenaga listrik. Suhu di dalam stadion dapat disetel dengan menggunakan sistem eletronik berenergi surya.

Fasilitas yang ditawarkan bagi para tamu yang akan datang menyaksikan gelaran akbar sejagad Piala Dunia 2014 itu antara lain: restoran, parkir bawah tanah, terminal bus, dan jasa transportasi monorel.

Laga Piala Dunia 2014 yang akan digelar di Arena Amazonia antara lain, partai Grup D antara Inggris versus Italia 14 Juni. Lalu tanggal 18 Juni laga Grup A antara Kamerun versus Kroasia. Ada juga pertandingan Grup G antara Amerika Serikat melawan Portugal yang akan digelar 22 Juni.

Sumber: liputan6

read more
Hutan

Prediksi Iklim Tunjukkan Peran Laut Dalam Kekeringan Amazon

Tempat terbaik untuk melihat bukti mengenai potensi kekeringan di hutan Amazon Peru adalah pada sisi lain Amerika Selatan, lepas pantai Brasil di Samudera Atlantik, demikian menurut ilmuwan.

Selama 10 tahun terakhir, kenaikan suhu permukaan laut di Atlantik tropis berkaitan dengan presipitasi di bawah normal Amazon barat, memungkinkan ilmuwan untuk memprediksi kekeringan sekitar tiga bulan ke depan pada musim kering Juli-hingga-September.

Pengetahuan itu dapat memberi peringatan dini yang cukup bagi petani dan pejabat pemerintah lokal untuk mengambil langkah mencegah kebakaran dan kerusakan serius hutan, harta benda dan pertanian, demikian menurut ilmuwan Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR).

“Masyarakat Amazon menggunakan api setiap tahun membersihkan lahan untuk pertanian,” kata Katia Fernandez, ilmuwan riset mitra Institut Penelitian Internasional untuk Iklim dan Masyarakat (International Research Institute for Climate and Society), Universitas Columbia di New York yang dengan CIFOR meneliti iklim dan kebakaran di Peru.

Pergeseran angin
“Risiko dalam tahun kering adalah kebakaran yang akan di luar kontrol manusia. Jika pengambil kebijakan tahu lebih dini bahwa tahun tersebut akan lebih kering dari biasanya, mereka bisa merelokasi sumber daya pemadam kebakaran ke tempat berisiko tinggi dan mengedukasi masyarakat untuk tidak menggunakan api jika dalam beberapa hari berturut-turut tidak turun hujan.”

Samudera Atlantik mempengaruhi hujan di Amazon barat karena Zona Konvergensi Intertropis (ITCZ), sekelompok awan mengelilingi planet karena pertukaran angin dari bagian bumi utara dan selatan bertemu. Hembusan angin ke arah barat membawa kelembaban dari samudera yang jatuh sebagai hujan di Daerah Aliran Sungai Amazon. ITCZ biasanya mengitari bumi dekat Ekuator, tetapi ketika suhu permukaan laut naik di utara Samudera Atlantik tropis lepas pantai Brasil, zona itu bergeser ke utara.

Perubahan ini menyebabkan hujan jatuh lebih jauh ke utara dan menyebabkan kekeringan di Peru dan Brasil barat seperti yang terjadi 2005 dan 2010, kata Fernandes. Di Amazon barat, hujan umumnya sangat rendah – dan risiko kebakaran hutan sangat tinggi – antara Juli dan Oktober.

Fernandes dan mitranya, termasuk ilmuwan CIFOR Miguel Pinedo-Vasquez dan Christine Padoch, menemukan bahwa dengan mengukur suhu permukaan laut April, Mei dan Juni, mereka bisa memprediksi apakah musim kering akan lebih kering dari biasanya.

Perbedaan antara suhu permukaan laut di wilayah utara dan selatan Samudera Atlantik tropis bisa menjadi indikator lebih kuat, kata Fernandes, menambahkan bahwa perbedan lebih besar suhu, lebih tinggi pula peluang kekeringan.

Ilmuwan masih menguji model prediksi untuk menentukan seberapa besar variasi suhu permukaan laut disebabkan oleh siklus alami, dan seberapa besar diakibatkan perubahan iklim. Tujuan mereka adalah menyiapkan informasi lebih tepat bagi petani dan pejabat pemerintah.

Untuk berhasil, mereka harus memahami tren dan variabilitas iklim, karena suhu dan presipitasi bervariasi dari tahun ke tahun, seperti juga siklus lebih panjang dari satu dekade atau lebih.

Sebagai bagian projek CIFOR, Fernandes tengah mempelajari bagaimana siklus tersebut terkait, tidak hanya di daerah aliran sungai Amazon barat, tetapi juga di wilayah tropsi lain, termasuk Kalimantan Barat, Afrika Barat dan wilayah Ghats di barat India.

Sumber: cifor.or.id

read more
Flora Fauna

Kambing Gunung Sumatera yang Langka Akhirnya Mati

Kambing gunung sumatera (Capricornis sumatraensis) langka dari Gunung Sinabung yang ditangkap warga akhirnya mati setelah berada di Medan, Sumatera Utara (Sumut). Hasil pemeriksaan, paru-parunya penuh dengan abu vulkanik.

Dalam keterangannya kepada wartawan, Sabtu (18/1/2014), Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut, Ristanto menyatakan kambing itu mati sekitar pukul 20.00 WIB di Medan Zoo, pada Jumat 17 Januari kemarin. Sudah sempat dilakukan penanganan, namun kondisi kesehatannya sudah memburuk.

“Sebelumnya, sejak dibawa dari Karo memang kondisinya sudah lemas. Tidak mau makan. Setelah sampai di Medan, sudah dikasih macam-macam, tetapi tak bisa juga bertahan. Akhirnya mati,” kata Ristanto.

Setelah dipastikan kematiannya, petugas kemudian melakukan autopsi. Ternyata di paru-parunya ditemukan banyak abu vulkanik yang bersumber dari letusan Gunung Sinabung. Kondisi inilah yang paling utama menyebabkan kematiannya.

“Kondisinya seperti terkena TBC begitu. Jadi memang sudah parah, karena terpapar abu vulkanik sudah cukup lama,” kata Ristanto.

Kambing gunung sumatera yang biasa disebut warga setempat dengan sebutan beidar ini, ditemukan Jumat siang di lahan pertanian warga di Desa Beras Tepu, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Diduga hewan ini turun gunung karena sumber makanan maupun sumber air minumnya di hutan sudah tidak ada sebab tertimbun abu vulkanik Gunung Sinabung yang meletus sejak September 2013 hingga hari ini.

BBKSDA Sumut segera membawa binatang itu ke Medan untuk kepentingan pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan itu merupakan prosedur tetap yang harus dilakukan, sebelum melepasliarkan binatang itu kembali.

“Tempat yang memungkinkan untuk memeriksakan hewan itu di Medan Zoo, maka kita bawa ke sana,” kata Ristanto.

Setelah kematiannya, saat ini satwa endemik di Pulau Sumatera yang tergolong dalam kelompok Appendix 1 itu, dalam proses pengawetan. Nantinya akan menjadi bahan pelajaran, penyuluhan. []

Sumber: tgj/detik.com

read more
1 2 3 4 5 6 12
Page 4 of 12