close

Nagan Raya – Pria paruh baya itu tampak semangat mengikuti pelatihan jurnalisme warga di Beutong Ateuh, Nagan Raya. Meskipun usia di ujung senja, minat untuk belajar menggebu.

Dia itu Tgk Diwa Laksana, usianya 60 tahun menjadi peserta pertama hadir dalam ruangan beberapa waktu lalu. Rambutnya yang beruban, jenggot terburai. Dialah sosok garda terdepan menolak perusahaan tambang emas PT Emas Mineral Murni (PT EMM) di tanah kelahirannya.

Pelatihan menulis berita ini digagas oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Forum Jurnalis Lingkungan (FJL), dan Generasi Beutong Ateuh Banggalang (GBAB). Ini dilakukan agar kampanye penolakan PT EMM bisa lebih masif dengan ada kemampuan menulis.

 “Dengan bisa menulis, saya bisa kampanyekan melawan PT EMM. Terimakasih FJL,” kata Tgk Diwa beberapa waktu lalu.

Kecamatan Beutong Ateuh Benggalang memiliki empat desa, yaitu Babah Suak, Blang Meurandeh, Blang Puuk dan Kuta Teungoh. Keempat gampong ini berada di lembah yang dibatasi sungai. Geografisnya berbukit-bukit, pepohonan yang lebat, cukup subur untuk perkebunan dan pertanian dengan suhu pada malam hari mencapai 17 derajat.

Jarak tempuh sekitar 2,5 jam perjalanan darat dari pusat kota Kabupaten Nagan Raya. Untuk menuju ke Beutong Ateuh Beunggalang, harus terlebih dahulu melintasi jalan yang berlika-liku, karena harus melintasi pegunungan.

Jalan semua sudah beraspal. Namun tetap harus waspada. Karena jalur yang berliku  dan tikungan patah yang menanjak dan turunan tajam. Cuaca pun sering sekali diselimuti kabut tebal, sehingga jarak pandang terbatas.

Suasana Beutong Ateuh tampak masih asri. Suhu yang sejuk, pepohonan yang masih rimbun. Hamparan perkampungan itu dikelilingi oleh pegunungan dengan pohon yang masih padat.

Tgk Diwa diam sejenak. Mata menatap kosong sembari berucap. “Saya tak ingin generasi kedepan hanya bisa mendengar cerita, sebuah desa dulunya yang padat dengan hutan, terdapat banyak makam syuhada.”

Harapannya generasi kedepan terus bisa menikmati lebatnya hutan dan kekayaan alam di sana. Suhu udara sejuk, tanah subur, tongkat kayu ditanam tumbuh. Air sungai mengalir deras  memiliki ikan khas di sana yaitu Keureulieng.

Jiwa Tgk Diwa yang sudah di ujung senja terus bergolak. Dia khawatir keberadaan PT EMM menghancurkan hutan belantara yang ada di Beutong Ateuh Benggalang.

Semakin dia gelisah, hilangnya kuburan-kuburan para syuhada di dalam hutan belantara Beutong Ateuh Benggalang. Bila perusahaan tambang itu beroperasi, semua kuburan itu dipastikan harus dipindahkan.

Menurutnya, ada 10 kuburan keramat yang dipercaya oleh warga berada di kawasan PT EMM. Salah satunya kuburan Tgk Bantaqiah yang menjadi korban pembantaian aparat keamanan pada masa konflik Aceh dulu.

Ada sejumlah kuburan keramat lainnya yang cukup dihormati oleh warga setempat. Yaitu kuburan Tgk Kali Alue, Tgk Laueh Panah, Tgk Alue Hee, Tgk Trieng Beutong, Tgk Lhok Pawoh, Tgk Diriwat, Tgk Di Tungkop dan Tgk Pakeh.

