close

rawa tripa

Kebijakan Lingkungan

PN Meulaboh Tolak Eksepsi PT Kallista Alam

Majelis Hakim PN Meulaboh menolak keseluruhan eksepsi (keberatan)pengacara PT Kallista Alam (KA) yang disampaikan pada minggu lalu. Hakim beralasan eksepsi tersebut tidak dapat diterima karena tidak mempunyai dasar hukum dan sebagiannya telah masuk ke dalam materi pokok gugatan. Dua terdakwa dari perusahaan tersebut yaitu SR (57 tahun) yang merupakan Dirut KA dan manajer perkebunan, KY (45 th).

Gugatan pidana terhadap KA sendiri dipecah menjadi tiga kasus yaitu nomor perkara 131/pid.B/2013/PN MBO, kemudian nomor 132/pid.B/2013/PN MBO dan nomor perkara 133/pid.B/2013/PN MBO. Kasus pertama dan kedua (dengan terdakwa SR dan KY) dengan tuduhan pembakaran ilegal lahan di hutan gambut Rawa Tripa dan kasus ketiga adalah pembukaan perkebunan tanpa izin dengan terdakwa SR.

Sidang dimulai sekitar pukul 10.20 WIB, Selasa (10/12/2013) dengan agenda mendengarkan jawaban putusan sela. Ketua Majelis Hakim, Arman Surya Putra SH, membacakan putusan sela tersebut dibantu oleh hakim anggota, Dedy SH dan Rahma Novatiana, SH. Hakim membacakan poin-poin penting putusan sela saja.

Poin-poin tersebut antara lain bahwa pengacara keberatan atas gugatan yang mereka anggap telah terjadi double jeopardy atau gugatan ganda atas terdakwa dan kasus yang sama. Sebagai informasi, saat ini gugatan perdata terhadap KA atas tuduhan pembakaran lahan juga sedang berjalan dan tinggal menunggu keputusan akhir.

Pengacara terdakwa juga keberatan atas berkas terdakwa yang dipisah-pisah. Menurut mereka ini melanggar asas persidangan yang sederhana dan melanggar asas praduga tidak bersalah.

Terakhir pengacara dalam eksepsinya menyatakan gugatan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Rahmat Nurhidayat SH dari Kejari Nagan Raya, tidak cermat dan teliti karena tidak memuat lokasi dan waktu terjadinya peristiwa dengan jelas. Pengacara berharap agar majelis hakim menolak kasus ini atau paling tidak kasus tidak bisa diterima (NO).

Hakim dalam putusan selanya menetapkan keberatan pengacara tidak dapat diterima atau ditolak seluruhnya. Eksepsi pengacara tidak sesuai aturan perundangan dan telah masuk ke dalam materi pokok perkara. ” Eksepsi ditolak dan sidang dilanjutkan,” kata Arman Surya Putra SH.

Hakim tidak hanya mempertimbangkan normal justice tetapi juga menemukan keadilan sejati sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan bagi masyarakat.  Hakim memakai landasan hukum UU no.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk memeriksa perkara-perkara ini.

Arman mengatakan tidak terjadi double jeopardy karena tidak ada keputusan tetap (incrach) atas kasus ini atau dengan kata lain tidak ada tuntutan yang berulang atas terdakwa yang sama untuk kasus yang sama.

Mengenai pemisahan berkas terdakwa, hal ini lazim dilakukan dan merupakan kewenangan JPU. Terdakwa yang menjadi saksi bagi terdakwa lain (saksi mahkota) akan diuji kebenarannya dalam pemeriksaan pengadilan dalam sidang-sidang lanjutan.

Hakim memutuskan surat dakwaan JPU telah sah menurut hukum dan pemeriksaan akan dilanjutkan.Pengacara kedua terdakwa, Elfian SH dan Rebecca SH, menyatakan pikir-pikir atas putusan sela tersebut.

Sidang ditunda hingga tanggal 16 Desember 2013 dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. JPU berencana menghadirkan empat orang saksi namun belum bisa memberikan nama secara pasti siapa saja saksi tersebut.

Kasus pidana atas dugaan perusakan lingkungan hidup oleh PT. Kalista Alam atas nama badan perseroan yang diwakili oleh Direkturnya berinisial SR bernomor 131/Pid.B/2013/PN-MBO dan tindak pidana kasus yang sama juga ditujukan kepada Manager Perkebunannya berinisial KY bernomor 33/Pid.B/ 2013/PN-MBO.

Perkara dimulai atas penyelidikan PPNS Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang diteruskan kepada Jaksa Peneliti di Kejaksaan Agung di Jakarta.

