close

perubahan iklim

Perubahan Iklim

Bagaimana Tanaman Merespon Perubahan Iklim

Tanaman, kupu-kupu dan burung di Swiss telah pindah sejauh 8-42 meter ke dataran lebih tinggi antara tahun 2003 dan 2010, tulis ilmuwan dari University of Basel dalam jurnal online PLoS One.

Perubahan iklim mengubah distribusi tanaman dan hewan di seluruh dunia. Baru-baru ini data menunjukkan bahwa dalam dua dekade terakhir, burung dan kupu-kupu yang tinggal di Eropa telah pindah rata-rata 37 dan 114 kilometer ke utara.

Tobias Roth dan Valentin Amrhein dari University of Basel menemukan bahwa di Swiss , tanaman, kupu-kupu dan spesies burung juga bergerak pindah ke tempat lebih tinggi. Pada ketinggian 500 meter, tanaman rata-rata bergeser menanjak 8 meter , kupu-kupu 38 meter dan 42 meter burung. Penelitian ini didasarkan pada data yang dikumpulkan antara 2003 dan 2010 di 214 wilayah sampel hingga ketinggian 3000 meter, mencakup semua ekosistem utama Eropa Tengah.

“Rata-rata dari delapan meter perbedaan ketinggian dalam delapan tahun dan seluruh spesies tanaman cukup mengesankan untuk tumbuhan yang tidak mobile, ” kata Valentin Amrhein.

“Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak biologis perubahan iklim tidak hanya akan menjadi jelas dalam jangka panjang. Hewan dan tumbuhan hari ini sudah beradaptasi dengan suhu meningkat pada kecepatan yang mengejutkan. ”

Sumber: enn.com

 

read more
Perubahan Iklim

Riset Mutan Padi untuk Antisipasi Dampak Iklim

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia diketahui sedang mengembangkan riset untuk menghasilkan sekitar 5.000 mutan padi. Riset tanaman pangan pokok padi itu dimaksudkan untuk mengantisipasi dampak ketidakpastian iklim yang dapat berdampak langsung pada ketahanan pangan.

Riset tanaman padi tersebut menggunakan dua pendekatan, yaitu transformasi gen dan marka molekuler.

“Ini ada kaitannya dengan dampak perubahan iklim, seperti lahan kekeringan atau terkena dampak banjir dan ledakan hama seperti hama penggerek batang,” kata Amy Estiaty, peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, di Cibinong Science Center, Jawa Barat, bulan Desember 2013 lalu.

Pengembangan varietas padi tertentu yang disesuaikan kebutuhan sangat memungkinkan dari sebanyak 5.000 benih mutan padi hasil rekayasa genetika tersebut. Menurut Amy, hasil riset padi yang intensif ditempuh sekarang ini untuk menghasilkan padi tahan hama penggerek batang.

“Sampai sekarang belum ada jenis padi yang tahan hama penggerek batang,” katanya. Di sejumlah daerah, hama penggerek batang masih menjadi momok petani.

Tahan kekeringan
Salah satu jenis padi yang dihasilkan LIPI adalah yang tahan cengkeraman kekeringan. Untuk padi jenis itu, menurut Amy, LIPI melalui surat keputusan Menteri Pertanian sudah merilis jenis Lipigo 1 dan Lipigo 2 pada April 2012.

Dari hasil uji lapangan di 20 lokasi, rata-rata jenis padi gogo tersebut mampu menghasilkan 4,45 ton per hektar gabah kering giling. Potensi hasil tertinggi dicapai 8,18 ton per hektar gabah kering giling.

Lipigo 2 memiliki rata-rata hasil produksi 5,17 ton per hektar dengan potensi tertinggi mencapai 8,15 ton per hektar gabah kering giling. Padi jenis Lipigo 1 dan Lipigo 2 ini menggunakan pendekatan marka molekuler, melalui penyilangan jenis padi gogo vandana yang tahan kekeringan dengan jenis padi gogo way rarem yang memiliki daya hasil tinggi.

