close
Flora Fauna

Membangun Suaka Baru bagi Badak Sumatera di Ekosistem Leuser

Seekor badak betina di suaka Way Kambas | Foto: Rhett A. Butler/Mongabay.

Jakarta – Pemerintah Indonesia berencana untuk membangun tempat perlindungan ketiga untuk penangkaran badak Sumatera, di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) Aceh.

“Ini adalah prioritas utama dalam rencana tindakan darurat kami untuk menyelamatkan badak Sumatera,” kata Kepala Konservasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Wiratno di Jakarta pekan lalu. “Kami segera mendiskusikan rencana ini dengan pemerintah Aceh untuk mendapatkan dukungan mereka,”pungkasnya.

Menurut Rudi Putra, Direktur Leuser Conservation Forum, yang terlibat dalam rencana tersebut, saat ini mereka sedang mencari lokasi yang cocok dengan rencana tersebut.

“Rencananya adalah menyelesaikan fasilitas-fasilitas tersebut pada tahun 2021,” kata Rudi Saputra dalam email ke Mongabay. Dia menambahkan bahwa sekitar lima ekor badak akan ditangkap dari alam liar di Aceh dan dipindahkan ke tempat perlindungan untuk memulai program.

Indonesia saat ini memiliki dua pusat penangkaran dengan total delapan badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis): satu di Taman Nasional Way Kambas, Sumatera, yang memiliki tujuh badak, dan satu di hutan Kelian, di Kalimantan Indonesia, yang merupakan rumah bagi badak tunggal.

Rencana untuk membuka suaka di KEL dijelaskan dalam sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh Wiratno Desember lalu, yang juga membahas proposal meningkatkan kapasitas suaka Way Kambas; bermitra dengan Malaysia, yang memiliki induk badak untuk pembuahan; dan meningkatkan upaya menangkap lebih banyak badak dari Kalimantan dan menempatkannya di suaka Kelian.

Para ahli badak dari seluruh dunia sepakat pada tahun 2017 bahwa penangkaran badak Sumatera, dari Sumatra dan Kalimantan, adalah satu-satunya cara yang tersisa untuk menyelamatkan spesies, diyakini berjumlah antara 30 dan 100 individu. Inisiatif baru ini mengikuti upaya serupa pada 1980-an yang menangkap badak Sumatera untuk pembiakan. Program itu, bagaimanapun, bubar satu dekade kemudian setelah lebih dari setengah hewan mati tanpa ada anak badak yang dilahirkan. Tetapi serangkaian kelahiran badak yang sukses di Amerika Serikat dan Indonesia, dan konsensus yang berkembang bahwa spesies akan punah tanpa intervensi, telah meletakkan dasar bagi upaya penangkaran tawanan terbaru.

Rudi mengatakan pendirian tempat perlindungan baru akan meningkatkan program penangkaran dengan mengurangi risiko terkonsentrasinya hampir semua badak di Way Kambas.

“Menempatkan semua badak yang ditangkap di satu tempat (Way Kambas) bukanlah solusi yang baik untuk keberlanjutan populasi. Jika ada penyebaran penyakit secara tiba-tiba, itu mungkin membunuh semua badak di sana, “katanya. “Mengembangkan tiga lokasi dengan manajemen terpadu akan lebih baik untuk konservasi badak.”

Banyak ahli menyebutkan Leuser sebagai habitat yang paling menjanjikan bagi badak liar Sumatera, mengingat KEL merupakan salah satu habitat terbesar bagi populasi spesies tersebut. Foto-foto perangkap kamera baru-baru ini dari ekosistem yang diambil oleh para konservasionis mengidentifikasi setidaknya 12 individu badak. Namun, daerah pegunungan masih kurang dipahami oleh para konservasionis, dan perburuan di sana dianggap lebih buruk daripada di tempat lain.

“Keamanan untuk suaka ini harus seketat itu di Way Kambas,” kata Wiratno.

Kelompok konservasi badak sepakat memberikan dukungan finansial dan teknis untuk membangun fasilitas tersebut.

“Dukungan kami untuk dan keterlibatan dalam proyek ini adalah karena keyakinan kami bahwa ini harus menjadi prioritas untuk menyelamatkan badak Sumatra dari kepunahan,” kata Wakil Direktur Yayasan Badak Internasional, CeCe Sieffert.

“Tujuannya adalah untuk menumbuhkan populasi badak sehingga hewan dapat dilepaskan kembali ke alam liar untuk menambah populasi liar,” kata Sieffert.

BKSDA telah menyerukan kepada semua pemangku kepentingan untuk mendukung pendirian tempat perlindungan Leuser. “Menyatukan badak dari populasi kecil bersama adalah penting untuk membantu mereka berkembang biak,” kata kepala BKSDA Sapto Aji Prabowo. “Kalau tidak, populasi ini akan punah karena mereka tidak berkembang biak.”

Rudi mengatakan program itu akan membutuhkan banyak dana, sumber daya manusia, dan waktu. “Kita tidak hanya berpacu melawan waktu, kita juga berpacu melawan pemburu liar yang setiap saat dapat membunuh badak,” katanya.

“Kondisi badak sumatera sangat kritis, itu sebabnya langkah radikal harus diambil, seperti menangkap dan menyelamatkan individu yang tersisa,” tambahnya.

Badak Sumatra pernah ditemukan di Asia Tenggara, dari Himalaya di Bhutan dan India, ke Cina selatan dan menyusuri Semenanjung Melayu. Tetapi spesies ini terancam punah akibat serangkaian faktor, dari perburuan liar hingga hilangnya habitat dan jumlah kelahiran yang tidak mencukupi.

Pada tahun 1986, sama spesies tersebut dinyatakan terancam punah dalam Daftar Merah IUCN. Populasi bada diperkirakan antara 425 – 800 individu. Sepuluh tahun kemudian, perkiraan itu turun menjadi 400 dan badak Sumatera dinaikkan statusnya menjadi terancam punah. Pada tahun 2015 dinyatakan punah di alam liar di Malaysia, hanya Indonesia sebagai satu-satunya negara dengan populasi spesies liar yang diketahui.[]

Sumber: mongabay.com

Tags : KELleuser

Leave a Response