close

February 2014

Ragam

Ayo Ikut Workshop Jurnalistik Kehutanan Asia Tenggara

The Center for International Forestry Research ( CIFOR ), sebuah lembaga penelitian kehutanan global terkemuka membuka kesempatan bagi jurnalis yang berada dalam karir menengah di Asia Tenggara untuk mengikuti lokakarya bertemakan  ” Peliputan Hutan di Asia Tenggara “. Lokakarya memberikan kesempatan langka bagi wartawan untuk mempelajari secara mendalam ilmu kehutanan melalui pengalaman dari lapangan hingga ke meja perundingan.

Lokakarya akan diadakan di kantor pusat CIFOR HQ Bogor, dari 30 April – 4 Mei Januari 2014 dan kemudian peserta akan mengikuti “Forest Asia Summit” selama dua hari (5 – 6 Mei 2014). Program ini akan memberikan kesempatan wartawan untuk melakukan wawancara face to face dengan ilmuwan terkemuka, pembuat kebijakan dan komunikator sains untuk mengeksplorasi dan memahami berbagai isu yang mempengaruhi hutan dan orang-orang di Asia Tenggara seperti hutan pantai, ketahanan pangan, pembalakan liar, perdagangan kayu, mata pencaharian dan perubahan iklim .

Jika anda seorang jurnalis dan ingin mendaftar, silahkan mengisi biodata lengkap disini.

Program ini juga akan mencakup seminar tentang bagaimana kisah manusia dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan, membuat laporan tentang sain yang dipolitisai, memahami makalah penelitian, tren media sosial masa depan dan memahami statistik.

Peserta akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang metode penelitian ilmu kehutanan, mengolah sumber daya ilmiah dan mempertajam keterampilan pelaporan mereka melalui metode pengajaran yang inovatif dan kunjungan lapangan. Peserta diharapkan setelah kembali ke tempat masing-masing membawa puluhan ide cerita yang bisa dituliskan.

Jurnalis yang ingin kegiatan ini harus mendapat dukungan dari organisasi media tempat mereka bekerja, dengan gagasan bahwa laporan yang mereka hasilkan dari pertemuan akan diterbitkan di media masing-masing.

Kepada peserta akan diberikan akomodasi, biaya transportasi, makanan, biaya kuliah dan dukungan perjalanan.

Jurnalis yang bisa ikut lokakarya ini adalah jurnalis yang bekerja di media cetak, radio, TV atau media online dengan minimal 2 tahun pengalaman kerja, tinggal di salah satu negara anggota ASEAN dan tertarik pada masalah hutan.

Berminat? Kirim segera aplikasi ke Michelle Kovacevic di m.kovacevic@cgiar.org dengan deadline, Senin 3 Maret 2014.[]

Sumber: cifor.org

read more
Galeri

FOTO: Pelepasan Tukik di Pantai Syiah Kuala

Senin sore kemarin (3/2/2014) bertempat di pantai Syiah Kuala, Desa Deah Raya Banda Aceh, mahasiswa dan dosen FMIPA Biologi Universitas Syiah Kuala melakukan pelepasan tukik (anak penyu) sebanyak 44 ekor. Tukik yang berumur tiga minggudari jenis Penyu Lekang ini merupakan hasil penangkaran mahasiswa bersama masyarakat dengan tujuan konservasi dan pemberdayaan ekowisata. Foto: Fahreza Ahmad

read more
Flora Fauna

Harimau Mangsa Hewan Ternak Teror Warga Aceh

Warga Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, akhir-akhir ini resah dengan harimau Sumatera (pantera tigris sumatrae). Puluhan ternak diduga telah dimangsa si raja rimba yang belakangan sering masuk ke permukiman itu.

Mereka meminta Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Besar segera turun untuk mengatasi persoalan ini. Jika tidak, amukan harimau dikhawatirkan bukan hanya mengancam hewan peliharaan, tapi juga manusia.

Seorang peternak, Mahdi Ismail, mengatakan, dalam sepekan terakhir sudah 24 ternak warga Gampong Bueng, Kecamatan Kota Jantho, dimangsa. “Warga bisa mengambil sikap membunuh harimau itu kalau tidak ada pilihan lain. Kami tidak ingin itu terjadi,” kata pemilik Jantho Livestock, sebuah usaha peternakan kambing terbesar di Aceh itu, Senin (3/2/2014).