Kemudian satu perkara pidana lagi terkait pembukaan perkebunan tanpa izin dengan terdakwa berinisial SR sebagai pribadi bernomor 132/Pid.B/2013/PN-MBO. Perkara pidana terkait perizinan ini berawal dari Surat Pemberitahuan Polda Aceh pada 22 Juni 2012 yang diteruskan kepada Jaksa Peneliti Kejaksaan Tinggi di Aceh.[]

read more
Ragam

Mengenal Ujong Kulon, Hutan Tropis di Jawa Barat

Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) merupakan perwakilan ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah yang tersisa dan terluas di Jawa bagian Barat. Di sinilah habitat ideal bagi kelangsungan hidup satwa langka badak jawa (Rhinoceros sondaicus). Terdapat tiga tipe ekosistem di taman nasional ini yaitu ekosistem perairan laut, ekosistem rawa, dan ekosistem daratan.

Keanekaragaman tumbuhan dan satwa di TNUK mulai menarik minat para peneliti dan pakar botani Belanda dan Inggris sejak tahun 1820. Kurang lebih 700 jenis tumbuhan terlindungi dengan baik dan 57 jenis diantaranya langka seperti merbau (Intsia bijuga), palahlar (Dipterocarpus haseltii), bungur (Lagerstroemia speciosa), cerlang (Pterospermum diversifolium), ki hujan (Engelhardia serrata) dan berbagai macam jenis anggrek.

Sedangkan satwanya terdiri atas mamalia, primata, reptilia, amfibia, burung, insekta, ikan, dan terumbu karang. Satwa langka dan dilindungi selain badak jawa adalah banteng (Bos javanicus javanicus), ajag (Cuon alpinus javanicus), surili (Presbytis comata comata), lutung (Trachypithecus auratus auratus), rusa (Cervus timorensis russa), macan tutul (Panthera pardus), kucing batu (Prionailurus bengalensis javanensis), owa (Hylobates moloch), dan kima raksasa (Tridacna gigas)

Dengan kekayaan flora dan fauna, serta keunikan alamnya, taman ini tak pelak menjadi objek wisata alam yang menarik. Sungai-sungai dengan jeramnya, air terjun, pantai pasir putih, sumber air panas, taman laut, dan peninggalan budaya/sejarah (Arca Ganesha di Gunung Raksa Pulau Panaitan) menjadi rangkaian objek yang menggugah minat wisatawan berjiwa petualang. Kesemuanya merupakan pesona alam yang sangat menarik untuk dikunjungi dan sulit ditemukan di tempat lain.

Di perairannya tersimpan jenis-jenis ikan yang menarik seperti ikan kupu-kupu, badut, bidadari, singa, kakatua, glodok, dan sumpit. Ikan glodok dan ikan sumpit adalah dua jenis ikan yang sangat aneh dan unik. Ikan glodok memiliki kemampuan memanjat akar pohon bakau, sedangkan ikan sumpit memiliki kemampuan menyemprot air ke atas permukaan setinggi lebih dari satu meter untuk menembak memangsanya (serangga kecil) yang berada di daun-daun yang rantingnya menjulur di atas permukaan air.

Bersama Cagar Alam Krakatau, TNUK merupakan aset nasional dan telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Alam Dunia oleh UNESCO pada tahun 1991.

Untuk mencapai kawasan Taman Nasional Ujung Kulon dapat dicapai melalui jalur darat dan laut. Jalur darat dapat ditempuh menggunakan angkutan umum bus jurusan Jakarta (Kalideres)-Labuan atau Jakarta (Kp. Rambutan)-Serang-Labuan, kemudian dilanjutkan dengan angkutan umum minibus/elf jurusan Labuan-Sumur-Tamanjaya. Sedangkan melalui laut bisa menggunakan kapal sewaan (longboat atau slowboat) yang biasa disewakan di Labuan/Carita, Sumur, atau Tamanjaya.

Sumber: NGI/intisari-online.com

read more
Kebijakan Lingkungan

PN Meulaboh Tunda Sidang Putusan Gugatan Kallista

Majelis Hakim PN Meulaboh menunda sidang pembacaan putusan kasus perdata gugatan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melawan PT Kallista Alam (KA), Kamis (5/12/2013). Ketua Majelis Hakim, Rahmawati SH, tidak hadir dipersidangan karena sakit sehingga sidang ditunda menjadi tanggal 30 Desember 2013.  KLH menggugat ganti rugi sebesar Rp.300 miliar karena KA dianggap melakukan pembakaran ilegal yang merusak hutan Rawa Tripa.

