close

orangutan

Galeri

Foto: Bayi Orangutan Taman Nasional Kutai

Kalimantan adalah satu dari dua pulau di Asia yang menjadi habitat orangutan. Di pulau ini terdapat 3 subspesies orangutan, yaitu : Pongo Pygmaeus Pygmaeus yang mendiami wilayah Kalimantan Barat, Pongo Pygmaeus Wurmbii yang mendiami wilayah Kalimantan Tengah dan Pongo Pygmaeus Morio yang mendiami wilayah Kalimantan Timur.

Sumber: mongabay.co.id

read more
Flora Fauna

Memasak Orangutan karena Ketidaktahuan

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Barat menyayangkan atas penangkapan dan penahanan Hanapi dan Ignasius Mandur. Kedua orang ini ditangkap karena membunuh dan mengkonsumsi orangutan (Pongo Pygmaeus). Meskipun, keduanya tidak mengaku tak sengaja membunuh oranguta di Bukit Rel, Jalan Panca Bhakti, Kelurahan Batulayang, Potianak Utara.

Kepala Biro Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan (OKK) AMAN, Glorio Sanen menilai, seharusnya penyelesaiaan sengketa litigasi merupakan sarana akhir (ultimum remidium). Karena alternatif penyelesaiaan sengketa lain tidak membuahkan hasil.

Kasus ini harus dijadikan terobosan oleh Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar. Keputusan hakim sebelumnya harusnya bisa dipergunakan sebagai bahan pertimbangan oleh hakim berikutnya dalam mengambil keputusan.

“Jangankan masyarakat desa, orang kota pun masih banyak yang belum mengetahui tumbuhan dan hewan yang dilindungi,” kata Glorio.

Untuk itu, Glorio mendesak agar BKSDA dan kepolisiaan tidak menempuh jalur hukum pidana. Hal itu karena sangat tidak adil dan akan berdampak sistemik dalam proses penegakan hukum di Kalimantan Barat.

“Upaya hukum yang dilakukan BKSDA saat ini bisa kita umpamakan, kita ingin membunuh serangga yang ada di pohon mangga dengan cara menebang pohonnya. Ini jelas solusi yang tepat dalam menyelesaikan kasus ini,” lanjut Glorio dalam rilis yang diterima Sayangi.com, Jumat (29/11).

Karenanya, Glorio menyarankan agar Hanapi dan Ignasius Mandur diberikan peringatan untuk tidak mengulang tindakan ini dan jika diulangi lagi baru diberi sanksi hukum pidana.

“Karena Hanapi dan Ignasius Mandur tidak melakukan perbuatan itu dengan senagaja,” tegasnya.

Gloria beranggapan, kasus ini seharusnya harus menjadi kajian multi pihak terutama pemerintah yang memiliki kewenangan dalam membuat aturan dan mengambil kebijakan. Pemerintah harusnya lebih konsern terhadap izin-izin penggunaan lahan, baik sawit, hutan tanaman industri, maupun tambang yang jelas-jelas merusak habitat orangutan.

“Secara logika saja, Bagaimana orangutan bisa dilindungi jika rumahnya tidak dilindungi,” pungkas Glorio.

Sebelumnya diberitakan seekor orangutan menjadi korban salah tembak pada Minggu (3/11). Peristiwa salah tembak terjadi tak jauh dari Jalan Panca Bhakti, Pontianak Utara.

Ignasius Mandor dan Hanafi, warga Jalan Panca Bhakti, mengungkapkan bahwa setelah tertembak, orangutan itu justru dimakan.

Sumber : sayangi.com

read more
Flora Fauna

Orangutan Terluka Dievakuasi Dari Kebun Salak Warga

Tim rescue orangutan dari Orangutan Information Centre (OIC) dan Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) mengevakuasi Orangutan yang mengalami luka di salah satu Kebun Salak warga di Desa Sugi Tonga, Kecamatan Marancar Kab. Tapanuli Selatan, 18 November 2013 lalu. Evakuasi itu dilakukan setelah adanya laporan dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara.

“Menurut pemantauan dari staf BBKSDA, Masyarakat Mitra Polhut (MMP) dan tim Sumatera Rainforest Institute (SRI), orangutan tersebut mengalami luka yang cukup parah di beberapa bagian tubuh dan sangat membutuhkan perawatan medis secepatnya. Tim rescue OIC dan SOCP bersama BBKSDA Sumut langsung menuju ke lokasi,” ujar Panut Hadisiswoyo, Direktur OIC dalam rilisnya, Kamis (21/11/2013).

