close

banjir

Ragam

Banjir Bandang Hantam Wasior, Tiga Kampung Terisolasi

Banjir bandang yang menerjang Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, Rabu (13/11) langsung menarik perhatian Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Mereka menurunkan Unit Reaksi Cepat (URC) ke Wasior Kamis (14/11).

“Sore ini (kemarin, Red) tim URC BPBN tiba untuk menuju Wasior. Mereka akan langsung bekerja,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Papua Barat Derek Amnir di kantor gubernur kemarin.

Jajaran Pemprov Papua Barat juga mengadakan rapat untuk membahas penanganan banjir Wasior itu. Rapat yang dipimpin Asisten II Setprov Nathaniel Mandacan tersebut salah satunya memutuskan pembangunan Posko Penanggulangan Bencana untuk mobilisasi kebutuhan korban banjir.

“Sementara posko itu di bawah kendali BPBD provinsi. Posko akan berkoordinasi dengan relawan, PMI, Rapi, dan Orari,” paparnya.

Pemprov juga segera mengirimkan bantuan berupa bahan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan lain untuk membantu korban banjir. Bantuan tersebut akan dikirim dengan KMP Napan Wainami. “Sejauh ini, 400 orang telah meninggalkan Wasior ke Windesi, Manokwari, dan kota lain. Warga trauma dengan banjir bandang pada Oktober 2010,” tuturnya.

Sementara itu, warga Wasior mulai membersihkan rumah mereka yang dipenuhi lumpur dan sampah kemarin. Beberapa rumah sakit pun bersih-bersih meski belum bisa melayani masyarakat.

Pemkab Teluk Wondama juga menyingkirkan kayu dan material lain yang menutup sejumlah jembatan. “Jembatan di Manggurai sudah bisa dilewati. Jembatan itu sudah dibersihkan,” jelas Kabaghumas Setkab Teluk Wondama, Yunias Mawere kemarin.

Namun, menurut dia, tiga kampung masih terisolasi. Yakni, Kampung Isie, Rasiei, dan Tandia. Jembatan yang menghubungkan tiga kampung tersebut rusak parah serta tertutup kayu dan lumpur. “Jembatan di Isie dan Rasiei masih tertutup material. Distribusi bantuan terpaksa dilakukan lewat laut,” ucapnya.

Padahal, pengerahan alat berat untuk membersihkan jembatan dari kayu, lumpur, dan material lain yang terbawa banjir terkendala keterbatasan stok bahan bakar minyak (BBM). “Sekarang BBM sulit sehingga tidak bisa mengerahkan alat berat,” ucapnya.

Soal korban banjir, Yunias menegaskan tidak ada korban jiwa. Beberapa warga yang sebelumnya dikabarkan hilang ternyata sudah berkumpul dengan keluarga masing-masing. “Saat kejadian, mereka berlari menyelamatkan diri ke laut. Paginya, mereka pulang,” terangnya. (lm/JPNN)

Sumber: JPPN

read more
Sains

Penerapan Biopori di Aceh Minim

Kondisi kota Banda Aceh yang hanya terletak 1 meter dari permukaan laut menyebabkan air sulit mengalir ke sungai. Genangan air di atas permukaan tanah akibat air tidak meresap dalam tanah. Salah satu solusinya adalah dengan membuat lubang biopori. Sayangnya penerapan teknologi sederhana ini belum di sosialisasikan dengan baik.

Hal ini dikatakan oleh ahli lingkungan Universitas Syiah Kuala, Purwana Satrio, S.TP kepada The Globe Journal, beberapa waktu lalu di Banda Aceh. Ia sendiri bersama mahasiswa telah melakukan berbagai penelitian tentang manfaat Biopori.

“Penelitian yang kami lakukan pada lahan gambut dan drainase perkotaan,”katanya.

Purwana menjelaskan Biopori adalah lubang resapan yang dibuat dalam tanah. “Diameternya sekitar 10-30 cm dan kedalaman 100 meter,”jelasnya. Kedalam lubang ini, tambahnya, bisa diisikan sampah organik yang berfungsi untuk menahan air. “Air yang ditahan ini jadi sumber makanan bagi makhluk sekitarnya,”tambahnya. Selain itu sampah yang berada dalam lubang Biopori pun kemudian melapuk menjadi kompos dan bisa dimanfaatkan untuk pupuk.