Dalam sidang yang dimulai sekitar pukul 10.30 WIB tersebut, pihak KLH diwakili oleh pengacara Fauzul Ahmad, SH dan Abdul Kadir SH yang mewakili kejaksaan. Sedangkan dari pengacara KA hadir Alfian C. Sarumaha SH, Rebecca F. E Siahaan dan Irianto Subiakto SH. yang merupakan pengacara dari kantor Luhut B Pangaribuan. Anggota majelis hakim hanya dihadiri oleh Rahma Novatiana SH, yang membuka sidang dan memberitahukan sidang ditunda lantaran ketua Majelis hakim, Rahmawati SH dalam keadaan sakit. Sidang dengan agenda pembacaan keputusan akhir disepakati dilanjutkan tanggal 30 Desember 2013.

Usai sidang, pengacara Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Fauzul Akbar, SH, kepada wartawan mengatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada majelis soal penundaan sidang. ” Kalau soal kesehatan kami tidak bisa bilang apa-apa. Kerugian KLH jika sidang diundur, kerugian dari segi waktu, kami harus menyiapkan waktu lebih panjang. Kami berharap putusan perkara ini lebih baik, perkara ini sudah lebih setahun (sidangnya-red),” kata Fauzul.

Menurut Fauzul, dilihat dari segi waktu, masa persidang ini lebih panjang dari biasanya enam bulan. ” Tetapi ini lebih setahun, ini memang perkara komplek. Ini gugatan perdata pertama kali di Indonesia yang dilaksanakan di Meulaboh. PN Meulaboh mendapat kehormatan menyelesaikan perkara seperti ini,’ ujarnya.

Pihak KLH berharap putusan majelis merupakan putusan terbaik yang mempertimbangkan semua aspek, terutama aspek lingkungan.

Ketika ditanya apa pengunduran sidang tidak berpengaruh pada kualitas putusan, Fauzul menolak berkomentar lebih jauh. ” Kualitas putusan kami tidak bisa berkomentar. Kami memang berharap majelis mempertimbangkan betul-betul semua aspek pembuktian, semua kewenangan, fakta-fakta di lapangan. Kita selama berbulan-bulan mencari fakta kebenaran. Bagi kami ini sudah cukup untuk bisa diputuskan,” jelasnya.  Fauzul berharap putusan yang keluar adalah keputusan yang berkualitas.

Sementara itu pengacara Kallista Alam, Elfian, SH ketika diminta komentarnya mengatakan pihaknya mengikuti saja keputusan hakim. ” Ini udah sakit mau gimana lagi. Semoga tanggal 30 udah lebih sehat lah. Padahal kita berharap putusan perdata dulu, baru putusan sela pidana. Kami tidak dirugikan, cuma rugi ongkos dan tenaga. Hal-hal lain tidak,” katanya. Sebagai informasi, beberapa pimpinan KA juga dijerat secara pidana  untuk kasus pembakaran lahan di daerah yang sama.

Menurut Elfian, setidak-tidaknya putusan majelis hakim harusnya NO (gugatan tidak dapat diterima-red) karena dari pemeriksaan lapangan tidak seperti gugatan. ” Keadaan normal-normal aja. Setidak-tidaknya gugatan yang tidak jelas tidak diterima. Memang ada bekas terbakar, tapi bukan pembakaran sengaja. Kami akan melakukan upaya hukum banding jika gugatan KLH diterima,” jelasnya.

Gugatan perdata dengan nomor perkara No.12/PDT.G/2012/PN-MBO, adalah gugatan pembakaran lahan untuk pembukaan perkebunan kelapa sawit. Negara menggugat KA atas adalah timbulnya kerugian-kerugian akibat pembakaran lahan hutan gambut yang terletak di Rawa Tripa, sebuah daerah yang masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser.

Gugatan perdata ini meminta ganti rugi dari kerusakan yang timbul sesuai dengan perhitungan ahli dan perundangan yang berlaku. Pemerintah meminta dana recovery lahan karena pada akhirnya kerusakan lingkungan menjadi beban pemerintah. Jumlah ganti rugi sekitar Rp.300 miliar yang berupa ganti rugi uang tunai dan ganti rugi dalam bentuk tindakan tertentu seperti tindakan pemulihan hutan.

Sebelumnya majelis hakim persidangan ini telah menyita lahan seluas 5.769 hektar lahan milik PT. Kallista Alam yang terletak di hutan gambut Rawa Tripa. Lahan berada di Desa Pulo Kruet Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya. Hakim mengabulkan permintaan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pada Kamis (7/11/2013) di PN Meulaboh, Aceh Barat.[m.nizar abdurrani]

read more
Hutan

Mengenal Lebih Dekat Hutan Gambut Rawa Tripa

Isu hutan gambut Rawa Tripa dalam beberapa tahun belakang ini banyak diekspose oleh media dan mendapat perhatian luas dari aktivis lingkungan. Wajar saja karena hutan gambut ini sedang dalam proses perusakan massif akibat ulah manusia. Pemerintah pun kini bertindak lebih tegas dengan menyeret para perusak lingkungan itu ke meja hijau. Para terdakwa dari sejumlah perusahaan digugat secara perdata dengan denda ratusan miliar hingga digugat secara pidana dengan hukuman badan.

