close

hope

Ragam

“Hope” Tampil dalam Peringatan Hari Orangutan Sedunia di Aceh

Banda Aceh – Puluhan pemuda meramaikan peringatan Hari Orangutan Sedunia di Taman Sari Banda Aceh, Minggu (25/08/2019). Mereka mengikuti lomba menggambar poster bertemakan “Selamatkan Orangutan”. Turut hadir seniman lukis dari Komunitas Kanot Bu, Idrus bin Harun yang menampilkan atraksi lukisan diorama kehidupan “Hope”, seekor orangutan yang ditembak 74 peluru belum lama ini di Subulussalam, Aceh.

Acara ini dilaksanakan WWF Indonesia bersama Earth Hour Aceh dan Komunitas Kanot Bu dengan didukung oleh Program Shared Resources Join Sollution yang bermitra dengan Forum DAS Krueng Peusangan dan Balai Syura Ureung Inong Aceh. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh, Sapto Aji Prabowo membuka Peringatan Hari Orangutan Sedunia.

Kepala BKSDA Aceh dalam sambutannya menyampaikan bahwa orangutan Sumatera saat ini berdasarkan Rencana Aksi Strategis Orangutan jumlahnya tinggal 13 ribu lebih yang terbagi dalam delapan meta populasi. Sebanyak 80 persen orangutan Sumatera ada di Aceh.

“Ini harusnya menjadi sebuah kebanggaan Aceh, tapi tantangan untuk orangutan tetap lestari sangat luar biasa terutama karena degradasi habitat. Aceh mempunyai target membuat Kawasan Ekosistem Esensial untuk menghubungkan delapan metapopulasi spesies yang saat ini terdegradasi,”kata Sapto.

Belum lama ini ada kasus orangutan yang ditembak 74 peluru dan bayinya mati karena malnutrisi bernama Hope. “Kemarin saya menerima petisi tentang penembak Hope yang mencapai 933 ribu tandatangan. Orang memberi perhatian bagaimana kita harusnya menyelamatkan orangutan,”ucap Kepala BKSDA itu.

Manager WWF-Indonesia Northern Sumatera Landscape, Dede Suhendra menyebutkan, kepedulian masyarakat terhadap nasib orangutan masih sangat rendah. Itu terlihat masih banyaknya kasus perburuan, penembakan, dan pengrusakan habitat orangutan salah satunya seperti yang menimpa Hope.

“Kita harus menyadari, orangutan adalah satwa penting yang memastikan keberlangsungan hutan. Jika orangutan hilang, hutan akan hilang karena salah satu penyebar benih utama pohon sudah tak ada,” kata Dede Suhendra.

Yang tak kalah penting, WWF-Indonesia juga memberikan perhatian serius terhadap keberlangsungan habitat dan orangutan Tapanuli yang saat ini terancam oleh berbagai kegiatan pembangunan seperti salah satunya adalah pengerjaan proyek pembangkit listrik oleh salah satu perusahaan swasta nasional. WWF-Indonesia percaya bahwa keanekaragaman hayati dan kelestarian lingkungan adalah dasar dari pembangunan sosial-ekonomi yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, saat ini dan di masa depan.

“Jadi, kami menyerukan kepada semua pihak terutama yang mendapat amanah proyek pembangunan pentingnya meninjau kembali rencana konstruksinya dan mengintegrasikan rencana yang kuat untuk mengurangi semua risiko yang berpotensi mengancam keanekaragaman hayati khususnya spesies orangutan dan habitatnya.

Rencana tersebut harus secara transparan diumumkan kepada publik dan dikonsultasikan secara intensif dengan kelompok ahli orangutan yang independen.. WWF-Indonesia mendesak semua pihak untuk melaksanakan himbauan tersebut, dan bersedia untuk pemantauan dan peninjauan oleh pihak independen,” kata Dede.

Untuk menyelamatkan orangutan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan. Untuk itu WWF-Indonesia mengajak anak-anak muda turut menyampaikan ide mereka tentang penyelamatan orangutan dan habitatnya. Bersama lukisan diorama kehidupan Hope, karya-karya poster anak muda di Banda Aceh diharapkan bisa dipamerkan di ruang publik lainnya. Selain itu, untuk memberikan edukasi kepada anak-anak, WWF-Indonesiamenggelar permainan yang menampilkan informasi seputar orangutan. Hari Orangutan Sedunia diperingati setiap tahun pada tanggal 19 Agustus.[rel]

read more
Flora Fauna

Dua Remaja Penembak Orangutan Hope Dihukum Azan Sebulan

Banda Aceh – Dua remaja Subulussalam, Aceh yang merupakan penembak orangutan Hope diberi sanksi sosial berupa azan selama sebulan. Keduanya terbukti menembak Hope dengan 74 butir peluru senapan angin.

