close

lingkungan

Kebijakan Lingkungan

Jalan Terjal Penegakan Hukum Lingkungan di Aceh

Pria berperawakan kecil ini sepertinya gelisah. Sebagai kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, ia sering mendapat teror. Dalam sebuah acara pertemuan dengan aktivis lingkungan, Kepala BKSDA Aceh, Genman Hasibuan menyampaikan keluh kesahnya perihal ancaman yang menimpa dirinya dan staf. Teror ini tak ayal membuat stafnya takut turun ke lapangan untuk mengumpulkan data. Bahkan ia sempat berucap,“ Kalau saya ga kuat terima teror, saya kabur saja.”

BKSDA mengatakan mereka sebenarnya bersungguh-sungguh dalam menegakan hukum lingkungan namun tantangan yang dihadapi juga sangat berat dalam pro justicia. Terakhir, saja dalam pengungkapan kasus pembunuhan dan pengambilan gading gajah yang terjadi Kaway XVI, Aceh Barat, staf BKSDA sampai tidak berani turun ke lapangan mengumpulkan data.

“Masyarakat menganggap staff KSDA-lah yang melaporkan masyarakat ke polisi dalam kasus pengambilan gading gajah tersebut sehingga staf tidak berani ke lapangan,”ujar Genman, Senin (14/4/2014) di kantor BKSDA.
Genman juga menceritakan contoh kasus rencana penyitaan hewan liar dari Ketua DPRK Nagan Raya di Jeuram. Sewaktu staf BKSDA hendak menyita hewan tersebut, Ketua DPRK meminta agar Kapolres langsung yang menyita hewan yang dalam penguasaannya.

“ Saya konsultasikan hal ini dengan kepolisian di Polda dan mereka siap menyitanya. Namun kita terbentur dengan biaya operasional sehingga sampai hari ini belum dilakukan penyitaan,” cerita Genman.

Namun demikian sebenarnya sudah banyak aksi penegakan hukum yang dilakukan tapi nyatanya belum memberikan efek jera kepada pelakunya. Selalu saja masih ada masyarakat yang tertangkap karena membunuh atau menguasai hewan liar. Misalnya dalam kasus pembunuhan gajah di Aceh Barat. Sekitar setahun sebelumnya, di Kabupaten Aceh Jaya juga sempat muncul kasus pembunuhan gajah yang terkenal dengan nama “Papa Genk”. Kasus ini menjadi heboh karena sempat menarik perhatian Presiden SBY dan memantik petisi ribuan orang agar kasus tersebut diusut tuntas. Belasan warga kampung ditangkap dan diadili di PN Calang. Uniknya, terdakwa mengaku tidak tahu bahwa membunuh gajah merupakan pelanggaran hukum. Sebelum menjalankan aksinya, warga melakukan musyawarah bersama di Balai Desa.

Kini muncul lagi kasus pembunuhan gajah yang disertai pengambilan gading gajah di Kaway XVI, kabupaten Aceh Barat. Polres setempat sudah menangkap 11 orang tersangka dan dari penyidikan diketahui bahwa para tersangka sudah sering memburu gajah untuk diambil gadingnya.

Akhirnya yang terjadi adalah banyak orang yang masuk penjara karena kasus hewan liar namun persoalan konflik satwa di lapangan tidak selesai juga. Dampaknya negatifnya BKSDA semakin dibenci oleh segelintir orang yang tidak senang bahkan teror semakin meningkat terhadap staf BKSDA. Menurutnya citra buruk ini sama sekali tidak menguntungkan penyelidikan.

BKSDA berharap penanganan konflik satwa liar dengan masyarakat bukan hanya menjadi tugas BKSDA semata namun juga melibatkan pemerintah setempat. Ada dimensi ekonomi didalamnya dimana banyak warga yang dalam rangka mencari nafkah membuka kebun hingga jauh masuk ke habitat hewan liar. BKSDA mengirimkan surat kepada Pemerintah Kabupaten yang memiliki konflik satwa liar agar ikut menangani persoalan tersebut dengan mengedepankan sosial ekonomi masyarakat.

Penegakan Hukum Lingkungan
Society of Indonesian Environmenal Journalist (SIEJ) pada tanggal 17 April 2014 lalu mengadakan Workshop Penegakan Hukum untuk Kasus-kasus Keanekaragaman Hayati. Dalam workshop yang dihadiri oleh puluhan jurnalis dan aktivis lingkungan ini ternyata secara garis mengungkapkan hal senada seperti yang disampaikan oleh BKSDA. Penegakan hukum lingkungan masih merupakan barang langka walaupun untuk beberapa kasus sudah dibawa ke meja hijau. Pelaksana Harian Yayasan Leuser International (YLI) Dr. Ir Syahrul, M.Sc, menceritakan temuan organisasinya.