Sayangnya Qanun (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh yang baru disahkan beberapa hari lalu tidak mencantumkan nama Leuser didalamnya. Ini berimplikasi perlindungan terhadap wilayah Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) akan semakin lemah.

Namun tahukah Anda bagaimana situasi Rawa Tripa itu sendiri? Berikut informasinya yang kami kumpulkan dari berbagai sumber.

Gambut Luas yang Hancur
Hutan gambut Rawa Tripa (Rawa Tripa) adalah salah satu dari tiga hutan rawa yang berada di pantai barat pulau Sumatera dengan luas mencapai ± 61.803 hektar. Secara administratif, 60% luas Rawa Tripa berada di kecamatan Darul Makmur, Nagan Raya. Sisanya berada di wilayah Babahrot, Aceh Barat Daya (Abdya). Wilayah tersebut berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Di dalamnya mengalir tiga sungai besar yang menjadi batas kawasan. Daerah ini dapat ditempuh dua jam perjalanan darat dari Meulaboh atau sekitar satu jam dari Jeuram, Ibukota Kabupaten Nagan Raya.

Rawa Tripa memiliki peran sangat penting, yaitu sebagai pengatur siklus air tawar dan banjir serta benteng alami bagi bencana tsunami. Selain itu, Tripa juga dapat menjaga stabilitas iklim lokal, seperti curah hujan dan temperatur udara yang berperan positif bagi produksi pertanian yang berada di sekitarnya.

Rawa Tripa juga sangat kaya dengan berbagai jenis ikan dan hasil hutan non kayu yang secara tradisional dimanfaatkan masyarakat setempat sebagai sumber ekonomi keluarga dan sumber protein. Rawa gambut ini merupakan habitat terbaik berbagai jenis ikan tawar yang memiliki nilai komersial tinggi. Di dalam kawasan ini terdapat sedikitnya 40 jenis ikan bernilai ekonomi tinggi, seperti ikan Lele (biasa dan jumbo), Belut, Paitan dan Kerang.

Rawa Tripa juga menyediakan kayu konstruksi dan bahan bakar. Hal penting lainnya adalah beberapa sumber daya alam bukan kayu seperti madu lebah dan tumbuhan obat yang tak ternilai harganya.

Berbagai jenis satwa penting dan langka yang terdapat di kawasan hutan rawa gambut Tripa antara lain Beruang Madu (Helarctos malayanus), Orangutan Sumatera (Pongo abelii), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrensis), Buaya Muara (Crocodilus porosus), Burung Rangkong (Buceros sp), dan berbagai jenis satwa liar lainnya.
Bahkan hasil penelitian Prof. Carel Van Schaik pada tahun 1996 menemukan kepadatan populasi orangutan tertinggi di dunia terdapat di dalam kawasan hutan rawa gambut Tripa, Kluet dan Singkil.

Jumlah total cadangan karbon di lapisan gambut Tripa diperkirakan mencapai 50 – 100 juta ton, dan merupakan stock cadangan karbon terbesar di Aceh yang belum terlindungi.

Namun, Rawa Tripa saat ini mengalami kerusakan yang sangat parah akibat pembukaan lahan di dalam kawasan tersebut oleh perusahaan perkebunan. Padahal kawasan tersebut secara tradisional merupakan sumber kehidupan masyarakat lokal.

Menurut perkiraan, luas hutan di Rawa Tripa hanya tersisa kurang dari 50% dari luas total 61.000 hektare. Saat ini, 36.185 hektare luas Rawa Tripa sudah menjadi wilayah konsesi bagi 4 perusahaan kelapa sawit besar yang beroperasi di Rawa Tripa yaitu PT. Astra Agro Lestari (13.177 Ha), PT. Kalista Alam (6.888 Ha),  PT. Gelora Sawita Makmur (8.604 Ha) dan PT. Cemerlang Abadi (7.516 Ha).

Dari total luas konsesi HGU di rawa Tripa, 20.200 hektar di antaranya telah dibuka. Sisanya berupa hutan primer dan sekunder yang akan segera mati sebagai dampak pembukaan kanal-kanal oleh perusahaan untuk mengeringkan rawa tersebut, kalau pengeringan ini tidak dihentikan dan restorasi, rehabilitasi lahan dilakukan segera.