Masih menurutnya, Orangutan tersebut merupakan orangutan liar yang terisolasi di ladang masyarakat dan kondisinya terluka yang kemungkinan diakibatkan oleh terkena jerat dan kemungkinan besar dipukul dengan benda tajam.

“Dalam pemeriksaan fisik ditemukan luka di bagian dahi dan bagian belakang kepala, 2 luka besar dengan diameter sekitar 7 cm pada bagian punggung kanan, luka-luka di jari tangan kiri sehingga orangutan tidak bisa menggengam, luka di bibir yang tembus sampai ke rahang kiri, dan luka dalam di kaki kanan dan bagian lutut yang cukup dalam dan juga myasis, dan banyak bagian lain yang luka-luka kecil,” jelasnya.

Saat ini, Orangutan tersebut sudah mendapatkan perawatan. Mereka berharap, Orangutan tersebut dapat diselamatkan untuk dikembalikan ke alam dengan pelepasliaran di salah satu pusat reintroduksi orangutan SOCP di Jambi atau Aceh.

Panut menambahkan, dalam dua tahun terkahir, kasus-kasus seperti ini semakin meningkat. Insiden konflik orangutan dengan manusia terjadi begitu massif. Dia berharap, masyarakat dapat menyadari betapa Orangutan perlu dilindungi sehingga perlu diinisiasi langkah pencegahan terhadap perilaku kekerasan terhadap Orangutan.

“Kejadian ini jelas melanggar hukum. Orangutan Sumatra merupakan jenis orangutan yang berbeda secara genetik dengan orangutan Kalimantan dan sanggat dilindungi oleh undang-undang seperti Undang-Undang no 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang memberi ancaman hukuman pidana bagi pelaku kejahatan kehutanan dengan hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal 5 miliar,” ancamnya tegas. []

Sumber: theglobejournal.com

read more
Flora Fauna

Stakeholder Orangutan Bertemu di Bogor Bahas Rencana Aksi

Evaluasi Implementasi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan 2007-2017 yang ke-empat dikemas dalam Pertemuan Nasional Para Pihak Pemangku Kepentingan Konservasi Orangutan. Kegiatan ini diselenggarakan pada tanggal 7-8 Nopember 2013 di Hotel Papyrus Bogor, Jawa Barat.

Sebelum melaksanakan kegiatan ini, Forum Orangutan Indonesia (FORINA) melaksanakan pertemuan regional dan melakukan sintesis dari tabel SRAK bersama para fasilitator regional Aceh, Sumatera Utara,Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan perwakilan dari Kalimantan Timur.

Pada pertemuan ini diperoleh beberapa hasil antara lain beberapa rekomendasi terkait dengan kebijakan, perlindungan dan keberadaan habitat, target pelepasliaran 2015, penegakan hukum dan aspek penelitian serta penyadartahuan.

Kegiatan ini dibuka langsung oleh Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Dr. Ir. Novianto Bambang Wawandono, MSi. mewakili Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementrian Kehutanan Republik Indonesia. Pertemuan ini dihadiri oleh sekitar 90 orang dari perwakilan Pemerintah, LSM, Akademisi, Pemerhati dan Swasta.

Ketua FORINA, Herry Djoko Susilo melaporkan proses persiapan dan pelaksanaan pertemuan ini yang dimulai dengan pertemuan regional serta memohon arahan dan informasi tentang kebijakan yang berkaitan dengan konservasi orangutan dan habitatnya.

Pada sambutan tertulis Dirjen PHKA yang dibacakan oleh Direktur KKH menyebutkan bahwa pentingnya kegiatan ini adalah untuk mengetahui sudah sejauh mana dokumen Srategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan telah dan akan diimplementasikan serta kendala-kendala apa saja yang dihadapi, maka dipandang perlu untuk dilakukan evaluasi terhadap dokumen tersebut.

Dalam melaksanakan evaluasi tersebut perlu melibatkan seluruh pemangku kepentingan konservasi orangutan sebagaimana yang tengah dilakukan pada kegiatan ini. Pertemuan Nasional sebelumnya telah dilakukan 3 kali, pertemuan yang pertama dilaksanakan di Bogor pada tanggal 26 – 27 Februari 2009, sedangkan pertemuan yang kedua dilaksanakan pada tanggal tanggal 14-15 Juni 2010 dan pertemuan ketiga dilakukan pada tanggal 26-27 September 2013 di Jakarta.