Beutong Ateuh juga memiliki sejarah perjuangan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Beutong Ateuh titik terakhir perjuangan pahlawan nasional Cut Nyak Dhien. Belanda berhasil menangkap istri Tgk Umar ini di Beutong Ateuh.

Bahkan saat ini ada tapak tilas Cut Nyak Dhien di Beutong Ateuh Benggalang. Monumen tempat ditangkapnya Cut Nyak Dhien berada di pinggir sungai, hanya selemparan batu dari lokasi ditangkap pahlawan nasional ini saat Belanda menjajah Indonesia.

“Banyak kuburan para syuhada di sini. Jadi tak boleh PT EMM itu buka tambang emas di sini,” kata Tgk Diwa.

Kecamatan Beutong Ateuh Beunggalang memiliki empat desa dan penduduk 1.800 jiwa. Sumber ekonomi mayoritas berkebun dan pertanian. Keseharian, warga menanam kopi, palawija dan padi di sawah. Tanah yang subur, menjadikan warga di Beutong bisa memenuhi ekonomi mereka keseharian.

“Kami sudah sejahtera, kesejahteraan bagiamana yang hendak mereka (PT EMM) berikan kepada kami,” tukasnya.

Pembukaan tambang di Beutong Ateuh Benggalang sudah direncanakan sejak tahun 2006 lalu. Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi diterbitkan tahun 2006 berdasarkan SK Bupati Nagan Raya Nomor 545/68/KP-EKSPLORASI/2006 tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi, diberikan selama 3 (tiga) tahun.

Lalu diperkuat oleh Gubernur Aceh Nomor 545/12161 tanggal 8 Juni 2006 perihal Rekomendasi Kuasa Pertambangan Eksplorasi kepada PT. Emas Mineral Murni.

Pada tahun 2010 dilakukan pembaharuan berdasarkan SK Bupati Nagan Raya Nomor 545/22/SK/IUP-Ekspl/2010 tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Kepada PT. Emas Mineral Murni, tertanggal 11 Januari 2010.

Surat gubernur 8 Juni 2006 dan Surat Direktorat Jenderal Minerba, Batubara dan Panas Bumi Nomor 1053/30/DJB/2009 tertanggal 23 maret 2009 perihal Izin Usaha Pertambangan. Lokasi pertambangan di desa Blang Puuk, Kecamatan Beutong, Kabupaten Nagan Raya.

Berdasarkan laporan dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, pada tahapan ini PT. EMM belum berstatus Penanaman Modal Asing (PMA). Saat itu komposisi saham PT. Indoenergi Platinum sebanyak 248 lembar, dan Toh Seng Hee (Komisaris) sebanyak 2 lembar saham. SK ini berlaku surut mulai tanggal 16 Juni 2006 serta diberikan untuk jangka waktu 7 (tujuh) tahun.

Mulanya pengumuman AMDAL PT EMM tanggal 3 Desember 2012 dengan luas lahan 3.620 hektare berlokasi di Beutong Ateuh Benggalang, Kabupaten Nagan Raya diberikan waktu selama 8 tahun.

Lalu PT. EMM mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi melalui SK Kepala BKPM Nomor 66/1/IUP/PMA/2017 pada tanggal 19 Desember 2017, untuk komoditas emas dengan luas areal 10.000 hektar.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, pada 9 Juli 2018 mengumumkan rencana pemasangan Tanda Batas pada Wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT. EMM di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tengah.

Saat itulah, reaksi penolakan PT EMM kian menggelinding dari masyarakat Beutong Ateuh Benggalang. Tanggal 8 September 2018 seluruh masyarakat menggelar aksi di jembatan Beutong Ateuh Benggalang, Kabupaten Nagan Raya yang difasilitasi oleh Walhi Aceh.

Mereka membentang spanduk menolak kehadiran PT EMM dan tandatangan bersama pada kain putih sebagai bukti penolakan. Setelah itu perjuangan masyarakat Beutong mendapat dukungan dari banyak pihak, termasuk Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).