Selain itu, teknik pembukaan lahan (land clearing) dengan cara pembakaran kerap dilakukan oleh pihak HGU yang memperparah kerusakan di hutan Rawa Tripa.

Kondisi Sosial, Ekonomi dan Ekologis Rawa Tripa
Di kawasan Rawa Tripa  ditempati oleh penduduk suku Aceh yang merupakan kelompok etnis terbesar dan dominan. Etnis-etnis lainnya antara lain suku Jawa, yang merupakan transmigran, suku Batak, dan sebagainya.

Mata pencaharian utama sebagian besar penduduk Tripa adalah di sektor pertanian (padi, cokelat, sawit) dan nelayan tradisional terutama untuk produk perikanan di rawa seperti lele dan lokan (sejenis kerang). Sebagian kecil masyarakat ada yang bekerja di perkebunan kelapa sawit sebagai buruh kasar/pekerja harian.

Rawa gambut memiliki peran penting dalam perkembangbiakan ikan. Oleh karena itu, bagi sebagian penduduk lokal di Tripa, lele dan jenis-jenis ikan rawa lainnya merupakan sumber ekonomi dan sumber protein penting bagi mereka.

Aspek ekologis Rawa Tripa
Rawa gambut Tripa merupakan bagian dari KEL yang dikenal dengan kekayaan keanekaragaman hayatinya dan telah di tetapkan sebagai kawasan strategis nasional untuk perlindungan lingkungan hidup. Rawa Tripa memiliki fungsi ekologis yang sangat penting bagi masyarakat sekitar, antara lain:

1. Sebagai pelindung dari bencana tsunami
Tripa sangat penting untuk penduduk lokal karena mampu menjadi buffer zone tangguh saat bencana Tsunami menghantam Aceh pada Desember 2004. Hal ini terlihat dari minimnya kerusakan yang terletak di belakang kawasan hutan rawa gambut Tripa yang masih terjaga dengan baik.

2. Pengatur siklus air dan pencegah banjir
Lahan gambut memiliki peranan hidrologis penting karena secara alami berfungsi sebagai cadangan (reservoir) air dengan kapasitas sangat besar. Jika tidak mengalami gangguan, lahan gambut dapat menyimpan air sebanyak 0,8 – 0,9 m3/m3 (Murdiyarso et al, 2004).  Dengan demikian Rawa gambut Tripa memiliki peran sangat penting sebagai pengatur siklus air tawar dan banjir.

3. Cadangan karbon
Berdasarkan hasil studi kedalaman gambut yang dilakukan di Rawa Tripa, memperlihatkan bahwa kawasan ini terdapat tiga kubah gambut dengan kedalaman lebih dari 5 meter. Jumlah cadangan karbon diatas permukaan tanah pada hutan yang masih ada seluas 31.410 Ha (Hutan primer seluas 24.088 Ha dan hutan sekunder seluas 7.231 Ha) sebesar 4.048.335 ton carbon. Sementara cadangan karbon di bawah permukaan tanah (dengan kedalaman antara 130 cm – 505 cm) diperkirakan sebesar 328-2.240 ton karbon/Ha  (Agus dan Wahdini, 2008). Jumlah total cadangan karbon di lapisan gambut Tripa diperkirakan mencapai 50 – 100 juta ton, dan merupakan stock cadangan karbon terbesar di Aceh yang belum terlindungi.

Menyadari nilai penting Rawa Tripa, penduduk lokal dari dulu telah menghormati keberadaan rawa Tripa. Mereka memperlakukan rawa tersebut secara khusus sebagai sumber daya alam yang dimanfaatkan. Tetapi kini sumber daya alam tersebut sudah semakin langka. Masyarakat setempat sudah tidak bisa dengan mudah menjaring ikan lele atau mencari madu seperti dulu lagi. Karenanya hutan gambut Rawa Tripa perlu diselamatkan demi manusia dan alam sekitarnya. []

read more
Kebijakan Lingkungan

Tim Unsyiah Presentasikan Hasil Survey Rawa Tripa

Hasil survey hutan gambut Rawa Tripa yang terletak di Kawasan Ekosistem Leuser menemukan keberadaan orangutan dan jejak harimau serta berbagai macam spesies dalam hutan yang terancam punah tersebut. Hasil survey yang bertitel Scientific Studies for The Rehabilition Management of The Tripa Peat Swamp Forest, menghabiskan dana Rp1,8 miliar ini dipaparkan Tim Unsyiah, Kamis (21/11/2013) di Lantai III Ruang Tampilan Potensi Daerah Kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh.

Tim menyebutkan banyak species burung dan ikan yang ditemukan dalam kawasan tersebut.

