close

March 2014

Hutan

TKPRT Minta Pemerintah Tindak Pembakar Tripa

Terhitung sejak 1 – 14 Maret 2014, sepanjang pantai barat khususnya dikawasan Rawa Tripa terdapat 69 titik Api yang  berada dalam wilayah Izin Usaha Perkebunan, 51 titik api terdapat di areal konsesi PT. GSM, sementara PT. Kallista Alam (KA) menjadi HGU penyumbang terbanyak kedua, yaitu 14 titik. Selanjutnya ada PT. SPS 2 dan PT. CA yang menduduki peringkat 3 bersama dengan masing-masingnya menyumbang 2 titik api.

Sampai saat ini belum ada upaya nyata yang dilakukan oleh para pemegang HGU untuk memadamkan api. ” Jika terus dibiarkan maka akan semakin menambah parah kerusakan ekosistem Rawa Tripa, ” ujar juru bicara Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa (TKPRT), Fadila Ibra kepada media hari ini.

Rawa Tripa masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), terletak di Kabupaten Aceh Barat Daya dan Kabupaten Nagan Raya, dengan luas mencapai + 61.803 Ha. Rawa Tripa merupakan 1 dari 3 (Tripa, Kluet dan Singkil) kawasan rawa gambut di pantai barat Provinsi Aceh.

Setiap pemegang ijin dapat dipastikan telah menanda-tangani surat pernyataan kesanggupan untuk menyediakan sarana, prasarana dan sistem tanggap darurat yang memadai untuk menanggulangi terjadinya kebakaran dalam pembukaan dan/atau pengelolaan lahan.

” Coba cek ke lapangan, direalisasikan ngak ? Fakta lapangan ini harus menjadi rujukan bagi tim evaluasi HGU yang telah di-SK-kan oleh Gubernur Aceh, hasil kerjanya kita nantikan, ” kata Fadila.

Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota wajib melakukan upaya pembinaan dan pengawasan usaha perkebunan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan kualitas usaha perkebunan. Jika kewajiban ini tidak dilaksanakan, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten telah melakukan tindak pidana korupsi, sanksi pidana menanti, ujar Kepala Rumoh Transparansi Atjeh (RUTAN Atjeh) Ilham Sinambela, S.Hut, MT.

Sudah saatnya Pemerintah Aceh dan Kabupaten meminta pertangung jawaban dari para pemegang ijin, wajib hukumnya bagi mereka untuk memastikan tidak terjadi pembakaran lahan di areal konsesi mereka. Jika mereka tidak memenuhi kewajiban, cabut izinnya, ujar Ilham lebih lanjut.

Sejak akhir 80-an kawasan rawa gambut Tripa menjadi areal konsesi perkebunan kelapa sawit. Di kawasan Tripa terdapat 5 perkebunan besar swasta, yaitu PT. Kallista Alam, PT Surya Panen Subur 2 (eks PT Agra Para Citra), PT Gelora Sawita Makmur, PT Dua Perkasa Lestari dan PT Cemerlang Abadi dengan total luas areal konsesi keseluruhan mencapai 35.000 ha. Operasi perkebunan pernah terhenti karena konflik di Aceh.

“Informasi terakhir yang kita terima dari masyarakat, kabut asap yang tebal, abu sisa-sisa pembakaran lahan berterbangan di wilayah pemukiman penduduk Alue Bilie,” ujar Fadila. [rel]

read more
Green Style

Jerinx SID: Pantai Kuta Sudah Kehilangan Ruhnya

Marah buminya, makin tak terkendali
Marah buminya, kita semua kan mati
Marah buminya, makin tak teratasi
Marah buminya, semua mati dan terluka!

Bait di atas bukan mengajak orang lain untuk marah, melainkan penggalan lirik lagu berjudul “Marah Bumi” yang dipopulerkan “Superman Is Dead”, sebuah kelompok musik yang besar di Bali. Cara bermusik “Superman Is Dead” atau dikenal SID itu memang terkesan garang. Tapi percayalah kegarangan Bobby Kool (vokal), Eka Rock (bass), dan Jerinx (drum) itu hanya sebatas gaya bermusik. Mereka yang selama ini bermarkas di Jalan Poppies II, Kuta, itu memiliki kecintaan yang boleh dibilang luar biasa terhadap alam.