Meskipun aksi penolakan ini sudah pernah dilakukan oleh warga tanggal 28 Maret 2013 lalu. Masyarakat kemudian menyurati Bupati Nagan Raya dan Gubernur Aceh untuk menyatakan sikap menolak PT EMM. Surat itu ditandatangani Geuchik (kepala desa) dan tokoh masyarakat empat desa tersebut.

“Sudah sepakat dan sudah membuat sebuah peraturan yang bahwa kami menolak (PT EMM),” ungkap Tgk Diwa.

Hal senada juga diakui oleh Tarmizi, warga Beutong Ateuh Benggalang yang terlibat aktif di GBAB. Organisasi yang dipimpin Zakaria sebagai wadah memperjuangkan penolakan PT EMM.

“Tidak ada warga yang setuju masuk PT EMM ke sini, dengan tegas kami sampaikan bahwa kami menolak,” tukas Tarmizi.

Tarmizi mengaku sudah berusaha berjuang untuk menolak kehadiran PT EMM. Bila pemerintah tak mengubrisnya, dirinya bersama warga lainnya bisa saja terancam terusir dari tanah sendiri.

“Seandainya PT EMM itu jalan, kami gak tau apa yang terjadi. Kami sudah berusaha untuk menolak, itu kami tidak tau apa terjadi nanti,” imbuhnya.

Malik Radin, warga lainnya juga mengkhawatirkan bila PT EMM beroperasi di Beutong Ateuh Benggalang, kualitas air akan berubah. Yang paling dikhawatirkan mengalami kekurangan air untuk kebutuhan konsumsi dan persawahan.

Atas alasan itu pula, Malik Radin mengaku tetap bersikeras untuk menolak keberadaan PT EMM. Selain terancam kekurangan dan tercemar air sungai untuk dikonsumsi warga dan kebutuhan persawahan. Ada juga kuburan yang dipercaya masyarakat keramat, jangan sampai tidak ada lagi jejak setelah perusahaan itu beroperasi.

“Ini yang kami khawatirkan,” jelasnya.

Penolakan proyek tambang disebut-sebut “Freeport Kedua” bakal berdampak negatif. Sebab, sebagian besar lahan yang dipergunakan memakai Hutan Lindung (HL) dan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Kedua fungsi hutan ini sangat penting untuk keberlangsungan kehidupan masyarakat setempat.

Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur, ikut juga berdampak terhadap kualitas air dan fisik sungai Krueng Mereubo yang berada sekitar 9 kilometer dari lokasi tambang.

Tak hanya berdampak bagi masyarakat di Beutong Ateuh, tetapi juga beberapa wilayah penyangga lainnya di Kabupaten Nagan Raya, Aceh Barat dan Aceh Tengah. Karena sungai tersebut tersambung dalam beberapa daerah di tiga kabupaten tersebut.

Selain berdampak pada sungai Krueng Meureubo, terdapat juga tiga sub sungai lainnya yang berada dalam area tambang. Ketiga anak sungai itu mengalir air ke sungai Krueng Meureubo.

Sungai Krueng Meureubo menjadi sumber air bagi masyarakat. Selain untuk kebutuhan rumah tangga, juga dipergunakan untuk keperluan air lahan pertanian serta sumber kehidupan lainnya.

Kata M Nur, saap akrap Muhammad Nur, area tambang berdampak terhadap lahan pertanian sawah dan perkebunan masyarakat. Hasil overlay peta Walhi Aceh, terdapat seluas 204,15 ha lahan pertanian sawah yang masuk dalam area izin.

Persoalan lainnya, sesuai dengan RTRW Aceh dan RTRW Kabupaten Nagan Raya, area pertambangan PT EMM merupakan kawasan rawan bencana. Ini diperkuat lagi adanya program Kementerian Sosial RI menetapkan Beutong Ateuh Banggalang sebagai Kampung Siaga Bencana pada tahun 2018.