“Kami juga menemukan tapak harimau di kawasan gambut tripa,” kata Abdullah salah seorang tim ahli Unsyiah bidang Biodeversity pada presentasi hasil survey tim Unsyiah terhadap kawasan gambut di Tripa, Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya.

“Kami temukan banyak sarang Orangutan di kawasan gambut tripa pada lahan-lahan yang masih ada hutan,” kata Abdullah tegas. Hal yang sama juga diungkapkan Tim Ahli yang lain, Masimin.  “Saya melihat ada lima ekor Orangutan di Rawa Tripa, saat melakukan survey,” katanya.

Kritik terhadap Hasil Survey
Koordinator project, Agus Halim mengatakan banyak kendala oleh tim ahli sehingga hasilnya perlu disempurnakan lagi.

“Kita mendapat bantuan dana dari United Nations Development Advertisment Programme (UNDP) yang dikontrol oleh Satgas REDD+ dan UKP-4 sebesar Rp1,8 miliar untuk survey kajian lahan gambut di tripa,”katanya.

“Anggota tim ahli ada 20 orang, 17 dari tim Unsyiah dan tiga orang lagi dari Institute Pertanian Bogor (IPB),” kata Agus Halim juga ditegaskan kembali oleh salah seorang tim, Hairul Basri Kepada wartawan, usai menyampaikan presentasi. Kendala yang dihadapi tim ahli salah satunya karena bekerja dalam bulan puasa.

Selain itu juga ada beberapa perusahaan yang tidak memberi izin masuk ke lahan gambut. “Ada perusahaan PT. SPS dan PT. Kalista Alam, hanya dua perusahaan itu, sedangkan yang lain kita bisa masuk,” ungkapnya.
Salah seorang staff perusahaan dari PT. SPS yang hadir pada acara itu, M. Iqbal mengatakan kedatangan tim Unsyiah tidak diberitahukan jauh-jauh hari sebelumnya. “Tolong harga kami dari perusahaan, karena kami juga punya sistem kerja,” kata Iqbal.

Zulfansyah dari Dinas Kehutanan Aceh juga mengkritisi hasil survey tersebut.  “Dalam executive summary yang disampaikan ini ada kontradiksi yang menyembutkan kawasan hutan merupakan sebagian hutan lindung, tapi dibagian yang lain disebutkan juga secara yuridis kawasan hutan gambut itu belum ditetapkan sebagai kawasan yang lindung, ini mana yang betul,” kata Zulfansyah.

Kesempurnaan hasil survey ini diakui tim ahli Unsyiah belum sempurna. “Nanti kita akan sempurnakan kembali,” kata Agus Halim setelah mendapat masukan dan sumbang saran dari Perusahaan, Pemerintah Aceh dan Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa (TKPRT).

Ada sembilan kajian yang dilakukan Unsyiah dalam survey lahan gambut di tripa, yaitu perencanaan restorasi lahan rawa, sosial ekonomi, biodeversity, ekologis, legal aspek, tehnical design, canal bloking, stock karbon di permukaan atas dan stock karbon di permukaan bawah.[]

Sumber: Sumber: Acehterkini.com

read more
Kebijakan Lingkungan

Nasib Rawa Tripa akan Diputuskan 5 Desember

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Republik Indonesia menggugat PT.Kalista Alam secara perdata ke pengadilan atas dugaan melakukan pembakaran lahan gambut di Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Majelis hakim yang dipimpin oleh Rahmawati akan memutuskan perkara tersebut bulan depan, Kamis 5 Desember 2013.

Hal tersebut sebagaimana dikatakan oleh Rahmawati, bahwa sidang perdata yang digugat oleh KLH terhadap PT.Kalista Alam akan diselesaikan pada Desember 2013 mendatang. “Sesuai dengan perkara perdata Nomor : 12/PDT.G/2012/PN-MBO akan diputuskan pada 5 Desember 2013 mendatang,” sebut Rahmawati sebagaimana dilansir acehterkini.com.

Dalam perkara tersebut, KLH menuntut PT.Kalista Alam untuk membayar sejumlah ganti rugi. Diantaranya ganti rugi materil sebesar Rp 114.303.419.000. Serta memerintahkan PT.Kalista Alam agar tidak menggunakan lahan yang terbakar seluas 1000 hektar.

Selain itu, KLH juga menuntut secara perdata PT.Kalista Alam untuk melakukan rehabilitasi lahan gambut yang telah dibakar tersebut dengan biaya Rp 251.765.250.000. Dengan dilakukan rehabilitasi ini, lahan tersebut nantinya dapat difungsikan seperti semula.

Sementara itu, kuasa hukum perusahaan PT Kalista Alam menentang tuntutan yang diajukan oleh KLH. Menurutnya, PT Kalista Alam dalam pembukaan lahan di lahan gambut tidak merusak lingkungan.