Namun, karena pelaku masih di bawah umur, 16 dan 17 tahun, penanganan perkaranya dilakukan di luar peradilan pidana atau diversi.

“Mereka dikenai sanksi sosial yang harus dipenuhi oleh terlapor, yaitu wajib azan Magrib dan salat Isya di masjid desa mereka, di Kota Subulussalam, selama satu bulan. Sanksi diawasi oleh PK, Bapas, dan aparat desa,” kata Kepala BKSDA Aceh Sapto Aji Prabowo kepada wartawan, Senin (29/7/2019) di Banda Aceh.

BKSDA Aceh selaku pihak pelapor hari ini menerima berita acara kesepakatan musyawarah diversi dari polisi. Berita acara itu berisi perihal penanganan kasus penganiayaan orang utan Hope di Desa Bunga Tanjung, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam.

Menurut Sapto, jika pelaku melanggar sanksi tersebut, hitungan hukuman akan diulang dari awal. Selain itu, keduanya diwajibkan membersihkan tempat ibadah, yaitu masjid atau musala.

“Terlapor mengakui perbuatannya serta meminta maaf kepada pihak terkait,” jelas Sapto.

Seperti diketahui, orang utan Hope mengalami penyiksaan sadis pada 10 Maret lalu. Saat diselamatkan dari sebuah kebun sawit di Subulussalam, Aceh, kondisinya memprihatinkan dengan tubuh penuh luka sayatan dan 74 butir peluru bersarang di sekujur tubuh. Mirisnya lagi, bayi Hope berusia satu bulan mati karena gizi buruk.

“Sampai saat ini Hope masih berada di pusat karantina orang utan di Sibolangit, Sumatera Utara, dengan kondisi kedua mata yang buta. Proses penyembuhan terus dilakukan, termasuk kondisi psikologisnya,” ungkap Sapto.

Sumber: detik.com

read more
Flora Fauna

Hope, Orangutan Aceh Muncul di Sampul Depan The New York Times

New York – Sejumlah lelaki mendatangi Hope dan bayinya sembari membawa tombak dan senjata. Tapi, Hope tak beranjak pergi, sebab tidak ada tempat baginya untuk pergi. Kalimat itu merupakan sepenggal dari berita harian The New York Times dengan judul “A mother shot 74 times’, Jumat 5 Juli 2019. Berita koran asal Amerika Serikat itu mengangkat kisah orangutan bernama Hope, yang menjadi korban penembakan ketika warga membersihkan lahan untuk perkebunan kelapa sawit.

Kisah tentang Hope terjadi pada Maret 2019, dan menjadi sorotan di dalam negeri. Dari hasil rontgen, selain 74 peluru bersarang di tubuhnya, Hope juga mengalami patah di beberapa tulangnya. Saat hutan dan rawa ditebangi untuk perkebunan kelapa sawit, keberadaan orangutan di Indonesia terancam. The New York Times dalam ulasannya menyebut, Indonesia dan Malaysia merupakan pemasok 80 persen dari minyak sawit yang bermanfaat untuk membuat minyak goreng, lipstik, cokelat, dan biofuel. September tahun lalu, di tengah kekhawatiran tentang habitat orangutan yang terancam punah dan bahaya karbon emisi dari pembakaran massal lahan untuk perkebunan sawit, Indonesia berhenti mengeluarkan izin untuk perkebunan baru.

Namun, seperti kasus yang dialami Hope, kebijakan dari pemerintah nampaknya tidak berjalan di desa-desa miskin. “Mereka mengatakan ada moratorium, tetapi saya dapat melihat dengan mata kepala sendiri bahwa tanah hilang setiap hari,” kata Krisna, koordinator untuk Unit Respons Konflik Orangutan Manusia, sebuah kelompok yang berbasis di Sumatera yang telah menyelamatkan lebih dari 170 orangutan terluka sejak 2012, seperti dikutip dari The New York Times.