Dr. Syahrul menjelaskan YLI banyak menemukan jerat hewan liar di wilayah kerjanya hutan Leuser. Ada berbagai jenis jerat antara lain Jerat Lobang untuk menangkap hewan besar seperti badak, harimau, rusa, kambing hutan, dll. Jerat ini sering dijumpai di hutan primer yang masih hutan. Kemudian Jerat Lontar untuk menangkap hewan besar dengan memakai alat pelontar.

Selain itu ada jerat penangkap burung yang sering dijumpai di pinggir kawasan hutan terutama dekat areal ladang dan kebun masyarakat, menggunakan burung jinak sebagai umpan

YLI juga menemukan bekas kamp pelaku aktifitas illegal, seperti pemburu kayu dan pemburu hewan langka. “ Kami telah menemukan 69 kasus kejahatan terhadap satwa,” ujar Dr. Syahrul. Temuan ini dilaporkan kepada pihak terkait namun sejauh ini tidak diketahui bagaimana kelanjutannya.

Hakim bersertifikasi lingkungan dari Pengadilan Tinggi Aceh, Wahidin, SH,MH memberikan pemaparan dari sudut hukum. Ia lebih banyak berbicara dari segi  Aspek Prosedural dan Kebijakan Pemidanaan pelanggar hukum lingkungan. Wahidin mengambil kesimpulan bahwa masih lemahnya penegakan hukum lingkungan disebabkan oleh peran publik belum tumbuh karena minimnya informasi mengenai jenis satwa dan tumbuhan yang dilindungi serta lemahnya pengawasan dari pihak terkait.

Ada yang unik dari pemaparan pemateri yang disampaikan oleh Pemateri kedua, M. Ali Akbar, SH, MH, yang menjabat Ketua Satuan Khusus (Kasatsus) Tipikor Kejaksaan Tinggi Aceh. Ia banyak menyinggung tentang modus operandi pelanggaran hukum lingkungan, minimnya pengetahuan masyarakat terhadap hukum lingkungan dan minimnya Jaksa serta hakim yang bersertifikasi lingkungan dan peran korporasi sebagai pelaku kejahatan lingkungan. Ia menekankan tentang peran saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan kasus lingkungan.

Saksi ahli dihadirkan agar daya “cengkeram” penuntut semakin kuat. Namun lucunya pihak lawan menghadirkan saksi ahli dari institusi yang sama, dengan keahlian yang sama, alat bukti yang sama namun dengan hasil yang berbeda. Hal ini dikhawatirkannya bisa mempengaruhi keyakinan hakim.

Kasus pembakaran hutan gambut Rawa Tripa di Nagan Raya dengan terdakwa PT. Kallista Alam menjadi contoh ‘kekonyolan’ kehadiran saksi ahli dari institusi yang sama untuk pihak yang berlawanan. Saksi ahli yang dibawa jaksa dan terdakwa sama-sama dari Institut Pertanian Bogor, saksi ahli terdakwa malah membawa sprint (surat perintah-red) dari rektornya. Padahal kejaksaan sendiri adalah institusi negara yang notabene juga sama dengan IPB yang merupakan institusi negara juga. Ini seperti pemerintah “lawan” pemerintah.

“Ini menjadi kendala, kita akan membahasnya lebih lanjut untuk kepentingan di masa mendatang,” ujar M. Ali Akbar, SH, MH. Sebagai informasi, kasus perdata pembakaran lahan Rawa Tripa dengan tergugat PT Kalista Alam telah diputuskan PN Meulaboh dengan memberikan denda kepada PT Kalista sekitar Rp.300 miliar.

Minim Anggaran
Anggaran operasional penegakan hukum lingkungan sangat minim, misalnya anggaran BKSDA Aceh. Genman menyebutkan, anggaran BKSDA tidak mencukupi untuk melakukan berbagai kegiatan dengan maksimal. Saat ini saja, anggaran untuk penyitaan hewan liar telah habis. “ Kami sudah melakukan tiga kali penyitaan, dan tiga kali pelepasan hewan liar. Anggaran sudah habis, memang segitu dianggarkan,” kata Genman.

Selain itu BKSDA juga kekurangan Sumber Daya Manusia dimana mereka hanya memiliki 117 orang staff, 34 diantaranya merupakan polhut dan sebagian diantaranya yang bekerja sebagai Pawang Gajah hanya lulusan SMP. Jika dibagi maka setiap staf mengawasi kawasan 1260 hektar dan anggaran untuk mengelolanya sebesar Rp.2.240/hektar.