Ia menambahkan, amukan harimau sebenarnya sudah terjadi sejak akhir tahun lalu. Puluhan ekor kambing hasil usahanya ludes dimangsa. Belakangan ini, harimau sering berkeliaran di lokasi peternakan yang berada di kawasan pegunungan Jantho. Ada warga yang melihat induk harimau berjalan dengan anaknya yang masih kecil pada sore dan malam hari.

Beberapa waktu lalu, pihaknya pernah memasang kamera pengintai (trep) milik Fauna Flora Internasional (FFI) untuk mendeteksi posisi dan kondisi harimau, namun tidak terlacak. Namun penjaga usaha peternakan menemukan jejak kaki yang diyakini milik anak dan induk harimau.

Amukan harimau ini diperkirakan sebagai sebuah siklus, di mana dalam setahun harimau betina dua kali meninggalkan sarangnya untuk menghindari ancaman harimau jantan. Harimau betina membawa anaknya itu kemana pun dia pergi.

Gangguan harimau diperkirakan terus terjadi hingga akhir bulan ini, setelah anaknya itu benar-benar sudah kuat dan mampu berburu. “Sebenarnya induk harimau ingin lindungi anaknya dari jantan, nah kebutulan di kawasan sini mulai banyak hewan ternak,” kata Mahdi.

Selain melaporkan ke BKSDA, Mahdi mengaku pihaknya juga sudah menyampaikan masalah ini ke lembaga-lembaga konservasi harimau dengan harapan segela ada solusi konkret. Butuh pagar antiharimau untuk mengamankan ternak di sana dari ancaman si belang.[]

Sumber: okezone

read more
Ragam

Menyabung Nyawa Demi Selamatkan Hewan

Setiap hari mereka berkeliling zona merah untuk mencari kalau ada hewan yang terlantar atau hewan liar dari hutan yang tersesat. Dalam hujan debu Sinabung, selangkah demi selangkah, kaki mengitari perkampungan yang sepi dari penduduk. Dari kejauhan awan erupsi Gunung Sinabung menggumpal-gumpal seakan hendak membekap daerah sekitar dengan debu panasnya.

Mereka adalah para relawan yang tergabung dalam Animal Rescue, sebuah kegiatan yang diprakarsai oleh lembaga Centre for Orangutan Protection di daerah rawan semburan debu panas Gunung Sinabung, Kabupaten Tanah Karo, Propinsi Sumatera Utara. Sekitar enam orang relawan yang terbagi dalam tiga tim menempati posko sederhana di kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Wilayah I-Sumut di Kota Kabanjahe. Salah seorang diantara mereka adalah seorang pemuda berkulit cokelat asal Aceh, Ratno Sugito.

Sampai hari ini, Selasa (4/2/2014) Ratno sudah sepuluh hari berada di daerah zona merah, sebuah kawasan yang ditetapkan berbahaya, berada dalam radius hingga 5 Km dari gunung Sinabung. Namun hingga hari ini Ia belum bisa memastikan sampai kapan berada dibawah guyuran hujan debu.

” Kami disini setiap hari berpatroli mengelilingi kampung-kampung yang sepi ditinggalkan penduduk, memberi makan hewan yang terlantar ditinggalkan pemiliknya. Selain itu kami mengidentifikasi satwa liar yang dilindungi, melakukan operasi penyelamatan atau evakuasi jika menemukan satwa liar bersama BBKSDA,” jelas Ratno.

Tak sedikit tantangan yang mereka hadapi selama menjalankan tugas menyelamatkan satwa. Relawan harus pandai-pandai membaca tanda-tanda alam seperti arah angin agar terhindar dari resiko terkena awan panas gunung Sinabung. Seperti pada kejadian erupsi besar, Minggu (2/2/2014) yang menelan 15 korban jiwa, Ratno menceritakan bahwa posisi mereka saat itu hanya berjarak 2,5 km dari pusat erupsi yaitu di Desa Sigaranggarang.