Sementara itu, riset padi tahan hama penggerek batang menggunakan pendekatan transformasi genetika berupa gen cry dari bakteri tanah (Bachillus thuringiensis). Riset padi dengan transformasi gen cry tersebut sedang diuji coba keamanannya bagi kelangsungan keanekaragaman hayati lainnya.

Di luar riset yang dilakukan LIPI, sejumlah petani mencoba memuliakan benih padi varietas lokal dengan produktivitas tinggi. Salah satu semangatnya, mandiri dari ketergantungan benih, pupuk, dan pestisida perusahaan yang memotong penghasilan petani.

Pangan alternatif
Deputi Kepala LIPI Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati Siti Nuramaliati Prijono mengatakan, di wilayah Asia, padi merupakan bahan pangan pokok. Sehingga riset ini pun dinantikan untuk menghasilkan jenis-jenis padi yang tahan terhadap dampak perubahan iklim. Akan tetapi, dibutuhkan pula kegiatan riset terhadap bahan pangan yang selama ini belum lazim dimanfaatkan.

“Berbagai bahan yang mengandung karbohidrat masih banyak yang tidak populer untuk dikonsumsi. Ini membutuhkan riset untuk menjadikannya sebagai bahan pangan alternatif,” kata Siti.

Sumber: NGI/wartakota.tribunnews.com

read more
Perubahan Iklim

Mari Menyesuaikan Diri dengan Perubahan Iklim

Costa Rica mulai mengambil langkah kongkrit untuk menjaga kelestarian alam. Penyebabnya, seperti di banyak bagian lain bumi, dampak perubahan iklim mulai terasa di negara itu.

Pada malam hari di pesisir Samudra Pasifik di selatan Costa Rica, penyu bertelur dengan dijaga polisi, yang secara khusus ditugasi melindungi keragaman hayati. Saat penyu kembali ke laut, polisi mengamankan telurnya. “Penyu membuat sarang, tapi ada ancaman bahaya, sarang bisa tersapu ombak. Karena itu kami mengambilnya dan membawa ke tempat penetasan buatan.” Begitu dikatakan Oswaldo Rodriguez, kepala polisi daerah Garabito.

Perlindungan Keragaman Hayati
Inisiatif pemerintah lokal itu, dipandang sebagai sebuah model masa depan bagi perlindungan keragaman hayati di Costa Rica. Pasalnya, lingkungan terus berubah, kadang amat cepat. Di kawasan dekat sebuah panti misalnya, dalam tiga bulan terakhir beberapa meter pesisir lenyap, karena sebuah sungai besar mengubah jalurnya.

Michael Schlönvoigt, dari badan kerjasama internasional Jerman (GIZ), menjelaskan, “Di satu sisi, ini dampak perubahan iklim. Curah hujan meningkat. Tapi di sisi lain, ini juga efek aktivitas manusia. Lihat saja, banyak potongan pohon terbawa aliran sungai. Pembalakan hutan di dataran tinggi, memicu naiknya kecepatan arus sungai. Dan saat hujan lebat, semua tersapu banjir.”

Meramalkan perubahan lingkungan, itu tugas utama Michael Schlönvoigt sebagai konsultan politik. Di ibukota San José, ia memberi konsultasi kepada pejabat Costa Rica. Ia membuat pedoman acuan bagi kawasan suaka alam, dengan memperhatikan aspek perubahan iklim.

Schlönvoigt memaparkan, “Di negeri ini, akibat kurangnya analisa biologis, kami menemukan, bahwa beberapa kawasan suaka terlalu kecil, untuk dapat beradaptasi pada dampak iklim.” Agar keragaman hayati terjaga, sejumlah kawasan suaka akan digabung. Akan dibahas juga, di mana batasan baru, dan bagimana perlindungan diterapkan.