Jalan Terjal Penegakan Hukum Lingkungan  
Ada banyak hal yang harus dilakukan oleh aparat penegak hukum. Sebut saja seperti yang disampaikan oleh aktivis perlindungan satwa Ratno Sugito. Ia meminta agar perusahaan perkebunan harus ikut bertanggung jawab atas kematian hewan liar karena merekalah habitat hewan liar menjadi lenyap.  Belum lagi terkait dengan penyitaan hewan liar, dimana mereka ditempatkan karena butuh ruang yang luas dan anggaran yang besar untu memberi makan hewan-hewan tersebut.

Munawar Kholis dari Flora Fauna International (FFI) mengusulkan dibentuknya Rescue Centre, tempat penampungan sementara hewan-hewan yang disita dari masyarakat. Namun juga diutarakannya, Rescue Centre membutuhkan biaya yang besar. Apalagi sebagian satwa memang sudah tidak mungkin dilepaskan kembali karena perilakunya yang sudah berubah sehingga harus dipelihara di Rescue Centre selamanya.

Secercah harapan diujung jalan terjal setidaknya masih ada. Salah satunya adalah penegakan hukum dengan perspektif multi doors (multi pihak). Artinya sebuah kasus lingkungan, namun bisa saja tersangka digugat dari berbagai peraturan perundangan yang lain. Misalnya saja dari pajak perusahaan, perizinan, UU Perkebunan dan sebagainya.

Penegakan hukum satwa liar terus dilakukan mesti tantangan yang dihadapi cukup besar.  Ini adalah jalan terjal penuh tantangan.[m.nizar abdurrani]

read more
Kebijakan Lingkungan

Mengimplementasikan Teori Rasional bagi Perusak Lingkungan

Sekalipun berbagai regulasi dalam rangka penataan lingkungan yang lebih baik terus saja digulirkan oleh pemerintah, namun fakta menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan terus saja terjadi hingga detik ini. Atas dasar itu, maka kemudian kiranya menjadi patut dipikirkan berbagai upaya yang dapat berkontribusi besar bagi penataan lingkungan yang lebih sehat serta menunjang suasana kehidupan lebih nyaman bagi seluruh makhluk hidup yang berdiam di dalamnya. Guna mengatasai berbagai persoalan yang memicu terjadinya kerusakan lingkungan, maka sudah barang tentu kehadiran peraturan perundang-undangan menjadi suatu kebutuhan mutlak.

Berbagai bentuk persyaratan tentang perlindungan lingkungan hidup selalu dituangkan dalam bentuk ketentuan perundang-undangan maupun persyaratan perizinan agar kemudian dapat diaplikasikan dalam rangka mewujudkan kondisi lingkungan yang lebih terjaga. Dalam praktik sekarang ini, pengaturan dimaksud dapat dilihat dari sejumlah persyaratan tentang baku mutu lingkungan yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. Adapun upaya penaatan lingkungan dilakukan dalam kondisi di mana ketika persyaratan sudah terpenuhi sedemikian rupa namun terjadi perubahan yang tidak dikehendaki sebagaimana diamanatkan oleh regulasi yang mengaturnya.

Dalam upaya menata lingkungan yang lebih baik, maka kiranya pandangan Zaelke et.al (2005) dalam karyanya “Making Law Work: Environmental and Sustainable Development” dapat dijadikan sebagai rujukan. Menurut Zaelke bahwa setidaknya terdapat dua jenis teori yang cukup ampuh dalam menjawab persoalan dimaksud. Teori pertama adalah teori rasionalist (logic of consequences).

Menurut teori rasional, pada umumnya setiap badan usaha dalam kapasitasnya sebagai aktor rasional selalu menunjukkan aktivitasnya yang mengarah pada upaya pencapaian keuntungan secara ekonomi. Teori ini dimaksudkan agar upaya penegakan hukum dapat melahirkan efek jera dengan turut mempertimbangkan masalah untung rugi sebagaimana yang menjadi orientasi setiap perusahaan yang melakukan perusakan lingkungan. Teori kedua adalah teori normatif (logic of appropriateness).

Tanpa adanya suatu bentuk hukuman yang dapat menimbulkan lahirnya efek jera, maka akan sangat sulit untuk kemudian mengharapkan agar perusahaan-perusahaan yang berpotensi melakukan kerusakan terhadap lingkungan akan menghentikan segala aktivitasnya. Oleh sebab itu, maka upaya penjeraan (deterrence) semestinya dapat untuk dikembangkan dengan penerapan sanksi atau denda yang lebih rasional. Selain itu, upaya untuk meningkatkan aktifitas pemantauan dalam rangka meningkatkan peluang untuk menjaring para perusak lingkungan atau dengan mengubah sejumlah aturan main dalam rangka meningkatkan kemungkinan terjeratnya para pelaku perusak lingkungan merupakan langkah lanjutan yang patut dipikirkan kemudian.