” Syukurnya arah angin saat itu berlawanan dengan posisi atau hembusan awan panas berlawanan arah. Kami membelakangi arah angin. Kami tidak lari saat itu namun dalam kondisi siaga saja,” cerita Ratno.

Dalam melaksanakan tugasnya relawan dibekali dengan masker dan kacamata untuk menghindari debu. Relawan yang dibagi menjadi tiga tim, masing-masing beranggotakan 2 orang, tak kenal lelah menyusuri daerah bencana. ” Jika keadaan mendukung kami bisa seharian berpatroli namun kalau situasi tak memungkinkan kami segera kembali ke posko,”ujar Ratno.

Relawan bekerja sama dengan tim BBKSDA Wil I Sumut dalam melaksanakan aktivitasnya. Sejauh ini ada beberapa hewan liar yang telah mereka selamatkan bahkan beberapa diantaranya adalah hewan endemik kawasan Sinabung. Hal ini dijelaskan oleh Kepala Bidang Wilayah I BBKSDA Sumut, Edward Sembiring dalam kesempatan yang sama.

Petugas BBKSDA menguburkan kambing liar Sumatera yang ditemukan mati | Foto: COP
Petugas BBKSDA menguburkan kambing liar Sumatera yang ditemukan mati | Foto: COP

Edward mengatakan bahwa posko penyelamatan satwa liar sudah dibuka sejak 17 Januari 2014 lalu di Kantor BBKSDA Kabanjahe. ” Ada beberapa hewan endemik yang kami temukan, diantaranya tiga kambing liar Hutan Sumatera. Yang satu kami temukan dalam kondisi hidup namun akhirnya mati karena infeksi paru-paru yang menyerangnya, hanya 10% berfungsi. Kemudian kambing liar kedua ditemukan dalam keadaan hidup dan kami lepaskan kembali di Tahura Bukit Barisan Sibayak. Seminggu kemudian kami menemukan kambing ketiga yang sudah mati, berbau sehingga tidak bisa diawetkan untuk pendidikan,” jelas Edward.

Wilayah tempat ditemukan satwa liar ini sangat dekat dengan pusat erupsi, sekitar 1-2 km saja. ” Ngeri-ngeri sedap juga, tapi relawan kan sudah rela berkorban. Tapi mereka tetap waspada dengan menghitung arah angin,” kata Edward.

Selain kambing hutan Sumatera, BBKSDA juga menemukan kucing emas, hewan endemik Sinabung namun sayangnya tidak bisa diselamatkan karena mati. Selain itu tim juga berhasil menyelamatkan satwa Trenggiling dari masyarakat. Trenggiling ini kemudian dilepaskan ke Taman Wisata Alam Deleng Lancuk, di Danau Lau Kawar, yang berada di kaki gunung Sinabung, Sumatera Utara.

Menurut Edward, hewan-hewan liar yang masih berada di sekitar Sinabung saat ini adalah hewan liar yang terjebak atau tidak sempat menyelamatkan diri. ” Hewan liar secara naluri, sebelum erupsi terjadi sudah tahu akan terjadi bencana sehingga berpindah menyelamatkan diri. Sedangkan yang tertinggal adalah yang terjebak, apalagi arah angin berubah-ubah,” jelas Edward.

Gunung Sinabung sendiri masih koridor dengan Taman Nasional Gunung Leuser  (TNGL) sehingga diperkirakan hewan-hewan liar banyak yang berpindah ke TNGL. Menurut pengamatan petugas BBKSDA, masih ditemukan jejak hewan liar seperti jejak Harimau Sumatera. ” Jejaknya menandakan Harimau-nya sedang berusaha lari, ini tampak dari ukuran dan bekas cakaran kuku. Daerah ini memang habitat Harimau Sumatera,” ujar Edward.

Ratno kembali bercerita bahwa mereka kekurangan relawan yang memiliki keahlian sebagai dokter hewan. Relawan hanya bisa melakukan pertolongan awal jika ada hewan liar yang terluka atau sakit.