Orangutan disebut hanya hidup di dua pulau di dunia. Sejak 1999 sampai 2015, populasi orangutan di Kalimantan mengalami penurunan lebih dari 100.000, seperti dilaporkan dalam Curret Biology, sebuah jurnal ilmiah. Hanya tersisa 100.000 orangutan di Kalimantan, menurut Worl Wildlife Fund. Di Sumatera, New York Times menulis populasi orangutan kurang dari 14.000 saja. Orangutan yang beruntung dan selamat dari pembakaran lahan bisa tersingkir di sekitar tempat-tempat kecil di antara pepohonan kelapa sawit.

Karena kehabisan makanan, orangutan ini mencari makan di daerah-daerah yang dihuni manusia. Mereka merusak tanaman dan memancing penduduk bertindak, seperti melakukan penembakan. Tidak ada tindakan hukum atas penembakan terhadap orangutan. Kelapa sawit merupakan sumber penghasilan bagi petani di Sumatera. Orangutan dianggap sebagai hama.

Namun, bayi orangutan sering ditangkap untuk diperjualbelikan meskipun menjual spesies yang terancam punah adalah ilegal. Seperti diberitakan sebelumnya, kasus yang menimpa Hope terjadi di Subulussalam, Aceh. Penyiksaan itu mengakibatkan bayi Hope berjenis kelamin jantan yang berusia satu bulan mati. Hope mengalami luka parah dengan 74 butir senapan angin bersarang di tubuhnya. “Kondisi induk orangutan kurang sehat, dengan luka di tangan, kaki, jari tangan, serta mata kena peluru senapan angin,” kata Kepala BKSDA Aceh Sapto Aji, dalam keterangan tertulis, Selasa (12/3/2019).

Konflik warga dan orangutan di Subulussalam, Aceh, berawal saat induk orangutan itu masuk ke kawasan permukiman, terutama kebun warga. Diduga kuat warga menembaki induk orangutan tersebut. Namun, menurut Sapto, orangutan masuk ke permukiman karena habitatnya terganggu. Menurut Sapto, hal ini jamak terjadi di wilayah Kalimantan dan Sumatera. Setelah sempat kritis saat dilakukan perawatan, kondisi Hope dinyatakan mulai membaik. Hope harus menjalani operasi pengangkatan peluru yang bersarang di tubuhnya.

Sumber: kompas.com

read more
Flora Fauna

Orangutan Kurang Gizi Diselamatkan di Kebun Sawit

Seekor orangutan betina dengan diselamatkan dari perkebunan sawit dekat dengan lokasi orangutan Hope ditemukan di Dusun Rikit, Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Provinsi Aceh, Rabu (20/3/2019). Tim penyelamat yang terdiri dari BKSDA Aceh, tim HOCRU OIC, dan WCS-IP berhasil mengevakuasi orangutan tersebut dan kemudian diberi nama Pertiwi.

Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo, S.Hut, M.Si, menjelaskan kronologis penyelamatan Pertiwi. Pada tanggal 19 Maret 2019 siang, Tim HOCRU OIC mendapat informasi dari BKSDA-Aceh melalui nomor Call Center HOCRU bahwa ada beberapa individu orangutan yang terjebak di kebun masyarakat di Dusun Rikit.

Selanjutnya pada tanggal 19 Maret 2019 sore, tim HOCRU bersama BKSDA-Aceh dan WCS-IP melakukan crosscheck di lokasi perkebunan. Hasil pemantauan tim HOCRU menemukan beberapa sarang baru di lokasi tersebut. Tim langsung mencari keberadaan orangutan dan menemukan satu individu orangutan (anakan ± 7 tahun) di dalam sarang. Karena hari sudah sore tim memutuskan tidak melakukan upaya evakuasi pada hari itu dan diputuskan untuk melanjutkan keesokan harinya. Lokasi kebun berstatus APL dan berjarak ± 10 km dari Suaka Margasatwa Rawa Singkil.

Keesokan harinya tanggal 20 Maret 2019 pagi tim melihat orangutan masih dalam sarang dan tim meminta rekomendasi tindakan translokasi kepada pihak BKSDA-ACEH untuk satu individu orangutan yang terisolir di kebun masyarakat yang sedang membuka lahan. Untuk mengevakuasi orangutan tersebut tim HOCRU memutuskan untuk tidak menggunakan tembakan bius karena kondisi orangutan yang kurus dan kecil sehingga ditakutkan akan mengenai organ vital. Tim memutuskan untuk melakukan pemotongan pohon dan menggiring orangutan ke pohon yang rendah. Kemudian tim memotong pohon yang rendah tersebut agar dapat menangkap orangutan.