Sumber: forina.or.id

read more
Flora Fauna

Sebagian Warga Sulawesi Utara Doyan Makan Hewan Langka

Bagi sebagian masyarakat Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), kebiasaan menyantap makanan yang untuk ukuran orang normal sering dianggap kurang lazim sepertinya telah menjadi hal lumrah. Sebut saja makanan berbahan daging tikus, kelelawar, anjing hingga ular dan tikus. Meski mayoritas masyarakat menganggapnya ekstrem, hidangan semacam ini memang belum banyak dipermasalahkan.

Namun bagaimana jika satwa liar yang masuk kategori hewan langka juga ikut dijadikan hidangan di meja makan? Seperti anoa dan ketam kenari, yang ternyata di sejumlah wilayah di Sulut diakui masih kerap dikonsumsi.

Pertanyaan yang menyuarakan keprihatinan ini diajukan mahasiswi jurusan Fakultas Kesehatan, Vera Junifer Tumbuan, 18 th, saat sesi tanya jawab dalam kuliah umum bersama Menteri Kehutanan (Menhut) Republik Indonesia, Zulkifli Hasan, di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, Sulawesi Utara, Jumat (9/11/2013).

“Sebagian besar masyarakat di Sulawesi Utara terkenal memiliki kebiasaan mengkonsumsi satwa (langka) liar seperti anoa, ketam kenari, kera dan sebagainya. Bagaimana ketegasan, sanksi konkret yang bisa ditegakan di Indonesia agar kelestarian satwa bisa dipertahankan?” tanya Vera kepada Menteri Zulkifli.

Menjawab pertanyaan itu, Menteri Zulkifli menegaskan perlindungan satwa langka seperti anoa sudah diatur dalam undang-undang. Hukuman bagi pelanggar juga sudah jelas, yaitu ditangkap dan terancam sanksi maksimal lima tahun penjara.

Namun, lanjutnya, proses hukum biasanya diberlakukan setelah pihaknya melakukan peringatan terlebih dahulu. Peringatan bisa berbentuk imbauan hingga sosialisasi mengenai larangan mengkonsumsi satwa dilindungi.

Ia juga mengingatkan, selain ada hak-hak asasi manusia, saat ini dikenal juga istilah animal right (hak-hak hewan) dan animal walfare (kesejahteraan satwa).  Jadi, layaknya manusia, hewan juga tidak boleh diperlakukan sewenang wenang, apalagi hewan yang dilindungi.

“Maka tidak boleh (diperlakukan sewenang-wenang) lagi. Apalagi dimakan,” kata dia.

Penjabat Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Sony Partono, saat ditemui usai acara mengatakan perlindungan tentang hewan satwa langka sudah diatur dalam UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.

Hukuman bagi yang melanggar pun diatur di sana. Yaitu, pelanggar bisa dipidanakan dengan sanksi penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Aturan soal itu tertuang dalam pasal 40 ayat 2 di UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem

Kuliah umum bertema “Pemuda: Pelopor Pembangunan Hijau (Green Development)” digelar di Ruang Sidang Gedung  Rektorat Universitas Sam Ratulangi Jumat pagi. Selain Menhut Zulkifli, dua narasumber lain yang hadir, Rektor Unsrat, Prof Donald Rumakoy dan Bara K Hasibuan Walewangko dari Rumah Gagasan PAN.

Sumber: republika.co.id

read more
Flora Fauna

Cerita Orangutan yang Jadi Santapan Keluarga

Nama Ignasius Mandor tiba-tiba melejit lantaran peristiwa kematian orangutan di sekitar kampung Batu Layang, Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar).  Ia memasak orangutan yang mati itu dan menyantapnya bersama keluarga.

“Saya tahu ini satwa dilindungi. Tapi sudah mati. Daripada membusuk mending kita makan saja,” katanya, Rabu (6/11/13). Dia memerlihatkan bagian-bagian organ tubuh orangutan seperti tangan, lidah, dan tulang kaki yang masih tersisa di dapur rumah.

Pria 50 tahun ini sangat terbuka. Dia menjelaskan ikhwal penemuan orangutan yang tewas tertembak pemburu pada Minggu (3/11/13). “Pak Hanafi, tetangga saya yang menemukan ini di kebun sawit warga, sekitar satu kilometer dari kampung. Tengkorak kepala orangutan masih ada di sana.”