Ntah sampai kapan Sinabung terus mengeluarkan amarahnya. Masyarakat hanya bisa berharap Sinabung segera mereda secepatnya. Saat ini yang bisa dilakukan adalah berdoa dan bersikap waspada. Kenali cuaca, bentang alam, demi keselamatan. ” Kami relawan turut berduka atas timbulnya korban jiwa pada letusan Sinabung kemarin.” kata Ratno mengakhiri percakapan.

read more
Ragam

Pasir Keruk Ancam Great Barrier Reef

Keputusan Australia di minggu ini terakhir Januari 2014, untuk membuang pasir keruk dan lumpur di perairan Great Barrier Reef telah meningkatkan kewaspadaan, bahwa harta ekologis ini akan segera terdepak dari daftar World Heritage Site (Situs Warisan Dunia).

Tahun lalu Komite Warisan Dunia dari UNESCO memperingatkan bahwa tanpa perbaikan pengelolaan segera, Great Barrier Reef bisa masuk di Daftar Warisan Dunia yang Terancam pada Juni 2014 – bisa memalukan dan memukul perekonomian Australia karena merupakan tujuan wisata penting.

Minggu ini WWF-Australia dan Australian Marine Conservation Society mengeluarkan laporan kinerja dan gerak laju pemerintah yang mengizinkan pengerukan dan menilai, bahwa pemerintah telah gagal memenuhi hal yang disarankan Komite Situs Warisan Dunia itu.

“Kita akan mengalami kemunduran soal terumbu karang. Benar-benar menyedihkan,” kata Direktur Kampanye Terumbu Karang WWF Australia, Richard Leck. “Pemerintah Australia dan Queensland banyak bicara tapi sangat sedikit bertindak,” kata Leck. “Kenyataan di lapangan, proyek-proyek industri utama yang merusak seperti ini sudah lama terjadi, membuang puing atau hasil kerukan di perairan terumbu karang, dan terus disetujui.” Dia mencatat bahwa pengerukan dapat mendorong endapan yang dapat menggelontor dan mengubur karang.

Para pemerhati lingkungan juga menyalahkan pemerintah karena gagal mengatasi pencemaran dan mengalihkan kewenangan soal kebijakan lingkungan dari pemerintah federal ke pemerintah negara bagian Queensland. Para ahli lingkungan menyatakan, bahwa itu melemahkan undang-undang negara untuk melindungi terumbu karang.

Perlindungan Pelabuhan
Badan pengelola Great Barrier Reef Marine Park mengatakan, lembaga Federal dan Menteri Lingkungan Hidup Greg Hunt menyetujui rencana pengerukan dasar laut untuk memperluas pelabuhan batubara di Abbot Point.

Para pejabat juga berwenang melimpahkan hingga 3 juta meter kubik kerukan bahan ke perairan terumbu karang. Namun, pembuangan itu harus memenuhi puluhan syarat ketat terkait lingkungan seperti pengujian endapan tercemar, pemantauan mutu air, dan mengimbangi dampak terhadap nelayan komersial.

Persetujuan tersebut juga merupakan bagian dari rencana badan pengelola Taman Nasional Laut untuk membatasi pembangunan pelabuhan sepanjang pantai Great Barrier Reef untuk pengadaan fasilitas, kata kepala badan pengelola taman nasional laut, Russell Reichelt.

“Sebagai pelabuhan laut yang telah beroperasi selama hampir 30 tahun, Abbot Point lebih baik dibanding pelabuhan lain di sepanjang pantai Great Barrier Reef. Perluasan ini sebagai penambah modal, dan pengerukannya merupakan upaya pemeliharaan, yang jumlahnya sangat minim secara berarti dibandingkan di wilayah lain,” kata Reichelt.

Great Barrier Reef adalah kumpulan lebih dari 2.800 bagian karang yang terpisah, membentang sekitar 2.000 kilometer dari  timur laut lepas pantai Queensland yang menjadi rumah bagi keanekaragaman kehidupan laut yang mencengangkan. Tapi ahli lingkungan dan pengamat PBB mengatakan daerah tersebut telah menghadapi tantangan berat dalam beberapa tahun terakhir.