Setelah orangutan berhasil ditangkap baru kemudian dilakukan pembiusan untuk tujuan pemeriksaan kondisi tubuh orangutan. Orangutan terbius pada pukul 11.50 dan tim membawanya ke kandang untuk pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan Fisik
Orangutan Pertiwi memiliki berat badan ± 5 kg. Dari hasil pemeriksaan fisik diketahui orangutan tersebut berumur ± 7 tahun dan berjenis kelamin betina dan dengan kondisi malnutrisi (kurus) dan kondisi tangan sebelah kanan yang kurang responsif (kurang gerak).

Setelah semua pemeriksaan fisik selesai dinyatakan orangutan tidak layak untuk di lepasliarkan kembali ke habitatnya, harus menjalani pemeriksaan lebih lanjut di Karantina orangutan Sumatera milik SOCP di Sibolangit Sumatera Utara.

Sapto Aji Prabowo, S.Hut, M.Si, menyatakan bahwa saat ini tim dari BKSDA Aceh dan mitra terus memantau daerah perkebunan yang diperkirakan masih ada orangutan yang terisolasi. BKSDA serius melakukan upaya-upaya mengatasi konflik antara manusia dan orangutan sehingga insiden konflik yang mengakibatkan kematian dan perburuan orangutan dapat dicegah. [rel]

read more
Flora Fauna

Orangutan ‘Hope’, Jalani Operasi Tulang Setelah Ditembus 74 Peluru

Medan – Satu minggu setelah berada dalam perawatan Tim Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan Sibolangit, Sumatera Utara, orangutan ‘Hope’ yang ditembaki dengan 74 peluru dan mengalami patah terbuka pada tulang bahu, akhirnya menjalani operasi tulang bahu tersebut pada hari Minggu (17/03/2019). Operasi Hope dilakukan Tim Medis SOCP bersama Dr. Andreas Messikommer, seorang ahli bedah tulang dan saraf pada manusia, berasal dari Swiss.

Dr. Andreas sering membantu YEL dan PanEco sebagai tenaga relawan jika ada kasus-kasus bedah tulang yang rumit pada orangutan. Operasi Hope membutuhkan waktu lebih dari 3 jam dan dalam prosesnya ditemukan juga bahwa tulang bahu yang patah mengakibatkan robeknya kantong udara (air sac) Hope. Tulang bahu dan kantong udara yang robek ini sudah mengalami infeksi lokal sehingga tim melakukan penanganan pada area yang terinfeksi terlebih dahulu. Tim juga melakukan penutupan luka luka lain yang berada pada bagian-bagian tubuh Hope seperti di tangan dan kaki.

Dokter Hewan Senior YEL-SOCP drh. Yenny Saraswati menyampaikan dalam operasi ini merek belum mengeluarkan peluru yang masih ada di tubuh Hope. “Karena kami memprioritaskan penanganan tulang bahu, mengingat risiko infeksi pada bagian tersebut,”ujarnya.

Sepanjang proses operasi kondisi Hope cukup stabil. Saat ini dia masih dalam perawatan pasca operasi dan semua berharap proses penyembuhan pasca operasi ini juga bisa berjalan baik.

Supervisor Rehabilitasi dan Reintroduksi untuk YEL-SOCP drh. Citrakasih Nente, mengatakan, “Karantina dan rehabilitasi orangutan dimaksudkan untuk memeriksa secara intens kondisi kesehatan orangutan dan merehabilitasi mereka baik secara fisik maupun mental/psikologis.”

Namun untuk orangutan ‘Hope’ ini meskipun nantinya berhasil diselamatkan, Hope tidak akan dapat dilepasliarkan lagi di alam, mengingat kondisinya yang buta total di kedua matanya akibat ditembak peluru. Keadaan ini membuat orangutan ‘Hope’ menjadi salah satu kandidat yang akan dipindahkan ke fasilitas Orangutan Haven yang saat ini sedang dalam proses pembangunan, untuk mengoptimalkan kesejahteraannya selama hidup.

Selain operasi pada orangutan Hope, Dr Andreas dan Tim SOCP juga terlebih dahulu melakukan operasi pada bayi orangutan berumur sekitar 3-4 bulan, Brenda. Brenda mengalami patah lengan atas kiri (tulang humerus), dan dievakuasi minggu lalu oleh seorang anggota TNI dari area pembukaan lahan di daerah Aceh Barat Daya. Anggota TNI tersebut kemudian melaporkan keberadaan bayi orangutan tersebut kepada BKSDA Aceh.

