close
Flora Fauna

PanEco Jalin Kerjasama dengan PLTA Batangtoru Untuk Konservasi Orangutan

PLTA Batang Toru | Foto : Thinkstock/Masao Taira

Medan – Masyarakat di Kecamatan Sipirok, Marancar dan Batangtoru (Simarboru), Kabupaten Tapanuli Selatan, menyambut positif kerjasama PLTA Batangtoru dengan NGO dari Swiss, PanEco, untuk kegiatan konservasi Orangutan di ekosistem Batangtoru.

Abdul Gani Batubara, tokoh masyarakat di Desa Bulu Mario, Kecamatan Sipirok, mengatakan, Selasa (27/8/2019), mereka senang dengan informasi kerjasama itu, demi percepatan pembangunan PLTA Batangtoru, sekaligus untuk menyelamatkan Orangutan Tapanuli di daerah mereka.

“Itu berarti pembangunan proyek energi terbarukan PLTA Batangtoru bisa berjalan, dan konservasi Orangutan di daerah kami semakin bagus dan berkelanjutan,” katanya.

Yayasan PanEco yang berpusat di Swiss, dan perusahaan energi PT North Sumatra Hydro Energi (NSHE), memang telah menjalin kerjasama yang didukung Pemerintah Indonesia untuk mengamankan masa depan Orangutan Tapanuli serta habitatnya di ekosistem Batangtoru Tapanuli, Sumatera Utara.

Salah satu tujuan kerja sama itu adalah menerapkan strategi konservasi yang komprehensif di areal lebih dari 200.000 hektare habitat Orangutan tersebut, melalui suatu pendekatan multi-pihak.

Strategi baru ini akan mencakup pembangunan koridor hutan untuk menghubungkan habitat terfragmentasi, merestorasi hutan bekas tebangan, dan meningkatkan perlindungan kawasan yang saat ini belum dilindungi.

“Di seluruh dunia, ada tren dan tekanan publik kuat untuk mengubah ‘bisnis seperti biasa’ dengan pendekatan pembangunan baru dan lebih berkelanjutan. Kolaborasi ini menawarkan suatu peluang menarik untuk mengembangkan solusi model untuk mencapai tujuan dalam pembangunan berkelanjutan di daerah lain di dunia,” kata Presiden PanEco, Regina Frey, dalam keterangan resmi tertulis yang diterima waspadaaceh, Selasa (27/8/2019).

Sedangkan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Wiratno mengatakan, sangat menyambut baik kemitraan baru itu. Dia mengatakan, akan melakukan yang terbaik untuk mendukung sepenuhnya dengan berkontribusi pada solusi masalah administrasi dan teknis.

“Saya menghargai semangat inklusif dari kolaborasi ini, merangkul pemerintah di semua tingkatan, LSM, kelompok masyarakat dan kearifan lokal terhadap lingkungan, termasuk satwa liar, ilmuwan, dan perusahaan melalui pendekatan lintas pemangku kepentingan,” ungkapnya.

Direktur Komunikasi PT NSHE, Firman Taufick mengatakan bahwa kemitraan itu terjadi atas dasar saling pengertian tentang perlunya kerjasama antara sektor bisnis dan berbagai pemangku kepentingan. Firman Taufick menilai hal itu sangat penting untuk menemukan solusi bersama.

Profesor Carel van Schaik, seorang pakar Orangutan dunia yang juga menjabat sebagai anggota dewan PanEco menambahkan, tanpa adanya proyek PLTA baru ini, spesies Orangutan Tapanuli yang hanya tersisa kurang dari 800 individu dalam populasi terfragmentasi, menghadapi masa depan suram.

“Dengan adanya Pemerintah Indonesia dan PT NSHE yang mendukung, kini ada potensi besar untuk mencari strategi konservasi baru yang akan menjamin perlindungannya serta habitat di ekosistem Batangtoru, dalam jangka panjang,” jelasnya.

Seperti diketahui Yayasan PanEco suatu organisasi lingkungan berpusat Swiss, memiliki rekam jejak panjang dalam konservasi alam dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia, sejak tahun 1970-an.

Pada tahun 1999, PanEco bekerja sama dengan mitra lokal di Indonesia, Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia (KLHK), membentuk Program Konservasi Orangutan Sumatera (SOCP). Penelitian lapangan di Tapanuli Selatan sejak tahun 2000 dalam rangka program ini, menjadi dasar pada tahun 2017 ditemukan spesies baru Orangutan (Pongo tapanuliensis).

Dengan pemikiran tersebut, NSHE dan PanEco memasuki babak baru untuk membangun kemitraan dengan strategi konservasi jangka panjang yang komprehensif demi melindungi ekosistem Batangtoru secara utuh dan masa depan Orangutan Tapanuli.

Untuk tujuan itu, sebuah Nota Kesepahaman (MOU) telah ditandatangani, yang didukung sepenuhnya oleh Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia.

Orang Asing Ditantang Masyarakat

Munculnya suara-suara minor dari pihak yang keberatan atas adanya kerjasama antara PanEco dengan PT NSHE terkait konservasi Orangutan dan ekosistem Batangtoru, sebaiknya pihak-pihak yang bersuara miring itu datang menjumpai tokoh adat dan tokoh masyarakat di Simarboru untuk berdiskusi.

Justru tokoh masyarakat mempertanyakan keberadaan orang asing, Glenn, yang mengaku dari Mighty Earth itu. Glenn juga mengaku protesnya terkait pembangunan PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) Batangtoru, telah mendapat dukungan politisi asing, seperti bekas Dubes Amerika di Indonesia.

“Siapa itu Glenn dan apa dia pernah benar-benar hidup di hutan Batangtoru bersama Orangutan? Apalagi dubes-dubes itu, mana dia kenal Orangutan. Mereka itu orang asing yang mau mengatur negeri ini, jadi harus kita luruskan mereka,” ujar Abdul Gani Batubara, tokoh masyarakat yang baru-baru ini bersama lima orang tokoh adat melakukan aksi demo simpatik di depan Kedutaan Inggris Raya dan Kedutaan Belanda di Jakarta.

Abdul Gani Batubara menantang orang asing yang bernama Glenn dan bekas dubes lainnya, untuk hidup bersama warga mereka dan bersama Orangutan yang sering datang ke kebun mereka, untuk beberapa waktu saja sehingga orang asing itu benar-benar mengenal kehidupan warga dan mengenal Orangutan.

“Mari datang dan hidup bersama kami, baru diskusi soal Orangutan Tapanuli. Mereka saya kira, Tapanuli itu ada di mana saja malah nggak tahu. Silahkan datang dan berdiskusi dengan kami,” lanjut Abdul Gani Batubara didampingi tokoh adat, Edward Siregar, Raja Luat Sipirok gelar Sutan Parlindungan Suangkupon. (sulaiman achmad)

Sumber: waspada.com

Tags : batangtoru

Leave a Response