Mandor pun sukarela mengantar ke kediaman Hanafi yang hanya berjarak sekitar 50 meter. Di sana masih ada sejumlah organ tubuh orangutan yang sedang disalai (diasapi), termasuk tengkorak.

Menurut Hanafi, orangutan itu ditemukan di dalam semak. “Pemburu itu masih kawan juga. Namanya Pak Lau Man. Dia pemburu babi hutan. Di sekitar kampung ini memang masih ada rusa. Mungkin disangka rusa karena warna bulu yang kemerahan, akhirnya dia tembak dan mati. Kalau dia tahu orangutan, tak mungkin dia tembak.”

Sadar yang ditembak orangutan, pemburu tidak membawa pulang. Dia hanya mengabarkan kepada teman-temannya di Jalan Panca Bhakti soal buruan itu. “Saya ke sana dan membawa orangutan itu balik dan kami masak. Dagingnya kita bagi ke warga yang mau makan.”

Kini, seluruh alat bukti itu sudah disita oleh Penyidik Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (Sporc), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar. Tim penyidik juga mendatangi para pihak terkait untuk menggali informasi lebih dalam soal kematian orangutan yang berakhir tragis di meja makan.

Berdasarkan pantauan di atas Bukit Rel, sekitar 200 meter dari permukiman warga, diduga orangutan terdesak karena hutan yang menjadi habitat mulai tergerus perkebunan sawit. Di sekitar kampung, ada dua perusahaan perkebunan sawit beroperasi, yakni PT Mas (Jarum Group) dan PT BPK (Wilmar Group). Bahkan, jarak PT Mas hanya berkisar empat kilometer dari permukiman.

Kehadiran perusahaan ini memancing warga membuka lahan di sekitar kampung guna ditanami sawit. Ini terjadi sejak tahun 2000. Hasilnya, buah tandan segar milik warga dijual ke pengumpul dengan harga Rp700 per kilogram. Pengumpul menjual kembali buah sawit itu ke PT BPK seharga Rp900 per kilogram.

Berbahaya bagi Kesehatan
Mayoritas warga yang menkonsumsi daging orangutan di Jalan Panca Bhakti mengakui daging satwa itu enak. Namun, sejumlah kajian ilmiah menyebut, mengkonsumsi daging orangutan bisa berbahaya bagi kesehatan.

Dwi Suprapti dari WWF-Indonesia Program Kalbar mengatakan, secara umum genetika orangutan dan manusia 97 persen hampir sama. “Artinya, peluang berpindahnya penyakit yang diderita oleh orangutan kepada manusia (zoonosi) cukup tinggi. Jadi, mengkonsumsi daging orangutan dapat membahayakan kesehatan manusia.”[]

Sumber: mongabay.co.id

read more
Flora Fauna

Habitatnya Hilang, Orangutan Makan Madu Milik Petani

Hutan tempat hidup orangutan telah berubah jadi kebun sawit, tak pelak perubahan pola hidup orangutan terjadi. Dalam lima tahun terakhir, setiap Desember-Januari, memasuki panen madu, mereka turun mencari makan dengan mengambil tikung buatan petani.

Petani madu di Desa Ujungpandang dan Kapuas Raya, Kecamatan Bunut Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat (Kalbar), resah. Setiap menjelang panen madu tiba, orangutan di sekitar desa mulai turun dari perbukitan, dan masuk ke danau. Mereka merusak tikung atau tempat lebah bersarang buatan petani.

Hutan tempat hidup orangutan telah berubah jadi kebun sawit, tak pelak perubahan pola hidup orangutan terjadi. Dalam lima tahun terakhir, setiap Desember-Januari, memasuki panen madu, mereka turun mencari makan dengan mengambil tikung buatan petani.

Perilaku orangutan ini diduga kuat karena habitat Pongo pygmaeus-pygmaeus itu sudah tergerus perkebunan sawit. Citraland satelit menunjukkan, perkebunan sawit skala besar yang sudah beroperasi di sekitar Kecamatan Bunut Hilir adalah PT Bumi Tani Jaya dan PT Borneo Estate Sejahtera.