Bayi orangutan Brenda yang juga menjalani operasi bedah tulang | Foto: Suryadi YEL

Tim BKSDA Aceh dan SOCP kemudian bergerak pada hari Senin (11/03/2019) ke Aceh Barat Daya dan membawa Brenda ke Pusat Karantina & Rehabilitasi Orangutan di Sibolangit guna mendapat perawatan intensif.

Dr. Andreas Messikommer yang bekerjasama dengan Tim Medis SOCP sebagai relawan dalam operasi Hope dan Brenda telah berkali-kali membantu melakukan operasi penanganan kasus- kasus patah tulang pada orangutan. Semua penanganan kasus pada orangutan-orangutan tersebut dilakukan Dr. Andreas secara sukarela. Keterlibatan Dr. Andreas dalam menangani kasus orangutan diawali pasca tsunami Aceh tahun 2004 dimana saat itu Dr Andreas bekerjasama dengan YEL dan PanEco sebagai salah satu relawan untuk menangani korban tsunami di Aceh dan Medan.

Waktu itu sebagian besar kasus-kasus bedah berat pada manusia (seperti bedah tulang, amputasi, grafting kulit dll.) dibawa ke Medan dan Dr. Andreas bekerjasama dengan beberapa ahli bedah Indonesia di lima Rumah Sakit di Medan dan Langsa untuk melakukan operasi pada sekitar 40 korban tsunami.

Pada saat bersamaan, Direktur SOCP Ian Singleton yang juga terlibat dalam penanganan korban tsunami dan berkeja bersama Dr Andreas di lapangan, meminta bantuan Andreas untuk menangani salah satu orangutan kecil yang menderita ‘hernia’, di Pusat Karantina & Rehabilitasi Orangutan Sibolangit. Bermula dari kegiatan tersebut Dr Andreas kemudian menjadi relawan PanEco, sebuah organisasi lingkungan hidup berkantor pusat di Swiss yang bekerjasama dengan Yayasan Ekosistem Lestari menjalankan program pelestarian Orangutan Sumatera yang dikenal dengan nama Program SOCP.

Dr. Andreas Messikommer lebih kurang menangani lebih dari 15 orangutan bersama-sama Tim SOCP sejak tahun 2005, termasuk operasi Hope dan Brenda ini. “ Kasus-kasus orangutan yang kami bantu begini semuanya memprihatinkan, tetapi setelah saya mendengar dari kawan-kawan di SOCP bahwa orangutan yang saya bantu, kualitas hidupnya menjadi jauh lebih baik atau bahkan dilepasliarkan dan menghasilkan keturunan di hutan, ini membuat saya sangat gembira,” ucapnya.

Direktur SOCP, Dr Ian Singleton, menyampaikan keprihatinannya atas masih maraknya penggunaan senapan angin yang mengakibatkan banyaknya satwa liar dilindungi yang menjadi korban penembakan. “ Kami telah menerima dan merawat cukup banyak orangutan yang tubuhnya penuh dengan puluhan, bahkan ada yang lebih dari seratus peluru akibat ditembak oleh masyarakat. Susah untuk kami memahami bahwa di tahun 2019 ini masih saja ada sebagian masyarakat yang menembak seekor satwa seperti Hope, bersama bayinya yang baru saja dilahirkan. Sulit dimengerti ada orang yang menembak orangutan dengan sangat brutal tanpa merasa bersalah! ” tegasnya.

Menanggapi kasus orangutan Hope, Kepala Balai Besar KSDA Sumatera Utara Dr. Ir. Hotmauli Sianturi, M.Sc, mengatakan, “Orangutan dilindungi oleh Undang-Undang No. 5, tahun 1990, yang melarang setiap orang untuk menangkap, melukai, membunuh, memelihara & memperdagangkan satwa yang dilindungi. Pelanggaran terhadap aturan tersebut dapat dikenai hukuman masa tahanan maksimal 5 tahun & denda sampai 100 juta rupiah. Untuk itu kami menghimbau kepada para pihak agar tidak menganggu satwa liar dilindungi atau akan menerima konsekuensi hukumnya sesuai dengan undang undang,” jelasnya.