Selain itu, sebagaimana diketahui bahwa teori penjeraan (deterrence theory) juga menjelaskan bahwa pendekatan penjeraan akan efektif apabila kemudian ditemukan kemampuan untuk mendeteksi setiap bentuk pelanggaran yang terjadi, adanya sanksi yang cepat, pasti, dan sepadan atas pelanggaran yang terdeteksi, dan adanya persepsi di antara perusahaan yang menjadi sasaran pengaturan (regulated firm) bahwa kemampuan melakukan deteksi dan sanksi tersebut memang eksist/ada dan benar-benar ada dalam arti sesungguhnya. Arti ada dalam hal ini harus diperluas dalam bentuk pemahaman bahwa bukan hanya ada dalam bentuk formal, namun keberadaannya harus dibuktikan dengan penerapannya di lapangan.

Perluasan Makna dalam Teori Rasional
Selanjutnya, sebagaimana dikemukakan Mas Achmad Santosa (2001:234) bahwa dalam teori rasional ditemukan adanya perluasan terhadap “biaya” yang bukan hanya berpatokan pada biaya moneter semata, namun juga membuka kemungkinan pada jenis hukuman lain seperti stigma moral dan hilangnya reputasi. Oleh sebab itu, teori rasionalis sangat mempengaruhi pendekatan penegakan hukum dalam mencapai penaatan lingkungan atau yang juga dipopulerkan dengan istilah pendekatan Atur dan Awasi (ADA) maupun dalam bahasa lain seperti command and control (CAC).

Pendekatan ini menekankan pada upaya pencegahan pencemaran melalui pengaturan dengan peraturan perundang-undangan, termasuk juga pengaturan melalui izin yang menetapkan persyaratan-persyaratan perlindungan fungsi lingkungan hidup sebagaimana mestinya.

Di sisi lain, sebagaimana dikemukakan oleh Hyronimus Rhiti (2006:27) dalam karyanya yang berjudul  “Hukum Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup” bahwa rusaknya atau tercemarnya lingkungan hidup tidak dapat ditentukan berdasarkan apa yang dianggap sebagai rusak atau tercemar secara kasat mata, melainkan juga harus dibuktikan secara hukum dengan didasarkan pada ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, maka di sinilah peran hukum dalam menjangkau segala aktivitas manusia yang dapat merusak fungsi lingkungan serta perlunya upaya pemulihan lebih lanjut terhadap kerusakan yang ditimbulkan.

Tentunya bahwa model pengaturan seperti yang diuraikan di atas haruslah dibarengi dengan kehadiran suatu sistem pengawasan yang lebih efektif, efisien dan transparan agar penaatan lingkungan dapat dijamin keberlanjutannya. Hal ini dikenal sebagai control approach.  Penggabungan kedua pendekatan tersebutlah yang kemudian disebut sebagai pendekatan Atur dan Awasi (ADA). Pendekatan ini ditujukan agar sumber pencemar potensial dicegah untuk melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan dengan cara “atur”, “awasi” dan kemudian dilanjutkan dengan aksi “ancam dengan hukuman”.

Michael Faure dan Nicole Niessen (2006:275-278) dalam karyanya “Environmental Law in Development: Lesson from the Indonesia Experience”, mengungkapkan bahwa ditemukan tiga jenis instrumen penegakan hukum lingkungan. Pertama adalah model command and control. Pendekatan ini disebut sebagai pendekatan yang bersifat tradisional. Bahkan praktik model ini secara historis telah dilakukan sejak abad ke-19. Pencegahan terhadap kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh praktik industri dilakukan dengan metode pemberian ijin dan lisensi.

Izin atau lisensi secara spesifik harus diberikan sebelum aktivitas usaha dilakukan, dan kebijakan penegakan lingkungan dilakukan melalui pembebanan sejumlah syarat dalam ijin atau lisensi tersebut. Dalam perkembangannya, pendekatan ini masih merupakan instrumen utama yang digunakan oleh negara maju dan berkembang di dalam sistem hukum masing-masing.

Kedua adalah model pendekatan Economic instruments. Sebagai konsekuensi dari kelemahan yang dimiliki oleh pendekatan command and control yaitu kurang fleksibel dalam mengakomodasi kepentingan industri, maka kemudian dikembangkan model pendekatan lain yang lebih berbasis pada pendekatan ekonomi. Kebijakan perlindungan lingkungan yang optimal memerlukan instrument yang menyediakan kepastian hukum yang mendekati fleksibiltas yang lebih rasional, termasuk insentif ekonomi untuk pengembangan inovasi teknologi. Model ekonomi ini secara khusus dapat diberi contoh yaitu pajak-pajak lingkungan dan perdagangan emisi.