Laporan Australian Institute of Marine Science 2012 yang didanai pemerintah dan terbit dalam jurnal PNAS menyimpulkan, bahwa terumbu karang ini telah kehilangan setengah dari tutupan karang selama 27 tahun terakhir. Periode itu kira-kira sama dengan masuknya Great Barrier Reef dalam daftar sebagai Situs Warisan Dunia .

Ancaman lokal termasuk limpasan pencemaran dan meledaknya bulu seribu (crown of thorn) yang mencekik spesies lain. WWF mengatakan masalah ini . ditambah dengan tekanan terus menerus dari pengerukan dan alur pelayaran yang meningkat.

“Komite Situs Warisan Dunia akan memandang suram keputusan ini,” kata Leck . Dia menyarankan bahwa Komite Situs Warisan Dunia dapat memutuskan memasukkan Great Barrier Reef dalam daftar “Warisan Dunia yang Terancam” pada pertemuan Juni 2014 di Doha, Qatar.

Sumber: NGI

read more
Hutan

Memahami Pentingnya Arti Pohon

Kita tahu pohon adalah kekayaan keanekaragaman hayati dan kita tahu pohon menyediakan jasa ekosistem yang penting, seperti mengatur aliran air dan mempengaruhi pola cuaca. Salah satu jasa ekosistem yang sering didiskusikan saat ini adalah peran hutan dalam membantu mengatur jumlah gas rumah kaca, karbon dioksida di atmosfir. Sebuah analisa baru yang dimuat dalam sebuah jurnal ilmiah Nature, menjelaskan bahwa sebuah pohon dewasa yang besar memiliki peranan penting dalam mempengaruhi pola cuaca.

Hutan menyimpan sejumlah besar karbon yang juga berkontribusi pada perubahan iklim. Hutan menyimpan hampir 300 miliar ton karbon (biomass) – kira-kira 30 kali jumlah emisi tahunan yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil[1]. Tapi ketika hutan dihancurkan, karbon ini dilepaskan ke atmosfir.

Dulu diduga hanya hutan yang masih muda saja yang menyerap karbon dari atmosfir di saat hutan ini berkembang, dan hutan yang sudah tua (atau disebut juga hutan primer) hanya menyimpan karbon ini. Namun, beberapa penelitian baru-baru ini telah menunjukan bahwa hutan tua yang masih asli juga menyerap karbon dari atmosfir[2]. Penelitian baru ini juga dapat menjelaskan bagian hutan yang sudah tua terus menyerap karbon dari atmosfir.

Para peneliti telah menemukan bahwa penyerapan karbon dari pohon (yang diukur dengan tingkat pertumbuhan) terus meningkat dengan ukuran mereka karena luas daun keseluruhan meningkat saat mereka bertumbuh. Hal ini memungkinkan pohon besar menyerap lebih banyak karbon dari atmosfir. Dengan demikian, pohon-pohon yang paling tua di hutan mengambil karbon paling banyak dari atmosfir. Pohon-pohon yang paling tua dapat ditemukan di hutan-hutan kuno dan tua. Yang terpenting, pohon-pohon tua juga lebih berharga bagi keanekaragaman hayati dibandingkan pohon-pohon muda karena mereka membantu lebih banyak spesies. Contohnya, rongga pohon dan dahan menjadi habitat bagi burung untuk bersarang.

Para penulis memperingatkan bahwa dinamika hutan sangat kompleks, pohon-pohon besar memiliki tingkat mortalitas yang tinggi dibandingkan pohon-pohon muda dan jumlah pohon di area tertentu bisa jadi lebih tinggi di hutan muda. Faktor-faktor ini dapat mengimbangi peningkatan pertumbuhan pohon dewasa di hutan. Dengan demikian jelaslah bahwa pohon besar yang dewasa adalah komponen yang sangat penting di hutan tua, dalam hal keanekaragaman hayati dan penyerapan serta penyimpanan karbon.

Tebang pilih di hutan, biasanya menargetkan pohon-pohon besar dan banyak deforestasi terjadi di hutan-hutan alam yang sudah sangat tua, yang banyak terdapat pohon-pohon besar yang menyimpan dan menyerap banyak karbon.