Memberlakukan Peraturan Ketat
Terumbu karang di taman nasional Marino Ballena adalah salah satu kekayaan alam di Costa Rica. Penyelaman yang dilakukan pakar biologi kelautan, menunjukkan kualitasnya masih terjaga. Pakar biologi laut Rodrigo Villate mengatakan, “Lokasinya bagus. Terumbu karangnya masih utuh dan sangat bagus. Koral permukaannya bagus dan sempurna, dan di sana banyak ikan.”

Salah satu penyebabnya kelestarian adalah aturan ketat di taman nasional. Berenang dan menonton diperbolehkan, tapi menyentuh koral dilarang keras. Taman Nasional Marino Ballena merupakan contoh bagus bagi partisipasi aktif warga dalam perlindungan alam. Tapi dua dekade lalu, warga menggelar aksi protes, menentang pendirian taman nasional.

Juan Luis Sánchez adalah pengurus Marino Ballena National Park. Ia memaparkan, “Tahun 1994 sebuah pos pengamat dibakar, gara-gara konflik kepentingan. Pelakunya tidak diketahui. Tapi sekarang, nelayan pemrotes dari tahun 90-an, bekerja sebagai pemandu wisata.” Dengan menjadi pemandu wisata pendapatan mereka naik tiga kali lipat dibanding dari mencari ikan. Di samping itu, kini kawasan hutan bakau dan keragaman hayati kawasan taman nasional benar-benar terjaga kelestariannya.

Sumber: dw.de

read more
Perubahan Iklim

Biar Iklim Kota jadi Adem, Perbanyaklah Taman

Taman cocok bukan hanya cocok untuk berekreasi tapi ternyata taman kota juga berfungsi sebagai pengontrol iklim kota (mikro iklim). Sebagaimna yang diteliti oleh tim ilmuwan di Hamburg yang menemukan bahwa taman berguna dalam memerangi perubahan iklim.

Relaksasi sejenak di taman kota yang rindang dan hijau saat matahari panas terik tentu terasa nikmat. Tidak hanya lebih hijau dan lebih sunyi ketimbang wilayah urban di sekitarnya, namun juga lebih adem. Tidak ada gedung dan permukaan jalan yang dapat menyimpan dan merefleksikan panas matahari.

Tetap saja, setiap hari di Jerman, sebidang lahan berukuran sekitar 50 lapangan sepakbola diaspal atau menjadi korban pembangunan kota. Menjamurnya bangunan terutama berdampak pada iklim kota. Semakin padat sebuah kota, semakin terasa apa yang disebut dengan pulau bahang kota, yakni suhu udara di wilayah perkotaan yang lebih hangat dibandingkan wilayah pedesaan di sekitarnya. Di sebuah pusat kota Jerman, suhunya tiga derajat Celsius lebih tinggi daripada wilayah sekitarnya.

Sebuah studi mengenai pengaruh tanah dan vegetasi terhadap iklim kota menunjukkan betapa pentingnya bagi kota untuk mempunyai lahan yang terbuka dan tidak beraspal. Sebuah tim riset dari Hamburg baru-baru ini meluncurkan proyek Pengamatan Iklim Tanah Kota Hamburg (HUSCO).

Mereka menempatkan fasilitas pengukuran di dua titik untuk mengetahui sejauh apa tanah mendinginkan iklim sekitar dan bagaimana dampak dari jenis tanah yang berbeda-beda. Sebuah stasiun pengukuran ditempatkan di sebuah rawa dengan level air tanah yang tinggi, dan satu stasiun lagi di sebuah wilayah kering dengan level air tanah yang rendah.

Sensor jauh di dalam
Di kedua lokasi, tim ilmuwan membangun stasiun cuaca mini untuk mengukur suhu, kecepatan angin dan kelembapan. Mereka juga menggali parit dan menaruh sensor tanah tepat di bawah permukaan dan juga pada kedalaman 1,6 meter, jelas manajer proyek Annette Eschenbach. “Sensor antara lain mengukur suhu tanah dan kandungan air,” ungkap peneliti tanah dari Universitas Hamburg tersebut.