Ketiga adalah model pendekatan Instrument mix. Pendekatan ini menyatakan bahwa tidak ada instrumen perlindungan yang tunggal yang dapat memecahkan permasalahan lingkungan secara tuntas. Oleh karena itu kombinasi terhadap berbagai jenis pendekatan sangat memungkinkan untuk dilakukan. Selain command and control yang lebih dibuat fleksibel maka pengenaan pajak lingkungan dapat dilakukan. Di beberapa negara, pajak lingkungan telah dikembangkan secara luas dengan mengkombinasikannya dengan izin atau lisensi lingkungan. Kini yang menjadi persoalan kemudian adalah sejauhmana keseriusan pemerintah dapat membangun sistem penataan lingkungan yang lebih efktif? Barangkali kalau mau serius, tampaknya mengimplementasikan teori rasional bagi para perusak lingkungan patut dilirik sebagai salah satu strategi yang cukup ampuh dalam menjaga kelestarian lingkungan itu sendiri.

*Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen Medan

read more
Sains

Samsung Galaxy Pakai Kemasan Ramah Lingkungan

Samsung berencana untuk menggunakan jenis kemasan ramah lingkungan untuk produk-produk seri Galaxy.

Pemakaian kemasan ramah lingkungan pada perangkat seri Galaxy ini bertujuan untuk mengurangi penggunaan energi dan dukungan daur ulang, demikian tulis Samsung dalam blog resmi mereka.

Selain itu, raksasa teknologi Korea Selatan ini juga melanjutkan komitmen mereka untuk terus mengembangkan produk seri Galaxy yang komponennya ramah lingkungan.

Sebagai contoh, Galaxy S5 yang baru saja dirilis menggunakan kemasan berbahan 100% kertas daur ulang.

Galaxy S5 juga menggunakan case charger yang terbuat dari plastik dan tinta ramah lingkungan. []

Sumber: inilah.com

read more
Kebijakan Lingkungan

Lokakarya SIEJ Aceh: Saksi Ahli dari Institusi yang Sama Membingungkan

The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) bekerja sama dengan Chemonic-USAID menyelenggarakan Lokakarya Penegakan Hukum dalam Kasus Keanekaragaman Hayati, di Banda Aceh, Kamis (17/4/2014). Dalam acara yang diikuti oleh dua puluhan peserta yang terdiri dari jurnalis dan aktivitas lingkungan tersebut, tiga pemateri memberikan presentasi tentang kondisi biodiversity di Aceh secara umum.

Direktur SIEJ, IGG Maha Adi mengatakan kegiatan ini bertujuan memberikann informasi kepada para jurnalis/editor tentang kinerja penegakan hukum untuk kasus-kasus biodiversity seperti perdagangan satwa dan tumbuhan yang dilindungi, pembalakan liar, pembakaran hutan dan lahan, dan kasus lain yang berkaitan.

Ketua Pelaksana Harian Yayasan Leuser Internasional (YLI) Dr. Ir. Syahrul, M.Sc, sebagai pemateri pertama menyampaikan perihal kerusakan keanekaragaman hayati yang mereka temukan di wilayah kerja YLI, Aceh Tenggara, Aceh Selatan dan Subulussalam. Syahrul memperlihatkan bagaimana perangkap-perangkap hewan liar dipasang di hutan, kamp-kamp pemburu liar di hutan, perdagangan hewan liar, aktivitas ilegal logging dan berbagai kejahatan lingkungan lainnya.

Selain itu YLI juga memberikan rekomendasi antara lain meningkatkan komitmen penegak hukum, kerja sama aksi ditingkat aktivis, jurnalis dan stakeholder lainnya. Juga rekomendasi memutuskan mata rantai aktivitas ilegal, mengikutsertakan masyarakat adat dan hukum adat, sosialisasi dan penyuluhan hukum dan yang tak kalah pentingnya peningkatan ekonomi masyarakat sekitar hutan.

Pemateri kedua, M. Ali Akbar, SH, MH, yang menjabat Ketua Satuan Khusus (Kasatsus) Tipikor Kejaksaan Tinggi Aceh, memaparkan tentang kondisi penyidikan terhadap kejahatan lingkungan. Ia banyak menyinggung tentang perundangan yang terkait, kasus pembakaran lahan seperti kasus Rawa Tripa, modus operandi pelanggaran hukum lingkungan, minimnya pengetahuan masyarakat terhadap hukum lingkungan dan minimnya Jaksa serta hakim yang bersertifikasi lingkungan dan peran korporasi sebagai pelaku kejahatan lingkungan.