Penelitian baru ini menekankan kerugian ganda dari penebangan pohon khususnya pohon-pohon dewasa: pembuangan karbon ke atmosfir yang berkontribusi pada perubahan iklim, dan juga menghancurkan tempat penampungan yang dapat mengambil hasil emisi karbon dari atmosfir yang disebabkan oleh manusia. Itulah mengapa Greenpeace berkampanye untuk nol deforestasi.[]

1. Biomass hutan global diperkirakan mengandung 289 Gt C (UN FAO Global Forest Resource Assessment, 2010), sementara emisi fosil diperkirakan pada  9.5 Gt/th untuk 2011 (IPCC Working Group 1, 2013).

2. Stephens et al. 2007. Science 316: 1732-1735; Luyssaert et al. 2008. Nature 455: 213-215; Lewis 2009. Nature 457: 1003-1007.

Sumber: greenpeace.or.id

read more
Kebijakan Lingkungan

Pembukaan Lahan di Rawa Tripa Masih Terjadi

Landscape Protection Specialist Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) dalam presentasinya menyatakan bahwa di lahan gambut Rawa Tripa sampai hari ini masih ada pembukaan. Hal ini tampak dari gambar citra satelit dimana titik hutan gambut yang dibuka bisa dilihat dengan jelas. Selain itu, hasil survey YEL pada 59 titik di Rawa Tripa menunjukan kedalam gambut yang bervariasi.

Landscape Protection Specialist YEL, Graham Usher, dihadapan Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa (TKPRT), Senin (3/2/2014) melakukan presentasi kondisi Rawa Tripa terkini. Dalam presentasi yang dilaksanakan di kantor Yayasan Leuser International, Graham mengatakan berdasarkan peta satelit yang diperolehnya pada Januari 2014 tampak ada perluasan atau pembukaan lahan di kawasan 1605 hektar hutan gambut Rawa Tripa milik PT Kallista Alam (KA) dan PT SPS.Lahan ini sendiri telah dicabut izin usaha budidaya perkebunan-nya oleh Gubernur Aceh, Dr. Zaini Abdullah sehingga seharusnya tidak boleh dijamah siapapun.

Ada dugaan masyarakat membuka lahan tersebut namun dibekingi oleh pemodal karena melibatkan alat-alat berat untuk membuka kanal untuk mengeringkan gambut.

Selain itu juga ada pembukaan jalan oleh Pemkab Aceh Barat Daya yang membelah hutan gambut menuju pelabuhan yang akan dibangun dalam waktu dekat.

” Kami memakai peta dasar yang dulu dipakai Wetland sebagai perbandingan. Survey gambut di 59 titik Rawa Tripa mendapatkan hasil bahwa gambut di lahan PT KA merupakan gambut dalam, antara 4 sampai 7 meter,” ujar Graham. Sampel gambut masih berada di Bogor untuk dianalisa jenis gambutnya dan juga sedang dibor lebih banyak titik lagi di lahan gambut agar diperoleh hasil yang lebih akurat tentang kedalaman gambut dan luasnya.

Gambut terdalam yang pernah diukur mencapai 8,5 meter dimana daerah gambut ini akan dilintasi oleh jalan tembus ke pelabuhan baru di kabupaten Aceh Barat Daya. ” Ini butuh investasi yang besar untuk penimbunan dan jalan kemungkinan akan amblas,” kata Graham.

Selain survey yang dilakukan YEL, Tim dari Universitas Syiah Kuala juga melakukan survey yang sejenis di daerah yang sama. Namun bagi Graham dan sebagian besar anggota TKPRT, Survey dari Unsyiah ini masih menimbulkan tanda tanya besar.

“Survey Unsyiah menyatakan jenis tanah aluvial di lahan gambut yang bisa ditanam, padahal lahan ini malah memiliki kedalaman gambut hingga 7 meter,” ungkap Graham.

Senada dengan Graham, anggota TKPRT, T. Muhammad Zulfikar juga meminta diadakan konsolidasi hasil survey antara YEL dengan Tim Unsyiah mengingat hakikat dari dua survey ini sama, yaitu meneliti kondisi gambut di Rawa Tripa.

” Kita minta dilakukan telaah hasil survey atau penelitian antara tim peneliti dari YEL dengan tim peneliti Unsyiah dan akan melakukan kolaborasi hasil temuan para pihak untuk menjadi hasil bersama,” ujar T. Muhammad Zulfikar.