Saat ini, petani bersiap memanen madu. Namun gangguan orangutan membuat panen terancam gagal. “Kami hanya perlu perhatian pemerintah bagaimana mengatasi persoalan ini agar petani tak melulu dirugikan,” kata Mas’ud, Kepala Dusun Kubu, Desa Ujungpandang, ketika dikonfirmasi dari Pontianak, Rabu (30/10/13).

ikung atau sarang lebah buatan petani yang kerab dirusak orangutan. Mereka mengambil inti madu untuk dimakan | Foto: Edhu/WWF-Indonesia Panda

Dia mengatakan, orangutan tahu musim panen madu jatuh pada Desember hingga Januari setiap tahun. Si Pongo itu turun dari bukit dan masuk ke Danau Miuban, tempat para petani memasang tikung. Fenomena ini sudah terjadi sejak lima tahun terakhir, pasca-perkebunan sawit masuk ke wilayah itu.

Danau Miuban merupakan hamparan luas tempat petani madu Desa Ujungpandang dan Kapuas Raya memasang tikung. “Memang, kami tidak mendata jumlah kerusakan tikung. Yang pasti, dari enam pemilik tikung, pasti ada yang dimakan orangutan setiap hari,” kata Mas’ud.

Menurut dia, dalam banyak hal orangutan sangat pandai. Satwa ini tahu kapan waktu pas turun dari perbukitan dan masuk ke kawasan danau mencari madu. Bahkan, orangutan tahu madu berkualitas. Si Pongo hanya makan inti madu. Keadaan ini menyebabkan kerugian besar bagi petani.

Sisi lain, warga masih sangat awam soal penanganan orangutan. “Di sini warga belum sepenuhnya paham soal hukum, kecuali hukum rimba. Jadi mereka tak pernah pikir panjang. Maunya orangutan itu dimusnahkan karena dianggap hama. Kami sudah coba mengusir dengan meriam karbit dan pengasapan. Tapi tak mempan.”

Mas’ud berharap, orangutan itu tidak lagi mengganggu tikung petani. Upaya ini sudah diutarakan Mas’ud dalam ajang pertemuan tahunan antara Dinas Kehutanan Kapuas Hulu dengan petani madu di Putussibau. “Masalah dengan orangutan ini sudah saya sampaikan tapi tak ditanggapi serius.”

Guna menekan laju kematian orangutan seperti terjadi dua tahun terakhir di Wajok dan Peniraman, Kabupaten Pontianak, Siti Chadidjah Kaniawati Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar,  segera mengambil langkah taktis. Dia menurunkan tim dari Seksi Konservasi Wilayah II Sintang. “Saya sudah koordinasikan dengan Kepala Seksi Sintang dan staf setempat agar persoalan ini diatasi secepat mungkin. Setidaknya tim segera cek lokasi kejadian konflik dan melakukan tindakan semestinya.”[]

Sumber: mongabay.co.id

 

read more
Flora Fauna

Orangutan Mane Mati dalam Perjalanan Evakuasi

Orangutan (Pongo abelli) yang diamankan warga Mane, Pidie, dan dievakuasi kemarin ke Sumatra Utara, tadi pagi dikabarkan mati dalam perjalanan ke Sumatera Utara, Rabu (30/10/2013). Kepala Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Ir Amon Zamora MSc mengkonfirmasi berita satwa lindung itu mati dalam perjalanan.

“Iya, Orangutan yang dievakuasi mati tadi pagi saat kita bawa ke Rumah Sakit Hewan Sibolangit, Sumatera Utara,” terangnya.

Menurut Amon, sebagai proses dari pertanggungjawaban, BKSDA Aceh akan meminta berita acara kematian orangutan dan selanjutnya, Kamis (31/10/2013) besok, BKSDA Aceh akan meminta satwa tersebut untuk diotopsi agar jelas penyebab kamatiannya.

Ia menambahkan, hasil otopsi kematian satwa tersebut nantinya akan dikabarkan kepada masyarakat umum dan lembaga pemerhati satwa.

Seperti diberitakan sebelumnya, Warga Dusun Alue Breuh, Desa Breuh, Mane, Pidie, Sabtu (26/10/2013) sore, mengamankan seekor Orangutan (Pongo Abelii) berkelamin betina. Satwa yang dilindungi tersebut ditemukan warga berada di pohon di dalam kebun milik masyarakat.

Kepala Dusun Alue Breuh, Adami, Senin (28/10/2013), kepada wartawan mengatakan Orangutan tersebut ditemukan dalam keadaan lemah dan tersangkut di pohon berduri setelah sebelumnya jatuh dari pohon Durian.[]

Sumber: Atjehlink.com

read more
1 4 5 6 7
Page 6 of 7