M. Ali Akbar menyebutkan dalam persidangan pembakaran lahan perlu menghadirkan saksi ahli. Saksi ahli dihadirkan agar daya “cengkeram” penuntut semakin kuat. Namun ada pihak lawan yang menghadirkan saksi ahli dari institusi yang sama, dengan keahlian yang sama, alat bukti yang sama namun dengan hasil yang berbeda. Hal ini dikhawatirkannya bisa mempengaruhi keyakinan hakim.

“ Kasus pembakaran Rawa Tripa, saksi ahli jaksa dan tergugat sama-sama dari IPB, saksi ahli tergugat malah membawa sprint (surat perintah-red) dari rektornya,” kata M. Ali Akbar. Padahal kejaksaan sendiri adalah institusi negara yang notabene juga sama dengan IPB yang merupakan institusi negara juga. Ini seperti pemerintah “lawan” pemerintah.

“Ini menjadi kendala, kita akan membahasnya lebih lanjut untuk kepentingan di masa mendatang,” ujarnya. Sebagai informasi, kasus perdata pembakaran lahan Rawa Tripa dengan tergugat PT Kalista Alam telah diputuskan PN Meulaboh dengan memberikan denda kepada PT Kalista sekitar Rp.300 miliar.

Sementara pemateri terakhir dari Pengadilan Tinggi Banda Aceh, Wahidin, SH,MH, mengupas tentang bagaimana hakim mendapatkan sertifikasi hakim lingkungan, undang-undang lingkungan dan memutar film pendek tentang hutan.

Ia mengatakan walau kasus lingkungan, namun bisa tersangka bisa digugat dari berbagai peraturan perundangan yang lain. Misalnya saja dari pajak perusahaan, perizinan, UU Perkebunan dan sebagainya.[]

read more
Kebijakan Lingkungan

Hukum Lingkungan Hidup Bukan Hal Sederhana

Hakim High Court of Brazil Prof. Antonio Herman Benjamin mengatakan hukum soal lingkungan hidup bukanlah hal yang sederhana. Sampai saat ini manusia masih mempelajari bagaimana lingkungan itu bekerja.

“Lingkungan merupakan masalah yang kompleks. Komputer yang paling canggih saja tidak tahu bagaimana perubahan iklim terjadi,” ujar Antonio saat menjadi pembicara di Seminar Nasional dengan tema “Trends in Environmental Law: A Comparative Law Perspective di Mayapada Tower II, Jakarta, Selasa (15/4/2014).

Ia menerangkan di dunia diperkirakan ada 5 juta spesies dan belum bisa diidentifikasi semua. Hal itu pun terjadi di hutan tropis yang ada di Indonesia dan Brazil.

Antonio yang juga merupakan Guru Besar Catholic University of Brasilia school of Law ini mengatakan saat berbicara lingkungan hidup dalam pandangan hukum menjadi lebih sulit untuk menjelaskan.

“Kita bicara soal polusi lingkungan, bagaimana kita bisa mendefiniskan? Karena definisi ini berbeda dari satu negara ke negara lain. Ini sifatnya bukan nasional tetapi juga internasional dan juga daerah lokal,” ujar Antonio.

Pria berkacamata ini mengatakan banyak peraturan di negara-negara yang saling tumpang tindih satu sama lainnya.

Ia mengatakan dalam melindungi kelestarian lingkungan hidup seperti hutan bukan hanya alasan ekonomis. Tetapi juga mengenai hak generasi mendatang yang juga mempunyai hak untuk menikmati lingkungan hidup yang baik.

“Saya sebut hak dengan pengertian luas dan bukan hanya soal retorika. Bila kita bicara soal generasi mendatang, kita juga bicara hak mereka,” ujar Antonio.

Ia mengakui pada masa lalu banyak praktisi hukum tidak mendiskusikan rule of law terkait hukum lingkungan hidup. Untungnya hal itu berubah pada zaman sekarang, karena beberapa sekolah hukum sedang mengembangkan UU lingkungan hidup.

“Kita mendiskusikan sesuatu yang lebih fundamental daripada sekedar status. Karena UU LH akan mati bila tidak ada rule of law. Tanpa integritas kita tidak akan punya UU Lingkungan Hidup,” ujar Antonio.