Biopori dapat diterapkan dimana saja baik itu di halaman rumah, kantor, sekolah maupun di taman. Jika hal ini diterapkan dikawasan perkotaan dapat mencegah terjadinya genangan. “Seperti daerah pertokoan Peunayong yang kalau hujan sedikit saja langsung banjir, kalau ada biopori air bisa masuk (dalam tanah-red),”katanya.

Cara ini juga untuk mencegah mengalirnya air hujan ke selokan yang kemudian terbuang percuma ke laut lepas begitu saja.

Berapa banyak jumlah lubang biopori sebaiknya dibuat? “Tinggal hitung saja curah hujan, laju resapan air dan luas wilayah yang tergenang,”ujarnya menjelaskan.

Hanya saja sayangnya gerakan pembuatan Biopori di Banda Aceh belum tampak. Purwana Satrio mengatakan pihaknya baru sebatas melakukan sosialisasi di kampus semata. “Kalau ada yang mau melakukan sosialisasi kami siap membantunya,”katanya.[m.nizar abdurrani]

read more
Ragam

Banjir Landa Perkampungan Sekitar Exxon Aceh

Empat kecamatan di Aceh Utara yaitu Tanah Luas, Matangkuli, Pirak Timu dan Paya Bakong kembali dilanda bencana banjir akibat banjir kiriman dari kabupaten tetangga, Bener Meriah. Kabupaten ini terletak berbatasan dengan kecamatan-kecamatan tersebut dan letaknya lebih tinggi karena di daerah pegunungan.

Hari pertama saat air mulai naik, pagi itu Jum’at 258 Oktober 2013 sekitar pukul 08.00 WIB warga gampong Rayeuk Kuta kecamatan Tanah Luas terlihat tidak begitu cemas. Hal ini dikarenakan warga telah terbiasa dengan banjir musiman saat hujan tiba.

150 rumah mulai direndam banjir ketika waktu mulai menunjukkan pukul 09.00 WIB. Warga kesulitan mengevakuasi barang-barangnya yang berada didalam rumah akibat air begitu cepat naik dan meninggi di pemukiman.

Lokasi desa Rayeuk Kuta yang langsung berbatasan dengan komplek kilang Migas ExxonMobil Cluster III. Bahkan sebagian Cluster III masuk dalam wilayah desa tersebut. Foto Google Earth | The Globe JournalLokasi desa Rayeuk Kuta yang langsung berbatasan dengan komplek kilang Migas ExxonMobil Cluster III. Bahkan sebagian Cluster III masuk dalam wilayah desa tersebut.

Tergopoh-gopoh, warga desa Rayeuk Kuta tersebut memilih untuk mencari lokasi yang lebih aman. Kebanyakan dari mereka memilih jalan ExxonMobil untuk menyelamatkan diri.

Dari sudut keramaian yang disesaki korban banjir dan warga yang ingin menyaksikan tersebut, seorang ibu menangis histeris. Seakan dirinya tidak bisa menerima musibah yang sedang menimpa dirinya serta warga desanya.

Namanya Nurasiah, umurnya masih 45 tahun. Dirinya menjadi perhatian warga saat menangis dalam keramaian.

Tangisan Nurasiah berupa kesedihan ketika musibah menimpa dirinya beserta warga lain di empat kecamatan tersebut. Bagi Nurasiah, penduduk Rayeuk Kuta ini, air matanya bercucuran dikarenakan harta benda miliknya tak sempat diselamatkan.

Sambil memandang ke arah rumahnya yang sepelemparan batu dari jalan ExxonMobil tersebut. Sambil tersedu-sedu Nurasiah memanjatkan do’a.

“Ya Allah, berkat do’a anak-anak yatim jangan sampai air naik lagi, cukup segini saja,” mohon Nurasiah kepada Sang Pencipta. Ketika dihampiri warga ia berkata, “Padi saya di dalam rumah sudah direndam air”. Nurasiah meratapi padinya yang baru dipanen semuanya telah direndam dan terbawa banjir.