Wajar, markas mereka memang berada hanya beberapa meter dari garis Pantai Kuta, salah satu objek wisata bertaraf internasional, yang dari tahun ke tahun mengalami degradasi kualitas natural. Kuta yang menjadi tempat favorit untuk berselancar dan berjemur, kini sudah mulai ditinggalkan seiring dengan makin menjamurnya destinasi wisata pantai di Bali dan tempat-tempat lain yang tak kalah menariknya. Bahkan, hampir setiap tahun di Bali selalu ada objek wisata baru yang menawarkan pesona dan panorama alami titisan Dewata.

Sebagai pemuda yang lahir dan besar di Bali, Jerinx merasa tergugah dengan kondisi lingkungan di sekitarnya. Dalam berbagai kesempatan pria yang bernama lengkap I Gusti Ary Astina itu selalu menyerukan pelestarian alam.

jerinx“Hampir sebulan sekali, kami mengajak ‘outsider’ (julukan penggemar fanatik SID) untuk bersih-bersih pantai,” tutur Jerinx mengawali obrolannya di sebuah kafe favoritnya di kawasan Kerobokan, Kuta, sambil mengiringi perjalanan matahari menuju peraduannya.

Ia tak rela Kuta sebagai kampung halamannya itu “sakit” dan merana akibat ketidakpedulian. Orang-orang datang dari berbagai penjuru, hanya menikmati keindahan tanpa bisa memberikan kontribusi positif untuk kelestarian alam. Pantai Kuta tidak hanya sesak oleh pelancong dari berbagai ras, melainkan juga penuh oleh tumpukan sampah. Sisa-sisa aneka kebutuhan manusia itu berbaur dengan material hutan di seberang pulau dapat dengan mudah dijumpai di atas hamparan pasir putih Pantai Kuta.

Sebagian pemangku kepentingan menyebutnya sebagai “sampah kiriman”, namun sebagian besar pelaku industri pariwisata justru menciptakan sampah. Semua saling tuding, saling merasa benar, tanpa sedikit pun berupaya mengatasi persoalan sampah yang makin tak terkendali.

Melalui komunitasnya sebagai anak “band”, Jerinx mengajak anak muda untuk peduli terhadap lingkungan. “Bersih-bersih pantai kami iringi dengan bersepeda bersama,” kata pria yang hampir seluruh badannya itu dipenuhi tato.

Kegiatan itu dia mulai sejak 2005. “Sebenarnya tidak hanya pantai, tapi juga tempat-tempat lain, seperti Taman Kota, yang layak mendapat perhatian saya dan teman-teman. Kegiatan kami ini sekaligus untuk mengedukasi masyarakat secara langsung,” ucapnya.

Jerinx tak ingin disebut sebagai pelestari lingkungan karena merasa upaya yang dia lakukan selama ini tidak seberapa, apalagi dibandingkan dengan tingginya tingkat kerusakan alam. Namun dia tak ingin hanya berwacana lewat lagu yang biasa dibawakan bersama teman-temannya di SID.

“Kami tidak ingin hanya berwacana saja saat di atas panggung. Kami memberi contoh sekaligus melibatkan teman sebaya melalui perilaku sehari-hari. Memang hal ini tidak mudah, butuh pengorbanan dan kepedulian,” ujarnya.

Ajakan SID itu dia sampaikan melalui jejaring sosial. Tidak hanya soal kebersihan, Jerinx juga memberikan beberapa tips, seperti membuang sampah plastik, merokok tanpa mengotori dan mencemari lingkungan, dan hal-hal kecil lain yang selama ini luput dari perhatian semua orang.

“Kami berharap edukasi melalui tindakan nyata dan sosial media dapat menjadi inspirasi bagi ‘outsider’ sekaligus diimplementasikan oleh orang-orang lain dalam kehidupan sehari-hari,” kata penggebuk drum kelahiran 36 tahun silam itu

Berbeda karena Peduli
Kepedulian Jerinx dan teman-temannya di SID terhadap pelestarian lingkungan memang tidak perlu diragukan lagi. Selain menyuarakannya lewat tembang-tembang ciptaannya, Jerinx juga melakukan aksi nyata. Bahkan, tidak jarang pendapatannya dari panggung hiburan musik di Tanah Air itu disalurkannya untuk mewujudkan cita-cita idealnya sebagai manusia yang peduli terhadap Tuhan, sesama, dan lingkungan sebagaimana filosofi hidup masyarakat Pulau Dewata, yakni Tri Hita Karana.