Sumber: beritasatu.com

read more
Ragam

Astaga, 1 Miliar Penduduk Dunia Buang Air di Sungai

Buruknya sanitasi menyebabkan jutaan kematian terutama kepada anak-anak miskin di seluruh penjuru dunia. Bank Dunia memperkirakan sekitar 2,5 miliar penduduk dunia tidak memiliki akses terhadap jamban dan 1 miliar penduduk diantaranya melakukan buang air besar sembarangan (BABS) di sungai dan ladang.

“Tentu ini menyebarkan virus dan kuman dari tinja melalui makanan, air, dan pakaian,” dikutip dari release Bank Dunia, Washington, Jumat (11/4/2014).

Menurut Jim Yong Kim, Presiden Kelompok Bank Dunia, buruknya sanitasi menyebabkan jutaan kematian terutama kepada anak-anak miskin di seluruh penjuru dunia. Oleh karenanya, Kim mengajak para pemimpin dunia menyediakan akses layanan sanitasi dasar untuk masyarakat, sebagai salah satu cara memerangi kemiskinan.

“Kita berada di sini hari ini untuk mencegah jutaan kematian yang tidak perlu—yang kebanyakan menimpa anak-anak miskin—yang diakibatkan oleh buruknya sanitasi,” ujarnya.

Untuk mencegah jutaan kematian yang diakibatkan oleh sanitasi yang buruk, Bank dunia akan mengerahkan segala sumberdaya yang dimilikinya untuk melakukan perbaikan sanitasi diseluruh dunia.

Kim menegaskan bahwa PBB dan Kelompok Bank Dunia akan menggabungkan kekuatan mereka dan berkolaborasi dengan organisasi seperti WaterAid, Toilet Hackers, Global Poverty Project, dan ONE DROP.

Selain itu, dia menambahkan bahwa Kelompok Bank Dunia akan memperluas jaringan kerjasama dengan para pemangku kepentingan, termasuk dengan tokoh dan pimpinan dari sektor swasta, yang berminat memahami peran mereka dalam peningkatan layanan.

Selama tujuh tahun terakhir, Kelompok Bank Dunia telah menyalurkan lebih dari 3 miliar dolar per tahun untuk layanan air bersih dan sanitasi. Dengan dana sebesar itu, Bank dunia merupakan lembaga penyandang dana multilateral terbesar untuk air dan sanitasi.

Sumber: NGI/Kompas.com

read more
Ragam

Kao Adakan Lomba Menggambar Lingkungan Internasional

Sejak tanggal 25 Maret 2014 lalu, PT Kao Indonesia telah membuka pendaftaran peserta dan penerimaan lukisan dari anak-anak di seluruh Indonesia untuk Lomba Menggambar Lingkungan Internasional yang diadakan setiap tahun.

Dengan mengusung tema “Eco Together” pendaftaran ini dibuka mulai 25 Maret 2014 hingga 22 Agustus 2014 mendatang. Program tahunan ini bertujuan agar mendorong anak-anak di seluruh dunia untuk turut serta memelihara Bumi dan berperan aktif melindungi lingkungan di sekitar mereka.

Lomba ini merupakan acara tahunan Kao Group guna mendorong anak-anak di seluruh dunia untuk turut serta memelihara Bumi dan berperan aktif melindungi lingkungan di sekitar mereka. Melalui lomba ini, anak-anak dapat menyampaikan dan menuangkan segala hal yang dapat mereka lakukan untuk menjaga serta mencintai Bumi dalam kehidupan sehari-hari mereka melalui lukisan.

Lomba lukis ini diperuntukkan bagi anak-anak berusia 6-15 tahun dari seluruh Indonesia. Untuk persyaratan dan tata cara pendaftaran dalam mengikuti Lomba Menggambar ini, dapat mengakses website Kao Indonesia: http://www.kao.com/id/corp_news/index.htmlNext

Batas-kirim pendaftaran lukisan-lukisan harus sudah diterima pada hari Jumat, 22 Agustus 2014. Pengumuman pemenang dan Penyerahan hadiah sebelum akhir November 2014, para pemenang dan sekolah yang memenangkan lomba akan diinformasikan.

Penyerahan hadiah akan berlangsung pada hari Sabtu, 13 Desember 2014 di Tokyo Big Sight. Para pemenang utama (termasuk para pemenang dari luar negeri) dan satu wali pendamping mereka akan diundang untuk menghadiri acara penyerahan hadiah yang akan diselenggarakan di Tokyo Big Sight

Kao Group yang terdiri dari Kao Jepang, Cina, Taiwan, Indonesia, Thailand, Vietnam, Malaysia dan Singapura telah menyelenggarakan lomba lukis berskala Internasional ini sejak 5 tahun terkahir yang dimulai pada tahun 2010. Pada penyelenggaraan tahun ini di Indonesia, waktu pembukaan pendaftaran calon peserta di Indonesia bersamaan dengan Jepang dan Vietnam. Sedangkan untuk Negara lain, pembukaan pendaftaran baru akan dimulai pada bulan April 2014.

