close
Flora Fauna

Orangutan ‘Hope’, Jalani Operasi Tulang Setelah Ditembus 74 Peluru

Hope yang sedang menjalani operasi bedah tulang | Foto: Suryadi YEL

Medan – Satu minggu setelah berada dalam perawatan Tim Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan Sibolangit, Sumatera Utara, orangutan ‘Hope’ yang ditembaki dengan 74 peluru dan mengalami patah terbuka pada tulang bahu, akhirnya menjalani operasi tulang bahu tersebut pada hari Minggu (17/03/2019). Operasi Hope dilakukan Tim Medis SOCP bersama Dr. Andreas Messikommer, seorang ahli bedah tulang dan saraf pada manusia, berasal dari Swiss.

Dr. Andreas sering membantu YEL dan PanEco sebagai tenaga relawan jika ada kasus-kasus bedah tulang yang rumit pada orangutan. Operasi Hope membutuhkan waktu lebih dari 3 jam dan dalam prosesnya ditemukan juga bahwa tulang bahu yang patah mengakibatkan robeknya kantong udara (air sac) Hope. Tulang bahu dan kantong udara yang robek ini sudah mengalami infeksi lokal sehingga tim melakukan penanganan pada area yang terinfeksi terlebih dahulu. Tim juga melakukan penutupan luka luka lain yang berada pada bagian-bagian tubuh Hope seperti di tangan dan kaki.

Dokter Hewan Senior YEL-SOCP drh. Yenny Saraswati menyampaikan dalam operasi ini merek belum mengeluarkan peluru yang masih ada di tubuh Hope. “Karena kami memprioritaskan penanganan tulang bahu, mengingat risiko infeksi pada bagian tersebut,”ujarnya.

Sepanjang proses operasi kondisi Hope cukup stabil. Saat ini dia masih dalam perawatan pasca operasi dan semua berharap proses penyembuhan pasca operasi ini juga bisa berjalan baik.

Supervisor Rehabilitasi dan Reintroduksi untuk YEL-SOCP drh. Citrakasih Nente, mengatakan, “Karantina dan rehabilitasi orangutan dimaksudkan untuk memeriksa secara intens kondisi kesehatan orangutan dan merehabilitasi mereka baik secara fisik maupun mental/psikologis.”

Namun untuk orangutan ‘Hope’ ini meskipun nantinya berhasil diselamatkan, Hope tidak akan dapat dilepasliarkan lagi di alam, mengingat kondisinya yang buta total di kedua matanya akibat ditembak peluru. Keadaan ini membuat orangutan ‘Hope’ menjadi salah satu kandidat yang akan dipindahkan ke fasilitas Orangutan Haven yang saat ini sedang dalam proses pembangunan, untuk mengoptimalkan kesejahteraannya selama hidup.

Selain operasi pada orangutan Hope, Dr Andreas dan Tim SOCP juga terlebih dahulu melakukan operasi pada bayi orangutan berumur sekitar 3-4 bulan, Brenda. Brenda mengalami patah lengan atas kiri (tulang humerus), dan dievakuasi minggu lalu oleh seorang anggota TNI dari area pembukaan lahan di daerah Aceh Barat Daya. Anggota TNI tersebut kemudian melaporkan keberadaan bayi orangutan tersebut kepada BKSDA Aceh.

Bayi orangutan Brenda yang juga menjalani operasi bedah tulang | Foto: Suryadi YEL

Tim BKSDA Aceh dan SOCP kemudian bergerak pada hari Senin (11/03/2019) ke Aceh Barat Daya dan membawa Brenda ke Pusat Karantina & Rehabilitasi Orangutan di Sibolangit guna mendapat perawatan intensif.

Dr. Andreas Messikommer yang bekerjasama dengan Tim Medis SOCP sebagai relawan dalam operasi Hope dan Brenda telah berkali-kali membantu melakukan operasi penanganan kasus- kasus patah tulang pada orangutan. Semua penanganan kasus pada orangutan-orangutan tersebut dilakukan Dr. Andreas secara sukarela. Keterlibatan Dr. Andreas dalam menangani kasus orangutan diawali pasca tsunami Aceh tahun 2004 dimana saat itu Dr Andreas bekerjasama dengan YEL dan PanEco sebagai salah satu relawan untuk menangani korban tsunami di Aceh dan Medan.

Waktu itu sebagian besar kasus-kasus bedah berat pada manusia (seperti bedah tulang, amputasi, grafting kulit dll.) dibawa ke Medan dan Dr. Andreas bekerjasama dengan beberapa ahli bedah Indonesia di lima Rumah Sakit di Medan dan Langsa untuk melakukan operasi pada sekitar 40 korban tsunami.