“Dalam bermusik, kami tidak hanya bisa menjual kreativitas, melainkan juga memberikan sesuatu yang manfaat kepada alam. Sederhananya, bukankah musik itu setidaknya punya nafas keadilan, kemanusian, dan alam,” katanya berfilsafat.

Dia berpendapat bahwa seni tidak melulu menjadi alat untuk mencari uang atau keuntungan material semata, melainkan harus bisa memberikan sumbangsih pada sisi-sisi kemanusian. “Komersial boleh, asalkan ada kesimbangan antara idealisme dan kebutuhan pasar,” ucap pemilik sejumlah “distro” di kawasan Kuta itu.

“Apabila terlalu idealis, tentu grup band itu tidak akan mampu bersaing dalam industri musik. Komersial itu tidak apa-apa, asalkan gerakan untuk melakukan perubahan tetap dilakukan. Kami ingin melahirkan agen-agen perubahan sebanyak mungkin di Indonesia,” ujarnya.

Dalam kehidupan nyata, dia melihat kerusakan alam ini makin parah. Pemangku kepentingan hanya mencari keuntungan sesaat. “Ekologi di Pulau Bali sangat mengkhawatirkan. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada kelestarian lingkungan,” ucapnya dengan nada yang sedikit meninggi.

“Kami kira solusi dari keadaan tersebut adalah melakukan revolusi dalam artian melakukan perubahan secara besar-besaran untuk menghilangkan cara pemikiran yang merusak itu,” katanya menambahkan.

Oleh sebab itu, menurut dia, masyarakat Bali sangat membutuhkan pemimpin yang figurnya seperti Jokowi. Kebetulan saat ini situasi politik di Bali sedang hiruk-pikuk menjelang pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali untuk periode lima tahun mendatang.

Karena itu pula dalam berbagai kesempatan, Jerinx yang mendapatkan hak suara pada Pilkada Bali 15 Mei mendatang itu terus menyuarakan tentang alam yang harus menjadi perhatian bagi pemimpin masa depan di pulau yang dikenal keindahannya itu oleh masyarakat dunia.

“Kami justru khawatir jika nanti tanah milik warga Pulau Dewata akan beralih kepada para pemilik modal. Gejala ini sudah lama terjadi sehingga butuh pemimpin yang punya kekuatan untuk menahan gempuran pemilik modal. Sudah lama sekali masyarakat Bali ini jadi penonton,” kata pria yang tak pernah lepas dari rokok tersebut.

Pada bulan Mei yang bertepatan dengan hiruk-pikuk politik di Bali, SID berencana meluncurkan album baru. Di album itu terdapat 17 lagu berisi kritik sosial.  “Beberapa permasalahan sosial yang ingin kami tuntut, antara lain, pemberdayaan bisnis lokal, pola pikir aparat hukum, ketertiban umum, filterisasi wisatawan, pembatasan kendaraan, dan mempertahankan harga diri,” ucapnya.

Jerinx dan SID tidak hanya keras dalam menyampaikan kritik pedas, tapi mereka juga sudi turun sendiri untuk menyatukan jiwa dengan alam. Bahkan, tanpa sungkan-sungkan kritik pedas dan keras juga kerap disampaikannya kepada penguasa, termasuk Gubernur Bali I Made Mangku Pastika. Beberapa kali Jerinx dan teman-temannya mengajukan pertanyaan yang menohok uluhati penguasa, terutama terkait kualitas lingkungan yang makin menurun akibat pesatnya perkembangan industri pariwisata.

Jerinx tentu sudah tidak bisa lagi merasakan embusan angin semilir yang membuat daun-daun kelapa di Pantai Kuta melambai-lambai bagaikan jemari gadis Bali yang menari diiringi gemelan. Pantai Kuta sudah menjadi komoditas industri pariwisata, tapi tak satu pun dari pelaku industri yang memperlakukannya dengan ramah. Semilir angin laut di selatan Pulau Dewata itu kini sudah tidak lagi menerpa wajah dan menyibakkan rambut gadis-gadis Bali karena telah terhalang oleh bangunan megah yang berjejer di pinggir pantai sebagai perlambang supremasi kapitalisme. “Pantai Kuta sudah kehilangan ruhnya,” pungkas Jerinx. []

Sumber: greenersmagz.com

read more
Flora Fauna

BKSDA Sita Buaya Sepanjang 3,5 Meter dari Warga

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSD) wilayah II perwakilan Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, mengevakuasi buaya sepanjang 3,5 meter dengan berat 100 kilogram lebih.