Sensor telah mengumpulkan data dalam 3 tahun terakhir. Bukti menunjukkan bahwa lokasi pengukuran mengering pada periode dengan curah hujan rendah, jelas Eschenbach. “Semuanya tergantung level air tanah di lokasi pengukuran.”

Tanah lembap terbantu oleh air tanah, sehingga cenderung mengering lebih lambat pada musim kering ketimbang tanah dengan level air tanah rendah.

Para periset menemukan bahwa tanah lembap lebih mendinginkan udara di sekitar dibandingkan tanah kering. Terutama sepanjang tahun, suhu di taman kota setengah derajat lebih rendah daripada lingkungan sekitar yang penuh bangunan. “Ini berarti taman kota berperan amat penting bagi iklim setempat,” kata Eschenbach.
Tim riset menggali lubang yang dalam untuk menaruh sensor

Tanah lembap paling efektif
Memiliki lebih banyak lahan tak beraspal di kota bisa menjadi elemen penting seraya manusia beradaptasi dengan perubahan iklim. “Membangun lebih banyak taman selalu bermanfaat bagi iklim kota,” tukas Annette Eschenbach. Namun periset itu menambahkan, proyek Hamburg telah menunjukkan bahwa taman sebaiknya dibuat di lokasi dengan tanah lembap. Dengan begitu, fungsi mendinginkan taman akan jauh lebih efektif.

Namun hasrat untuk membuat lebih banyak taman kota bertentangan dengan ambisi meluas untuk membangun lebih banyak permukiman di kota untuk menjaga harga sewa terus terjangkau. Para pakar mengkhawatirkan dampak pulau pahang kota akan semakin parah di masa depan, bukan hanya karena kota-kota semakin padat, tapi juga karena perubahan iklim global.

“Beberapa tahun terakhir sudah cukup lembap, jadi yang kami butuhkan segera saat ini adalah musim panas yang hangat dan kering,” Eschenbach menyimpulkan, sembari menambahkan bahwa studi HUSCO akan terus dilanjutkan. Sebuah periode dengan cuaca yang sangat panas, katanya, akan memungkinkan timnya untuk mendapat bukti lebih lanjut mengenai dampak taman kota terhadap iklim kota Hamburg.

Sumber: dw.de.com

read more
Perubahan Iklim

Sektor Energi & Transportasi Sumbang Emisi Terbesar di Aceh

Dokumen Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Propinsi Aceh (RAD GRK Aceh) tahun 2012-2020 menyimpulkan sektor energi dan transportasi merupakan penyumbang terbesar emisi di propinsi ini yaitu sebesar 181.834.677 CO2 Gg/Th. Kemudian disusul oleh sektor kehutanan dan lahan gambut (14.498.933,15 Gg/Th), selanjutnya sektor pertanian (1.482.660 Co2 Gg/Th dan 2.120 N2O Gg/Th) dan terakhir sektor industri dan persampahan 19.51 N2O Gg/Th.

Perhitungan ini dilakukan pada tahun 2012 oleh tim yang beranggotakan berbagai stakeholder mulai dari pemerintahan dan pihak swasta. Dokumen RAD-GRK sendiri merupakan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK).

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota berperan penting dalam penurunan emisi gas rumah kaca di wilayah masing-masing, Gubernur berkewajiban menyusun Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan setelah ditetapkan Perpres dimaksud.

Dokumen RAD-GRK Aceh yang dihasilkan dapat dijadikan pedoman bagi Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan pembangunan yang berkeberlanjutan dalam substansi penurunan emisi gas rumah kaca. Selain itu dokumen ini berisikan informasi mengenai tingkat, status, dan kecenderungan perubahan emisi Gas Rumah Kaca secara berkala dari berbagai sumber emisi (source) dan penyerapnya (sink) termasuk
simpanan karbon (carbon stock) di Aceh.