Pada saat bersamaan, Direktur SOCP Ian Singleton yang juga terlibat dalam penanganan korban tsunami dan berkeja bersama Dr Andreas di lapangan, meminta bantuan Andreas untuk menangani salah satu orangutan kecil yang menderita ‘hernia’, di Pusat Karantina & Rehabilitasi Orangutan Sibolangit. Bermula dari kegiatan tersebut Dr Andreas kemudian menjadi relawan PanEco, sebuah organisasi lingkungan hidup berkantor pusat di Swiss yang bekerjasama dengan Yayasan Ekosistem Lestari menjalankan program pelestarian Orangutan Sumatera yang dikenal dengan nama Program SOCP.

Dr. Andreas Messikommer lebih kurang menangani lebih dari 15 orangutan bersama-sama Tim SOCP sejak tahun 2005, termasuk operasi Hope dan Brenda ini. “ Kasus-kasus orangutan yang kami bantu begini semuanya memprihatinkan, tetapi setelah saya mendengar dari kawan-kawan di SOCP bahwa orangutan yang saya bantu, kualitas hidupnya menjadi jauh lebih baik atau bahkan dilepasliarkan dan menghasilkan keturunan di hutan, ini membuat saya sangat gembira,” ucapnya.

Direktur SOCP, Dr Ian Singleton, menyampaikan keprihatinannya atas masih maraknya penggunaan senapan angin yang mengakibatkan banyaknya satwa liar dilindungi yang menjadi korban penembakan. “ Kami telah menerima dan merawat cukup banyak orangutan yang tubuhnya penuh dengan puluhan, bahkan ada yang lebih dari seratus peluru akibat ditembak oleh masyarakat. Susah untuk kami memahami bahwa di tahun 2019 ini masih saja ada sebagian masyarakat yang menembak seekor satwa seperti Hope, bersama bayinya yang baru saja dilahirkan. Sulit dimengerti ada orang yang menembak orangutan dengan sangat brutal tanpa merasa bersalah! ” tegasnya.

Menanggapi kasus orangutan Hope, Kepala Balai Besar KSDA Sumatera Utara Dr. Ir. Hotmauli Sianturi, M.Sc, mengatakan, “Orangutan dilindungi oleh Undang-Undang No. 5, tahun 1990, yang melarang setiap orang untuk menangkap, melukai, membunuh, memelihara & memperdagangkan satwa yang dilindungi. Pelanggaran terhadap aturan tersebut dapat dikenai hukuman masa tahanan maksimal 5 tahun & denda sampai 100 juta rupiah. Untuk itu kami menghimbau kepada para pihak agar tidak menganggu satwa liar dilindungi atau akan menerima konsekuensi hukumnya sesuai dengan undang undang,” jelasnya.

Kepala Balai KSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo, S. Hut, M.Si., juga menambahkan, “Saya menyampaikan terima kasih kepada Tim Medis SOCP, khususnya kepada dr. Andreas yang telah berhasil melakukan operasi kepada Hope dan Brenda. BKSDA Aceh berkomitmen untuk membantu penyidik Balai Gakkum Sumatera maupun Polda Aceh untuk mengungkap kasus penganiayaan Hope dan anaknya dan saya berharap bisa segera diungkap”.

Terkait penggunaan senapan angin, Dirjen KSDAE dan Kepala BKSDA Aceh telah menyurati Kapolda Aceh, agar dapat dilakukan penertiban peredarannya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri no 8 tahun 2012, sehingga tidak ada lagi kasus Hope-Hope yang lain.

Kepada masyarakat yang mengetahui kejadian konflik orangutan dengan manusia juga, segera melapor ke Call Center BKSDA Aceh No . telp 085362836024.

Penggunaan senapan angin untuk berburu satwa liar seperti orangutan ‘Hope’ ini terus menambah korban. Dalam kurun waktu 10 tahun, SOCP telah menangani setidaknya 18 orangutan yang menjadi korban peluru senapan angin. Dari 18 orangutan korban ini total terhitung 482 peluru yang melukai bahkan menewaskan orangutan. Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2012 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api menjelaskan bahwa senapan angin hanya digunakan untuk kepentingan olahraga menembak sasaran atau target (pasal 4 ayat 3), dan hanya digunakan di lokasi pertandingan dan latihan (pasal 5 ayat 3). Produk hukum ini tidak hanya mengatur mengenai penggunaan senjata api tetapi termasuk juga penyimpanan, pembelian dan kepemilikannya. [rel]

Tags : hope

Leave a Response