“Buaya tersebut berjenis kelamin betina dan saat ini dalam kondisi sehat. Kami evakuasi dari rumah salah seorang warga Desa Basirih Hilir, Samuda, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Kabupaten Kotim,” kata Komandan pos bandara dan pelabuhan BKSDA Kalteng, Muriansyah di Sampit, Sabtu.

Usia buaya betina tersebut diperkirkan tujuh tahun, saat dipelihara oleh pemiliknya masih sepanjang satu meter dan sudah empat tahun buaya tersebut hidup dalam kandang berpagar besi.

Buaya pemangsa jenis muara tersebut sebelumnya dipelihara oleh Rusliansyah warga Desa Basirih Hilir Samuda kemudian diserahkan secara sukarela ke pihak BKSDA.

Selain tidak ingin terjerat hukum karena memelihara hewan yang dilindungi undang-undang, pemilik mengaku sudah mulai khawatir karena buaya semakin besar dan mengganas, dikhawatirkan melukai orang.

“Secara kasat mata buaya tersebut dalam kondisi sehat, namun untuk memastikan buaya tersebut sehat atau tidak nantinya akan diperiksa oleh tim dokter,” ujarnya.

Buaya pemangsa tersebut langsung di bawa ke BKSDA wilayah II Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) untuk mendapatkan penanganan khusus. Sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku, sebelum dilepasliarkan ke alam bebas, buaya harus dilakukan pemeriksaan.

Buaya tersebut nantinya akan dilepasliarkan di tempat yang aman, yakni di taman suaka marga satwa Lamandau.

“Kami ucapkan banyak terimakasih atas kesadaran Rusliansyah dengan menyerahkan secara suka rela buaya piaraannya tersebut,” ucapnya.

Ia juga mengimbau kepada seluruh masyarakat yang saat ini masih memelihara binatang yang dilindungi undang-undang untuk segera menyerahkan kepada BKSDA, sebab jika tidak pemilik akan dikenakan sanksi hukum sesuai ketentuan yang berlaku.

Sumber: antaranews.com

read more
Ragam

Asap Riau Ancam Keselamatan Manusia

Dua alat deteksi di Pekanbaru menunjukkan angka 305 dan 402 Psi. Artinya, pencemaran sangat berbahaya bagi manusia, hewan, dan tumbuhan

Sembilan dari 10 alat pemantau indeks pencemaran udara di sejumlah wilayah di Riau menunjukkan, polusi akibat kabut asap Riau capai level “Berbahaya”. Laura Pulina, Kepala Sub-Bidang Informasi Pusat Pengelolaan Ekologi Regional Sumatera Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan, dalam level itu, kualitas udara bisa disebut buruk atau tidak sehat.

“Kalau sesuai standar Kementerian Lingkungan Hidup, semestinya warga yang berada pada daerah kualitas udara buruk itu sudah harus dievakuasi. Ini yang harus menjadi perhatian dari Satgas dan pemerintah daerah,” ujar Laura Paulina, Kamis (13/3/2014).

Dua alat deteksi di Kota Pekanbaru tersebut menunjukkan angka 305 dan 402 Psi (Pollutant Standar Index). Angka indeks lebih dari 300 berarti pencemaran sudah sangat berbahaya bagi manusia, hewan, dan tumbuhan.

Kondisi yang sama juga terdeteksi di Kabupaten Siak. Tiga alat menunjukkan angka 347, 500, dan 464 Psi. Di Kabupaten Bengkalis, polusi asap juga berada di level berbahaya. Indeks pencemaran di dua alat milik PT Chevron Pacific Indonesia di daerah Duri menunjukkan angka 450 dan 500. Sementara itu, indeks pencemaran di Kota Dumai menunjukkan angka 183 atau dalam ambang batas level “Sangat Tidak Sehat”.

Sejumlah kasus kematian pun terjadi di lokasi yang diduga akibat banyak menghirup asap di lokasi pembakaran hutan.