Lomba Melukis International Kao Mengenai Lingkungan untuk Anak-anak yang diadakan oleh Kao Group selalu mendapat sambutan antusias dari para peserta. Hal ini terlihat dengan banyaknya jumlah lukisan yang masuk ke Kao Group. Selama penyelenggaraan lomba ini oleh Kao Group sejak tahun 2010, total jumlah karya yang masuk sebanyak 8516 dari 49 Negara dan wilayah, termasuk Jepang serta jumlah-jumlah karya tersebut terus meningkat secara global.

Prestasi karya Anak-anak Indonesia di lomba internasional ini cukup membanggakan. Untuk pelaksanaan tahun 2012 dan 2013, peserta dari Indonesia selalu berhasil mendapatkan penghargaan dengan berbagai kategori, baik perorangan maupun kelompok.

Sumber: neraca.com

read more
Ragam

Pemilih Cerdas Pilih Caleg Punya Visi Lingkungan

Pemerhati dan pegiat lingkungan yang juga Ketua Lembaga Kajian Lingkungan Hidup (LKLH) Aceh Ir TM Zulfikar MP mengatakan, di tengah ancaman percepatan perubahan iklim dan krisis ekologis, Indonesia dan Aceh sudah tentu membutuhkan sosok pemimpin bukan hanya presiden, gubernur, bupati dan walikota, namun juga anggota DPR/DPD/DPRD yang memiliki visi untuk menciptakan perbaikan lingkungan.

“Karena beberapa hari lagi kita akan melaksanakan pemilihan umum anggota legislatif maka yang akan kita pilih untuk duduk atau menjadi anggota dewan harus mereka yang memiliki visi yang jelas terhadap lingkungan,” kata Zulfikar, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, pembangunan yang berorientasi semata-mata untuk pertumbuhan ekonomi ternyata telah menyebabkan peminggiran rakyat dan hancurnya berbagai ekosistem dan keanekaragaman hayati yang ada.

Untuk itu, perlu ditegaskan betapa pentingnya menghadirkan pemimpin yang bersih, adil dan peduli terhadap kesejahteraan rakyat dan lingkungan hidup. Di samping itu politik berbiaya besar sudah seharusnya bisa diubah dengan kerja keras dan sistem verifikasi pendanaan yang jelas.

Rakyat, kata Zulfikar, berhak mengetahui asal muasal dana yang digunakan pemerintah karena banyak calon atau anggota legislatif yang menggunakan jabatannya untuk mendapatkan keuntungan dari berbagai cara yang tidak baik, serta bantuan perusahaan yang ingin meraup keuntungan yang lebih banyak.

“Jadi biasanya mereka berdalih melakukan pembangunan dan perubahan di suatu kawasan tertentu, tapi ujung-ujungnya untuk kepentingan kelompoknya dan partainya tanpa mempedulikan dampak dari kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkan,” katanya.
Karena itu, masyarakat berhak untuk tidak memilih calon anggota legislatif yang tidak bermoral dalam hal politik dan lingkungan.

Yang perlu dipahami, kata dosen Fakultas Teknik Lingkungan Universitas Serambi Mekkah ini, pertumbuhan ekonomi dapat berjalan beriringan dengan pelestarian lingkungan. Tidak perlu ada ketakutan bahwa pertumbuhan ekonomi akan terganggu jika kita mendukung pelestarian lingkungan.

“Makanya pemilu legislatif nanti diharapkan mampu menjadi momentum untuk menumbuhkan kesadaran publik bahwa kita sedang dan akan mempertaruhkan masa depan anak cucu kita kepada pemimpin yang akan terpilih pada pemilu legislatif tersebut,” ujarnya.

Oleh sebab itu, ia mengingatkan supaya rakyat lebih cerdas untuk menentukan pilihan mereka. “Pilihlah para caleg yang berkualitas dan tidak terlibat pada tindakan perusakan lingkungan serta peduli dan ikutserta pada berbagai upaya pelestarian lingkungan hidup,” harap Zulfikar..

Diharapkan juga orang-orang yang menjadi wakil rakyat dan pemimpin seharusnya memberikan contoh yang baik, seperti tidak melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan. Selain itu juga tidak melakukan tindakan yang menghalalkan segala cara untuk memenangi pertarungan politik dalam pesta demokrasi rakyat lima tahunan tersebut. []

Sumber: medanbisnis.com

read more
1 2 3 4 5 6 8
Page 4 of 8