“PT Kallista Alam tidak buka lahan dengan cara membakar, jadi kami menilai gugatan KLH itu kabur, tidak jelas dan tidak cukup bukti,” kata salah seorang pengacara PT Kalista Alam, Rebecca.

Dijelaskannya kembali, PT Kallista Alam dituduh telah melakukan pencemaran lingkungan dan juga membakar lahan merupakan tuduhan yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Justru, sebutnya, PT Kalista Alam telah memenuhi prosedur pembukaan lahan dengan ketentuan hukum dan praktek yang baik.

Kemudian dalam eksepsinya, pihak PT Kalista Alam menuding KLH tidak memiliki data yang valid dalam menuntut PT Kallista Alam. Justru, PT Kallista Alam menuduh KLH terkesan memaksakan menuntut PT Kalista Alam.

read more
Kebijakan Lingkungan

Pemerhati Lingkungan Minta Pemerintah Aceh Lindungi Hutan Rawa Tripa

Aksi demonstrasi yang diduga diprakarsai perusahaan kelapa sawit kontroversial PT Kallista Alam, yang dituduh menghancurkan habitat orangutan paling penting di dunia Sumatera, mengganggu sidang di Pengadilan Negeri Meulaboh dimana Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) sedang menuntut perusahaan tersebut atas kejahatan lingkungan. Kasus ini mendapat perhatian internasional dan dipantau ketat oleh LSM, ilmuwan, pemerintah dan industri.

Pengadilan untuk sementara ditunda karena sekitar 150 pekerja kelapa sawit, yang tiba dengan bus, melakukan demonstrasi berisik di depan PN. Mereka menuntut pengadilan mendukung perusahaan kontroversial ini. Perusahaan ini konsesi kelapa sawitnya telah dibatalkan pada September 2012, setelah PTUN menemukan izin diberikan secara ilegal dan pekan lalu asetnya disita oleh PN Meulaboh sebagai jaminan. Sidang terakhir keputusan dijadwalkan 5 Desember 2013.

” PT Kallista Alam adalah salah satu perusahaan kelapa sawit yang secara ilegal membakar hutan di lahan gambut dalam Kawasan Ekosistem Leuser selama beberapa tahun terakhir, ” kata Direktur Program Konservasi Orangutan Sumatera, Dr Ian Singleton  dalam acara konperensi pers yang dikemas bertepatan dengan konperensi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) di Medan, Kamis (14/11/2013).

” Kami mengucapkan selamat kepada KLH Indonesia atas tindakan terhadap PT Kallista Alam, tetapi juga mengingatkan bahwa rencana tata ruang baru yang diusulkan Pemerintah Aceh berpotensi besar merusak hutan dan keanekaragaman hayatinya yang sangat unik, selain mengganggu kehidupan masyarakat Aceh dan ekonomi mereka. Jika disetujui, tata ruang baru ini akan memunculkan kasus hukum baru karena peningkatan besar kerusakan lingkungan pasti terjadi,” jelas Ian Singleton.

” Jika rencana tata ruang yang baru berjalan, itu bisa menjadi akhir dari Gajah Sumatera, ” Dr Singleton menyimpulkan.

” Hanya ada satu kata untuk menggambarkan situasi Ekosistem Leuser, yaitu darurat, ” kata Kamaruddin SH , seorang pengacara yang mewakili masyarakat Aceh di Rawa Tripa menghadapi PT Kallista Alam.

” Ekosistem Leuser adalah area nasional strategis dilindungi dengan fungsi lingkungannya. Saat ini tidak diperbolehkan bagi kabupaten, provinsi atau nasional mengeluarkan izin untuk perkebunan kelapa sawit, pertambangan atau kegiatan lainnya yang akan menurunkan fungsi lingkungan dari Ekosistem Leuser. Tapi lobi bisnis yang kuat sedang berusaha membatalkan aturan ini, bukan untuk mendukung masyarakat. Hari ini menunjukkan intimidasi oleh PT Kallista Alam di luar pengadilan Meulaboh adalah satu contoh dari banyak perusahaan mencoba untuk mengintimidasi proses hukum dan politik Aceh.”

Ahli tata ruang dan spesialis GIS, Graham Usher menunjukkan informasi satelit dan analisis data yang menyoroti kepekaan ekstrem lingkungan Aceh. ” Sebagian besar hutan yang tersisa di Aceh berada di tebing yang terlarang bagi pembangunan di bawah peraturan perencanaan tata ruang yang ada. Penebangan hutan dan pembangunan jalan di daerah tersebut sama sekali tidak aman dan berpotensi bencana.”