Dirinya mengakui susahnya mencari nafkah, sebagai seorang petani. Padahal kediaman warga yang dilanda banjir tersebut berada dipunggung perusahaan raksasa minyak dan gas ExxonMobil.

Pun berada dipunggung ExxonMobil, namun desa ini tidak menjadi perhatian perusahaan tersebut. Pasalnya, menurut Bahtiar (37) yang merupakan Kaur Pemerintahan di desa tersebut, banjir naik akibat saluran milik ExxonMobil yang menghubung ke desa Rayeuk Kuta sudah rusak.

“Saluran atau gorong-gorong milik ExxonMobil sejak tahun 80-an sampai sekarang belum pernah diperbaiki. Setiap banjir makin parah karena saluran tidak bagus,” ungkapnya.

Hal senada juga disampaikan M. Husen (44) Kepala Desa Rayeuk Kuta. Menurutnya usulan perbaikan kerap disampaikan kepada pihak ExxonMobil, namun hingga saat ini belum juga ditindaklanjuti.

Sumber: theglobejournal.com

read more
Tajuk Lingkungan

Hati-hati dengan Air

Siapa makhluk hidup di atas bumi ini yang tidak butuh air? Coba anda bayangkan jika anda selama tiga hari berturut-turut hidup tanpa memasukan air setetes pun ke dalam tubuh. Pasti anda akan sekarat, dan sebaiknya memang jangan dicoba. Begitu juga dengan makhluk lain di dunia ini, semua membutuhkan air dalam kadar tertentu untuk menunjang hidupnya.

Kekurangan air bisa menimbulkan masalah serius, kebanyakan air bisa menimbulkan masalah yang juga tidak kalah seriusnya. Air dalam jumlah massive yang tidak bisa dikelola dengan baik maka bisa mengancam jiwa makhluk hidup. Bagaimana air dalam jumlah sangat besar tersebut ? Misalnya saja air yang terdapat dalam waduk atau dam atau bendungan. Air dalam infrastruktur pengairan ini berfungsi untuk menahan selama mungkin air berada di atas permukaan bumi, tidak mengalir ke laut, agar bisa dimanfaatkan untuk kebaikan umat manusia.

Waduk atau embung biasanya dibuat di daerah yang curah hujannya sedikit. Curah hujan yang sedikit itu tentu saja menghasilkan kumpulan air yang sedikit juga. Nah, kumpulan air yang sedikit ini, kalau dikumpulkan dalam waktu yang lama akan bertambah semakin banyak dan dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang lama pula. Kalau air yang sedikit itu tidak dikumpulkan atau istilahnya di konservasi maka air secara alami akan menguap ke langit dan mengalir ke daratan yang lebih rendah hingga ujungnya ke laut.

Bagi Aceh, waduk atau embung banyak dibangun di daerah pantai timur, mulai dari Aceh Besar, Pidie hingga Tamiang. Ini dapat dimaklumi karena curah hujan di daerah-daerah ini relatif kecil. Sedangkan kebutuhan air baik untuk minum, pertanian, industri dan sebagainya berlangsung sepanjang tahun. Sedangkan di pantai barat seperti Aceh Jaya, Aceh Barat hingga Singkil nyaris tidak ada dibangun waduk atau embung mengingat curah hujannya relatif besar dan berlangsung lama. Wilayah ini cenderung membangun saluran agar air cepat mengalir sehingga tidak terjadi banjir.

Membangun infrastruktur pengairan bukanlah hal yang mudah, juga bukanlah hal yang sulit jika memang dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Waduk yang baru saja selesai dibangun seperti waduk Keuliling di Aceh Besar merupakan sebuah waduk yang lumayan besar (+ 40 hektar) dan diharapkan dapat mengairi persawahan sekitarnya. Waduk ini diharapkan dapat bertahan ratusan tahun.

Maka berhati-hatilah dengan air. Kecil menjadi teman, besar menjadi lawan. Bukan sekedar lawan biasa, tapi bisa juga menjadi “pembunuh” nomor wahid.

read more
1 3 4 5
Page 5 of 5