Selain kesimpulan yang telah disebutkan diatas mengenai jumlah GRK, terdapat beberapa kesimpulan lain yaitu :

1. Secara riil emisi dominan untuk Gas CO2 dan N2O di Aceh yang diproduksi adalah dari Bidang Energi dan Transportasi khususnya Sektor Transportasi, mengingat pertumbuhan kendaraan bermotor khususnya kendaraan pribadi cukup tinggi.

2. Meskipun Bidang Energi dan Transportasi khususnya sektor energi memberikan sumbangan emisi paling dominan berdasarkan hasil perhitungan untuk gas CO2, namun emisi sektor energi tersebut tidak di produksi di Aceh karena Aceh belum memiliki pembangkit listrik.

4. Untuk Gas Methana Bidang Pertanian menjadi penyumbang paling besar dibandingkan bidang lainnya, karena potensi pengembangan peternakan baik skala besar, maupun skala rumah tangga cukup besar dan dominan terdapat di kawasan pantai barat Aceh.

5. Berdasarkan hasil perhitungan Location Quotient (LQ) dari 9 sektor di Aceh dapat dilihat bahwa sektor-sektor yang memberikan implikasi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca adalah merupakan sektor yang masuk dalam kategori sektor basis atau memiliki keunggulan komparatif jika dibandingkan sektor lain atau mampu
menopang pertumbuhan sektor lainnya, di antaranya adalah: Pertanian (Pertanian dan Peternakan), Kehutanan dan lahan Gambut, Listrik, Gas dan Air Bersih, Transportasi dan Komunikasi. Sedangkan untuk Sektor Lainnya beberapa diantaranya memiliki nilai LQ < 1 dan nilai LQ > 1 memberikan kontribusi terhadap peningkatan gas
rumah kaca pada sektor lain, yaitu : Bidang Industri dan Pengelolaan Limbah sejalan dengan pertumbuhan penduduk, bangunan, aktivitas perdagangan, hotel, restoran, pasar, hunian, dan perkantoran.

6. Dalam mendukung Masterplan Percepatan Perencanaan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Aceh menjadi salah satu komitmen Pemerintah Pusat dan Aceh untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berbasis lingkungan, sehingga dalam kegiatan perencanaan pembangunan yang diimplementasikan dalam mekanisme penganggaran harus berbasis pada konsep lingkungan dengan memperhatikan upaya pembatasan, serta reduksi terhadap emisi gas rumah kaca;

6. Target capaian penurunan emisi yang tertuang didalam Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Aceh harus/wajib diinetgrasikan dengan Kebijakan Perencanaan Pembangunan Aceh yang dalam hal ini, meliputi Rencana Pembangunan Aceh (RPJMA), Rencana Strategis dan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Aceh, Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh, Rencana Energi Aceh, Tataran Transportasi Wilayah / Lokal. serta Rencana/Kebijakan sektoral lainnya. []

read more
Perubahan Iklim

Salju di Puncak Kilimanjaro Ditaksir Habis 2030

Gletser di Gunung Kilimanjaro yang telah berusia sekitar 10.000 tahun diprediksi akan habis pada tahun 2030.

“Seluruh bidang es, yang memegang sebagian besar sisa es glasial Kilimanjaro, mengalami penyusutan lebih dari 140 juta kaki kubik (4 juta meter kubik) es dalam 13 tahun terakhir,” kata Pascal Sirguey, seorang ilmuwan penelitian di University of Otago di New Zealand. Bidang itu berbentuk kubus berukuran sekitar 520 kaki (158 meter) di setiap sisi.

Hilangnya volume ini sekitar 29 persen terjadi sejak tahun 2000, sedangkan total luas permukaan yang hilang adalah 32 persen, kata Sirguey. Tahun lalu, padang es terbelah dua, memunculkan lava kuno yang mungkin tidak pernah melihat matahari selama ribuan tahun.