Akibat adanya PT EMM berdampak besar semakin sempitnya ruang kelola rakyat atas sumber daya hutan yang ada di Beutong Ateuh Benggalang. Bisa saja wilayah perkebunan warga yang dikelola secara mandiri terancam tak lagi bisa dipergunakan setelah tambang emas beroperasi.

“Berdampak terjadinya bencana ekologis seperti banjir dan longsor,” kata M Nur.

Kawasan hutan Beutong Ateuh Benggalang juga merupakan koridor satwa kunci di Aceh. Seperti Gajah, Harimau, Badak dan burung Rangkong. Bila PT EMM beropasi, konflik sawat dengan manusia bakal terjadi. Padahal selama ini warga setempat bisa hidup berdampingan dengan satwa dilindungi ini, tanpa terjadi konflik.

M Nur mengaku, hal paling dikhawatirkan terjadi perubahan fungsi kawasan hutan lindung, perubahan iklim dan hilangnya fungsi paru-paru dunia yang ada di KEL.

Berdasarkan hasil overlay peta oleh Walhi Aceh, area IUP Operasi Produksi 10.000 ha berada di Kecamatan Beutong 21,71 ha, Beutong Ateuh Banggalang 6.259,93, Kabupaten Nagan Raya. Lalu di Kecamatan Peugasing 2.084,81 hektare, Kecamatan Cilala 1.259,74 ha, Kabupaten Aceh Tengah.

Dengan rincian, Hutan Lindung 5.981,87 ha (HL dalam KEL 918,25 ha), APL 3.914,33 ha (APL dalam KEL 343,22 ha). Overlay ini berdasarkan data koordinat yang tersedia pada AMDAL PT. EMM.

Sedangkan Dampak sosial juga bakal terjadi di Beutong Ateuh Benggalang, sebut M Nur. Ia mencontohkan, makam  Raja Beutong di desa Babah Suak, makam Tgk Lhok Pawoh dan makam Tgk Alue Panah (kedua makam ini merupakan makan keramat), hanya 800 meter dari basecamp PT EMM.

Selama ini upaya penolakan PT EMM kurang mendapat respon dari Pemerintah Aceh. Berulang kali mahasiswa bersama warga Beutong Ateuh Benggalang menggelar aksi di kantor Gubernur Aceh. Tak pernah sama sekali Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah menemui mereka.

Bahkan sangking kecewanya. Pada aksi Senin (10/12) depan kantor Gubernur Aceh, peserta aksi sempat salatkan jenazah pocong boneka yang dipasangi foto Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah. Hingga sekarang Nova Iriansyah belum memberikan sinyal positif menolak PT EMM.

Aksi serupa juga dilakukan Kamis (28/3) lalu di kantor Gubernur Aceh. Ratusan mahasiswa menggeruduk kantor itu. lagi-lagi mahasiswa dibikin kecewa oleh Nova Iriansyah, selalu Plt Gubernur Aceh.

Setelah ditunggu-tunggu oleh peserta aksi. Plt Gubernur Aceh tak mau hadir langsung di depan peserta aksi. Hanya Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Mahdi Nur yang hadir.

Saat itu Mahdi Nur juga tidak memberikan respon positif. Dia mengungkapkan perizinan PT EMM sudah sesuai aturan yang berlaku. Semua keputusan berada di tingkat kementerian. Gubernur Aceh tidak bisa mencabut izin perusahaan tersebut.

“Kita gak bisa mencabut izin, kalau kita cabut bisa saja mereka menggugat kita lagi. Karena mereka sudah sesuai dengan aturan yang berlaku,” ungkapnya.

Proyek tambang disebut-sebut “Freeport Kedua” di Indonesia ini masih berada di Beutong Ateuh Benggalang. Arus penolakan dari warga masih terus menggelinding. [Acal]

Tags : beutonghutanPT EMM

Leave a Response