Kepala Balai KSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo, S. Hut, M.Si., juga menambahkan, “Saya menyampaikan terima kasih kepada Tim Medis SOCP, khususnya kepada dr. Andreas yang telah berhasil melakukan operasi kepada Hope dan Brenda. BKSDA Aceh berkomitmen untuk membantu penyidik Balai Gakkum Sumatera maupun Polda Aceh untuk mengungkap kasus penganiayaan Hope dan anaknya dan saya berharap bisa segera diungkap”.

Terkait penggunaan senapan angin, Dirjen KSDAE dan Kepala BKSDA Aceh telah menyurati Kapolda Aceh, agar dapat dilakukan penertiban peredarannya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri no 8 tahun 2012, sehingga tidak ada lagi kasus Hope-Hope yang lain.

Kepada masyarakat yang mengetahui kejadian konflik orangutan dengan manusia juga, segera melapor ke Call Center BKSDA Aceh No . telp 085362836024.

Penggunaan senapan angin untuk berburu satwa liar seperti orangutan ‘Hope’ ini terus menambah korban. Dalam kurun waktu 10 tahun, SOCP telah menangani setidaknya 18 orangutan yang menjadi korban peluru senapan angin. Dari 18 orangutan korban ini total terhitung 482 peluru yang melukai bahkan menewaskan orangutan. Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2012 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api menjelaskan bahwa senapan angin hanya digunakan untuk kepentingan olahraga menembak sasaran atau target (pasal 4 ayat 3), dan hanya digunakan di lokasi pertandingan dan latihan (pasal 5 ayat 3). Produk hukum ini tidak hanya mengatur mengenai penggunaan senjata api tetapi termasuk juga penyimpanan, pembelian dan kepemilikannya. [rel]

read more
Flora FaunaKebijakan Lingkungan

BKSDA Minta Polisi Tertibkan Penggunaan Senapan Angin

Banda Aceh – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh meminta Polda Aceh mengusut tuntas pelaku penembakan orangutan, serta melakukan pengamanan senapan angin dan sosilisasi Perka 2018.

BKSDA telah berkoordinasi dengan Kapolda terkait dengan penggunaan senjata ilegal karena di Perka 2018 telah jelas bahwa harus ada ijin untuk kepentingan olahraga.

“Dirjen juga sudah menandatangani surat untuk ke Polda untuk pengamanan senapan angin dan sosilisasi Perka 2018. Dukungan Polda untuk mendukung pengungkapan kasus ini responnya sangat bagus,” kata Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo kepada Greenjournalist di Banda Aceh. Jumat, (15/03/2019).

“Jadi hari ini sudah mulai dihadirkan empat penyidik ke Medan untuk melihat kondisi Hope di pusat rehabilitasi, dan saya berharap kasus ini tidak terlalu lama bisa diungkap siapa pelakunya,” ungkapnya.

Populasi orang utan di Indonesia ada 13.700 individu, di Aceh tidak dapat dipastikan jumlahnya karena pergerakannya dari Aceh ke Sumut. Namun jika dilihat dari konversi habitat dan kasus-kasus kematian dikhawatirkan populasinya sangat terancam.

Sapto juga mengatakan kondisi terakhir Hope Orangutan yang ditembak dengan 74 butir peluru yang bersarang di tubuhnya berdasarkan informasi dari dokter rehabilitasi tadi pagi, sudah mulai membaik.

“Nafsu makannya sudah bagus, sudah mau makan banyak, dan sudah berusaha untuk bergerak, Meskipun tim dokter membatasi pergerakannya karena kalau tidak makin parah luka yang ada di bahu karena patah tulang mencuat keluar,” ujar Sapto.

“Patah tulang dalam beberapa hari ini akan dioperasi segera untuk disambungkan kembali karena kalau tidak akan membahayakan tulang iga yang akan mempengaruhi paru-paru,” jelasnya.

Dari 74 butir peluru baru 7 butir yang dikeluarkan karena dilihat dari kondisi Orangutan sendiri jika semua dikeluarkan sekaligus membahayakan, karena akan banyak luka ditubuhnya. Jadi, dokter menunda pengangkatan peluru tersebut dan menunggu kondisi yang bagus.

“Itupun nanti yang diangkat peluru-peluru yang tidak terlalu dalam, yang dekat dengan kulit. Kalau peluru yang dalam, tidak diangkat dulu selama tidak membahayakan organ vital,” tutupnya.[fat]

read more