” Apa yang akan terjadi jika hutan ini ditebang sangat jelas dan mudah diprediksi. Kita akan melihat hilangnya ekosistem, dan hilangnya manfaat lingkungan yang diberikan kepada masyarakat Aceh. Hal ini akan menyebabkan masalah ketahanan pangan di masa depan, di samping peningkatan besar dalam banjir bandang, erosi dan tanah longsor. Itu hanya sebab dan akibat. Membuka jalan baru dan konsesi industri eksploitatif di jantung Aceh hanya akan mengakibatkan bahkan kerusakan lebih lanjut , dan menyebabkan konflik sosial. Tidak hanya keanekaragaman hayati yang unik yang lenyap, rakyat Aceh akan sangat menderita juga! ”

Mantan Direktur Walhi Aceh, T. Muhammad Zulfikar menyampaikan bahwa masyarakat Aceh merasa bahwa janji pemerintah Aceh tidak ditepati. Semakin banyak pendukung Gubernur Zaini mengalami frustrasi dan kemarahan terhadap pemerintahannya . ” Jika kita tahu hutan Aceh akan ditebang dan dijual kepada penawar tertinggi, mungkin kita akan memilih lain.”

” Baru-baru ini Pemerintah Aceh mengatakan kepada kami pada pertemuan publik bahwa tidak ada anggaran tersisa untuk pengembangan perencanaan tata ruang Provinsi dan karena itu perlu disetujui dan disahkan sebelum akhir Desember. Tapi mereka masih belum menyelesaikan setiap analisis sensitivitas lingkungan, data kunci dan informasi gagal dibagikan. Saya khawatir, jika hal-hal terjadi seperti yang kita dengar, dia (Zaini-red) akan selamanya tercatat dalam sejarah sebagai Gubernur Aceh yang kembali ke konflik sosial dan kerusakan lingkungan, ” simpul T. Muhammad Zulfikar.

Gemma Tillack dari Rainforest Action Network (RAN) meminta perusahaan konsumen internasional yang menggunakan minyak kelapa sawit dalam produk mereka untuk menuntut pemasok mereka diverifikasi sebagai jaminan bahwa pasokan mereka minyak tidak terhubung dengan perusakan hutan seperti itu terjadi di Rawa Tripa .

Perusahaan seperti ” Snack Food 20 ” ditargetkan oleh Rainforest Action Network ( RAN ) untuk meneliti rantai pasokan mereka dan menerapkan kebijakan pengadaan minyak kelapa sawit yang benar-benar bertanggung jawab. Minyak sawit yang diproduksi atas permintaan tidak memberikan kontribusi perusakan hutan, polusi iklim atau pelanggaran hak asasi manusia. ” [rel]

read more
Kebijakan Lingkungan

Arman Surya Putra Dianugerahkan Sertifikasi Hakim Lingkungan

Seorang hakim di Aceh mendapatkan sertifikasi hakim lingkungan dari Mahkamah Agung tahap pertama tahun 2013. Sebelumnya, Arman Surya Putra sering dipercayakan memimpin perkara pidana dan kasus menyangkut dengan lingkungan. Diantaranya kasus pembukaan lahan tanpa izin dan juga kasus kebakaran.

Sebagaimana dilansir oleh acehterkini.com, Arman mengaku baru saja selesai menerima sertifikasi hakim lingkungan dari Mahkamah Agung di Jakarta. “Saya baru saja lulus sertifikasi hakim lingkungan tahap pertama tahun 2013 yang diberikan oleh Mahkamah Agung,” kata Arman Surya Darma, Selasa (12/11/2013).

Pria kelahiran Bandarwijaya, 18 November 1974 saat ini adalah Kepala Pengadilan Negeri Blangkerejen, Kabupaten Gayo Lues. Kini ia dipercayakan memimpin sidang perkara pidana PT.Kalista Alam.

“Saya datang ke Meulaboh setiap dua minggu sekali untuk bersidang perkara pidana PT.Kalista Alam,” ujar alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini.

Dengan diberikannya sertifikasi hakim lingkungan, tentu ini membuktikan komitmen Pemerintah Pusat dalam melestarikan lingkungan hidup. Kata Arman, Pemerintah Pusat menaruh harapan besar terhadap penyelamatan lingkungan, khususnya di Aceh dengan memberikan sertifikasi hakim lingkungan bagi sejumlah hakim di Aceh.

Arman tidak sendiri memimpin persidangan perkara pidana PT.Kalista Alam. Bersama dia juga ada hakim Rahma Nobatiana dan juga Juanda Wijaya. “Kita akan selesaikan perkara ini dalam waktu paling cepat 4 sampai 5 bulan kedepan,” kata Arman singkat.[]

read more
1 5 6 7 8
Page 7 of 8