Credner Glacier, yang mungkin mendapatkan lebih banyak sinar matahari di titik barat lautnya, menyumbang hampir setengah (43 persen) dari kehilangan es dalam kurun waktu dekade terakhir, menurut temuan peneliti.

Jika gletser utara Kilimanjaro yang terus menyusut seperti dalam 12 tahun terakhir, Credner benar-benar akan hilang pada tahun 2030, kata Sirguey. Sisa es akan bertahan 30 tahun lagi dari sekarang, tambahnya. Sekitar 700 juta kaki kubik (20 juta meter kubik) es tersisa di gletser utara, 71 persennya terdapat di Drygalski dan Great Penck Glaciers.

Sirguey dan rekannya melacak perubahan yang sedang berlangsung di Kilimanjaro, gunung tertinggi di Afrika, dengan model elevasi digital rinci dikembangkan dari satelit GeoEye-1.

Tim peneliti juga berencana untuk menggunakan model ini untuk lebih memahami alasan es menyusut.

Sumber: Live Science

read more
Perubahan Iklim

Gas Rumah Kaca Ini Lebih Berbahaya dari CO2

Tim peneliti dari University of Toronto berhasil menemukan gas rumah kaca baru yang lebih berbahaya bagi iklim dan berumur panjang di atmosfer. Nama gas rumah kaca tersebut adalah perfluorotributylamine (PFTBA). Menurut tim peneliti, bahan kimia ini lebih berbahaya dari gas rumah kaca lain yang selama ini telah kita kenal, salah satunya CO2.

Namun, berbeda dengan emisi CO2 yang telah mengelami peningkatan produksi sejak masa Revolusi Industri pada abad 18, PFTBA ini baru digunakan sejak pertengahan abad 20.

Bahan kimia PFTBA ini dipakai dalam berbagai peralatan elektronik, sebagai cairan penguji dan materi penyalur panas. Bahan kimia ini tidak tersedia di alam dan hanya bisa diproduksi oleh manusia.

Menurut tim peneliti, hingga saat ini belum ada cara untuk menghancurkan atau menghilangkan bahan kimia ini dari atmosfer bumi. Masa edar PFTBA bisa mencapai ratusan tahun dan merusak lapisan atmosfer bagian atas.

Untuk menggambarkan betapa berbahayanya gas rumah kaca baru ini, Angela C. Hong, peneliti dari Jurusan Kimia, University of Toronto menyatakan: “Satu molekul PFTBA memiliki dampak bagi iklim yang setara dengan 7100 molekul CO2.”

Temuan ini menurut Hong menunjukkan betapa PFTBA sangat radiatif bagi iklim dalam jangka panjang.

Sumber: Hijauku.com

read more
Kebijakan Lingkungan

Berharap Pemimpin Baru Konsisten Atas Perubahan Iklim

Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) telah berusia lima tahun, berdiri 2008. Tahun depan, era terakhir kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, alias, bakal ada Presiden baru. DNPI berharap, Presiden terpilih peka terhadap perubahan iklim hingga bisa memperkuat kehadiran lembaga ini.

“Penting dan wajib keberlanjutan tata kelola perubahan iklim nasional, DNPI itu penting. Ini untuk hadapi kelembagaan perubahan iklim di tingkat global,” kata Rachmat Witoelar, Ketua DNPI di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Pergantian kepempimpinan pemerintahan pada 2014, menimbulkan kekhawatiran perubahan komitmen tentang iklim. “Gimana kalo calon tidak tune in, malah tak mau ada DNPI.” “Kalau sampai calon-calon tak concern (pada perubahan iklim) itu merugikan.”

Dia berkaca, pada pengalaman negara lain, setelah ada pergantian pemerintahan, keberadaan lembaga perubahan iklim menjadi tak jelas. Australia, misal, malah menghapus kebijakan perubahan iklim mereka setelah pemerintahan baru, seperti climate change authtority, clean energy finance company, dan domestic carbon pricing scheme.