Misalnya, yang terjadi pada Muhammad Adli (63), petani asal Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Tanjung Pinang Barat, Kabupaten Meranti, Riau. Ia ditemukan tak bernyawa di dekat kebunnya yang dipenuhi asap sangat pekat di dekat lokasi pembakaran hutan.

Begitu juga Nasib Asli (41), warga Desa Rantau Baru, Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau. Penyakit paru-paru kronis petani berputra dua itu semakin parah karena fungsi pernapasannya tak mampu lagi menahan ”gempuran” asap yang membahayakan kesehatan manusia.

Nayaka (2), putri pasangan Muhammad Said (31) dan Rika (27), pekan lalu, menderita demam berkepanjangan. Awalnya Said menganggap putrinya demam biasa. Namun, setelah dibawa ke dokter, Nayaka didiagnosis terkena ISPA. Penyakit tersebut sudah menyebar jauh ke seluruh penjuru Riau. Ribuan “Nayaka” lain kini menderita penyakit yang sama akibat paparan asap.

Menurut Azizman Saad, dokter spesialis paru di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad, Pekanbaru, akibat terpapar asap, dalam 10 tahun mendatang terjadi ledakan penyakit paru-paru di Riau. Data Satgas Tanggap Darurat Asap Riau sendiri menunjukkan bahwa selama Februari hingga pertengahan Maret ini lebih dari 51.600 warga sakit akibat kabut asap Riau.

Ibu hamil, bayi, dan orang sakit
Sementara itu, Manager Communications PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Tiva Permata mengatakan, manajemen perusahaan minyak itu sudah merencanakan untuk melakukan evakuasi selektif bagi setiap orang yang rentan saat polusi asap. Ia mengatakan, area kerja perusahaan di daerah Duri Kabupaten Bengkalis sudah sangat memprihatinkan dan menjadi perhatian serius.

Ia mengatakan, tindakan relokasi khususnya untuk mereka yang memiliki risiko kesehatan tinggi, seperti bayi yang baru lahir, ibu hamil, balita, dan orang-orang dengan riwayat penyakit paru dan jantung sesuai dengan rekomendasi tim medis perusahaan.

“Kebijakan ini berlaku untuk semua pegawai, termasuk juga ekspatriat,” katanya.

Menurut dia, perusahaan menyediakan wisma-wisma untuk tempat tinggal sementara di Camp Rumbai atau tinggal bersama keluarga mereka di lokasi lain yang kualitas udaranya lebih baik. Sedangkan para pegawai dan keluarganya yang tidak masuk dalam daftar rekomendasi tim medis bisa mengambil cuti sesuai peraturan perusahaan.

Sumber: NGI/intisari-online.com

read more
Kebijakan Lingkungan

Jepang Akan Beri Tiongkok Latihan Hukum Lingkungan

Jepang akan membantu melatih para pengacara dan para aktivis lingkungan Tiongkok dalam mendapatkan keahlian menangani permasalahan lingkungan melalui proses hukum. Kedua negara menandatangani sebuah kesepakatan di Beijing pada Kamis (13/3/2014). Jepang akan menyumbang hingga sekitar US$ 88.000 dalam bentuk bantuan.

Polusi lingkungan menjadi masalah serius di Tiongkok di tengah pembangunan ekonominya yang pesat. Tidak banyak kemajuan yang terlihat dari langkah-langkah yang diambil pihak otoritas.

Salah satu penyebabnya dikatakan karena kurangnya para ahli yang mengerti gugatan hukum lingkungan. Berdasarkan kesepakatan tersebut, pemerintah akan melatih 30 pengacara dan aktivis lingkungan Tiongkok.

Kesepakatan itu juga berencana membuat sebuah buku tentang gugatan-gugatan hukum serta kegiatan-kegiatan yang terkait lingkungan oleh para warga di masa lalu.[]

Sumber: beritasatu.com

read more
Hutan

LSM Cemaskan Lahan Gambut Rawa Tripa yang Menyusut

Yayasan Ekosistem Leuser mengkhawatirkan penyusutan gambut akibat dari pengeringan yang dilakukan perusahaan perkebunan kelapa sawit  berdampak pada penurunan permukaan tanah sekitar 20 – 50 cm/tahun untuk tahun-tahun pertama pascapengeringan (drainase).