Blokir Kanal

YEL juga saat ini sedang mengusulkan pemblokiran kanal di kawasan seluas 1.605 hektar di Rawa Tripa dimana daerah ini telah mendapat penetapan dari PN Meulaboh sebagai sitaan negara. ” Kami mengusulkan kepada program TFCA (sebuah program yang didanai USAID-red) untuk memblokir kanal dalam beberapa bulan ke depan. Ada 4 kanal utama yang akan diblokir,” jelas Graham.

Menurutnya Bupati Nagan Raya bersedia mengeluarkan surat dukungan pemblokiran lahan dengan terlebih dahulu YEL dan TFCA mempresentasikan rencananya dihadapan bupati.

Hutan gambut Rawa Tripa saat ini sudah terbelah-belah dalam konsesi milik perusahaan perkebunan kelapa sawit. Sebenarnya pemanfaatan lahan gambut yang bertekstur lembut dan mudah amblas dalam jangka panjang akan merugikan pengelola sendiri.

Saat ini tidak jelas berapa luas daerah berhutan yang masih bersisa di Rawa Tripa karena dari total luasnya 61.803 hektar, hampir seluruhnya telah menjadi konsesi kebun sawit. Sebagian besar sudah dibuka, sebagian masih hutan namun terfragmentasi, sebagian ada yang sudah dibuka namun ditinggalkan karena tidak cocok untuk ditanami sawit.

Jika melihat keadaan hutan gambut yang terus menerus mengalami kehancuran, sulit rasanya bisa menjalankan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26 persen dari tingkat business as usual (BAU, kondisi tanpa adanya rencana aksi) pada tahun 2020 atau sampai dengan 41persen dengan bantuan internasional, sebagaimana yang diumumkan Presiden Yudhoyono pada tahun 2009.

“Ada yang tidak nyambung antara impian, aturan konservasi dan kenyataan di lapangan. Upaya penurunan emisi bisa nonsens. Kebakaran hutan terbesar terjadi di hutan gambut,” ucap Graham.

TKPRT berharap restorasi lahan gambut Rawa Tripa dapat dimulai dari penutupan kanal di lahan 1605 hektar yang telah dicabut izinnya oleh Pemerintah Aceh. Penutupan kanal bertujuan agar air dari gambut tidak mengalir keluar kawasan sehingga menyebabkan lahan kering. Penutupan juga dilakukan agar terjadi penghutanan kembali kawasan yang telah dibuka secara alami.

read more
Ragam

Hamparan Noda Hitam Seluas 800 Km Dekati Brasil

Dalam salah satu citra satelit milik NASA, terlihat hamparan noda hitam mendekati pesisir pantai Sao Paulo, Brasil yang berbatasan dengan Atlantik.

Pada gambar yang diambil oleh Aqua, pesawat luar angkasa NASA yang didesain untuk melacak siklus pergerakan air di Bumi. Hamparan ini terlihat memanjang, hampir sepanjang 800 kilometer di atas lautan.

Menurut para biolog lokal, hamparan menghitam itu terdiri dari hewan-hewan mikroskopik yang disebut dengan Myrionecta rubra. Jika dilihat dari dekat, hamparan itu berwarna merah gelap. Namun sinar matahari yang dipantulkan di laut membuat kumpulan hewan ini terlihat hitam dari orbit.

Tak Berbahaya
Penemuan hamparan seperti ini biasanya menandakan hadirnya ancaman serius bagi kehidupan laut. Jika hamparan tersebut berupa makhluk hidup, senjata ultrasound biasanya digunakan untuk membasmi mereka. Lalu, apakah kumpulan Myrionecta ini berbahaya?

Hewan-hewan ini berenang beberapa meter di bawah permukaan laut, dan mereka memang pencuri. Myrionecta rubra hidup dengan memangsa ganggang laut, melahap kloroplas mereka agar ia bisa melakukan proses fotosintesis sendiri. Meski begitu, ia tidak menghadirkan ancaman besar bagi hewan laut.

Sumber: NGI

read more
1 8 9 10 11
Page 10 of 11