“Policy berubah drastis. Saya harap Indonesia tak demikian. Jika lembaga tak berlanjut,  maka akan akan kembali ke nol lagi. Dana-dana yang ada 2014, mau diberikan ke mana?”

Perubahan komitmen penurunan emisi karbon juga terjadi di Jepang. Pemerintah negeri sakura ini dalam COP19 di Warsawa, Polandia, resmi mengumumkan perubahan komitmen penurunan emisi karbon dari 25 persen emisi tahun 1990 menjadi 3,8 persen dari emisi 2005. “Jepang shock dengan (tragedi pembangkit nuklir) di Fukushima, lalu pake power plant lagi.”

Untuk urusan perubahan iklim, sebenarnya, ideal ada sistem peraturan UU komprehensif, yang mempunyai kekuatan hukum tertinggi.  Terlebih, jika ingin legal secara global, tentu diawali di level nasional terlebih dahulu. “Yang ada di Indonesia, sekarang parsial. Itu harus diusahakan. Kini, diproses antara kementerian agar ada pegangan institusional,” ucap Rachmat.

Apakah sudah melakukan pendekatan-pendekatan ke calon-calon Presiden 2014? Menurut dia,  pendekatan-pendekatan informal sudah dilakukan ke para kandidat. Namun, lebih intens akan dilakukan setelah April 2014. Dia juga sudah berbicara dengan berbagai pihak dan mentitipkan agar Indonesia  tetap memegang komitmen tentang iklim. Kepada masyarakat, Rachmat berpesan, pada pemilu nanti agar memilih figur-figur peduli lingkungan, baik DPR maupun Presiden.

Kepedulian negara-negara dalam meningkatkan komitmen penurunan emisi karbon sangat penting. Mengingat tanpa kepedulian dari semua negara, dampak buruk perubahan iklim bakal menimpa bumi dan penduduknya.

Ban Ki Moon, Sekjen PBB,  mendorong seluruh kepala negara dan kepala pemerintahan memberikan dan meningkatkan komitmen penanganan perubahan iklim. Bahkan, pada 23 September 2014, akan digelar UN Climate Summit, sehari sebelum sidang umum PBB. “RI tetap mempertahankan komitmen pengurangan emisi karbon sebesar 26 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional sampai 2020,” ucap Rachmat.

Hasil COP19
Dalam konferensi Perubahan Iklim ke 19 (COP19) pada Sabtu (23/11/13) ini, Indonesia lewat Kementerian Perhubungan, mendapatkan bantuan pendanaan internasional untuk sistem transportasi massal ramah lingkungan.

Proposal Kemenhut sebagai bentuk penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia (sustainable urban transport initiative-nationally approriate migitigation action/SUTRI NAMA), mendapat pendanaan lewat NAMA’s facility dari Pemerintah Inggris dan Jerman.

Total dana proyek ini sekitar 70 juta Euro, dan Indonesia bersama Kolumbia, mendapatkan pendanaan sektor transportasi. Kuki Soejachmoen, Sekretaris Pokja Nagoisasi Internasional DNPI, mengatakan, proyek ini untuk pengembangan moda transportasi ‘hijau’ kota-kota sedang.

“Kemenhub sudah cukup lama studi dan perencanaan pengembangan sistem transportasi kota bersahabat ini. Sudah ada rencana di beberapa kota didukung technical assistant,” ucap Kuki.

Sedang, hasil penting lain dalam konferensi itu, antara lain penajaman rencana kerja menuju kesepakatan 2015, the Warsaw Framework for REDD+. Lalu, the Warsaw International Mechanism for Loss and Damage, mekanisme pendanaan di bawah United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Ada juga hasil kesepakatan tentang arsitektur kerangka kerja global perubahan iklim pasca 2020.

Sumber: mongabay.co.id

read more
1 2 3 4 5 6 8
Page 4 of 8