“Untuk  beberapa tahun ke depan diperkirakan sebagian daratan di Kabupaten Nagan Raya (Kecamatan Darul Makmur) dan Aceh Barat Daya  (Babahrot) yang dalam dua tahun terakhir ini sering mengalami banjir akan berada di bawah permukaan laut,” kata Staf Komunikasi YEL, TM Zulfikar di Banda Aceh, Jumat.

Dampak lain dari pengeringan itu juga akan menghilangkan semua potensi pertanian dan perkebunan serta perikanan darat di areal tersebut, termasuk perkebunan kelapa sawit itu sendiri, kata dia menjelaskan.
Lima perusahaan besar yang memperoleh konsesi untuk perkebunan kelapa sawit di wilayah itu masing-masing  PT Kalista Alam , PT Surya Panen Subur 2 (eks PT Agra Para Citra), PT Gelora Sawita Makmur, PT Dua Perkasa Lestari, dan PT Cemerlang Abadi.

Dijelaskan, salah satu kontribusi terbesar bagi emisi gas rumah kaca di Indonesia berasal dari konversi hutan rawa gambut. Gambut pada dasarnya adalah karbon dan air, dan rawa-rawa gambut secara alami menyimpan karbon dalam jumlah besar.

Sementara hutan hujan tropis di tanah mineral juga menyimpan karbon dalam jumlah yang relatif besar dibanding padang rumput misalnya, jumlah yang disimpan hutan di lahan gambut adalah 10 sampai 20 kali lebih besar.
Diperkirakan bahwa hutan primer yang tersisa di Tripa mengandung sekitar 110  ton karbon/hektare di atas permukaan tetapi sampai 1.300 ton/hektare di bawah permukaan di gambut. Secara keseluruhan stok karbon di Tripa diperkirakan tidak  kurang dari 50 sampai 100 juta ton.

Zulfikar juga menyebutkan ketika tsunami menerjang pesisir pantai barat Aceh 26 Desember 2004, Rawa Tripa merupakan benteng alami yang mencegah kerusakan bagi wilayah Nagan Raya dan Aceh Barat Daya.

Karenanya, YEL yang juga tercatat sebagai anggota Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa (TKPRT) yang  peduli terhadap kerusakan kawasan rawa gambut Tripa telah melakukan kajian hukum tentang legalitas perkebunan kelapa sawit dan telah memantau terhadap kerusakan.

Selain YEL, juga terdapat beberapa lembaga lainnya yang telah melakukan survey dan penelitian di wilayah rawa gambut Tripa. Salah satunya adalah Tim Peneliti dari Universitas Syiah Kuala.

“Untuk itu TKPRT bekerja sama dengan YEL berinisiatif melaksanakan lokakarya hasil penelitian gambut di kawasan rawa Tripa-Babahrot, sehingga dapat menjadi bahan bersama guna menggali potensi yang ada sehingga pengelolaan lebih lanjut menuju atas kawasan lestari dalam dilaksanakan secara tepat,” kata TM Zulfikar.[]

Sumber: antaranews.com

read more
Ragam

Daging Halal Organik, Islami & Ramah Lingkungan

Peternakan Willowbrook di Hampton Gay, Inggris berdiri di atas lahan seluas 18 hektar. Semua produk yang dihasilkan, mulai dari telur angsa sampai daging domba pemakan rumput, adalah organik dan terjamin halal.

Lutfi Radwan dulu adalah dosen geografi. Namun, pada 2002 ia memutuskan membangun peternakan organik halal setelah kecewa dengan kurangnya pilihan daging organik untuk muslim. Iapun mempelajari ilmu peternakan selama setahun di Sudan.

“Kami merasa sisi kesejahteraan hewan maupun sisi ritual yakni penyebutan nama Tuhan tak dijalankan dengan baik di industri pangan modern,” Lutfi berpendapat, seperti diberitakan BBC Asian Network (04/02/2014).

Ia bermimpi memelihara hewan dan tanamannya sendiri dengan membawa nilai religius dan kecintaannya akan alam sekaligus.

“Kami mendirikan Willowbrook berdasarkan apa yang kami yakini sebagai prinsip-prinsip Islam, yang sangat dekat dengan gagasan organik, keberlanjutan, dan praktik-praktik yang ramah lingkungan,” tutur Lutfi.

Pasar daging halal Inggris diperkirakan bernilai sekitar 3 miliar poundsterling (Rp 56,6 triliun). Muslim berjumlah kurang dari 5% populasi Inggris namun mengonsumsi lebih dari 20% daging merah yang diproduksi di Inggris. Sebuah studi di tahun 2012 menemukan bahwa satu dari tiga orang muslim makan daging setiap hari. Angka ini lebih banyak dibandingkan orang-orang nonmuslim.

Di Willowbrook, hewan dibawa ke rumah potong halal setempat yang proses penyembelihannya diawasi keluarga Radwan. Istri Lutfi, Ruby, dan kelima anaknya juga bekerja di peternakan. Khalil (20) misalnya, mengatakan akan mengikuti jejak orang tuanya untuk hanya memakan daging halal organik.

“Daging halal organik lebih menyehatkan serta sesuai dengan moral dan etika. Tak hanya untuk muslim, tapi untuk semua orang. Tak peduli apakah mereka meyakini agama tertentu atau tidak,” jelas Khalil.

Ruby merasa kebanyakan daging halal di pasaran tak memenuhi standar Islam jika melihat cara hewan diternakkan, dirawat, dan akhirnya disembelih. Lutfi juga yakin beternak secara berlebihan bisa menyebabkan hewan berada di kondisi buruk.

“Benar-benar seperti kamp konsentrasi. Ayam dijejalkan ke kandang sesak, di mana mereka menderita bahkan bisa dibuang begitu saja jika sudah berkembang biak terlalu banyak. Namun, pelanggan tak melihatnya sampai ayam diserahkan ke mereka,” kata Lutfi.

Lutfi berharap muslim lebih memikirkan asal daging yang mereka konsumsi serta kondisi tempat diternakkannya hewan-hewan tersebut.

“Nabi Muhammad melarang memakan makanan dari hewan yang disiksa. Karena itu, kita tidak dapat menutup mata akan apa yang terjadi di sekitar kita,” pungkas Lutfi.[]

Sumber: detikfood.com

read more
Energi

Limbah Cair Sawit Potensial Sebagai Energi Alternatif

Limbah cair kelapa sawit atau yang dikenal dengan palm oil mill effluent (POME) ternyata berpotensi menghasilkan gas metan dan berguna untuk sumber energi listrik alternatif.

“Jumlah POME di Kalimantan Timur sangat banyak karena luas perkebunan sawit sudah lebih dari 1 juta hektare, tetapi hingga kini POME belum dikelola maksimal padahal manfaatnya sangat besar untuk pembangkit listrik,” ujar Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak di Samarinda, Minggu.

Apabila POME dikelola dengan maksimal, maka hal itu mampu menjawab kekurangan energi listrik di Kaltim akibat suplai bahan baku yang rendah.

Untuk itu dia ingin agar perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tersebar di kabupaten dan kota di Kaltim segera membantu rakyat sekitarnya, yakni melalui kegiatan corporate social responsibility (CSR) bekerjasama dengan PLN membangun pembangkit listrik bersumber dari pome.

Dia juga mengakui bahwa sudah ada beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit yang telah menunjukkann kepeduliannya dengan mengelola POME menjadi energi listrik alternatif (biodiesel) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Sejumlah perusahaan tersebut yakni PT Rea Kaltim Plantations di Kembang Janggut, Kutai Kartanegara, kemudian PT Telen Group di Talisayan, Kabupaten Berau, dan Group PT Sinar Mas dengan anak perusahaan PT Astra dan PT Smart di Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur.

Dia menyebutkan bahwa PT Rea Kaltim Plantations pada 2014 membangun pembangkit listrik tenaga biodiesel atau POME berkekuatan 8 mega watts, sedangkan PT PLN akan dibangunkan jaringan listrik dengan alokasi anggaran sebesar Rp53 miliar untuk kebutuhan listrik bagi masyarakat Kembang Janggut.

Ini berarti melalui pola kerjasama perusahaan kelapa sawit dengan PLN, maka akan ada ratusan rumah penduduk di sejumlah desa akan teraliri listrik.

Gubernur juga berharap kepada bupati yang di kawasannya terdapat lahan kelapa sawit agar mengajak perusahaan sawit membangun pembangkit listrik tenaga POME. Dorongan bupati sangat penting agar pengusaha sawit terpacu untuk membangunkan pembangkit listrik dari bahan baku yang sudah tersedia di lahan milik pengusaha.

Sumber: antaranews.com

read more
1 4 5 6 7 8 12
Page 6 of 12